• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

A. Gambaran Umum Obyek/ Subyek Penelitian

Pada   bagian   hasil   penelitian   penulis   memaparkan  keseluruhan   hasil   penelitian   yang   telah   dilakukan   melalui  perhitungan   statistik   berupa   uji   validitas,   uji   reliabilitas,   uji  asumsi klasik serta uji hipotesis untuk menguji apakah terdapat  pengaruh   variabel   moderasi   sifat   kepribadian   dan   komitmen  organisasional   pada   hubungan   stres   kerja   dengan   perilaku  disfungsional   audit.   Pada   bagian   pembahasan   penulis  menguraikan intepretasi dari analisis data yang berkaitan dengan  hasil penelitian yang didasarkan pada teori.

Pengumpulan data untuk penelitian ini dilaksanakan mulai  tanggal   7   September   2015   sampai   dengan   25   Oktober   2016.  Penelitian   menggunakan   data   primer   melalui   survei   kuesioner  yang dikirimkan langsung kepada responden, yaitu auditor pada  level junior, senior, manajer dan partner yang bekerja pada KAP di  wilayah  DIY  dan  Jawa  Tengah.  Pengambilan  sampel  dilakukan  dengan menggunakan metode purposive sampling. 

(2)

Kuesioner   yang   telah   diisi   oleh   responden,   selanjutnya  diteliti   kelengkapan   dan   kesesuaiannya   dengan   kriteria   data  responden   yang   diinginkan.   Jumlah   kuesioner   yang   dikirimkan  kepada responden sebanyak 125 kuesioner yang disebar ke 18 KAP.  Dari   jumlah   pengiriman   tersebut,   kuesioner   yang   kembali  sebanyak   96   kuesioner   dari   14   KAP.   Di   antara   kuesioner   yang  kembali   terdapat   5   kuesioner   yang   tidak   lengkap,   sehingga  kuesioner yang dapat diolah sebanyak 91 kuesioner. Perhitungan  tingkat pengembalian kuesioner disajikan pada tabel 4.1. berikut. 

TABEL 4. . 

Rincian Jumlah Sampel dan Tingkat Pengembalian  Kuesioner

No. Dasar Klarifikasi Jumlah

1. Jumlah kuesioner yang dikirim 125 2. Kuesioner yang tidak kembali 34 3. Kuesioner yang dikembalikan 96 4. Tingkat pengembalian (96/125) x  100% 76,80% 5. Kuesioner yang tidak lengkap 5 6. Jumlah kuesioner yang dapat diolah 91 Usable Response Rate 72,80% Sumber: data pengembalian kuesioner yang diolah, 2016

(3)

1. Analisis Karakteristik Responden

Analisis   karakteristik   responden   berisi   gambaran  mengenai   identitas   responden   berdasarkan   sampel   penelitian  yang telah ditetapkan. Karakteristik responden yang diamati  dalam penelitian ini meliputi: jenis kelamin, usia, pendidikan  terakhir, jabatan dan posisi bekerja. Berikut merupakan hasil  distribusi frekuensi setiap karakteristik responden.

a. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Identitas   responden   berdasarkan   jenis   kelamin  menggambarkan bagaimana kriteria dan perilaku seseorang  dalam   menghadapi   pekerjaan.   Untuk   mengetahui   jumlah  perbandingan   responden   yang   bekerja   sebagai   auditor   di  Kantor   Akuntan   Publik   wilayah   Daerah   Istimewa  Yogyakarta   dan   Jawa   Tengah   berdasarkan   jenis   kelamin  dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.2. berikut ini.

TABEL 4. . 

Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No

.

(4)

1. Laki­Laki 39 42,9% 2. Perempuan 52 57,1% Total 91 100% Sumber: data demografi responden yang diolah, 2016 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari  91 responden terdiri atas 39 atau 42,9% responden berjenis  kelamin   laki­laki   dan   sebanyak   52   atau   57,1%   responden  berjenis kelamin perempuan. Data ini menunjukkan bahwa  auditor yang bekerja di KAP wilayah DIY dan Jawa Tengah  didominasi   oleh   perempuan.   Kondisi   tersebut   disebabkan  karena wanita cenderung memiliki tingkat ketelitian yang  lebih   tinggi   dibanding   dengan   laki­laki.   Kriteria   tersebut  dianggap   sesuai   dengan   kriteria   pekerja   di   bidang   audit  karena pekerjaan audit membutuhkan  skill  ketelitian yang  lebih   mendalam,   terutama   untuk   memeroleh   temuan­ temuan audit. 

b. Responden Berdasarkan Usia

Identitas responden berdasarkan usia menggambarkan  bagaimana   sikap   dan   kedewasaan   seseorang   dalam 

(5)

mengambil   keputusan   terhadap   masalah   pekerjaan   yang  dihadapi.   Untuk   mengetahui   jumlah   perbandingan  responden   yang  bekerja   sebagai  auditor  di  KAP wilayah  Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah berdasarkan  usia dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.3. berikut. TABEL 4. .  Responden Berdasarkan Usia No .

Usia (tahun) Frekuensi Persentase

1. 20 – 24 61 67% 2. 25 – 29 15 16,5% 3. 30 – 34 14 15,4% 4. > 34 1 1,1% Total 91 100% Sumber: data demografi responden yang diolah, 2016

Berdasarkan   usia   responden,   dapat   diketahui   bahwa  responden yang berusia 20 ­ 24 tahun ada sebanyak 61 atau  67%, responden berusia 25 – 29 tahun ada sebanyak 15 atau  16,5%, responden berusia 30 – 34 tahun ada sebanyak 14  atau 15,4%, sementara itu responden yang berusia di atas 34  tahun hanya ada 1 responden atau sebanyak 1,1% dari total 

(6)

responden.   Data   tersebut   menunjukkan   bahwa   mayoritas  auditor yang bekerja di KAP wilayah DIY dan Jawa Tengah  berusia 20 – 24 tahun. Kondisi seperti itu dikarenakan pada  usia   tersebut   umumnya   seorang   auditor   sedang   dalam  keadaan   semangat­semangatnya   untuk   melakukan  pekerjaan.   Hal   tersebut   juga   didukung   oleh   kompleksitas  tanggung jawab auditor usia 20­24 tahun yang masih relatif  rendah sehingga pekerjaan dengan intensitas waktu tinggi  seperti auditor dapat dilakukan dengan lebih maksimal.

c. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Untuk   mengetahui   jumlah   perbandingan   responden  yang   bekerja   sebagai   auditor   di   Kantor   Akuntan   Publik  wilayah   DIY   dan   Jawa   Tengah   berdasarkan   pendidikan  terakhir dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.4. berikut  ini. TABEL 4. .  Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No .

(7)

1. Strata Satu (S1) 75 82,4% 2. Strata Dua (S2) 16 17,6% 3. Strata Tiga (S3) 0 0% 4. Lainnya (SMA/D1/  D3/dll) 0 0% Total 91 100% Sumber: data demografi responden yang diolah, 2016

Berdasarkan   pendidikan   terakhir   seperti   disajikan  pada   tabel   4.4.   di   atas   dapat   diketahui   bahwa   dari   91  responden yang bekerja sebagai auditor di KAP wilayah DIY  dan Jawa Tengah, terdapat 75 atau 82,4% responden yang  memiliki pendidikan terakhir pada tingkat Strata Satu (S1)  dan sebanyak 16 atau 17,6% pada tingkat Strata Dua (S2).  Hal   tersebut   mengartikan   bahwa   dilihat   dari   tingkat  pendidikan,   auditor   pada   KAP   wilayah   DIY   dan   Jawa  Tengah pada umumnya berpendidikan sebagai sarjana (S1).

d. Responden Berdasarkan Jabatan atau Posisi Bekerja

Identitas responden berdasarkan usia menggambarkan  bagaimana sikap auditor untuk menghadapi kompleksitas  pekerjaan   yang   dihadapi.   Untuk   mengetahui   jumlah 

(8)

perbandingan responden   yang bekerja sebagai auditor di  Kantor   Akuntan   Publik   wilayah   DIY   dan   Jawa   Tengah  berdasarkan jabatan atau posisi bekerja dapat dilihat secara  lengkap pada tabel 4.5. berikut ini. TABEL 4. .  Responden Berdasarkan Jabatan di KAP No .

