• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Christopher A. Barlett dan Sumantra Ghosal (Brakman, et al., 2006, p. 345)mencoba untuk megklasifikasikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 Christopher A. Barlett dan Sumantra Ghosal (Brakman, et al., 2006, p. 345)mencoba untuk megklasifikasikan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembahasan mengenai keberhasilan Korea Selatan (selanjutnya Korea) dalam membangun perekonomiannya merupakan sebuah hal yang selalu menarik dalam studi ekonomi internasional. Dalam jangka waktu kurang lebih tiga dekade saja, pemerintah Korea mampu ‘menyulap’ negara yang dulunya jauh tertinggal menjadi salah satu negara mapan dan anggota dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) yang merupakan perkumpulan untuk negara-negara terkaya di dunia. Salah satu hal yang seringkali diidentikkan dengan keberhasilan pembangunan ekonomi Korsel adalah penerapan model pembangunan developmental state yang sebelumnya secara sukses diadopsi oleh Jepang dan keberadaan internasionalisasi sebagai salah satu strategi fundamental pembangunan perekonomian Korea Selatan.

Internasionalisasi merupakan sebuah hal yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan perekonomian Korea selama ini. Stategi internasionalisasi sudah ada di dalam cetak biru pembangunan perekonomian Korea sejak dimulainya pembangunan ekonomi pada tahun 1960an. Sejak saat itu pula internasionalisasi menjadi aspek yang mampu mendorong pertumbuhan perekonomian Korea dengan sangat baik hingga mampu menyejajarkan diri dengan negara maju yang lain. Namun di sisi lain internasionalisasi juga menjadi hal yang membuat ekonomi negara ginseng ini sangat ringkih terhadap gejolak perekonomian dunia. Kerapuhan ekonomi Korea ini terlihat dengan terjadinya keterpurukan ekonomi Korea ketika krisis melanda Asia di tahun 1997. Meskipun demikian, Korea tetap mempertahankan strategi internasionalisasi sebagai aspek penting dalam pembangunan ekonomi pasca krisis. Penerapan strategi internasionalisasi dalam perekonomian Korea inilah yang akan coba penulis teliti lebih lanjut dalam skripsi ini.

Untuk melihat keunikan strategi internasionalisasi Korea Selatan lebih lanjut, penulis akan melihat industri manufaktur sebagai studi kasus, dengan fokus pembahasan pada sektor eletronika. Pemilihan sektor ini dilakukan karena sektor industri ini merupakan sektor yang mampu memulihkan diri dengan cukup cepat dan mempertahankan posisinya sebagai tulang punggung perekeonomian bahkan pasca krisis melanda Korsel. Meskipun sempat mengalami perlambatan, sektor industri elektronika mampu bangkit dari keterpurukan dalam waktu yang singkat. Sebagai gambaran umum, dalam waktu lima tahun pasca krisis -pada tahun 2002- keuntungan industri manufaktur Korsel secara umum mengalami kenaikan sebesar 4,7% yang

(2)

2

merupakan angka tertinggi semenjak 1974, dan bahkan mampu mempertahankan keuntungannya pada tahun 2003 ketika ekonomi Korsel mengalami perlambatan (Pirie, 2008, p. 13). Tak berhenti sampai di situ saja, sektor elektronika Korea terus berkembang menjadi pemain yang disegani di level internasional dan bahkan menjadi pemimpin dalam pengembangan inovasi produk. Keunikan industri elektronika inilah yang menjadi alasan mengapa penulis memilih untuk menjadikan internasionalisasi sektor industri elektronika Korea Selatan sebagai studi kasus dalam penelitian ini.

Uraian yang telah disampaikan di atas merupakan alasan mengapa penulis memilih untuk meneliti strategi internasionalisasi Korea Selatan, terutama di sektor elektronika, sebagai topik yang akan penulis teliti dalam skripsi ini. Penelitian ini akan ditujukan untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai bagaimana Korea Selatan memanfaatkan integrasi ekonomi dunia sebagai akibat dari fenomena globalisasi melalui strategi internasionalisasi yang mereka lakukan dan mentransformasikan hambatan yang muncul menjadi sebuah hal yang justru bisa memperkuat ekonomi negara tersebut. Melalui skripsi ini, penulis juga berharap bisa memberikan penjelasan bahwa peranan dan campur tangan pemerintah dalam pembangunan ekonomi tetap bisa dilakukan meskipun paham ekonomi liberal kurang setuju dengan hal tersebut.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas terdapat dua buah pertanyaan penelitian yang akan coba dijawab melalui penelitian ini yakni: Bagaimana penerapan strategi internasionalisasi ekonomi dalam industri elektronika Korea Selatan?

