• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Gizi Masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat Propinsi Maluku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Status Gizi Masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat Propinsi Maluku"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-2287,Vol.01 No.01, Tahun 2008

Status Gizi Masyarakat di Kabupaten

Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat

Propinsi Maluku

Veni Hadju dan A. Razak Thaha

Pusat Studi Pangan, Gizi dan Kesehatan, Universitas Hasanuddin, Makassar

Abstrak

Survei status gizi masyarakat telah dilakukan di Kabupaten Maluku Tenggara (MT) dan Maluku Tenggara Barat (MTB), Propinsi Maluku. Sebanyak 300 keluarga yang mempunyai Balita (0-59 bln) di masing-masing kabupaten diambil sebagai sampel (total 600 keluarga). Pengukuran antropometri dan konsumsi Balita serta pola konsumsi keluarga dilakukan oleh petugas lapangan yang telah dilatih sebelumnya. Status gizi anak dihitung berdasarkan stándar NCHS-WHO dan ditampilkan berdasarkan berat badan per umur (BB/U), tinggi badan per umur (TB/U) dan berat badan per tinggi badan (BB/TB). Data lainnya dikumpulkan melalui kuesioner.

Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk diperoleh berturut-turut sebesar 20.0% dan 7.3% sedangkan stunting dan wasting ditemukan sebesar 30.0% dan 12.0%. Gizi kurang dan gizi buruk ditemukan tertinggi pada usia 24-35 bln (berturut-turut 33.3% dan 13.3%), stunting terbesar pada usia 48-59 bln, sedangkan wasting tertinggi pada usia 12-23 bulan (26%). Hampir semua anak memperoleh ASI namun setelah umur 12 bulan, jumlah ibu yang masih menyusui menurun sampai 66%. Asupan gizi makro maupun mikro pada Balita jauh lebih rendah dibanding rekomendasi WHO. Proporsi lemak dan protein pada asupan Balita ini tanpak rendah dibanding rekomendasi WHO. Ikan merupakan makanan hewani yang paling sering dikonsumsi keluarga (76%) sedangkan sayuran hijau merupakan jenis sayuran yang tersering dikonsumsi (77%). Konsumsi keluarga terlihat rata-rata 1585kkal per kapita di mana lebih rendah dari yang dianjurkan di tingkat nasional.

Disimpulkan bahwa rata-rata konsumsi Balita dan keluarga di wilayah penelitian ini rendah dan diperlukan intervenís gizi khususnya pada keluarga yang mempunyai anak balita di atas 12 bulan.

(2)

14 Pendahuluan

Kondisi status gizi masyarakat di Indonesia telah memperlihatkan perbaikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil peng- ukuran status gizi anak balita melalui Susenas (Jahari dkk., 1999) terlihat bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 26,4% pada tahun 1999. Namun, kondisi yang terjadi di setiap propinsi berbeda satu dengan yang lain. Ada yang terus menurun namun ada juga yang menetap bahkan memburuk. Dilain pihak, masalah gizi pada keluarga miskin tetap sangat tinggi (Hadju dkk., 1999; Marjan dkk., 1998). Data dasar studi intervensi pada keluarga miskin yang dilaksanakan sebelum dimulainya

program Jaring Pengaman Sosial (JPS) memperlihatkan bahwa 29.2% anak balita dari keluarga miskin mengalami gizi kurang dan 13.3% mengalami gizi buruk (Thaha dkk., 2000).

Upaya untuk menanggulangi masalah gizi ini telah banyak dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah (propinsi). Salah satu program yang diharapkan dapat memperbaiki gangguan gizi akut adalah program pemberian makanan tambahan (PMT) kepada seluruh anak yang mengalami gizi kurang dan diutamakan yang berasal dari keluarga miskin (Gakin). Mereka menerima bantuan makanan berupa susu, kacang kedelei, telur, dan beberapa jenis makanan yang kaya protein yang diperlukan oleh anak-anak. Puskesmas menerima bahan makanan dari propinsi dan seterusnya meneruskannya kepada keluarga yang memerlukan. Kegiatan lainnya adalah program Revitalisasi Posyandu. Namun, dalam beberapa

penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan banyak Posyandu mengalami masalah (Hadju dkk., 2002a).