Jabatan/Posisi Frekuensi Persentase

1. Partner 3 3,3% 2. Manajer 3 3,3% 3. Auditor Senior 38 41,8% 4. Auditor Junior 47 51,6% Total 91 100% Sumber: data demografi responden yang diolah, 2016 Berdasarkan tabel 4.5. di atas, dapat diketahui bahwa  dari   91   responden   yang   bekerja   sebagai   auditor   di   KAP  wilayah DIY dan Jawa Tengah terdiri dari masing­masing 3  atau   3,3%  responden   yang   menjabat   sebagai  partner   dan  manajer, 38 atau 41,8% responden menjabat sebagai auditor  senior   dan   47   atau   51,6%   responden   menjabat   sebagai  auditor   junior.   Frekuensi   dari   data   tersebut   mengartikan  bahwa sebagian besar auditor yang bekerja di KAP wilayah 

(9)

DIY  dan  Jawa tengah  memiliki posisi atau  jabatan kerja  sebagai auditor junior. Kondisi ini terjadi karena mayotitas  responden dalam penelitian ini berusia 20­24 tahun yang  umumnya   masih   menjabat   di   posisi   terendah   dalam  pekerjaan audit, yaitu sebagai auditor junior. 

Dari   segi   praktikal,   auditor   junior   berkemungkinan  memiliki   tingkat   kerumitan   pekerjaan   yang   lebih   tinggi  dibanding   jabatan   lainnya   karena  fresh   auditor  dituntut  untuk dapat melaksanakan prosedur audit secara rinci dan  harus   banyak   melakukan   pekerjaan   audit   di   lapangan  dengan   intensitas   tinggi   sebagai   tahap   penyesuaian  pekerjaan   audit   dan   untuk   memeroleh   lebih   banyak  pengalaman   dari   kasus­kasus   audit.   Oleh   sebab   itu,  karakteristik   responden   tersebut   dinilai   dapat  merepresentasikan penelitian ini.

e. Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Untuk   mengetahui   jumlah   perbandingan   responden  yang   bekerja   sebagai   auditor   di   Kantor   Akuntan   Publik 

(10)

wilayah DIY dan Jawa Tengah berdasarkan lama bekerja  dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.6. berikut ini. TABEL 4. .  Responden Berdasarkan Lama Bekerja No .

Lama Bekerja (tahun) Frekuensi Persentase

1. < 1 0 0% 2. 1 – 5 70 76,9% 3. 6 – 10 16 17,6% 4. > 10 5 5,5% Total 91 100% Sumber: data demografi responden yang diolah, 2016 Berdasarkan tabel 4.6. di atas dapat dijelaskan bahwa  responden   yang   paling   banyak   dalam   penelitian   ini  merupakan responden yang bekerja di KAP selama 1 – 5  tahun, yaitu sebanyak 70 responden atau 76,9% dari total  responden. Sementara itu, terdapat 16 atau 17,6% responden  yang telah bekerja selama 6 – 10 tahun dan sebanyak 5 atau  5,5% auditor telah bekerja lebih dari 10 tahun. Dari data  tersebut dapat diketahui bahwa seluruh responden dalam  penelitian   ini   telah   bekerja   di   KAP   lebih   dari   1   tahun,  sehingga kriteria lama bekerja responden yang merupakan 

(11)

syarat   dari   pemilihan   sampel   menggunakan  purposive  sampling telah terpenuhi.

2. Analisis Deskriptif

Analisis   deskriptif   dijelaskan   agar   dapat   memberikan  gambaran   terhadap   variabel­variabel   yang   digunakan   dalam  penelitian.   Penelitian   ini   menggunakan   satu   variabel  independen   yaitu   stres   kerja,   satu   variabel   dependen   yaitu  perilaku disfungsional audit serta dua variabel moderasi yaitu  sifat   kepribadian   (openness   to   experience,   conscientiousness,  extraversion,   agreeableness  dan  neuroticism)   dan   komitmen  organisasional.

Berdasarkan   hasil   pengolahan   data   dengan  software  SPSS   (Statistical   Product   And   Service   Solutions)   versi   23  diperoleh hasil statistik deskriptif sebagai berikut. TABEL 4. .  Uji Statistik Deskriptif Variabe l N Kisaran Teoritis Kisaran Aktual Std.  Deviation Mi Ma Mea Mi Ma Mea

(12)

n x n n x n DAB 9 1 7 35 21 7 30 17,42 4,455 JS 9 1 4 20 12 7 18 10,3 5 2,268 O 9 1 10 50 30 22 50 37,13 7,910 C 9 1 7 35 21 15 35 27,60 3,630 E 9 1 3 15 9 7 15 11,01 2,239 A 9 1 5 25 15 15 25 19,8 2 2,648 N 9 1 6 30 18 6 22 11,77 3,442 OC 9 1 7 35 21 19 35 26,0 0 3,512 Sumber: data primer yang diolah, 2016

Dari   tabel   4.7.   di   atas   diperoleh   hasil   uji   statistik  deskriptif dengan jumlah data yang dapat diolah sebanyak 91  responden.  Jawaban responden  cukup  bervariasi dengan skor  jawaban   untuk   variabel   perilaku   disfungsional   audit   (DAB)  berkisar   antara   7   sampai   dengan   30   dengan   standar   deviasi  4,455. Nilai rata­rata kisaran aktual DAB lebih rendah daripada  nilai   rata­rata   kisaran   teoritis   (17,42   <   21).   Hal   tersebut  menandakan   rata­rata   responden   memiliki   tingkat   perilaku 

(13)

disfungsional yang rendah. Variabel stres kerja (JS) memiliki  skor berkisar antara 7 sampai dengan 18 dengan standar deviasi  2,268. Nilai rata­rata kisaran aktual JS  lebih rendah daripada  nilai   rata­rata   kisaran   teoritis   (10,35   <   12,00).   Artinya,  responden yang menjadi sampel pada penelitian ini rata­rata  memiliki tingkat stres kerja yang tinggi. 

Variabel   sifat   kepribadian  openness   to   experience  (O)  memiliki skor berkisar 22 sampai dengan 50 dengan standar  deviasi  7,910.  Variabel   sifat   kepribadian  conscientiousness  (C)  memiliki skor berkisar 15 sampai dengan 35 dengan standar  deviasi   3,630.   Variabel   sifat   kepribadian  extraversion  (E)  memiliki   skor   berkisar   7   sampai   dengan   15   dengan   standar  deviasi   2,239.   Variabel   sifat   kepribadian  agreeableness  (A)  memiliki   skor   berkisar   15   sampai   dengan   25   dengan   nilai  standar deviasi 2,648. Sementara itu, variabel sifat kepribadian  neuroticism  (N)   memiliki   skor   berkisar   6   sampai   dengan   22  dengan nilai standar deviasi 3,442. 

(14)

Rata­rata   responden   pada   penelitian   ini   memiliki  kepribadian “O”, “C”, “E” dan “A”  yang tinggi karena memiliki  nilai rata­rata kisaran aktual masing­masing  7,13; 6,60; 2,01;  dan 4,28 di atas nilai rata­rata kisaran teoritis. Di sisi lain, rata­ rata   responden   pada   memiliki   kepribadian   “N”   yang   rendah  karena  nilai rata­rata  kisaran  aktual berjumlah 6,25  poin di  bawah   nilai   rata­rata   kisaran   teoritis.   Berdasarkan   hasil   uji  statistik deskriptif sifat kepribadian (O, C, E, A dan N) di atas  dapat   dikatakan   bahwa   sifat   kepribadian   yang   paling  merepresentasikan sifat auditor, terutama auditor yang bekerja  di   KAP   wilayah   DIY   dan   Jawa   Tengah,   adalah   kepribadian  openness   to   experience  karena   memiliki   selisih   nilai   kisaran  aktual tertinggi, yaitu 7,13.

