A. Gambaran Umum Obyek/ Subyek Penelitian
Pada bagian hasil penelitian penulis memaparkan keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui perhitungan statistik berupa uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik serta uji hipotesis untuk menguji apakah terdapat pengaruh variabel moderasi sifat kepribadian dan komitmen organisasional pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Pada bagian pembahasan penulis menguraikan intepretasi dari analisis data yang berkaitan dengan hasil penelitian yang didasarkan pada teori.
Pengumpulan data untuk penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 7 September 2015 sampai dengan 25 Oktober 2016. Penelitian menggunakan data primer melalui survei kuesioner yang dikirimkan langsung kepada responden, yaitu auditor pada level junior, senior, manajer dan partner yang bekerja pada KAP di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.
Kuesioner yang telah diisi oleh responden, selanjutnya diteliti kelengkapan dan kesesuaiannya dengan kriteria data responden yang diinginkan. Jumlah kuesioner yang dikirimkan kepada responden sebanyak 125 kuesioner yang disebar ke 18 KAP. Dari jumlah pengiriman tersebut, kuesioner yang kembali sebanyak 96 kuesioner dari 14 KAP. Di antara kuesioner yang kembali terdapat 5 kuesioner yang tidak lengkap, sehingga kuesioner yang dapat diolah sebanyak 91 kuesioner. Perhitungan tingkat pengembalian kuesioner disajikan pada tabel 4.1. berikut.
TABEL 4. .
Rincian Jumlah Sampel dan Tingkat Pengembalian Kuesioner
No. Dasar Klarifikasi Jumlah
1. Jumlah kuesioner yang dikirim 125 2. Kuesioner yang tidak kembali 34 3. Kuesioner yang dikembalikan 96 4. Tingkat pengembalian (96/125) x 100% 76,80% 5. Kuesioner yang tidak lengkap 5 6. Jumlah kuesioner yang dapat diolah 91 Usable Response Rate 72,80% Sumber: data pengembalian kuesioner yang diolah, 2016
1. Analisis Karakteristik Responden
Analisis karakteristik responden berisi gambaran mengenai identitas responden berdasarkan sampel penelitian yang telah ditetapkan. Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi: jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, jabatan dan posisi bekerja. Berikut merupakan hasil distribusi frekuensi setiap karakteristik responden.
a. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Identitas responden berdasarkan jenis kelamin menggambarkan bagaimana kriteria dan perilaku seseorang dalam menghadapi pekerjaan. Untuk mengetahui jumlah perbandingan responden yang bekerja sebagai auditor di Kantor Akuntan Publik wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.2. berikut ini.
TABEL 4. .
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No
.
1. LakiLaki 39 42,9% 2. Perempuan 52 57,1% Total 91 100% Sumber: data demografi responden yang diolah, 2016 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 91 responden terdiri atas 39 atau 42,9% responden berjenis kelamin lakilaki dan sebanyak 52 atau 57,1% responden berjenis kelamin perempuan. Data ini menunjukkan bahwa auditor yang bekerja di KAP wilayah DIY dan Jawa Tengah didominasi oleh perempuan. Kondisi tersebut disebabkan karena wanita cenderung memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi dibanding dengan lakilaki. Kriteria tersebut dianggap sesuai dengan kriteria pekerja di bidang audit karena pekerjaan audit membutuhkan skill ketelitian yang lebih mendalam, terutama untuk memeroleh temuan temuan audit.
b. Responden Berdasarkan Usia
Identitas responden berdasarkan usia menggambarkan bagaimana sikap dan kedewasaan seseorang dalam
mengambil keputusan terhadap masalah pekerjaan yang dihadapi. Untuk mengetahui jumlah perbandingan responden yang bekerja sebagai auditor di KAP wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah berdasarkan usia dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.3. berikut. TABEL 4. . Responden Berdasarkan Usia No .
Usia (tahun) Frekuensi Persentase
1. 20 – 24 61 67% 2. 25 – 29 15 16,5% 3. 30 – 34 14 15,4% 4. > 34 1 1,1% Total 91 100% Sumber: data demografi responden yang diolah, 2016
Berdasarkan usia responden, dapat diketahui bahwa responden yang berusia 20 24 tahun ada sebanyak 61 atau 67%, responden berusia 25 – 29 tahun ada sebanyak 15 atau 16,5%, responden berusia 30 – 34 tahun ada sebanyak 14 atau 15,4%, sementara itu responden yang berusia di atas 34 tahun hanya ada 1 responden atau sebanyak 1,1% dari total
responden. Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas auditor yang bekerja di KAP wilayah DIY dan Jawa Tengah berusia 20 – 24 tahun. Kondisi seperti itu dikarenakan pada usia tersebut umumnya seorang auditor sedang dalam keadaan semangatsemangatnya untuk melakukan pekerjaan. Hal tersebut juga didukung oleh kompleksitas tanggung jawab auditor usia 2024 tahun yang masih relatif rendah sehingga pekerjaan dengan intensitas waktu tinggi seperti auditor dapat dilakukan dengan lebih maksimal.
c. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Untuk mengetahui jumlah perbandingan responden yang bekerja sebagai auditor di Kantor Akuntan Publik wilayah DIY dan Jawa Tengah berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.4. berikut ini. TABEL 4. . Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No .
1. Strata Satu (S1) 75 82,4% 2. Strata Dua (S2) 16 17,6% 3. Strata Tiga (S3) 0 0% 4. Lainnya (SMA/D1/ D3/dll) 0 0% Total 91 100% Sumber: data demografi responden yang diolah, 2016
Berdasarkan pendidikan terakhir seperti disajikan pada tabel 4.4. di atas dapat diketahui bahwa dari 91 responden yang bekerja sebagai auditor di KAP wilayah DIY dan Jawa Tengah, terdapat 75 atau 82,4% responden yang memiliki pendidikan terakhir pada tingkat Strata Satu (S1) dan sebanyak 16 atau 17,6% pada tingkat Strata Dua (S2). Hal tersebut mengartikan bahwa dilihat dari tingkat pendidikan, auditor pada KAP wilayah DIY dan Jawa Tengah pada umumnya berpendidikan sebagai sarjana (S1).
d. Responden Berdasarkan Jabatan atau Posisi Bekerja
Identitas responden berdasarkan usia menggambarkan bagaimana sikap auditor untuk menghadapi kompleksitas pekerjaan yang dihadapi. Untuk mengetahui jumlah
perbandingan responden yang bekerja sebagai auditor di Kantor Akuntan Publik wilayah DIY dan Jawa Tengah berdasarkan jabatan atau posisi bekerja dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.5. berikut ini. TABEL 4. . Responden Berdasarkan Jabatan di KAP No .