Dalam meningkatkan efektifitas program penanggulangan gizi, survey data dasar pada suatu wilayah perlu dilakukan. Berdasarkan data yang diperoleh, perencanaan program akan lebih optimal dan efektifitas program intervensi dapat diketahui. Penelitian ini ingin memperoleh data dasar tentang kondisi status gizi masyarakat melalui pengukuran status gizi anak balita dan konsumsi makanan di tingkat keluarga.

Bahan dan Metode Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 2 kabupaten, Propinsi Maluku yaitu Kabupaten Maluku Tenggara (Maltra) dan Maluku Tenggara Barat (MTB). Kedua kabupaten ini berdekatan satu sama lainnya di mana tadinya satu dan kemudian berpisah. Di setiap kecamatan dipilih 5 kecamatan secara acak. Dari kecamatan terpilih, dipilih lagi 2 desa di mana satunya terletak dekat dengan ibu kota kecamatan dan satunya lagi terletak agak jauh namun dapat dijangkau oleh petugas lapangan. Total desa yang diteliti adalah 20 desa. Sampel dan cara pengambilan sampel

Sample dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang mempunyai balita (0-59 bulan). Jumlah sampel sebesar 30 balita untuk setiap desa. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan 6 kategori umur yaitu 0-5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan dan 48-59 bulan. Dengan demikian, di setiap desa dipilih 5

(3)

orang untuk setiap kategori umur tersebut. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode “obat nyamuk” dimana titik pertama ditentukan terlebih dahulu dan selanjutnya dicari seluruh anak balita yang memenuhi syarat dari titik tersebut. Apabila sudah terpenuhi setiap kelompok umur maka pelaksanaan pengambilan sampel dihentikan. Seluruh desa dalam penelitian ini dapat mengumpulkan 30 sampel anak balita.

Metode pengumpulan data

Status gizi: diukur secara

antropometri yaitu melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan. Tiga indikator status gizi secara antropometri digunakan dalam menentukan status gizi anak balita dalam penelitian ini. Ketiga indikator tersebut yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badang (BB/TB) Standar International NCHS-WHO (1983) digunakan dalam survei ini.

Asupan makanan balita: diperoleh dengan menanyakan frekuensi makanan tertentu yang dikonsumsi dalam 1 bulan terakhir dan juga seluruh makanan yang telah dikonsumsi selama 24 jam terakhir (sehari sebelum wawancara). Praktek pemberian MP-ASI yang dilakukan sejak pertama kali dianalisis dalam penelitian ini.

Pola konsumsi keluarga. Dalam penelitian ini juga dilakukan survei konsumsi gizi di tingkat rumah tangga. Makanan yang dikonsumsi di tingkat rumah tangga oleh seluruh anggota keluarga ditanyakan melalui kuesioner yang tersedia. Di samping itu, jenis makanan yang sering dikonsumsi di tingkat rumah tangga terutama yang merupakan jenis makanan hewani, sayur-sayuran dan

buah-buahan ditanyakan melalui kuesioner yang tersedia.

Data lainnya: data yang mendukung dalam penelitian ini meliputi status imunisasi, morbiditas, serta status sosial ekonomi keluarga seperti pendidikan dan pekerjaan orang tua, jumlah anggota keluarga, dan kondisi sanitasi lingkungan.

Metode Pengambilan data

Pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (Lohman dkk., 1988). Berat badan anak diukur dengan menggunakan Salter (timbangan gantung) dengan ukuran terkecil sebesar 0.1 kg. Pengukuran panjang badan dilakukan pada anak dibawah 2 tahun dengan menggunakan length board yang direkomendasikan oleh WHO (1983) dengan ukuran terkecil 0.1 cm. Anak di atas 2 tahun diukur tinggi badannya dengan menggunakan Microtoice dengan ukuran terkecil juga sebesar 0.1 cm.