Variabel   komitmen   organisasional   (OC)   memiliki   skor  berkisar 19 sampai dengan 35 dengan nilai rata­rata 26,00 dan  standar deviasi 3,512. Nilai rata­rata kisaran aktual OC  lebih  tinggi daripada nilai rata­rata kisaran teoritis (26,00 > 21,00).  Hasil   tersebut   menandakan   bahwa   responden   yang   menjadi 

(15)

sampel pada penelitian ini rata­rata memiliki tingkat komitmen  organisasional yang tinggi. B. Uji Kualitas Instrumen dan Data 1. Uji Validitas Data Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid­ tidaknya  suatu kuesioner (Ghozali, 2016). Uji validitas ditujukan untuk  mengetahui   apakah   alat   ukur   yang   dirancang   dalam   bentuk  kuesioner   benar­benar   dapat   menjalankan   fungsinya.   Pada  penelitian   ini,   uji   validitas   dilakukan   dengan   menggunakan  analisis  factor   korelas.  Validitas   setiap   pernyataan   dalam  kuesioner   diketahui   dengan   melihat   nilai  Kaiser­Meyer­Olkin  Measure of Sampling Adequacy  (KMO MSA) dengan ketentuan  suatu instrumen dikatakan valid apabila nilai KMO > dari 0,5  dan   memiliki   nilai  loading   factor  >   0,4.   Berdasarkan   hasil  pengolahan data menggunakan factor korelas diperoleh hasil uji  validitas sebagai berikut.

(16)

a. Perilaku Disfungsional Audit (DAB) TABEL 4. .  Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku Disfungsional  Audit No . Variabel Nilai  KMO Item Nilai  Loadin Factor Keteranga n 1. Perilaku  Disfungsional  Audit (DAB) 0,768  > 0,5 DAB1 0,763 Valid DAB2 0,657 Valid DAB3 0,775 Valid DAB4 0,648 Valid DAB9 0,615 Valid DAB11 0,756 Valid DAB12 0,586 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016

Pada   tabel   4.8.   di   atas   dapat   dilihat   bahwa   nilai  KMO   variabel   perilaku   disfungsional   audit   (DAB)   lebih  besar   dari   0,5,   yaitu   0,768.   Sementara   itu,   dari   12   butir  pernyataan untuk mengukur variabel perilaku disfungsional  audit terdapat 7 pernyataan (DAB1, DAB2, DAB4, DAB9,  DAB11, DAB12) dengan nilai loading factor berkisar antara  0,586 – 0,763. Nilai tersebut lebih besar dari 0,4, sehingga  butir pernyataan tersebut sudah valid dan layak digunakan 

(17)

sebagai   alat   ukur   variabel   perilaku   disfungsional   audit  (DAB) pada analisis selanjutnnya. b. Stres Kerja (JS) TABEL 4. .  Hasil Uji Validitas Stres Kerja No . Variabel Nilai  KMO Item Nilai  Loadin Factor Keteranga n 1. Stres Kerja  (JS) 0,695  > 0,5 JS1 0,777 Valid JS2 0,702 Valid JS3 0,668 Valid JS4 0,767 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016 Berdasarkan  hasil uji validitas variabel stres kerja  (JS) yang tertera pada tabel 4.9. di atas, dapat diketahui  bahwa nilai KMO lebih besar dari 0,5, yaitu sebesar 0,695.  Pada   variabel   stres   kerja   terdapat   4   butir   pernyataan  dengan   nilai  loading   factor  lebih   besar   dari   0,4,   yaitu  berkisar antara 0,668 sampai dengan 0,767. Hasil pengujian  ini   menunjukkan   bahwa   semua   butir   pernyataan   yang  digunakan untuk mengukur variabel stres kerja sudah valid 

(18)

sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur untuk analisis  selanjutnya.

c. Sifat Kepribadian 1) Opennes to Experience (O)

Pada   pengujian   validitas   untuk   variabel   sifat  kepribadian openness to experience, diketahui bahwa nilai  KMO   lebih   besar   dari   0,5,   yaitu   sebesar   0,759.   Semua  butir   pernyataan   pada   variabel   sifat   kepribadian   “O”  memiliki nilai  loading factor  lebih besar dari 0,4, yaitu  berkisar   antara   0,555   sampai   dengan   0,874,   sehingga  dapat   dikatakan   bahwa   butir­butir   pernyataan   pada  variabel   sifat   kepribadian   “O”   sudah   valid   dan   dapat  digunakan  sebagai alat  ukur  yang layak  untuk analisis  selanjutnya.   Hasil   pengujian   validitas   ini   dapat   dilihat  pada tabel 4.10. berikut.

TABEL 4. . 

(19)

No . Variabel Nilai  KMO Item Nilai  Loadin Factor Keteranga n 1. Openness to  Experience  (O) 0,759  > 0,5 O5 0,747 Valid O10 0,710 Valid O15 0,555 Valid O20 0,828 Valid O25 0,697 Valid O30 0,846 Valid O35 0,821 Valid O40 0,793 Valid O41 0,874 Valid O44 0,807 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016 2) Conscientiousness (C)

Pada   pengujian   validitas   untuk   variabel   sifat  kepribadian conscientiousness, diketahui bahwa nilai KMO  lebih   besar   dari   0,5,   yaitu   sebesar   0,759.   Dari   9   butir  pernyataan   untuk   mengukur   variabel   kepribadian   “C”,  terdapat 7 butir pernyataan dengan nilai  loading factor  lebih besar dari 0,4, yaitu berkisar antara 0,454 sampai  dengan 0,882, sehingga dapat dikatakan bahwa butir­butir  pernyataan   tersebut   sudah   valid   dan   dapat   digunakan  sebagai alat ukur yang layak untuk analisis selanjutnya. 

(20)

Hasil pengujian validitas ini dapat dilihat pada tabel 4.11.  berikut. TABEL 4. .  Hasil Uji Validitas Variabel Conscientiousness No . Variabel Nilai  KMO Item Nilai  Loadin Factor Keteranga n 1. Conscientiousn ess (C) 0,759  > 0,5 C3 0,882 Valid C8 0,843 Valid C13 0,791 Valid C23 0,454 Valid C28 0,470 Valid C33 0,874 Valid C43 0,882 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016 3) Extraversion (E) 

Berdasarkan     hasil   uji   validitas   variabel   sifat  kepribadian  extraversion,   dapat   diketahui   bahwa   nilai  KMO   lebih   besar   dari   0,5,   yaitu   sebesar   0,759.   Pada  variabel sifat kepribadian “E” terdapat 3 butir pernyataan  dengan   nilai  loading   factor  lebih   besar   dari   0,4,   yaitu  berkisar   antara   0,563   sampai   dengan   0,843.   Hasil 

(21)

pengujian   ini   menunjukkan   bahwa   3   butir   pernyataan  untuk   variabel  extraversion  sudah   valid   dan   dapat  digunakan sebagai alat ukur untuk analisis selanjutnya.  Hasil pengujian validitas variabel extraversion dapat  dilihat pada tabel 4.12. berikut. TABEL 4. .  Hasil Uji Validitas Variabel Extraversion No . Variabel Nilai  KMO Item Nilai  Loadin Factor Keteranga n 1. Extraversion  (E) 0,759  > 0,5 E1 0,808 Valid E6 0,843 Valid E31 0,563 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016          4) Agreeableness (A)

Berdasarkan     hasil   uji   validitas   variabel   sifat  kepribadian  agreeableness  dapat   diketahui   bahwa   nilai  KMO   lebih   besar   dari   0,5,   yaitu   sebesar   0,759.   Pada  variabel sifat kepribadian “E” terdapat 5 butir pernyataan  dengan   nilai  loading   factor  lebih   besar   dari   0,4,   yaitu 