C. Landasan Konseptual

Pembahasan dalam skripsi ini akan dirangkai menggunakan tiga buah kerangka berpikir yang terdiri dari konsep mengenai globalisasi ekonomi, model adaptive developmental state, dan konsep mengenai internasionalisasi itu sendiri. Masing-masing kerangka berpikir akan digunakan untuk menjelaskan aspek-aspek tertentu dari skripsi ini, sehingga diharapkan pembahasan menjadi komprehensif dan memiliki kesinambungan antara satu dengan lainnya. Untuk itulah penting untuk memahami konsep-konsep tersebut terlebih dahulu. Penjelasan mengenai masing-masing konsep yang akan digunakan dalam skripsi ini akan diuraikan dalam paparan di bawah ini.

(3)

3

Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang tidak terbantahkan lagi. Fenomena ini berkembang dengan begitu pesatnya terutama pada dekade 1980an dan 1990an. Fenomena globalisasi membuat sekat yang selama ini menjadi batas interaksi antara pihak yang satu dengan lainnya menjadi semakin kabur dan kurang relevan untuk dibicarakan lagi. Globalisasi tidak hanya terjadi pada sektor-sektor hi-politics semata, namun fenomena ini juga menyentuh sektor-sektor lain, termasuk di dalamnya perekonomian. Globalisasi ekonomi secara bebas dapat diartikan sebagai sebuah upaya meleburkan ekonomi negara-negara menjadi sebuah ekonomi yang padu di skala internasional. Tidak ada lagi batas antara perekonomian negara yang satu dengan negara yang lainnya. Semua aspek perekonomian bisa berpindah dengan serta merta dan mudah, karena pada dasarnya perekonomian dunia merupakan sebuah perekonomian tunggal. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan J. Peter Neary mengenai konsekuensi-konsekuensi yang mungkin ditimbulkan dari fenomena globalisasi ekonomi itu sendiri (Brakman, et al., 2006, p. 19). Menurut Neary, globalisasi ekonomi membuat terjadinya peningkatan interdependensi ekonomi negara yang satu dengan lainnya, selain itu terdapat kecenderungan bahwa hal tersebut akan menciptakan integrasi pasar yang menyangkut permasalahan barang (produk), tenaga kerja, dan tentu saja modal (Brakman, et al. , 2006, p. 19).

Fenomena globalisasi ekonomi membuat terjadinya perubahan pada perilaku perusahaan-perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Jika sebelumnya aktivitas produksi dan penjualan hanya difokuskan di level domestik, fenomena globalisasi ekonomi membuat level internasional/ global juga perlu untuk mendapakan perhatian. Perusahaan tidak hanya berupaya memenuhi permintaan pasar dalam negeri namun juga harus beradaptasi dengan permintaan luar negeri dan di saat yang bersamaan juga harus mempertahankan keunggulan-keunggulan yang dimilikinya sehingga mereka bisa tetap kompetitif dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Untuk itulah perusahaan mulai mengubah cara beroperasinya dari yang semula di satu negara menjadi di beberapa (banyak) negara. Pergeseran pola operasional perusahaan dengan beroperasi di banyak negara inilah yang kemudian memunculkan istilah perusahaan multinasional1.

1

Christopher A. Barlett dan Sumantra Ghosal (Brakman, et al., 2006, p. 345)mencoba untuk megklasifikasikan perusahaan-perusahaan multinasional yang muncul menjadi tiga kategori:

1. Perusahaan Global (global companies) merupakan perusahaan yang berusaha untuk memaksimalkan kebutuhan dan keinginan konsumen yang hampir serupa sehinga bisa memproduksi produk yang sama. Proses produksi dilakukan di anak perusahaan dengan mereplika produk yang dimiliki oleh perusahaan induk. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa perusahaan ini mencoba untuk membuat produk yang bisa diterima oleh konsumen di berbagai negara.