Data lainnya diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah terstandarisasi. Data yang diperoleh dengan kuesioner meliputi status social ekonomi keluarga (jumlah anak, pendidikan orang tua, dan pekerjaan), status morbiditas anak dalam 1 bulan terakhir, asupan makanan yang diperoleh dengan metode food frekuensi dan recall 24 jam. Selain itu juga ditanyakan paktek pemberian ASI, penggunaan makanan lokal, serta pola konsumsi keluarga.

(4)

16 Analisis data

Data antropometri yang diperoleh dibandingkan dengan standar NCHS-WHO dengan menggunakan program Epiinfo (Dean dkk., 1995). Indikator yang digunakan adalah nilai z-score dari BB/U, TB/U dan BB/TB seperti yang direkomendasikan oleh Gorstein dkk. (1994). Ke tiga indikator ini dapat memberin informasi tentang jumlah anak yang mempunyai berat badan yang lebih rendah (gizi kurang) dan sangat rendah dibanding standar (gizi buruk). Disamping itu dapat diketahui anak yang mengalami stunting (pendek) dan wasting (kurus). Nilai rata-rata z-score dan angka prevalensi malnutrisi juga dibedakan menurut jenis kelamin, kelompok umur, dan lokasi kabupaten.

Data konsumsi makanan (24 jam recall) dianalisis dengan menggunakan program WorldFood2 (California University, Davis). Setiap rata-rata nilai zat gizi yang dikonsumsi ditampilkan berdasarkan kelompok umur dan dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang direkomendasikan oleh WHO (1998).

Hasil Penelitian

Keseluruhan sampel yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 600 keluarga dengan anak balita. Tabel 1 memperlihatkan tingkat pendidikan dan pekerjaan dari orang tua sampel. Keluarga sampel yang terlibat dalam penelitian ini paling banyak dengan pendidikan ayah dan ibu di atas SMA (40% dan 36%). Walaupun masih ada juga yang tidak pernah sekolah tapi sangat sedikit (0.8% dan 1.7%). Pada umumnya ayah dari balita yang ikut dalam penelitian ini adalah petani dan pegawai negeri/swasta (berturut-turut

49% dan 13.7%). Jumlah anak laki-laki dalam penelitian ini lebih banyak dibanding anak perempuan (306 vs. 294 anak). Namun demikian perbedaan masing-masing jenis kelamin ini pada setiap kategori umur tampak proporsional (data tidak terlihat).

Prevalensi status gizi anak balita di daerah penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2-4. Berdasarkan indikator BB/U, TB/U dan BB/TB, secara keseluruhan terlihat prevalensi anak gizi kurang, pendek, dan kurus (di bawah –2 z-score) berturut-turut sebesar 27.3%, 25.7%, 12.1%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dari prevalensi terhadap jenis kelamin. Berdasarkan kelompok umur anak dari ketiga indikator status gizi yang digunakan, terlihat bahwa untuk indicator TB/U, terlihat peningkatan prevalensi yang sangat mencolok pada setiap kategori umur. Di lain pihak, untuk indikator BB/TB, prevalensi tertinggi terlihat pada anak yang berumur 12–23 bulan dan untuk indikator BB/U tertinggi pada anak yang berumur 24–35 bulan.

Apabila dibedakan antara gizi kurang (antara –2 dan –3 z-score BB/U) dan gizi buruk (di bawah – 3 z-score BB/U) maka angka gizi buruk tampak rendah (7.3%).