(22)

berkisar   antara   0,402   sampai   dengan   0,750.   Hasil  pengujian   ini   menunjukkan   bahwa   5   butir   pernyataan  untuk   variabel  extraversion  sudah   valid   dan   dapat  digunakan sebagai alat ukur untuk analisis selanjutnya.  Hasil pengujian validitas ini dapat dilihat pada tabel 4.13.  berikut. TABEL 4. .  Hasil Uji Validitas Variabel Agreeableness No . Variabel Nilai  KMO Item Nilai  Loadin Factor Keteranga n 1. Agreeableness  (A) 0,759  > 0,5 A2 0,402 Valid A7 0,422 Valid A17 0,750 Valid A32 0,579 Valid A42 0,587 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016 5) Neuroticism (N)

Pada   pengujian   validitas   untuk   variabel   sifat  kepribadian neuroticism, diketahui bahwa nilai KMO lebih  besar dari 0,5, yaitu sebesar 0,737. Dari 8 butir pernyataan 

(23)

yang   digunakan   untuk   mengukur   variabel   sifat  kepribadian   “N”,   terdapat   6   butir   pernyataan   yang  memiliki nilai  loading factor  lebih besar dari 0,4, yaitu  berkisar   antara   0,455   sampai   dengan   0,868,   sehingga  dapat dikatakan bahwa 6 butir pernyataan pada variabel  sifat kepribadian “N” sudah valid dan dapat digunakan  sebagai alat ukur yang layak untuk analisis selanjutnya.  Hasil pengujian validitas ini dapat dilihat pada tabel 4.14.  berikut. TABEL 4. .  Hasil Uji Validitas Variabel Neuroticism No . Variabel Nilai  KMO Item Nilai  Loadin Factor Keteranga n 1. Neuroticims  (N) 0,759  > 0,5 N4 0,778 Valid N9 0,850 Valid N14 0,640 Valid N24 0,455 Valid N29 0,868 Valid N39 0,794 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016 d. Organisasional Komitmen (OC)

(24)

Berdasarkan   hasil   uji   validitas   variabel   sifat  komitmen organisasional dapat diketahui bahwa nilai KMO  lebih   besar   dari   0,5,   yaitu   sebesar   0,809.   Pada   variabel  komitmen organisasional terdapat 7 butir pernyataan dengan  nilai loading factor lebih besar dari 0,4, yaitu berkisar antara  0,405   sampai   dengan   0,795.   Hasil   pengujian   ini  menunjukkan   bahwa   7   butir   pernyataan   untuk   variabel  komitmen organisasional sudah valid dan dapat digunakan  sebagai   alat   ukur   untuk   analisis   selanjutnya.     Hasil  pengujian validitas ini dapat dilihat pada tabel 4.13. berikut.

TABEL 4. . 

Hasil Uji Validitas Variabel Organisasional Komitmen

No. Variabel Nilai 

KMO Item Nilai  Loadin Factor Keteranga n 1. Komitmen  Organisasion al (OC) 0,809  > 0,5 OC2 0,405 Valid OC4 0,606 Valid OC5 0,470 Valid OC6 0,795 Valid OC7 0,768 Valid OC8 0,704 Valid OC9 0,727 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016

(25)

2. Uji Reliabilitas Data

Selain   terpenuhinya   syarat   validitas,   suatu   alat   ukur  juga   harus  memiliki  keandalan  atau    reliabilitas.  Suatu  alat  ukur dapat dikatakan memiliki tingkat reliabilitas yang baik  apabila   dapat   digunakan   secara   berulang   dan   dapat  memberikan   hasil   yang   relatif   sama.   Apabila   koefisien  reliabilitas menunjukkan nilai lebih dari 0,7, maka semua butir  pernyataan   dalam   variabel   dapat   dikatakan   reliabel.   Hasil  pengolahan   uji   reliabilitas   variabel   penelitian   menggunakan  metode cronbach’s alpha dapat dilihat pada tabel 4.16. berikut. TABEL 4. .  Hasil Uji Reliabilitas No. Variabel Nilai  Cronbach’ s Alpha Keterangan 1. Perilaku Disfungsional Audit 0,847 Reliabel 2. Stres Kerja 0,705 Reliabel 3. Openness to Experience 0,937 Reliabel 4. Conscientiousness 0,914 Reliabel 5. Extraversion 0,841 Reliabel 6. Agreeableness 0,806 Reliabel 7. Neuroticism 0,868 Reliabel 8. Komitmen Organisasional 0,849 Reliabel

(26)

Sumber: data primer yang diolah, 2016

Berdasarjkan hasil uji reliabilitas dapat diketahui bahwa  nilai cronbach’s alpha dari variabel perilaku disfungsional audit,  stres kerja, sifat kepribadian (O, C, E, A, dan N) serta komitmen  organisasional lebih besar dari 0,7, yaitu berkisar antara 0,705  sampai dengan  0,937. Hasil  pengujian tersebut  menunjukkan  bahwa   semua   butir   pernyataan   yang   digunakan   untuk  pengukuran   setiap   variabel   sudah   reliabel,   sehingga   dapat  memberikan hasil pengukuran yang konsisten.

3. Uji Asumsi Klasik

Sebelum   dilakukan   uji   hipotesis,   terlebih   dahulu   perlu  dilakukan   uji   asumsi   klasik   pada   data   penelitian.   Hal   ini  bertujuan  agar  tidak terdapat  bias  pada  nilai estimator dari  model yang digunakan dalam penelitian. Uji asumsi klasik yang  dilakukan   dalam   penelitian   ini   meliputi   uji   normalitas,   uji  heteroskedastisitas serta uji multikolinieritas.

(27)

Uji   normalitas   bertujuan   untuk   menguji   apakah  data yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal  atau tidak. Apabila model regresi tidak berdistribusi normal  maka kesimpulan dari uji F dan t masih diragukan, karena  uji tersebut mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti  distribusi   normal  (Ghozali,   2016).   Pada   penelitian   ini,   uji  normalitas dilakukan dengan menggunakan uji satu sampel  Kolmogorov­smirnov. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada  tabel 4.17. berikut. TABEL 4. .  Hasil Pengujian Asumsi Normalitas One Kolmogorov­

smirnov Nilai Sig. Keterangan

Unstandardized  Residual

0,200 Data Normal

Sumber: data primer yang diolah, 2016

Pada   uji   normalitas,   data   dikatakan   berdistribusi  normal   apabila   memiliki   nilai   signifikansi   >   0,05.  Berdasarkan   hasil   pengolahan   data   diperoleh   nilai  signifikansi   untuk   uji   satu   sampel  kolmogorov­smirnov 

(28)

sebesar 0,200. Nilai tersebut sudah lebih besar dari tingkat  kekeliruan (0,05), maka disimpulkan bahwa model regresi  pada penelitian ini memiliki distribusi normal atau sesuai  dengan   distribusi   teoritik.   Dengan   demikian,   data   pada  penelitian   ini   dapat   digunakan   untuk   pengujian   statistik  selanjutnya. 

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji   heteroskedastisitas  bertujuan  untuk   menguji  apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian  dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi  yang   baik  adalah   model   yang  memiliki  varian  yang   tetap  (homoskedastisitas)  dan  tidak   dikehendaki   terjadinya  heteroskedastisitas.  Uji  heteroskedastisitas pada penelitian  ini dilakukan dengan menggunakan metode gletser. Hasil uji  heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel 4.18. berikut.

TABEL 4. . 

Hasil Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas Variabel Nilai Sig. Keterangan Stres kerja 0,635 Tidak terjadi 

(29)

Openness to  Experience 0,618 Tidak terjadi  heteroskedastisitas Conscientiousness 0,443 Tidak terjadi  heteroskedastisitas Extraversion 0,468 Tidak terjadi  heteroskedastisitas Agreeableness 0,276 Tidak terjadi  heteroskedastisitas Neuroticism 0,620 Tidak terjadi  heteroskedastisitas Komitmen  Organisasional 0,953 Tidak terjadi  heteroskedastisitas Sumber: data primer yang diolah, 2016

Suatu   model   regresi   dikatakan   tidak   mengalami  heteroskedastisitas   apabila   angka   statistik   menunjukkan  nilai  signifikansi    lebih  dari  0,05   (Nazaruddin  &  Basuki,  2016).   Berdasarkan   hasil   pengolahan   data   menunjukkan  bahwa   nilai   signifikansi   dari   semua   variabel   sudah  lebih  besar dari 0,05, yaitu berkisar antara 0,276 – 0,953. Hal ini  menunjukkan   bahwa   seluruh   variabel   bebas   dinyatakan  tidak terkena heteroskedastisitas.