Jabatan/Posisi Frekuensi Persentase
1. Partner 3 3,3% 2. Manajer 3 3,3% 3. Auditor Senior 38 41,8% 4. Auditor Junior 47 51,6% Total 91 100% Sumber: data demografi responden yang diolah, 2016 Berdasarkan tabel 4.5. di atas, dapat diketahui bahwa dari 91 responden yang bekerja sebagai auditor di KAP wilayah DIY dan Jawa Tengah terdiri dari masingmasing 3 atau 3,3% responden yang menjabat sebagai partner dan manajer, 38 atau 41,8% responden menjabat sebagai auditor senior dan 47 atau 51,6% responden menjabat sebagai auditor junior. Frekuensi dari data tersebut mengartikan bahwa sebagian besar auditor yang bekerja di KAP wilayah
DIY dan Jawa tengah memiliki posisi atau jabatan kerja sebagai auditor junior. Kondisi ini terjadi karena mayotitas responden dalam penelitian ini berusia 2024 tahun yang umumnya masih menjabat di posisi terendah dalam pekerjaan audit, yaitu sebagai auditor junior.
Dari segi praktikal, auditor junior berkemungkinan memiliki tingkat kerumitan pekerjaan yang lebih tinggi dibanding jabatan lainnya karena fresh auditor dituntut untuk dapat melaksanakan prosedur audit secara rinci dan harus banyak melakukan pekerjaan audit di lapangan dengan intensitas tinggi sebagai tahap penyesuaian pekerjaan audit dan untuk memeroleh lebih banyak pengalaman dari kasuskasus audit. Oleh sebab itu, karakteristik responden tersebut dinilai dapat merepresentasikan penelitian ini.
e. Responden Berdasarkan Lama Bekerja
Untuk mengetahui jumlah perbandingan responden yang bekerja sebagai auditor di Kantor Akuntan Publik
wilayah DIY dan Jawa Tengah berdasarkan lama bekerja dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.6. berikut ini. TABEL 4. . Responden Berdasarkan Lama Bekerja No .
Lama Bekerja (tahun) Frekuensi Persentase
1. < 1 0 0% 2. 1 – 5 70 76,9% 3. 6 – 10 16 17,6% 4. > 10 5 5,5% Total 91 100% Sumber: data demografi responden yang diolah, 2016 Berdasarkan tabel 4.6. di atas dapat dijelaskan bahwa responden yang paling banyak dalam penelitian ini merupakan responden yang bekerja di KAP selama 1 – 5 tahun, yaitu sebanyak 70 responden atau 76,9% dari total responden. Sementara itu, terdapat 16 atau 17,6% responden yang telah bekerja selama 6 – 10 tahun dan sebanyak 5 atau 5,5% auditor telah bekerja lebih dari 10 tahun. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa seluruh responden dalam penelitian ini telah bekerja di KAP lebih dari 1 tahun, sehingga kriteria lama bekerja responden yang merupakan
syarat dari pemilihan sampel menggunakan purposive sampling telah terpenuhi.
2. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dijelaskan agar dapat memberikan gambaran terhadap variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan satu variabel independen yaitu stres kerja, satu variabel dependen yaitu perilaku disfungsional audit serta dua variabel moderasi yaitu sifat kepribadian (openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism) dan komitmen organisasional.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan software SPSS (Statistical Product And Service Solutions) versi 23 diperoleh hasil statistik deskriptif sebagai berikut. TABEL 4. . Uji Statistik Deskriptif Variabe l N Kisaran Teoritis Kisaran Aktual Std. Deviation Mi Ma Mea Mi Ma Mea
n x n n x n DAB 9 1 7 35 21 7 30 17,42 4,455 JS 9 1 4 20 12 7 18 10,3 5 2,268 O 9 1 10 50 30 22 50 37,13 7,910 C 9 1 7 35 21 15 35 27,60 3,630 E 9 1 3 15 9 7 15 11,01 2,239 A 9 1 5 25 15 15 25 19,8 2 2,648 N 9 1 6 30 18 6 22 11,77 3,442 OC 9 1 7 35 21 19 35 26,0 0 3,512 Sumber: data primer yang diolah, 2016
Dari tabel 4.7. di atas diperoleh hasil uji statistik deskriptif dengan jumlah data yang dapat diolah sebanyak 91 responden. Jawaban responden cukup bervariasi dengan skor jawaban untuk variabel perilaku disfungsional audit (DAB) berkisar antara 7 sampai dengan 30 dengan standar deviasi 4,455. Nilai ratarata kisaran aktual DAB lebih rendah daripada nilai ratarata kisaran teoritis (17,42 < 21). Hal tersebut menandakan ratarata responden memiliki tingkat perilaku
disfungsional yang rendah. Variabel stres kerja (JS) memiliki skor berkisar antara 7 sampai dengan 18 dengan standar deviasi 2,268. Nilai ratarata kisaran aktual JS lebih rendah daripada nilai ratarata kisaran teoritis (10,35 < 12,00). Artinya, responden yang menjadi sampel pada penelitian ini ratarata memiliki tingkat stres kerja yang tinggi.
Variabel sifat kepribadian openness to experience (O) memiliki skor berkisar 22 sampai dengan 50 dengan standar deviasi 7,910. Variabel sifat kepribadian conscientiousness (C) memiliki skor berkisar 15 sampai dengan 35 dengan standar deviasi 3,630. Variabel sifat kepribadian extraversion (E) memiliki skor berkisar 7 sampai dengan 15 dengan standar deviasi 2,239. Variabel sifat kepribadian agreeableness (A) memiliki skor berkisar 15 sampai dengan 25 dengan nilai standar deviasi 2,648. Sementara itu, variabel sifat kepribadian neuroticism (N) memiliki skor berkisar 6 sampai dengan 22 dengan nilai standar deviasi 3,442.