Asupan makanan oleh anak balita memperlihatkan jumlah asupan gizimakro yang lebih tinggi dari yang dianjurkan (WHO) utamanya untuk anak di bawah 2 tahun (data tidak terlihat). Namun demikian, beberapa gizimikro tampak lebih rendah dari yang dianjurkan (data tidak terlihat). Tabel 5-6 memperlihatkan besarnya asupan zat gizi oleh anak balita umur 6-23 bulan di Kabupaten Maltra dan MTB. Seperti yang terlihat, asupan gizi mikro seperti besi dan zink serta vitamin B

(5)

lebih rendah dibanding yang dianjurkan. Dilain pihak kontribusi lemak dan protein terhadap total kalori sangat rendah utamanya pada anak di bawah 2 tahun (berturut-turut untuk 6 – 11 bulan, 12 – 23 bulan dan 24 – 59 bulan adalah 13.0%, 15.1% dan 23.6% untuk lemak, 10.9%, 11.9% dan 12.0% untuk protein pada kabupaten Malra serta 9.1%, 19.3% dan 23.8% untuk lemak, 10.5%, 12.1% dan 12.2% untuk protein pada kabupaten MTB).

Tabel 7 memperlihatkan pola konsumsi keluarga yang ada di daerah penelitian. Bahan makanan hewani yang paling banyak dikonsumsi adalah ikan (38.8%) dengan frekuensi konsumsi 6 – 7 hari per minggu. Bahan makanan sayuran yang paling banyak dikonsumsi adalah sayuran berwarna hijau (32.5%) dan tomat (8.5%). Adapun buah yang paling banyak dikonsumsi adalah pepaya (9.7%).

Tabel 8 memperlihatkan perhitungan skor pola pangan harapan (PPH) di Kabupaten Maltra dan MTB. Jumlah total kalori yang dikonsumsi oleh rata-rata setiap anggota rumah tangga dalam sehari masih kurang (1585 Kkal). Sedangkan jumlah skor PPH pada daerah penelitian tersebut cukup tinggi yakni 77.8. Tingginya angka ini tampak dari tingginya nilai yang diperoleh dari bahan makanan padi-padian (24.5) dan hewani (18.8).

Pembahasan

Status gizi anak balita yang ditemukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk berturut-turut sebesar 20% dan 7.3%. Ini menunjukkan ada masalah gizi yang cukup serius di daerah ini. Apabila

dilihat jumlah anak yang mengalami stunting dan wasting maka akan diperoleh angka sebesar 25.7% dan 12%. Angka ini terlihat sangat tinggi terutama untuk gangguan gizi akut (wasting) karena dapat menyebabkan tingginya angka kematian pada anak (WHO, 1986). Angka status gizi seperti ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan angka yang diperoleh dari hasil survey di Propinsi Maluku Utara (Hadju dkk., 2002) yaitu sebesar 17.8% dan 3.9% (berturut-turut untuk gizi kurang dan buruk) sedangkan untuk stunting dan wasting masing-masing sebesar 22.7% dan 9.6%.

Masalah stunting dan wasting yang tinggi menunjukkan bahwa masalah gizi di kedua kabupaten ini adalah masalah kronik dan akut. Masalah kronik dapat berhubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan juga tingkat kebiasaan masyarakat dalam hal pemberian makanan kepada anak. Seperti yang terlihat dalam penelitian ini, berapa banyak anak yang tidak diberikan makanan bergizi sejak mereka berumur 6 bulan. Walaupun diketahui ikan tersedia dalam jumlah yang banyak di daerah ini tapi hanya sekitar 25% anak yang mendapat ikan setiap hari.

Pada penelitian ini juga ditemukan asupan energi yang rendah khususnya pada anak yang berada di atas 23 bulan. Namun demikian, jumlah ini tampak lebih tinggi dibanding asupan energi yang terlihat pada penelitian di Maluku Utara (Hadju dkk., 2002) dan di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (Thaha dkk., 2001) yaitu hanya sebesar 40-50% RDA. Konsumsi protein yang tinggi di daerah penelitian ini

(6)

18 tampaknya memberikan total keseluruhan asupan energi yang lebih baik.