(30)

Tujuan   dari   uji   multikolinieritas   adalah   untuk  menguji   apakah   dalam   model   regresi   ditemukan   adanya  korelasi antar variabel bebas atau tidak. Model regresi yang  baik   seharusnya   tidak   terjadi   korelasi   antar   variabel  independen.  Untuk   mendeteksi   ada   atau   tidaknya  multikolinieritas,   data   pada   penelitian   ini   diuji   dengan  menggunakan  nilai  Varianec   Inflaction   Factor  (VIF)   dan  nilai Tolerance. Apabila nilai VIF < 10 dan nilai Tolerance >  0,1,   maka   antarvariabel   independen   tidak   terjadi  multikolinearitas (Ghozali, 2016). Hasil uji multikolinieritas  dapat dilihat pada tabel 4.19. berikut. TABEL 4. .  Hasil Pengujian Asumsi Multikolinieritas Variabel Collinearity  Statistics Keterangan Toleran ce VIF Stres kerja 0,766 1,306 Tidak terjadi  multikolinieritas Openness to  Experience 0,578 1,730 Tidak terjadi  multikolinieritas Conscientious ness 0,686 1,459 Tidak terjadi  multikolinieritas Extraversion 0,607 1,646 Tidak terjadi 

(31)

multikolinieritas Agreeableness 0,442 2,264 Tidak terjadi  multikolinieritas Neuroticism 0,694 1,440 Tidak terjadi  multikolinieritas Komitmen  Organisasiona l 0,485 2,060 Tidak terjadi  multikolinieritas Sumber: data primer yang diolah, 2016

Berdasarkan   hasil   pengolahan   data   menunjukkan  bahwa nilai VIF dari semua variabel lebih kecil dari 10, yaitu  berkisar antara 1,306 – 2,264. Sementara itu, nilai tolerance  pada   variabel­variabel  tersebut  lebih  besar  dari   0,1,  yaitu  berkisar antara 0,442 – 0,766. Hal ini menunjukkan bahwa  tidak   ada   multikolinieritas   antar   variabel   bebas   dalam  regresi.

C. Hasil Uji Hipotesis 1. Uji Hipotesis 1

Pengujian model 1 pada  penelitian ini memiliki tujuan  untuk   menguji   hipotesis   pertama   yang   menyatakan   adanya  hubungan positif antara variabel stres kerja dengan perilaku 

(32)

disfungsional   audit.   Untuk   menguji   hipotesis   1   perlu  memerhatikan nilai signifikansi dan nilai koefisien beta pada  kolom  unstandardized coefficient  dari hasil regresi. Hipotesis 1  diterima apabila nilai signifikansi lebih rendah dari alpha (0,05)  dan   nilai   koefisien   beta   berada   di   atas   nol   (bernilai   positif).  Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan  model regresi linier sederhana. Adapun persamaan regresi linier  sederhana yang digunakan adalah sebagai berikut. DAB   =   ?  + ? 1JS + e……….. …...(1) Dari persamaan tersebut diperoleh hasil uji model regresi  untuk model 1 yang dapat dilihat pada tabel 4.20. berikut. TABEL 4. .  Hasil Pengujian Hipotesis 1 Variabe l B t Sig. Hipo­ tesis Prediks i Arah Kesimpula n Consta nt 5,279 2,982 0,004 JS 1,173 7,018 0,000 H1 Positif Diterima R 0,597 Square 0,356

(33)

Adjust

ed R2 0,349

Sumber: data primer yang diolah, 2016

Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh pada  tabel  4.20.  di  atas   maka  dapat   dibentuk    persamaan  regresi  linier sederhana sebagai berikut:

DAB  =  5,279 + 1,173JS + e………. (1)

  Hasil   regresi   di   atas   menunjukkan   bahwa   nilai  signifikansi   untuk   variabel   stres   kerja   adalah   0,000   <   0,05  dengan   nilai   koefisien   regresi   1,173   >   0.   Hal   tersebut  menunjukkan   bahwa   variabel   stres   kerja   memiliki   pengaruh  positif terhadap perilaku disfungsional audit, sehingga hipotesis  1 diterima. Variabel stres kerja berpengaruh terhadap perilaku  disfungsional audit dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,349. Nilai 

tersebut   menunjukkan   bahwa   variabel   stres   kerja   mampu  menjelaskan perilaku disfungsional audit sebesar 34,9%.

(34)

2. Uji Hipotesis 2

Pengujian   model   2   digunakan   untuk   menguji   hipotesis  kedua (H2a, H2b, H2c, H2d, H2e) dengan tujuan untuk mengetahui 

apakah variabel sifat kepribadian (O, C, E, A, dan N) dapat  memengaruhi   hubungan   stres   kerja   dengan   perilaku  disfungsional audit. 

a. Uji Hipotesis 2a

Pengujian hipotesis 2a bertujuan untuk mengetahui  pengaruh kepribadian openness to experience pada hubungan  stres   kerja   dengan   perilaku   disfungsional   audit.   Pada  pengujian ini, hipotesis diterima apabila interaksi variabel  independen   dan   variabel   moderasi   mempunyai   nilai  signifikansi < 0,05 dan nilai koefisien beta < 0. Persamaan  regresi moderasi yang digunakan adalah sebagai berikut.

DAB     =   ?   +   ? 1JS   +   ? 2O   +   ? 8JS*O   + 

(35)

Dari   persamaan   tersebut   diperoleh   hasil   uji   model  regresi   untuk   hipotesis   2a   yang   dapat   dilihat   pada   tabel  4.21. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Hipotesis 2a Variabe l B t Sig. Hipo­ tesis Prediks i Arah Kesim­ pulan Consta nt ­ 17,834 ­ 1,779 0,790 JS 3,338 3,366 0,001 O 0,622 2,340 0,022 JS*O ­0,058 ­ 2,211 0,030 H2a Negatif Diterim a R 0,629 Square 0,396 Adjust ed R2 0,375 Sumber: data primer yang diolah, 2016

Berdasarkan   hasil   pengolahan   data   di   atas   dapat  dibentuk     persamaan   regresi   yang   menjadikan   sifat  kepribadian  openness   to   experience  sebagai   moderasi  hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit  sebagai berikut:

(36)

DAB     =  ­17,834  +  3,338JS   +  0,622O  ­   0,058JS*O   +  e...(2a)

Hasil   regresi   di   atas   menunjukkan   bahwa   nilai  signifikansi untuk pengaruh variabel openness to experience  pada hubungan JS terhadap DAB adalah 0,000 < 0,05 dan  memiliki nilai koefisien beta sebesar ­0,058 < 0. Hal tersebut  menunjukkan   bahwa   variabel  openness   to   experioence  memiliki pengaruh negatif terhadap hubungan positif stres  kerja   terhadap   perilaku   disfungsional   audit,   sehingga  hipotesis 2a diterima.

b. Uji Hipotesis 2b

Pengujian   hipotesis   2b   memiliki   tujuan   untuk  mengetahui   pengaruh   kepribadian  conscientiousness  pada  hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.  Pada   pengujian   ini,   hipotesis   diterima   apabila   variabel  moderasi mempunyai pengaruh signifikan (nilai sig. < 0,05)  terhadap hubungan variabel independen dengan dependen 

(37)

dan  memiliki  nilai  koefisien  beta  di bawah  nol (bertanda  negatif).   Adapun   persamaan   regresi   moderasi   yang  digunakan adalah sebagai berikut.