Ratarata responden pada penelitian ini memiliki kepribadian “O”, “C”, “E” dan “A” yang tinggi karena memiliki nilai ratarata kisaran aktual masingmasing 7,13; 6,60; 2,01; dan 4,28 di atas nilai ratarata kisaran teoritis. Di sisi lain, rata rata responden pada memiliki kepribadian “N” yang rendah karena nilai ratarata kisaran aktual berjumlah 6,25 poin di bawah nilai ratarata kisaran teoritis. Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif sifat kepribadian (O, C, E, A dan N) di atas dapat dikatakan bahwa sifat kepribadian yang paling merepresentasikan sifat auditor, terutama auditor yang bekerja di KAP wilayah DIY dan Jawa Tengah, adalah kepribadian openness to experience karena memiliki selisih nilai kisaran aktual tertinggi, yaitu 7,13.
Variabel komitmen organisasional (OC) memiliki skor berkisar 19 sampai dengan 35 dengan nilai ratarata 26,00 dan standar deviasi 3,512. Nilai ratarata kisaran aktual OC lebih tinggi daripada nilai ratarata kisaran teoritis (26,00 > 21,00). Hasil tersebut menandakan bahwa responden yang menjadi
sampel pada penelitian ini ratarata memiliki tingkat komitmen organisasional yang tinggi. B. Uji Kualitas Instrumen dan Data 1. Uji Validitas Data Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner (Ghozali, 2016). Uji validitas ditujukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang dirancang dalam bentuk kuesioner benarbenar dapat menjalankan fungsinya. Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan menggunakan analisis factor korelas. Validitas setiap pernyataan dalam kuesioner diketahui dengan melihat nilai KaiserMeyerOlkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA) dengan ketentuan suatu instrumen dikatakan valid apabila nilai KMO > dari 0,5 dan memiliki nilai loading factor > 0,4. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan factor korelas diperoleh hasil uji validitas sebagai berikut.
a. Perilaku Disfungsional Audit (DAB) TABEL 4. . Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku Disfungsional Audit No . Variabel Nilai KMO Item Nilai Loadin g Factor Keteranga n 1. Perilaku Disfungsional Audit (DAB) 0,768 > 0,5 DAB1 0,763 Valid DAB2 0,657 Valid DAB3 0,775 Valid DAB4 0,648 Valid DAB9 0,615 Valid DAB11 0,756 Valid DAB12 0,586 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016
Pada tabel 4.8. di atas dapat dilihat bahwa nilai KMO variabel perilaku disfungsional audit (DAB) lebih besar dari 0,5, yaitu 0,768. Sementara itu, dari 12 butir pernyataan untuk mengukur variabel perilaku disfungsional audit terdapat 7 pernyataan (DAB1, DAB2, DAB4, DAB9, DAB11, DAB12) dengan nilai loading factor berkisar antara 0,586 – 0,763. Nilai tersebut lebih besar dari 0,4, sehingga butir pernyataan tersebut sudah valid dan layak digunakan
sebagai alat ukur variabel perilaku disfungsional audit (DAB) pada analisis selanjutnnya. b. Stres Kerja (JS) TABEL 4. . Hasil Uji Validitas Stres Kerja No . Variabel Nilai KMO Item Nilai Loadin g Factor Keteranga n 1. Stres Kerja (JS) 0,695 > 0,5 JS1 0,777 Valid JS2 0,702 Valid JS3 0,668 Valid JS4 0,767 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016 Berdasarkan hasil uji validitas variabel stres kerja (JS) yang tertera pada tabel 4.9. di atas, dapat diketahui bahwa nilai KMO lebih besar dari 0,5, yaitu sebesar 0,695. Pada variabel stres kerja terdapat 4 butir pernyataan dengan nilai loading factor lebih besar dari 0,4, yaitu berkisar antara 0,668 sampai dengan 0,767. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semua butir pernyataan yang digunakan untuk mengukur variabel stres kerja sudah valid
sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur untuk analisis selanjutnya.
c. Sifat Kepribadian 1) Opennes to Experience (O)
Pada pengujian validitas untuk variabel sifat kepribadian openness to experience, diketahui bahwa nilai KMO lebih besar dari 0,5, yaitu sebesar 0,759. Semua butir pernyataan pada variabel sifat kepribadian “O” memiliki nilai loading factor lebih besar dari 0,4, yaitu berkisar antara 0,555 sampai dengan 0,874, sehingga dapat dikatakan bahwa butirbutir pernyataan pada variabel sifat kepribadian “O” sudah valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur yang layak untuk analisis selanjutnya. Hasil pengujian validitas ini dapat dilihat pada tabel 4.10. berikut.
TABEL 4. .
No . Variabel Nilai KMO Item Nilai Loadin g Factor Keteranga n 1. Openness to Experience (O) 0,759 > 0,5 O5 0,747 Valid O10 0,710 Valid O15 0,555 Valid O20 0,828 Valid O25 0,697 Valid O30 0,846 Valid O35 0,821 Valid O40 0,793 Valid O41 0,874 Valid O44 0,807 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016 2) Conscientiousness (C)
Pada pengujian validitas untuk variabel sifat kepribadian conscientiousness, diketahui bahwa nilai KMO lebih besar dari 0,5, yaitu sebesar 0,759. Dari 9 butir pernyataan untuk mengukur variabel kepribadian “C”, terdapat 7 butir pernyataan dengan nilai loading factor lebih besar dari 0,4, yaitu berkisar antara 0,454 sampai dengan 0,882, sehingga dapat dikatakan bahwa butirbutir pernyataan tersebut sudah valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur yang layak untuk analisis selanjutnya.