Hal yang mengherankan adalah rendahnya konsumsi ikan pada anak di atas 1 tahun dibandingkan dengan hasil yang diperoleh di Maluku Utara (Hadju dkk., 2002 dan juga di daerah pantai Sulawesi Selatan (data tidak dipublikasi). Hasil penelitian di Maluku Utara memperlihatkan konsumsi ikan sebanyak 56.9% sedangkan di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan memperlihatkan hasil konsumsi sebesar 72.9%. Perlu diteliti lebih jauh mengapa anak-anak di wilayah penelitian ini tidak diberikan ikan.

Penelitian ini juga memperlihatkan asupan kalori rata-rata anggota keluarga yang lebih rendah (1508 Kkal dan 1661 Kkal, masing-masing di Malra dan MTB).dari target nasional (2150kkal). Perlu diteliti lebih lanjut rendahnya asupan kalori di kedua daerah penelitian ini. Namun demikian skor PPH untuk setiap kabupaten yang mendekati bahkan melebihi angka nasional (84.4 dan 72.9 berturut-turut untuk Malra dan MTB). Ini dapat terlihat dari variasi konsumsi yang lebih tinggi pada jenis-jenis sayuran dan hewani.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penelitian ini memperlihatkan tingginya anak balita yang mengalami masalah gizi baik underweight (BB/U), stunting (TB/U) maupun wasting (BB/TB). Gangguan gizi yang akut dan juga kronik diiringi dengan asupan gizi di tingkat keluarga yang lebih rendah dibanding jumlah yang dianjurkan secara nasional. Disamping itu kualitas MP-ASI, khususnya jumlah asupan gizimikro pada anak balita tampak

rendah. Proporsi lemak dalam makanan yang relatih rendah sangat terkait dengan asupan gizi mikro yang rendah.

Disarankan agar upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam memberikan makanan dan perawatan (asuhan) sejak ibu hamil dapat dilakukan dengan mempersiapkan seorang petugas gizi masyarakat di desa atau wilayah yang sangat memerlukan. Kualitas MP-ASI yang terbatas, terutama mereka yang tidak sanggup untuk menyediakan bubur susu buatan pabrik kepada bayinya, harus diiringi oleh keterampilan ibu dalam menggunakan bahan makanan pokok lokal seperti ikan dalam setiap pemberian bubur kepada anaknya. Disamping itu keterlibatan lintas sektor dalam menanggulangi masalah gizi dan pangan harus terus dibina. Masalah gizi tidak bisa hanya diselesaikan oleh orang kesehatan saja. Pemerintah harus melakukan koordinasi dengan berbagai lintas sektor seperti Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, Dinas Sosial, dan Dinas Pendidikan dalam mendukung usaha mengatasi masalah ini secara bersama-sama.

Daftar Pustaka

Dean AG, Dean JA, Burton AH, and Dicker RC. Epi Info, version 6: a word processing, database, and statistics program for epidemiology on microcomputers. Stone Mountain, Georgia: USD, Incorporated, 1995.

Gorstein J, Sullivan K, Yip R, De Onis M, Trowbridge F, Fajans P, and Clugston G. Assessment of nutritional status using anthropometry. Bull WHO 1994;72:273-83.

(7)

Hadju V, Thaha AR, Dahlan DM, dan Ramli. Status gizi anak balita pada keluarga miskin di Propinsi Sulsel. Medika edisi khusus September, 1999:27-32.

Hadju V, Dachlan DM, Taslim NA, dkk. Kinerja Posyandu dan distribusi Vitadele pada anak balita di Kabupaten Takalar. Pada: Pangan dan Gizi: Masalah, Program Intervensi dan teknologi tepat guna. Tawali dkk., (editor). Makassar: Pusat Pangan Gizi dan Kesehatan Unhas, 2002a.

Hadju V, Thaha AR, Albar A. Survey status gizi pada anak balita di daerah pengungsi Maluku Utara. Makassar: Pusat Studi Pangan, Gizi, dan Kesehatan, 2002.