DAB     =   ?   +   ? 1JS   +   ? 3C   +   ? 9JS*C   + 

e...(2b) 

Dari   persamaan   tersebut   diperoleh   hasil   uji   model  regresi   untuk   hipotesis   2b   yang   dapat   dilihat   pada   tabel  4.22. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Hipotesis 2b Variabe l B t Sig. Hipo­ tesis Prediks i Arah Kesim­ pulan Consta nt ­9,170 ­ 0,565 0,573 JS 2,280 1,651 0,102 C 0,515 0,887 0,377 JS*C ­0,040 ­ 0,793 0,430 H2b Negatif Ditolak R 0,603 Square 0,363 Adjust ed R2 0,341 Sumber: data primer yang diolah, 2016

(38)

Berdasarkan   hasil   pengolahan   data   di   atas   dapat  dibentuk     persamaan   regresi   yang   menjadikan   sifat  kepribadian  conscientiousness  sebagai   moderasi   hubungan  stres   kerja   dengan   perilaku   disfungsional   audit   sebagai  berikut:

DAB     =  ­9,170  +  2,280JS   +  0,515C  ­   0,040JS*C   +  e...(2b) 

Hasil   regresi   di   atas   menunjukkan   bahwa   nilai  signifikansi   untuk   pengaruh  conscientiousness  pada  hubungan JS terhadap DAB adalah 0,430 > 0,05. Meskipun  nilai koefisien beta pada interaksi JS*C di bawah nol, yaitu  sebesar ­0,040, akan tetapi regresi moderasi tersebut tidak  mendukung   hipotesis   2b   karena   syarat   signifikansi   tidak  terpenuhi.   Dengan   demikian,   variabel  conscientiousness  tidak berpengaruh pada hubungan positif stres kerja dengan  perilaku disfungsional audit.

(39)

Pengujian   hipotesis   2b   memiliki   tujuan   untuk  mengetahui   pengaruh   kepribadian  conscientiousness  pada  hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.  Pada   pengujian   ini,   hipotesis   diterima   apabila   variabel  moderasi mempunyai pengaruh signifikan (nilai sig. < 0,05)  terhadap hubungan variabel independen dengan dependen  dan  memiliki  nilai  koefisien  beta  di bawah  nol (bertanda  negatif).   Adapun   persamaan   regresi   moderasi   yang  digunakan adalah sebagai berikut.

DAB     =   ?   +   ? 1JS   +   ? 4E     +   ? 10JS*E   + 

e...(2c) 

Dari   persamaan   tersebut   diperoleh   hasil   uji   model  regresi untuk hipotesis 2c yang dapat dilihat secara lengkap  pada tabel 4.23. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Hipotesis 2c Variabe l B t Sig. Hipo­ tesis Prediks i Arah Kesim­ pulan Consta nt 8,181 0,790 0,432 JS 0,723 0,743 0,459

(40)

E ­0,270 ­

0,296 0,768

JS*E 0,042 0,483 0,630 H2c Negatif Ditolak

R 0,604 Square 0,365 Adjust ed R2 0,343 Sumber: data primer yang diolah, 2016

Berdasarkan   hasil   pengolahan   data   di   atas   dapat  dibentuk     persamaan   regresi   yang   menjadikan   sifat  kepribadian  extraversion  sebagai moderasi hubungan stres  kerja dengan perilaku disfungsional audit sebagai berikut: DAB     =  8,181+  0,723JS  ­   0,270E     +  0,042JS*E   +  e...(2c) 

Hasil   regresi   di   atas   menunjukkan   bahwa   nilai  signifikansi untuk pengaruh extraversion pada hubungan JS  terhadap DAB adalah 0,630 > 0,05. Hasil interaksi variabel  moderasi tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan,  sehingga   hipotesis   2c   ditolak.   Hal   tersebut   menunjukkan  bahwa   variabel  extraversion  tidak   berpengaruh   pada 

(41)

hubungan positif stres kerja dengan perilaku disfungsional  audit.

d. Uji Hipotesis 2d

Pengujian hipotesis 2d bertujuan untuk mengetahui  pengaruh   kepribadian  agreeableness  pada   hubungan   stres  kerja dengan perilaku disfungsional audit. Pada pengujian  ini, hipotesis diterima apabila variabel moderasi mempunyai  pengaruh signifikan (nilai sig. < 0,05) terhadap hubungan  variabel   independen   dengan   dependen   dan   memiliki   nilai  koefisien   beta   di   bawah   nol   (bertanda   negatif).   Adapun  persamaan regresi moderasi yang digunakan adalah sebagai  berikut.

DAB     =   ?   +   ? 1JS   +   ? 5A   +   ? 11JS*A   + 

(42)

Dari   persamaan   tersebut   diperoleh   hasil   uji   model  regresi untuk hipotesis 2d yang dapat dilihat secara lengkap  pada tabel 4.24. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Hipotesis 2d Variabe l B t Sig. Hipo­ tesis Prediks i Arah Kesim­ pulan Consta nt ­ 36,930 ­ 2,656 0,009 JS 4,751 3,826 0,000 A 2,122 3,038 0,003 JS*A ­0,182 ­ 2,858 0,005 H2d Negatif Diterim a R 0,648 Square 0,420 Adjust ed R2 0,400 Sumber: data primer yang diolah, 2016

Berdasarkan   hasil   pengolahan   data   di   atas   dapat  dibentuk     persamaan   regresi   yang   menjadikan   sifat  kepribadian agreeableness sebagai moderasi hubungan stres  kerja dengan perilaku disfungsional audit sebagai berikut:

(43)

DAB     =  ­36,930  +  4,751JS   +  2,122A  ­   0,182JS*A   +  e...(2d) 

Hasil   regresi   di   atas   menunjukkan   bahwa   nilai  signifikansi untuk pengaruh  agreeableness  pada hubungan  JS terhadap DAB adalah 0,005 < 0,05 dan memiliki nilai  koefisien beta di bawah nol dengan nilai ­0,182. Hal tersebut  menunjukkan   bahwa   variabel  agreeableness  memiliki  pengaruh   negatif   terhadap   hubungan   positif   stres   kerja  terhadap perilaku disfungsional audit, sehingga hipotesis 2d  diterima.

e. Uji Hipotesis 2e

Pengujian   hipotesis   2e   memiliki   tujuan   untuk  mengetahui   pengaruh   kepribadian  neuroticism  pada  hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.  Pada   pengujian   ini,   hipotesis   diterima   apabila   variabel  moderasi mempunyai pengaruh signifikan (nilai sig. < 0,05)  terhadap hubungan variabel independen dengan dependen 

(44)

dan   memiliki   nilai   koefisien   beta   di   atas   nol   (bertanda  positif).   Adapun   persamaan   regresi   moderasi   yang  digunakan adalah sebagai berikut.

DAB     =   ?   +   ? 1JS   +   ? 6N   +   ? 12JS*N   + 

e...(2e)  

Dari   persamaan   tersebut   diperoleh   hasil   uji   model  regresi untuk hipotesis 2e yang dapat dilihat secara lengkap  pada tabel 4.25. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Hipotesis 2e Variabe l B t Sig. Hipo­ tesis Prediks i Arah Kesim­ pulan Consta nt ­5,394 ­ 0,847 0,400 JS 2,204 3,776 0,000 N 0,881 1,709 0,091 JS*N ­0,084 ­ 1,828 0,071 H2e Positif Ditolak R 0,617 Square 0,381 Adjust ed R2 0,360 Sumber: data primer yang diolah, 2016

(45)

Berdasarkan   hasil   pengolahan   data   di   atas   dapat  dibentuk     persamaan   regresi   yang   menjadikan   sifat  kepribadian  neuroticism  sebagai moderasi hubungan stres  kerja dengan perilaku disfungsional audit sebagai berikut: DAB     =  ­5,394  +  2,204JS   +  0,881N  ­   0,084JS*N   +  e...(2e)  

Hasil   regresi   di   atas   menunjukkan   bahwa   nilai  signifikansi untuk pengaruh neuroticism pada hubungan JS  terhadap DAB adalah 0,071 > 0,05. Hasil interaksi variabel  moderasi tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan,  sehingga   hipotesis   2e   ditolak.   Berdasarkan   hasil   tersebut  dapat   diketahui   bahwa   variabel  neuroticism  tidak  berpengaruh   pada   hubungan   positif   stres   kerja   dengan  perilaku disfungsional audit.