Hasil pengujian validitas ini dapat dilihat pada tabel 4.11. berikut. TABEL 4. . Hasil Uji Validitas Variabel Conscientiousness No . Variabel Nilai KMO Item Nilai Loadin g Factor Keteranga n 1. Conscientiousn ess (C) 0,759 > 0,5 C3 0,882 Valid C8 0,843 Valid C13 0,791 Valid C23 0,454 Valid C28 0,470 Valid C33 0,874 Valid C43 0,882 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016 3) Extraversion (E)
Berdasarkan hasil uji validitas variabel sifat kepribadian extraversion, dapat diketahui bahwa nilai KMO lebih besar dari 0,5, yaitu sebesar 0,759. Pada variabel sifat kepribadian “E” terdapat 3 butir pernyataan dengan nilai loading factor lebih besar dari 0,4, yaitu berkisar antara 0,563 sampai dengan 0,843. Hasil
pengujian ini menunjukkan bahwa 3 butir pernyataan untuk variabel extraversion sudah valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur untuk analisis selanjutnya. Hasil pengujian validitas variabel extraversion dapat dilihat pada tabel 4.12. berikut. TABEL 4. . Hasil Uji Validitas Variabel Extraversion No . Variabel Nilai KMO Item Nilai Loadin g Factor Keteranga n 1. Extraversion (E) 0,759 > 0,5 E1 0,808 Valid E6 0,843 Valid E31 0,563 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016 4) Agreeableness (A)
Berdasarkan hasil uji validitas variabel sifat kepribadian agreeableness dapat diketahui bahwa nilai KMO lebih besar dari 0,5, yaitu sebesar 0,759. Pada variabel sifat kepribadian “E” terdapat 5 butir pernyataan dengan nilai loading factor lebih besar dari 0,4, yaitu
berkisar antara 0,402 sampai dengan 0,750. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa 5 butir pernyataan untuk variabel extraversion sudah valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur untuk analisis selanjutnya. Hasil pengujian validitas ini dapat dilihat pada tabel 4.13. berikut. TABEL 4. . Hasil Uji Validitas Variabel Agreeableness No . Variabel Nilai KMO Item Nilai Loadin g Factor Keteranga n 1. Agreeableness (A) 0,759 > 0,5 A2 0,402 Valid A7 0,422 Valid A17 0,750 Valid A32 0,579 Valid A42 0,587 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016 5) Neuroticism (N)
Pada pengujian validitas untuk variabel sifat kepribadian neuroticism, diketahui bahwa nilai KMO lebih besar dari 0,5, yaitu sebesar 0,737. Dari 8 butir pernyataan
yang digunakan untuk mengukur variabel sifat kepribadian “N”, terdapat 6 butir pernyataan yang memiliki nilai loading factor lebih besar dari 0,4, yaitu berkisar antara 0,455 sampai dengan 0,868, sehingga dapat dikatakan bahwa 6 butir pernyataan pada variabel sifat kepribadian “N” sudah valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur yang layak untuk analisis selanjutnya. Hasil pengujian validitas ini dapat dilihat pada tabel 4.14. berikut. TABEL 4. . Hasil Uji Validitas Variabel Neuroticism No . Variabel Nilai KMO Item Nilai Loadin g Factor Keteranga n 1. Neuroticims (N) 0,759 > 0,5 N4 0,778 Valid N9 0,850 Valid N14 0,640 Valid N24 0,455 Valid N29 0,868 Valid N39 0,794 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016 d. Organisasional Komitmen (OC)
Berdasarkan hasil uji validitas variabel sifat komitmen organisasional dapat diketahui bahwa nilai KMO lebih besar dari 0,5, yaitu sebesar 0,809. Pada variabel komitmen organisasional terdapat 7 butir pernyataan dengan nilai loading factor lebih besar dari 0,4, yaitu berkisar antara 0,405 sampai dengan 0,795. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa 7 butir pernyataan untuk variabel komitmen organisasional sudah valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur untuk analisis selanjutnya. Hasil pengujian validitas ini dapat dilihat pada tabel 4.13. berikut.
TABEL 4. .
Hasil Uji Validitas Variabel Organisasional Komitmen
No. Variabel Nilai
KMO Item Nilai Loadin g Factor Keteranga n 1. Komitmen Organisasion al (OC) 0,809 > 0,5 OC2 0,405 Valid OC4 0,606 Valid OC5 0,470 Valid OC6 0,795 Valid OC7 0,768 Valid OC8 0,704 Valid OC9 0,727 Valid Sumber: data primer yang diolah, 2016
2. Uji Reliabilitas Data
Selain terpenuhinya syarat validitas, suatu alat ukur juga harus memiliki keandalan atau reliabilitas. Suatu alat ukur dapat dikatakan memiliki tingkat reliabilitas yang baik apabila dapat digunakan secara berulang dan dapat memberikan hasil yang relatif sama. Apabila koefisien reliabilitas menunjukkan nilai lebih dari 0,7, maka semua butir pernyataan dalam variabel dapat dikatakan reliabel. Hasil pengolahan uji reliabilitas variabel penelitian menggunakan metode cronbach’s alpha dapat dilihat pada tabel 4.16. berikut. TABEL 4. . Hasil Uji Reliabilitas No. Variabel Nilai Cronbach’ s Alpha Keterangan 1. Perilaku Disfungsional Audit 0,847 Reliabel 2. Stres Kerja 0,705 Reliabel 3. Openness to Experience 0,937 Reliabel 4. Conscientiousness 0,914 Reliabel 5. Extraversion 0,841 Reliabel 6. Agreeableness 0,806 Reliabel 7. Neuroticism 0,868 Reliabel 8. Komitmen Organisasional 0,849 Reliabel
Sumber: data primer yang diolah, 2016
Berdasarjkan hasil uji reliabilitas dapat diketahui bahwa nilai cronbach’s alpha dari variabel perilaku disfungsional audit, stres kerja, sifat kepribadian (O, C, E, A, dan N) serta komitmen organisasional lebih besar dari 0,7, yaitu berkisar antara 0,705 sampai dengan 0,937. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa semua butir pernyataan yang digunakan untuk pengukuran setiap variabel sudah reliabel, sehingga dapat memberikan hasil pengukuran yang konsisten.
3. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu perlu dilakukan uji asumsi klasik pada data penelitian. Hal ini bertujuan agar tidak terdapat bias pada nilai estimator dari model yang digunakan dalam penelitian. Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas serta uji multikolinieritas.