Jahari AB, Sandjaja, Sudiman H, Jus’at I, Jalal F, and Minarto. The hidden problem, an analyses on anthropometric indicators of protein energy malnutrition based on Susenas data, 1999.

Lohman TG, Roche AF, dan Martorell R, eds. Anthropometric standardization reference manual. Champaign, IL: Human Kinetics Press, 1988.

Marjan ZM, Taib MNM, Lin KG, dan Siong TE. Socio-economic determinants of nutritional status of children in rural penisular Malaysia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition 1998;3(314):307-310.

Thaha AR, Hadju V, dan Dachlan DM. Changes of nutritional status at first year longitudinal studies of social safety net in Indonesia. Jurnal Medika Nusantara 2000;21(1):27-33.

Thaha AR. Breastfeeding and macronutrient intake of children in Barru Subdistrict, South Sulawesi. Majalah Kedokteran Indonesia 2001, 51;4:116-121

World Health Organization (WHO). Measuring change in nutritional status. Geneva: World Health Organization, 1983.

WHO working group. Use and

interpretation of anthropometric indicators of nutritional status. Bull WHO 1986;64:929-41.

World Health Organization (WHO). Complementary feeding of young children in developing countries: a review of current scientific knowledge. Geneva: World Health Organization, 1998.

(8)

20 Lampiran

:

Tabel 1. Karakteristik pendidikan dan pekerjaan orang tua di Maluku Tenggara dan Maluku

Tenggara Barat.

Variabel Maluku Tenggara (n=300) Maluku Tenggara Barat (n=300) Total (n=600) n % n % n % Pendidikan ayah Tidak penah sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA(+) 2 14 57 74 143 0.7 4.7 19.0 24.7 48.4 3 24 73 71 117 1.0 8.0 24.3 23.7 39.0 5 38 130 145 260 0.8 6.3 21.7 24.2 43.3 Pekerjaan ibu

Ibu rumah tangga Ibu bekerja 154 145 51.3 48.3 101 199 33.7 66.3 255 344 42.5 57.3 Pekerjaan ayah Petani Buruh harian Nelayan Pegawai negeri/swasta Tukang Supir Lainnya Tidak bekerja 137 12 25 49 18 16 8 21 45.7 4.0 8.3 16.3 6.0 5.4 2.7 7.0 157 4 38 33 23 7 9 4 52.3 1.3 12.6 11.0 7.7 2.4 3.0 1.3 294 16 63 82 41 23 17 25 49.0 2.7 10.5 13.7 6.8 3.9 2.8 4.2

Tabel 2. Status gizi anak balita berdasarkan berat badan per umur (BB/U) di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat

n Rata-rata-3 (-3)-(-2) -2 Total 600 -1.23 7.3 20.0 72.7 Sex Pria 306 -1.34 7.8 21.9 70.3 Wanita 294 -1.13 6.8 18.0 75.2 Kel. Umur 0 – 5 bln 98 0.20 1.0 1.0 98.0 6 – 11 bln 96 -0.90 3.1 10.4 86.5 12 – 23 bln 109 -1.67 12.8 27.5 59.6 24 – 35 bln 105 -1.83 13.3 33.3 53.3 36 – 47 bln 97 -1.58 7.2 21.6 71.1 48 – 59 bln 95 -1.55 5.3 24.2 70.5 Kabupaten Maluku Tenggara 300 -1.12 6.0 17.7 76.3

(9)

21

Tabel 3. Status gizi anak balita berdasarkan tinggi badan per umur (TB/U) di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat.

n Rata-rata-2 -2 Total 600 -1.11 25.7 74.3 Sex Pria 306 -1.22 28.4 71.6 Wanita 294 -0.99 22.8 77.2 Kel. Umur 0 – 5 bln 98 0.69 5.1 94.9 6 – 11 bln 96 -0.61 13.5 86.5 12 – 23 bln 109 -1.32 28.4 71.6 24 – 35 bln 105 -1.45 33.3 66.7 36 – 47 bln 97 -1.57 34.0 66.0 48 – 59 bln 95 -1.71 38.9 61.1 Kabupaten Maluku Tenggara 300 -0.95 21.0 79.0