(4)

4

Tidak hanya membuka potensi pasar baru untuk menyerap produk yang diproduksi, globalisasi ekonomi juga membuat terjadinya integrasi dalam sistem finansial. Dengan adanya globalisasi sistem finansial antara satu negara dengan lainnya saling berkaitan. Aliran modal (dana) bisa dilakukan dengan lebih leluasa dari satu ke negara lain. Pada umumnya, aliran investasi ini dilakukan sebagai upaya untuk menekan ongkos produksi, mencari pasar potensial ataupun mencari bahan baku yang murah sehingga lebih menguntungkan untuk proses produksi (Shin, 2000, pp. 13-15). Investasi maupun dana asing dalam bentuk lainnya yang masuk juga membawa kemungkinan terjadinya transfer teknologi yang sangat dibutuhkan untuk mengejar ketinggalan perusahaan late-comer. Di sisi lain, globalisasi ekonomi juga membawa sebuah ancaman yang patut diwaspadai. Dengan adanya integrasi perekonomian, membuat ekonomi nasional menjadi relatif mudah terpapar fenomena yang terjadi di level internasional (Shin, 2000, p.13). Ketika sebuah negara mengalami permasalahan perekonomian, maka ada kemungkinan bahwa akan ada efek yang juga dirasakan oleh negara lainnya. Kondisi inilah yang harus diwaspadai oleh negara yang secara aktif memanfaatkan fenomena globalisasi ekonomi.

Dalam menghadapi fenomena globalisasi ekonomi ini, pemerintah Korea memiliki sebuah strateginya sendiri. Seoul memiliki sebuah kebijakan mengenai globalisasi yang kemudian lebih dikenal dengan segyehwa. Segyehwa merupakan sebuah respon yang diambil oleh pemerintah Korea dalam meghadapi perkembangan liberalisasi dan globalisasi dunia (Winanti, 2003, p. 194). Melalui segyehwa Korea berupaya untuk meningkatkan segala bidang kehidupan –melalui keterbukaan di bidang politik, sosial, budaya dan ekonomi- dalam rangka menyejajarkan posisi Korea dengan negara-negara industri maju yang lainnya (Winanti, 2003, p. 194). Tindakan pemerintah Korea untuk mengadopsi segyehwa sebagai kebijakan menunjukkan bahwa tengah terjadi pergeseran dalam pengelolaan ekonomi nasional Korea dari yang semula cenderung menolak perubahan yang datang dari luar menjadi pada upaya untuk mengakomodasi perubahan tersebut dan mentransformasikannya menjadi kekuatan yang baru (Moon, 2000, p. 74).

Konsep globalisasi ekonomi ini akan digunakan untuk menganalisis motif dan faktor-faktor apa saja yang mendorong integrasi perekonomian Korea ke dalam perekonomian 2. Perusahaan Multi-domestik (multi-domestic firm) berbeda dengan tipe sebelumnya, perusahaan multi-domestik melakukan penyesuaian dalam pelaksanaan bisnisnya berdasarkan dengan karakteristik yang dimiliki oleh negara dimana ia beroperasi. Penyesuaian ini penting dilakukan untuk mempertahankan daya saing yang dimiliki perusahaan.

3. Perusahaan Transnasional (transnational enterprises) merupakan perusahaan multinasional yang mampu menggabungkan karakteristik dari dua tipe sebelumnya.

(5)

5

global. Selain itu globalisasi ekonomi juga akan digunakan untuk menjelaskan alasan di balik internasionalisasi perusahaan-perusahaan Korea dan tindakan-tindakan yang dilakukannya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dalam memanfaatkan fenomena ini. Selain itu globalisasi ekonomi, terutama konsep unik segyehwa yang dimiliki oleh Korea akan digunakan untuk melihat lebih jauh langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk merespon tantangan-tantangan yang dihadapi oleh industrinya.