(46)

3. Uji Hipotesis 3

Pengujian   model   3   digunakan   untuk   mengetahui  pengaruh   variabel   komitmen   organisasional   pada   hubungan  stres   kerja   dengan   perilaku   disfungsional   audit.   Adapun  persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut.

DAB  = ?  + ? 1JS + ? 7OC + ? 13JS*OC + 

e……….(3) Dari persamaan tersebut diperoleh hasil uji model regresi  untuk model 3 yang dapat dilihat pada tabel 4.23. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Model 3 Variabe l B t Sig. Hipo­ tesis Prediks i Arah Kesimpula n Consta nt ­ 63,390 ­ 3,575 0,001 JS 8,004 4,343 0,000 O 2,602 3,899 0,000 JS*O ­0,258 ­ 3,730 0,000 H3 Negatif Diterima R 0,675 Square 0,456 Adjust 0,437

(47)

Variabe l B t Sig. Hipo­ tesis Prediks i Arah Kesimpula n ed R2 Sumber: data primer yang diolah, 2016 Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh pada  tabel   4.23.   di   atas,   maka   dapat   dibentuk   persamaan   regresi  yang   menjadikan   komitmen   organisasional   sebagai   variabel  pemoderasi hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional  audit sebagai berikut: DAB  = ­63,390 + 8,004JS + 2,602OC ­ 0,258JS*OC +  e……….(3) Pada persamaan tersebut dapat dilihat koefisien regresi  interaksi stres kerja dengan komitmen organisasional (JS*OC)  bertanda negatif dengan nilai ­0,258 dan nilai signifikansi 0,000  <   0,05.   Hal   tersebut   mengartikan   bahwa   masuknya   variabel  komitmen   organisasional   dapat   mengurangi   hubungan   positif  antara stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Dengan  demikian,   hipotesis   3   yang   menyatakan   bahwa   komitmen 

(48)

organisasional berpengaruh negatif pada hubungan positif stres  kerja dengan perilaku disfungsional audit diterima.

D. Pembahasan (Interpretasi)

Penelitian   ini   menguji   efektivitas   pemoderasian   sifat  kepribadian dan komitmen organisasional pada hubungan antara  stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Hasil pengujian  empiris   yang   telah   dilakukan   pada   beberapa   hipotesis   dalam  penelitian dibahas pada bagian berikut ini. 1. Pengaruh Stres Kerja terhadap Perilaku Disfungsional  Audit Hasil pengujian regresi linier menunjukkan bahwa stres  kerja memiliki pengaruh positif terhadap perilaku disfungsional  audit. Hasil penelitian ini berhasil mendukung hipotesis 1 dan  menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat stres kerja seorang  auditor, maka kemungkinan mereka untuk melakukan perilaku  menyimpang dari prosedur audit juga akan semakin besar. 

(49)

Tuntutan­tuntutan kerja yang semakin meningkat dapat  memaksa auditor untuk bekerja lebih keras. Ketidakmampuan  auditor   untuk   menangani   tekanan   dalam   menghadapi  pekerjaan   dapat   menyebabkan   rasa   khawatir,   depresi,   susah  berkonsentrasi serta gangguan emosi yang memicu timbulnya  stres   kerja.   Sementara   itu,   stres   kerja   yang   tidak   terkontrol  dapat   menimbulkan   dampak   negatif   yang   menyebabkan  terbentuknya perilaku disfungsional audit.

Hasil   penelitian   ini   mendukung   penelitian  Fernet   dkk.  (2010), Golparvar dkk. (2012) dan Hsieh & Wang (2012) yang  menemukan   bahwa   stres   kerja   dengan   skor   rendah   dapat  mereduksi perilaku disfungsional audit, sedangkan stres kerja  dengan skor tinggi dapat berdampak pada peningkatan perilaku  disfungsional   audit.   Penelitian   ini   juga   sejalan   dengan  penelitian Rustiarini (2014) yang menyatakan bahwa semakin  tinggi   tingkat   stres   auditor,   maka   auditor   akan   cenderung  melakukan perilaku disfungsional audit.

(50)

2. Pengaruh   Pemoderasian   Sifat   Kepribadian   pada  Hubungan   Stres   Kerja   dengan   Perilaku   Disfungsional  Audit

Hasil   pengujian   regresi   moderasi   menunjukkan   bahwa  tidak semua dimensi sifat kepribadian dapat berpengaruh pada  hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Hasil  uji   statistik   menunjukkan   terdapat   dua   dimensi   sifat  kepribadian yaitu kepribadian “O” atau  openness to experience  dan kepribadian “A” atau  agreeableness  yang mampu menjadi  variabel pelemah hubungan positif antara stres kerja dengan  perilaku disfungsional audit. Sementara itu,  conscientiousness,  extraversion  dan  neuroticism  sebagai variabel sifat kepribadian  lainnya   tidak   berkemampuan   untuk   memoderasi   hubungan  keduanya.

a. Pengaruh  Openness   to   Experience  pada   hubungan   Stres  Kerja dengan Perilaku Disfungsional Audit

Pengujian   interaksi   variabel   stres   kerja   dengan  kepribadian “O” (openness to experience) menunjukkan bahwa 

(51)

sifat kepribadian “O” terbukti dapat memberikan pengaruh  negatif   pada   hubungan   stres   kerja   dengan   perilaku  menyimpang.   Hasil   penelitian   ini   berhasil   mendukung  hipotesis 2a yang menyatakan bahwa openness to experience  dapat   memperlemah   hubungan   positif   stres   kerja   dengan  perilaku disfungsional audit.

Auditor dengan kepribadian “O” cenderung memiliki  wawasan   yang   luas,   imajinatif,   kreatif   dan   lebih   dapat  mudah terbuka terhadap hal­hal yang baru. Ketika individu  berkepribadian   “O”   mengalami   stres   kerja,   ia   dapat  menggunakan berbagai cara, strategi serta ide kreatif baru  untuk   mengatasi   tantangan   dan   pekerjaan   dalam   audit.  Kemampuan auditor untuk berpikir secara lebih mendalam  dan spontan dapat membantu auditor untuk menyelesaikan  masalah meskipun dalam waktu serta informasi yang serba  terbatas. 

Hasil   dari   pemikiran   kritis   individu   “O”   tersebut  dapat   membentuk   solusi   yang   dapat   digunakan   untuk 

(52)

mengatasi   stres   kerja   sehingga   dapat   memperkecil  kesempatan untuk melakukan perilaku disfungsional audit.  Hasil penelitian ini mendukung penelitian Rustiarini (2014)  yang   menemukan   bahwa  openness   to   experience  dapat  mereduksi   hubungan   positif   stres   kerja   dengan   perilaku  disfungsional audit.

b. Pengaruh  Conscietiousness  pada   hubungan   Stres   Kerja  dengan Perilaku Disfungsional Audit

Hasil pengujian hubungan variabel stres kerja dengan  kepribadian   “C”   (conscientiousness)   menunjukkan   bahwa  sifat   kepribadian   “C”   tidak   memiliki   kemampuan   untuk  memperlemah hubungan positif antara stres kerja dengan  perilaku   disfungsional   audit.   Hal   tersebut   dapat   terjadi  karena   meskipun   individu   memiliki   kemampuan   untuk  bekerja   secara   sistematik,   terencana   dan   terorganisir,  namun   keberadaan   stres   kerja   yang   tinggi   dapat  mengganggu   pikiran   dan   menyebabkan   hilangnya   fokus  untuk   mengikuti   sistematika   pekerjaan   sehingga 

(53)

kepribadian   tersebut   tidak   dapat   mereduksi   perilaku  menyimpang. 