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak. Apabila model regresi tidak berdistribusi normal maka kesimpulan dari uji F dan t masih diragukan, karena uji tersebut mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal (Ghozali, 2016). Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji satu sampel Kolmogorovsmirnov. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 4.17. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Asumsi Normalitas One Kolmogorov
smirnov Nilai Sig. Keterangan
Unstandardized Residual
0,200 Data Normal
Sumber: data primer yang diolah, 2016
Pada uji normalitas, data dikatakan berdistribusi normal apabila memiliki nilai signifikansi > 0,05. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai signifikansi untuk uji satu sampel kolmogorovsmirnov
sebesar 0,200. Nilai tersebut sudah lebih besar dari tingkat kekeliruan (0,05), maka disimpulkan bahwa model regresi pada penelitian ini memiliki distribusi normal atau sesuai dengan distribusi teoritik. Dengan demikian, data pada penelitian ini dapat digunakan untuk pengujian statistik selanjutnya.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki varian yang tetap (homoskedastisitas) dan tidak dikehendaki terjadinya heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode gletser. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel 4.18. berikut.
TABEL 4. .
Hasil Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas Variabel Nilai Sig. Keterangan Stres kerja 0,635 Tidak terjadi
Openness to Experience 0,618 Tidak terjadi heteroskedastisitas Conscientiousness 0,443 Tidak terjadi heteroskedastisitas Extraversion 0,468 Tidak terjadi heteroskedastisitas Agreeableness 0,276 Tidak terjadi heteroskedastisitas Neuroticism 0,620 Tidak terjadi heteroskedastisitas Komitmen Organisasional 0,953 Tidak terjadi heteroskedastisitas Sumber: data primer yang diolah, 2016
Suatu model regresi dikatakan tidak mengalami heteroskedastisitas apabila angka statistik menunjukkan nilai signifikansi lebih dari 0,05 (Nazaruddin & Basuki, 2016). Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai signifikansi dari semua variabel sudah lebih besar dari 0,05, yaitu berkisar antara 0,276 – 0,953. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas dinyatakan tidak terkena heteroskedastisitas.
Tujuan dari uji multikolinieritas adalah untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau tidak. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas, data pada penelitian ini diuji dengan menggunakan nilai Varianec Inflaction Factor (VIF) dan nilai Tolerance. Apabila nilai VIF < 10 dan nilai Tolerance > 0,1, maka antarvariabel independen tidak terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2016). Hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 4.19. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Asumsi Multikolinieritas Variabel Collinearity Statistics Keterangan Toleran ce VIF Stres kerja 0,766 1,306 Tidak terjadi multikolinieritas Openness to Experience 0,578 1,730 Tidak terjadi multikolinieritas Conscientious ness 0,686 1,459 Tidak terjadi multikolinieritas Extraversion 0,607 1,646 Tidak terjadi
multikolinieritas Agreeableness 0,442 2,264 Tidak terjadi multikolinieritas Neuroticism 0,694 1,440 Tidak terjadi multikolinieritas Komitmen Organisasiona l 0,485 2,060 Tidak terjadi multikolinieritas Sumber: data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai VIF dari semua variabel lebih kecil dari 10, yaitu berkisar antara 1,306 – 2,264. Sementara itu, nilai tolerance pada variabelvariabel tersebut lebih besar dari 0,1, yaitu berkisar antara 0,442 – 0,766. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel bebas dalam regresi.
C. Hasil Uji Hipotesis 1. Uji Hipotesis 1
Pengujian model 1 pada penelitian ini memiliki tujuan untuk menguji hipotesis pertama yang menyatakan adanya hubungan positif antara variabel stres kerja dengan perilaku
disfungsional audit. Untuk menguji hipotesis 1 perlu memerhatikan nilai signifikansi dan nilai koefisien beta pada kolom unstandardized coefficient dari hasil regresi. Hipotesis 1 diterima apabila nilai signifikansi lebih rendah dari alpha (0,05) dan nilai koefisien beta berada di atas nol (bernilai positif). Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan model regresi linier sederhana. Adapun persamaan regresi linier sederhana yang digunakan adalah sebagai berikut. DAB = ? + ? 1JS + e……….. …...(1) Dari persamaan tersebut diperoleh hasil uji model regresi untuk model 1 yang dapat dilihat pada tabel 4.20. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Hipotesis 1 Variabe l B t Sig. Hipo tesis Prediks i Arah Kesimpula n Consta nt 5,279 2,982 0,004 JS 1,173 7,018 0,000 H1 Positif Diterima R 0,597 R Square 0,356
Adjust
ed R2 0,349
Sumber: data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh pada tabel 4.20. di atas maka dapat dibentuk persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut:
DAB = 5,279 + 1,173JS + e………. (1)
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk variabel stres kerja adalah 0,000 < 0,05 dengan nilai koefisien regresi 1,173 > 0. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel stres kerja memiliki pengaruh positif terhadap perilaku disfungsional audit, sehingga hipotesis 1 diterima. Variabel stres kerja berpengaruh terhadap perilaku disfungsional audit dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,349. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa variabel stres kerja mampu menjelaskan perilaku disfungsional audit sebesar 34,9%.
2. Uji Hipotesis 2
Pengujian model 2 digunakan untuk menguji hipotesis kedua (H2a, H2b, H2c, H2d, H2e) dengan tujuan untuk mengetahui
apakah variabel sifat kepribadian (O, C, E, A, dan N) dapat memengaruhi hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
a. Uji Hipotesis 2a
Pengujian hipotesis 2a bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian openness to experience pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Pada pengujian ini, hipotesis diterima apabila interaksi variabel independen dan variabel moderasi mempunyai nilai signifikansi < 0,05 dan nilai koefisien beta < 0. Persamaan regresi moderasi yang digunakan adalah sebagai berikut.