Maluku Teng. Barat 300 -1.26 30.0 69.7

Tabel 4. Status gizi anak balita berdasarkan berat badan per tinggi badan (BB/TB) di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat

n Rata-rata-3 (-3)-(-2) -2 Total 600 -0.71 2.8 9.3 87.8 Sex Pria 306 -0.77 2.9 9.8 87.3 Wanita 294 -0.65 2.7 8.8 88.4 Kel. Umur 0 – 5 bln 98 0.81 2.0 4.1 93.9 6 – 11 bln 96 -0.52 0.0 4.2 95.8 12 – 23 bln 109 -1.19 6.4 19.3 74.3 24 – 35 bln 105 -1.08 2.9 9.5 87.6 36 – 47 bln 97 -0.79 2.1 12.4 85.6 48 – 59 bln 95 -0.67 3.2 5.3 91.6 Kabupaten Maluku Tenggara 300 -0.68 3.3 9.0 87.7

(10)

22

Tabel 5. Perbandingan konsumsi MP-ASI anak balita (6-23 bln) dengan yang dianjurkan untuk Kabupaten Maluku Tenggara

6-11 bln (n=48) 12-23 bln (n=56)

WHO* Konsumsi % WHO* Konsumsi %

Protein 3.1 10.0 323 5 15 300 Vitamin A 42 214 509 126 364 289 Folate 0 27 - 3 36.7 1223 Niasin 4 1.50 27.5 7 2.9 41.4 Asam pantotent 0.6 1.18 197 0.7 1.4 200 Riboflovin 0.2 0.21 100 0.4 0.15 37.5 Thianin 0.2 0.12 60 0.4 0.19 47.5 Vitamin B6 0 0.28 - 0 0.43 - Vitamin B12 0 0.40 - 0 0.78 - Vitamin C 0 10.24 - 8 19.8 247 Vitamin D 6.7 1.33 19.9 6.7 4.5 67.2 Kalsium 353 120 34.0 196 71.3 36.4 Fhosfor 314 186 59.2 193 242 125 Magnesium 58 48 82.8 66 69 105 Kalium 377 306 81.2 512 466 91.1 Besi 20.8 1.46 7.02 11.8 1.8 15.3 Zinc 2.3 1.24 53.9 2.4 1.42 59.2 Mangan 12 2.57 21.42 13 1.5 11.5

*Nilai yang dianjurkan WHO bila anak mendapat ASI

Tabel 6. Perbandingan konsumsi MP-ASI anak balita (6-23 bln) dengan yang dianjurkan untuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat

6-11 bln (n=48) 12-23 bln (n=53)

WHO* Konsumsi % WHO* Konsumsi %

Protein 3.1 7.28 235 5 16.6 332

Vitamin A 42 146 348 126 531 421

Folate 0 28 - 3 48.1 1603

Niasin 4 1.37 34.3 7 3.6 51.4

(11)

23 Riboflovin 0.2 0.20 100 0.4 0.25 62.5 Thiamin 0.2 0.14 70 0.4 0.3 75 Vitamin B6 0 0.26 - 0 0.6 - Vitamin B12 0 0.20 - 0 0.7 - Vitamin C 0 7.74 - 8 21.4 268 Vitamin D 6.7 0.23 3.4 6.7 4.13 62 Kalsium 353 73 20.7 196 81.6 41.6 Fhosfor 314 138 44.0 193 259 134 Magnesium 58 54 93.1 66 108 164 Kalium 377 248 65.8 512 625 122 Besi 20.8 0.99 4.76 11.8 2.2 18.6 Zinc 2.3 0.93 40.4 2.4 1.69 704 Mangan 12 0.73 6.08 13 1.61 12.4

*Nilai yang dianjurkan WHO bila anak mendapat ASI

Tabel 7. Frekuensi konsumsi keluarga di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat (n=600).