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian  Farhadi   dkk.   (2012).  Namun   demikian,   penelitian   ini  mendukung   hasil   penelitian  Rustiarini   (2014)   yang  menyatakan   bahwa  conscientiousness  tidak   berpengaruh  pada hubungan stres  kerja  dengan perilaku disfungsional  audit. 

c. Pengaruh  Extraversion  pada hubungan Stres Kerja dengan  Perilaku Disfungsional Audit

Pengujian   interaksi   variabel   stres   kerja   dengan  extraversion  menunjukkan   hasil   yang   tidak   mendukung  hipotesis 2c. Sejalan dengan penelitian Jaffar dkk. (2011),  Lindrianasari   dkk.   (2012)   dan   Rustiarini   (2014),   hasil  penelitian   ini   menunjukkan   bahwa  extraversion  tidak  berkemampuan   untuk   menjadi   variabel   moderasi   pada  hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. 

(54)

Meskipun   auditor  dengan   kepribadian   “E”   memiliki  kecenderungan   untuk   mudah   beradaptasi   dengan  lingkungan   dan   memiliki   pembawaan   yang   selalu   ceria,  pada kondisi di mana terdapat  intensitas  pekerjaan yang  tinggi dan terlalu banyak tuntutan, auditor berkepribadian  “E” akan kesulitan untuk menciptakan rasa bahagia karena  waktu yang dimiliki untuk berinteraksi sosial tersita untuk  memenuhi   tuntutan­tuntutan   pekerjaan   tersebut.   Dengan  demikian,  extraversion  tidak   memberikan   pengaruh   pada  hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.

d. Pengaruh Agreeableness pada hubungan Stres Kerja dengan  Perilaku Disfungsional Audit

Hasil pengujian interaksi variabel stres kerja dengan  sifat  agreeableness  menunjukkan   bahwa   kepribadian  tersebut   terbukti   mampu   mereduksi   hubungan   positif  variabel   stres   kerja   dengan   perilaku   disfungsional   audit.  Hasil   tersebut   berhasil   mendukung   hipotesis   2d   yang 

(55)

menyatakan   bahwa  agreeableness  dapat   memperlemah  hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.

Auditor  dengan  sifat kepribadian  agreeableness  atau  kepribadian “A” cenderung kooperatif dan mau bekerja sama  dengan   orang   lain  (Bowling   &  Eschleman,  2010).   Ketika  auditor berkepribadian “A” sedang mengalami stres kerja, ia  akan   berusaha   memerangi   tekanan   tersebut   dengan  membangun team work dan interaksi yang baik untuk sama­ sama   menyelesaikan   pekerjaannya   tanpa   melakukan  perilaku disfungsional. 

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Farhadi dkk.  (2012) yang menyatakan bahwa kepribadian  agreeableness  dapat meminimalisir perilaku menyimpang di tempat kerja.  Namun   demikian,   penelitian   ini   tidak   sesuai   dengan  penelitian Rustiarini (2014) yang menyatakan tidak adanya  pengaruh  agreeableness  pada hubungan stres kerja dengan  perilaku disfungsional audit.

(56)

e. Pengaruh  Neuroticism  pada hubungan Stres Kerja dengan  Perilaku Disfungsional Audit

Hasil   pengujian   variabel   stres   kerja   yang  diinteraksikan   dengan   sifat   kepribadian  neuroticism  menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Sejalan dengan  penelitian  Jaffar,  dkk.  (2011)  dan  Rustiarini   (2014),  kepribadian “N” tidak berkemampuan untuk memengaruhi  hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. 

Di   antara   5   dimensi   sifat   kepribadian,   kepribadian  neuroticism merupakan sifat yang paling tidak dikehendaki  setiap individu karena diannggap memiliki kecenderungan  emotionally reactive yang mudah cemas, marah dan depresi.  Namun   demikian,   auditor   dengan   kepribadian   “N”   tidak  dapat   memperkuat   ataupun   memperlemah   hubungan  variabel stres kerja dengan perilaku disfungsional aduit. 

Auditor berkepribadian “N” tidak sepenuhnya dapat  melakukan perilaku disfungsional audit karena kecemasan  yang timbul dari stres kerja justru menimbulkan rasa takut 

(57)

untuk   melakukan   perilaku   yang   menyimpang,   sementara  sifatnya  yang cenderung kaku atas tanggung jawab  tidak  mendukung   ia   untuk   menyelesaikan   pekerjaannya   dan  mengurangi   perilaku   disfungsional.   Dengan   demikian,  neuroticism  tidak dapat memoderasi hubungan stres kerja  dengan perilaku disfungsional audit.

3. Pengaruh   Komitmen   Organisasional   pada   Hubungan  Stres Kerja dengan Perilaku Disfungsional Audit

Berdasarkan   hasil   pengujian   interaksi   antara   variabel  stres   kerja   dengan   perilaku   disfungsional   audit,   diketahui  bahwa komitmen organisasional mampu memberikan pengaruh  negatif   pada   hubungan   positif   stres   kerja   dengan   perilaku  disfungsional   audit.   Hasil   tersebut   berhasil   mendukung  hipotesis 3 yang menyatakan bahwa komitmen organisasional  dapat memperlemah hubungan stres kerja dengan DAB. 

Auditor  yang   memiliki   rasa   komitmen   tinggi   terhadap  organisasi   akan  berusaha   melakukan   yang  terbaik   untuk  kemajuan  organisasinya.   Hal   tersebut   ia   tunjukkan  melalui 

(58)

bentuk  kinerjanya yang lebih baik daripada orang lain. Oleh  karena   itu,  seseorang   yang   memiliki   komitmen   yang   tinggi  terhadap organisasi akan memiliki kinerja yang tinggi (Febrina,  2012)  tanpa   melakukan   tindakan   yang   menyimpang  (Setyaningrum   &   Murtini,   2014)   meskipun   dalam   keadaan  tertekan sekalipun.

Hasil  penelitian ini  mendukung penelitian  Aisyah  dkk.  (2014),   Basudewa   &   Merkusiwati   (2015),   Nelaz   (2014),   Paino  dkk.   (2011),   Srimindarti   &   Widati   (2015)   dan   Mindarti   &  Puspitasari   (2014)   yang   menemukan   bahwa     komitmen  organisasional   dapat   mengurangi   tindakan   menyimpang.  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun auditor  mengalami stres kerja, dengan komitmen organisasional yang  tinggi, hal tersebut akan mendorong auditor untuk menghindari  perilaku disfungsional audit.

Referensi

Dokumen terkait

Fokus dari CoP adalah anggota dari komunitas itu sendiri. Oleh karena itu, sebuah CoP tidak seharusnya menjadi komunikasi satu arah, namun komunikasi banyak arah antar

Meskipun telah mendapatkan pengakuan dari UUPA, sertifikat belum menjamin kepastian hukum kepemilikkannya karena dalam peraturannya sendiri memberi peluang dimana

Setiap dialiser harus diberi label dengan jelas dan diidentifikasi untuk digunakan kembali oleh pasien yang sama. Dialiser

Keadilan 0.073 Tidak terdapat heteroskedastisitas Diskriminasi 0.312 Tidak terdapat heteroskedastisitas Self Assessment System 0.734 Tidak terdapat

Sebuah elektron dari luar kulit yang berenergi lebih tinggi kemudian mengisi lubang, dan perbedaan energi antara kulit yang berenergi lebih tinggi dengan kulit

Program studi sistem informasi dirancang untuk menghasilkan lu- lusan Sarjana Ilmu Komputer yang profesional dan mampu merancang solusi Sistem Informasi/Teknologi Informasi

Alat yang diperlukan sebagai sarana dan prasarana untuk penunjang pelaksanaan pembesaran ikan kerapu Cantang di lokasi budidaya terutama diperairan terbuka yang

Hasil ini memperlihatkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas, jadi model regresi dapat dipakai untuk memprediksi kepuasan pelanggan berdasarkan masukan variabel