DAB = ? + ? 1JS + ? 2O + ? 8JS*O +
Dari persamaan tersebut diperoleh hasil uji model regresi untuk hipotesis 2a yang dapat dilihat pada tabel 4.21. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Hipotesis 2a Variabe l B t Sig. Hipo tesis Prediks i Arah Kesim pulan Consta nt 17,834 1,779 0,790 JS 3,338 3,366 0,001 O 0,622 2,340 0,022 JS*O 0,058 2,211 0,030 H2a Negatif Diterim a R 0,629 R Square 0,396 Adjust ed R2 0,375 Sumber: data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas dapat dibentuk persamaan regresi yang menjadikan sifat kepribadian openness to experience sebagai moderasi hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit sebagai berikut:
DAB = 17,834 + 3,338JS + 0,622O 0,058JS*O + e...(2a)
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk pengaruh variabel openness to experience pada hubungan JS terhadap DAB adalah 0,000 < 0,05 dan memiliki nilai koefisien beta sebesar 0,058 < 0. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel openness to experioence memiliki pengaruh negatif terhadap hubungan positif stres kerja terhadap perilaku disfungsional audit, sehingga hipotesis 2a diterima.
b. Uji Hipotesis 2b
Pengujian hipotesis 2b memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian conscientiousness pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Pada pengujian ini, hipotesis diterima apabila variabel moderasi mempunyai pengaruh signifikan (nilai sig. < 0,05) terhadap hubungan variabel independen dengan dependen
dan memiliki nilai koefisien beta di bawah nol (bertanda negatif). Adapun persamaan regresi moderasi yang digunakan adalah sebagai berikut.
DAB = ? + ? 1JS + ? 3C + ? 9JS*C +
e...(2b)
Dari persamaan tersebut diperoleh hasil uji model regresi untuk hipotesis 2b yang dapat dilihat pada tabel 4.22. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Hipotesis 2b Variabe l B t Sig. Hipo tesis Prediks i Arah Kesim pulan Consta nt 9,170 0,565 0,573 JS 2,280 1,651 0,102 C 0,515 0,887 0,377 JS*C 0,040 0,793 0,430 H2b Negatif Ditolak R 0,603 R Square 0,363 Adjust ed R2 0,341 Sumber: data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas dapat dibentuk persamaan regresi yang menjadikan sifat kepribadian conscientiousness sebagai moderasi hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit sebagai berikut:
DAB = 9,170 + 2,280JS + 0,515C 0,040JS*C + e...(2b)
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk pengaruh conscientiousness pada hubungan JS terhadap DAB adalah 0,430 > 0,05. Meskipun nilai koefisien beta pada interaksi JS*C di bawah nol, yaitu sebesar 0,040, akan tetapi regresi moderasi tersebut tidak mendukung hipotesis 2b karena syarat signifikansi tidak terpenuhi. Dengan demikian, variabel conscientiousness tidak berpengaruh pada hubungan positif stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
Pengujian hipotesis 2b memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian conscientiousness pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Pada pengujian ini, hipotesis diterima apabila variabel moderasi mempunyai pengaruh signifikan (nilai sig. < 0,05) terhadap hubungan variabel independen dengan dependen dan memiliki nilai koefisien beta di bawah nol (bertanda negatif). Adapun persamaan regresi moderasi yang digunakan adalah sebagai berikut.
DAB = ? + ? 1JS + ? 4E + ? 10JS*E +
e...(2c)
Dari persamaan tersebut diperoleh hasil uji model regresi untuk hipotesis 2c yang dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.23. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Hipotesis 2c Variabe l B t Sig. Hipo tesis Prediks i Arah Kesim pulan Consta nt 8,181 0,790 0,432 JS 0,723 0,743 0,459
E 0,270
0,296 0,768
JS*E 0,042 0,483 0,630 H2c Negatif Ditolak
R 0,604 R Square 0,365 Adjust ed R2 0,343 Sumber: data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas dapat dibentuk persamaan regresi yang menjadikan sifat kepribadian extraversion sebagai moderasi hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit sebagai berikut: DAB = 8,181+ 0,723JS 0,270E + 0,042JS*E + e...(2c)
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk pengaruh extraversion pada hubungan JS terhadap DAB adalah 0,630 > 0,05. Hasil interaksi variabel moderasi tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan, sehingga hipotesis 2c ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel extraversion tidak berpengaruh pada
hubungan positif stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
d. Uji Hipotesis 2d
Pengujian hipotesis 2d bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian agreeableness pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Pada pengujian ini, hipotesis diterima apabila variabel moderasi mempunyai pengaruh signifikan (nilai sig. < 0,05) terhadap hubungan variabel independen dengan dependen dan memiliki nilai koefisien beta di bawah nol (bertanda negatif). Adapun persamaan regresi moderasi yang digunakan adalah sebagai berikut.
DAB = ? + ? 1JS + ? 5A + ? 11JS*A +
Dari persamaan tersebut diperoleh hasil uji model regresi untuk hipotesis 2d yang dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.24. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Hipotesis 2d Variabe l B t Sig. Hipo tesis Prediks i Arah Kesim pulan Consta nt 36,930 2,656 0,009 JS 4,751 3,826 0,000 A 2,122 3,038 0,003 JS*A 0,182 2,858 0,005 H2d Negatif Diterim a R 0,648 R Square 0,420 Adjust ed R2 0,400 Sumber: data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas dapat dibentuk persamaan regresi yang menjadikan sifat kepribadian agreeableness sebagai moderasi hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit sebagai berikut:
DAB = 36,930 + 4,751JS + 2,122A 0,182JS*A + e...(2d)
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk pengaruh agreeableness pada hubungan JS terhadap DAB adalah 0,005 < 0,05 dan memiliki nilai koefisien beta di bawah nol dengan nilai 0,182. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel agreeableness memiliki pengaruh negatif terhadap hubungan positif stres kerja terhadap perilaku disfungsional audit, sehingga hipotesis 2d diterima.
e. Uji Hipotesis 2e
Pengujian hipotesis 2e memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian neuroticism pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Pada pengujian ini, hipotesis diterima apabila variabel moderasi mempunyai pengaruh signifikan (nilai sig. < 0,05) terhadap hubungan variabel independen dengan dependen
dan memiliki nilai koefisien beta di atas nol (bertanda positif). Adapun persamaan regresi moderasi yang digunakan adalah sebagai berikut.