Jenis bahan makanan

Frekuensi Konsumsi 6 – 7 hari / minggu 1 – 5 hari / minggu 1 – 3 hari / bulan Tidak pernah Bahan makanan hewani

Telur 4.3 11.5 32.0 52.2 Daging; ayam/kambing/sapi/kerbau 1.5 5.2 24.7 68.7 Ikan 38.8 37.5 17.2 6.5 Udang/cumi/kepiting/kerang 1.2 7.7 20.0 71.2 Hati 0.0 0.0 4.2 95.8 Jeroan 0.2 0.2 0.7 99.0

Bahan makanan sayuran

Daun hijau tua 24.5 52.0 20.2 3.3

Daun hijau muda 8.0 35.5 26.5 30.0

(12)

24

Labu-labuan

0.7 3.8 10.5 85.0

Wortel

1.0 3.2 12.7 83.2 Tomat 8.5 19.7 30.3 41.5

Jagung muda

0.2 0.0 4.0 95.8 Buah-buahan Pepaya 9.7 28.2 38.3 23.8 Nangka 0.7 2.2 10.5 86.7 Mangga 1.5 5.7 9.8 83.0 Nenas 0.3 3.2 6.3 90.2 Pisang 6.0 29.3 39.8 24.8 Sawo 0.3 1.2 3.2 95.3

Tabel 8. Pola pangan harapan (PPH) di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat (n=600).

No Kelompok

Bahan Makanan Bobot

Konsumsi Energi Skor PPH Kkal % Terhadap Total Kkal (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Padi-padian 0.5 778 49.09 24.5 2 Umbi-umbian 0.5 214 13.50 6.8 3 Hewani 2.0 149 9.40 18.8 4 Minyak / Lemak 1.0 123 7.76 7.8 5 Kacang-kacangan 2.0 28 1.77 3.5

6 Buah / Biji berminyak 0.5 153 9.65 4.8

7 Gula 0.5 65 4.10 2.1

8 Sayur-sayuran dan

buah-buahan 2.0 75 4.73 9.5

Gambar

Tabel 2.    Status gizi anak balita berdasarkan berat badan per umur (BB/U) di Kabupaten Maluku  Tenggara dan Maluku Tenggara Barat
Tabel 4.   Status gizi anak balita berdasarkan berat badan per tinggi badan (BB/TB) di Kabupaten                   Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat
Tabel 6.  Perbandingan konsumsi MP-ASI anak balita (6-23 bln) dengan yang dianjurkan untuk                    Kabupaten Maluku Tenggara Barat
Tabel 7.  Frekuensi konsumsi keluarga di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat                   (n=600)
+2

Referensi

Dokumen terkait

The symptoms do not occur exclusively during a course of a pervasive developmental disorder, schizophrenia or other psychotic disorder and are not

Perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah dalam skripsi tersebut berisi pelaksanaan pembelajaran al-Qur‟an dan problematika yang

Terhadap perjanjian yang dilakukan dengan posisi para pihak yang tidak seimbang, sebagaimana gugatan Cyprus terhadap proses pembuatan Perjanjian London 1960,

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), analisis ujung depan bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran, sehingga diperlukan suatu

When the democratic regime fails to satisfactorily address the articulated dislocations it reduces the legitimacy of the democracy discourse before the public in the

terhadap jurnal dan artikel diatas, diperoleh sebuah simpulan bahwa media kompres hangat yang paling efektif untuk mengurangi nyeri persalinan adalah menggunakan

SMelalui media daring (group whatsapp) guru mengucapkan salam, mengecek kesehatan siswa, memotivasi pentingnya belajar di rumah. Guru mengingatkan siswa untuk melakukan

9 Tahun 1975 dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 36, perceraian di atur dengan cara cerai gugat dan cerai talak, perceraian dapat terjadi atas dasar cara-cara tersebut,