DAB = ? + ? 1JS + ? 6N + ? 12JS*N +
e...(2e)
Dari persamaan tersebut diperoleh hasil uji model regresi untuk hipotesis 2e yang dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.25. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Hipotesis 2e Variabe l B t Sig. Hipo tesis Prediks i Arah Kesim pulan Consta nt 5,394 0,847 0,400 JS 2,204 3,776 0,000 N 0,881 1,709 0,091 JS*N 0,084 1,828 0,071 H2e Positif Ditolak R 0,617 R Square 0,381 Adjust ed R2 0,360 Sumber: data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas dapat dibentuk persamaan regresi yang menjadikan sifat kepribadian neuroticism sebagai moderasi hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit sebagai berikut: DAB = 5,394 + 2,204JS + 0,881N 0,084JS*N + e...(2e)
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk pengaruh neuroticism pada hubungan JS terhadap DAB adalah 0,071 > 0,05. Hasil interaksi variabel moderasi tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan, sehingga hipotesis 2e ditolak. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa variabel neuroticism tidak berpengaruh pada hubungan positif stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
3. Uji Hipotesis 3
Pengujian model 3 digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel komitmen organisasional pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Adapun persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut.
DAB = ? + ? 1JS + ? 7OC + ? 13JS*OC +
e……….(3) Dari persamaan tersebut diperoleh hasil uji model regresi untuk model 3 yang dapat dilihat pada tabel 4.23. berikut. TABEL 4. . Hasil Pengujian Model 3 Variabe l B t Sig. Hipo tesis Prediks i Arah Kesimpula n Consta nt 63,390 3,575 0,001 JS 8,004 4,343 0,000 O 2,602 3,899 0,000 JS*O 0,258 3,730 0,000 H3 Negatif Diterima R 0,675 R Square 0,456 Adjust 0,437
Variabe l B t Sig. Hipo tesis Prediks i Arah Kesimpula n ed R2 Sumber: data primer yang diolah, 2016 Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh pada tabel 4.23. di atas, maka dapat dibentuk persamaan regresi yang menjadikan komitmen organisasional sebagai variabel pemoderasi hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit sebagai berikut: DAB = 63,390 + 8,004JS + 2,602OC 0,258JS*OC + e……….(3) Pada persamaan tersebut dapat dilihat koefisien regresi interaksi stres kerja dengan komitmen organisasional (JS*OC) bertanda negatif dengan nilai 0,258 dan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Hal tersebut mengartikan bahwa masuknya variabel komitmen organisasional dapat mengurangi hubungan positif antara stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Dengan demikian, hipotesis 3 yang menyatakan bahwa komitmen
organisasional berpengaruh negatif pada hubungan positif stres kerja dengan perilaku disfungsional audit diterima.
D. Pembahasan (Interpretasi)
Penelitian ini menguji efektivitas pemoderasian sifat kepribadian dan komitmen organisasional pada hubungan antara stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Hasil pengujian empiris yang telah dilakukan pada beberapa hipotesis dalam penelitian dibahas pada bagian berikut ini. 1. Pengaruh Stres Kerja terhadap Perilaku Disfungsional Audit Hasil pengujian regresi linier menunjukkan bahwa stres kerja memiliki pengaruh positif terhadap perilaku disfungsional audit. Hasil penelitian ini berhasil mendukung hipotesis 1 dan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat stres kerja seorang auditor, maka kemungkinan mereka untuk melakukan perilaku menyimpang dari prosedur audit juga akan semakin besar.
Tuntutantuntutan kerja yang semakin meningkat dapat memaksa auditor untuk bekerja lebih keras. Ketidakmampuan auditor untuk menangani tekanan dalam menghadapi pekerjaan dapat menyebabkan rasa khawatir, depresi, susah berkonsentrasi serta gangguan emosi yang memicu timbulnya stres kerja. Sementara itu, stres kerja yang tidak terkontrol dapat menimbulkan dampak negatif yang menyebabkan terbentuknya perilaku disfungsional audit.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Fernet dkk. (2010), Golparvar dkk. (2012) dan Hsieh & Wang (2012) yang menemukan bahwa stres kerja dengan skor rendah dapat mereduksi perilaku disfungsional audit, sedangkan stres kerja dengan skor tinggi dapat berdampak pada peningkatan perilaku disfungsional audit. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rustiarini (2014) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat stres auditor, maka auditor akan cenderung melakukan perilaku disfungsional audit.
2. Pengaruh Pemoderasian Sifat Kepribadian pada Hubungan Stres Kerja dengan Perilaku Disfungsional Audit
Hasil pengujian regresi moderasi menunjukkan bahwa tidak semua dimensi sifat kepribadian dapat berpengaruh pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat dua dimensi sifat kepribadian yaitu kepribadian “O” atau openness to experience dan kepribadian “A” atau agreeableness yang mampu menjadi variabel pelemah hubungan positif antara stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Sementara itu, conscientiousness, extraversion dan neuroticism sebagai variabel sifat kepribadian lainnya tidak berkemampuan untuk memoderasi hubungan keduanya.
a. Pengaruh Openness to Experience pada hubungan Stres Kerja dengan Perilaku Disfungsional Audit
Pengujian interaksi variabel stres kerja dengan kepribadian “O” (openness to experience) menunjukkan bahwa
sifat kepribadian “O” terbukti dapat memberikan pengaruh negatif pada hubungan stres kerja dengan perilaku menyimpang. Hasil penelitian ini berhasil mendukung hipotesis 2a yang menyatakan bahwa openness to experience dapat memperlemah hubungan positif stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
Auditor dengan kepribadian “O” cenderung memiliki wawasan yang luas, imajinatif, kreatif dan lebih dapat mudah terbuka terhadap halhal yang baru. Ketika individu berkepribadian “O” mengalami stres kerja, ia dapat menggunakan berbagai cara, strategi serta ide kreatif baru untuk mengatasi tantangan dan pekerjaan dalam audit. Kemampuan auditor untuk berpikir secara lebih mendalam dan spontan dapat membantu auditor untuk menyelesaikan masalah meskipun dalam waktu serta informasi yang serba terbatas.
Hasil dari pemikiran kritis individu “O” tersebut dapat membentuk solusi yang dapat digunakan untuk
mengatasi stres kerja sehingga dapat memperkecil kesempatan untuk melakukan perilaku disfungsional audit. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Rustiarini (2014) yang menemukan bahwa openness to experience dapat mereduksi hubungan positif stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
b. Pengaruh Conscietiousness pada hubungan Stres Kerja dengan Perilaku Disfungsional Audit
Hasil pengujian hubungan variabel stres kerja dengan kepribadian “C” (conscientiousness) menunjukkan bahwa sifat kepribadian “C” tidak memiliki kemampuan untuk memperlemah hubungan positif antara stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Hal tersebut dapat terjadi karena meskipun individu memiliki kemampuan untuk bekerja secara sistematik, terencana dan terorganisir, namun keberadaan stres kerja yang tinggi dapat mengganggu pikiran dan menyebabkan hilangnya fokus untuk mengikuti sistematika pekerjaan sehingga
kepribadian tersebut tidak dapat mereduksi perilaku menyimpang.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Farhadi dkk. (2012). Namun demikian, penelitian ini mendukung hasil penelitian Rustiarini (2014) yang menyatakan bahwa conscientiousness tidak berpengaruh pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
c. Pengaruh Extraversion pada hubungan Stres Kerja dengan Perilaku Disfungsional Audit
Pengujian interaksi variabel stres kerja dengan extraversion menunjukkan hasil yang tidak mendukung hipotesis 2c. Sejalan dengan penelitian Jaffar dkk. (2011), Lindrianasari dkk. (2012) dan Rustiarini (2014), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa extraversion tidak berkemampuan untuk menjadi variabel moderasi pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
Meskipun auditor dengan kepribadian “E” memiliki kecenderungan untuk mudah beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki pembawaan yang selalu ceria, pada kondisi di mana terdapat intensitas pekerjaan yang tinggi dan terlalu banyak tuntutan, auditor berkepribadian “E” akan kesulitan untuk menciptakan rasa bahagia karena waktu yang dimiliki untuk berinteraksi sosial tersita untuk memenuhi tuntutantuntutan pekerjaan tersebut. Dengan demikian, extraversion tidak memberikan pengaruh pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
d. Pengaruh Agreeableness pada hubungan Stres Kerja dengan Perilaku Disfungsional Audit
Hasil pengujian interaksi variabel stres kerja dengan sifat agreeableness menunjukkan bahwa kepribadian tersebut terbukti mampu mereduksi hubungan positif variabel stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Hasil tersebut berhasil mendukung hipotesis 2d yang
menyatakan bahwa agreeableness dapat memperlemah hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
Auditor dengan sifat kepribadian agreeableness atau kepribadian “A” cenderung kooperatif dan mau bekerja sama dengan orang lain (Bowling & Eschleman, 2010). Ketika auditor berkepribadian “A” sedang mengalami stres kerja, ia akan berusaha memerangi tekanan tersebut dengan membangun team work dan interaksi yang baik untuk sama sama menyelesaikan pekerjaannya tanpa melakukan perilaku disfungsional.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Farhadi dkk. (2012) yang menyatakan bahwa kepribadian agreeableness dapat meminimalisir perilaku menyimpang di tempat kerja. Namun demikian, penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Rustiarini (2014) yang menyatakan tidak adanya pengaruh agreeableness pada hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
e. Pengaruh Neuroticism pada hubungan Stres Kerja dengan Perilaku Disfungsional Audit
Hasil pengujian variabel stres kerja yang diinteraksikan dengan sifat kepribadian neuroticism menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Sejalan dengan penelitian Jaffar, dkk. (2011) dan Rustiarini (2014), kepribadian “N” tidak berkemampuan untuk memengaruhi hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
Di antara 5 dimensi sifat kepribadian, kepribadian neuroticism merupakan sifat yang paling tidak dikehendaki setiap individu karena diannggap memiliki kecenderungan emotionally reactive yang mudah cemas, marah dan depresi. Namun demikian, auditor dengan kepribadian “N” tidak dapat memperkuat ataupun memperlemah hubungan variabel stres kerja dengan perilaku disfungsional aduit.
Auditor berkepribadian “N” tidak sepenuhnya dapat melakukan perilaku disfungsional audit karena kecemasan yang timbul dari stres kerja justru menimbulkan rasa takut
untuk melakukan perilaku yang menyimpang, sementara sifatnya yang cenderung kaku atas tanggung jawab tidak mendukung ia untuk menyelesaikan pekerjaannya dan mengurangi perilaku disfungsional. Dengan demikian, neuroticism tidak dapat memoderasi hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
3. Pengaruh Komitmen Organisasional pada Hubungan Stres Kerja dengan Perilaku Disfungsional Audit
Berdasarkan hasil pengujian interaksi antara variabel stres kerja dengan perilaku disfungsional audit, diketahui bahwa komitmen organisasional mampu memberikan pengaruh negatif pada hubungan positif stres kerja dengan perilaku disfungsional audit. Hasil tersebut berhasil mendukung hipotesis 3 yang menyatakan bahwa komitmen organisasional dapat memperlemah hubungan stres kerja dengan DAB.
Auditor yang memiliki rasa komitmen tinggi terhadap organisasi akan berusaha melakukan yang terbaik untuk kemajuan organisasinya. Hal tersebut ia tunjukkan melalui
bentuk kinerjanya yang lebih baik daripada orang lain. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi akan memiliki kinerja yang tinggi (Febrina, 2012) tanpa melakukan tindakan yang menyimpang (Setyaningrum & Murtini, 2014) meskipun dalam keadaan tertekan sekalipun.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Aisyah dkk. (2014), Basudewa & Merkusiwati (2015), Nelaz (2014), Paino dkk. (2011), Srimindarti & Widati (2015) dan Mindarti & Puspitasari (2014) yang menemukan bahwa komitmen organisasional dapat mengurangi tindakan menyimpang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun auditor mengalami stres kerja, dengan komitmen organisasional yang tinggi, hal tersebut akan mendorong auditor untuk menghindari perilaku disfungsional audit.