Adaptive Developmental state Model

Model pembangunan developmental state merupakan model pembangunan yang seringkali diidentikkan dengan negara-negara di kawasan Asia Timur, termasuk Korea Selatan. Melalui model pembangunan developmental state, negara coba untuk mengambil peranan yang cukup besar dalam upaya mewujudkan kemajuan ekonomi negara tersebut. Upaya ini dilakukan melalui serangkaian kebijakan perekonomian yang dibuatnya. Salah satu kebijakan yang seringkali digunakan negara untuk memajukan perekonomiannya adalah kebijakan yang berkaitan dengan industri2. Pemerintah negara yang menganut model pembangunan developmental state ini biasanya bertindak selayaknya direksi yang mengatur perusahaannya. Pemerintah akan memberikan bunga pinjaman yang rendah dan memberikan insentif-insentif tertentu untuk mendorong sektor industri tertentu. Di samping itu proteksi dan subsidi diberikan kepada industri-industri yang baru berkembang sehingga mereka bisa mengejar ketertinggalannya dari perusahaan-perusahaan sejenis (Chang, 2003, p. 65).

Menurut Chalmers Johnson (1982:315–20) dalam (Kim Y. S., 2012, p. 296), konsep

developmental state bisa diaplikasikan pada negara yang memiliki indikator utama sebagai berikut:

1. Memiliki komitmen untuk pembangunan jangka panjang.

2. Adanya lembaga khusus yang bertanggung jawab dalam upaya transformasi industri.

3. Adanya sebuah mekanisme kerjasama yang terinstitusionalisasi antara pemerintah dan sektor swasta.

Sependapat dengan Johnson, Weiss (2003, p. 247) juga menyatakan bahwa dalam setiap sistem developmental state terdapat tiga buah faktor utama yang terdiri dari transformative

2

Ha-Joon Chang menjelaskan kebijakan industri sebagai seperangkat kebijakan yang ditujukan pada industri-industri tertentu (dan firma-firma yang merupakan bagian dri perusahaan tersebut) untuk mencapai hasil akhir yang dianggap oleh negara sebagai suatu hal yang menguntungkan bagi perekonomian negara secara keseluruhan (2003, p. 112).

(6)

6

goals, a pilot agency, dan institutionalized government. Menurut Weiss ketiga hal tersebut sangat diperlukan untuk menjamin kesuksesan dalam penerapan developmental state. Weiss menyatakan bahwa jika aspek pertama dan kedua tidak terpenuhi, maka akan terjadi permasalahan koordinasi dan kemungkinan adanya ‘permainan’ kepentingan tertentu; sedangkan jika aspek ketiga yang tidak maksimal, maka yang terjadi adalah kurangnya kemampuan dalam pembuatan dan penerapan kebijakan yang tepat sasaran bahkan dalam titik ekstrim akan terjadi kegagalan dalam implementasi kebijakan. (Weiss, 2003, p. 247)

Dalam kaitannya dengan penelitian yang penulis lakukan ini, konsep developmental state yang lebih sesuai untuk digunakan adalah adaptive developmental state. Joseph Wong (2004, pp. 353-356) menyatakan bahwa konsep developmental state yang diterapkan di Korea Selatan –dan negara-negara Asia Timur- merupakan sebuah hal yang bersifat dinamis. Ketika di awal penerapannya, developmental state model difokuskan untuk membantu Korea mengejar ketertinggalannya dari negara-negara lain. Namun seiring dengan berjalannya waktu, developmental state yang diterapkan mendapatkan tantangan yang tidak sedikit. Wong membagi tantangan yang dihadapi penerapan developmental state ini menjadi tekanan dari luar dan tuntutan dari dalam negeri. Wong menyatakan bahwa adanya perubahan tatanan ekonomi dunia dengan semakin dalamnya globalisasi dan adanya tuntutan dari dalam negeri yang menginginkan ekonomi lebih terbuka menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk tetap mempertahankan model developmental state (Wong, 2004, pp. 353-356).

Melalui konsep adaptive developmental state ini, Wong menyatakan bahwa pada dasarnya developmental state cukup relevan dan bisa diterapkan di negara-negara Asia Timur. Meskipun dengan beraneka tantangan yang muncul membuat developmental state

sempat dianggap tidak lagi relevan untuk diterapkan, sebenarnya negara-negara Asia Timur tetap menerapkan model pembangunan developmental state dengan cara-cara yang kreatif. Wong menyatakan bahwa liberalisasi, globalisasi, harmonisasi kebijakan perekonomian antar negara bukanlah alasan yang tepat untuk menghentikan peran negara dalam memajukan perekonomiannya (Wong, 2004, p. 357).

Sehubungan dengan konsepsi developmental state di negara-negara Asia Timur (terutama Jepang, Taiwan dan Korea Selatan), Weiss juga memiliki pendapat yang hampir serupa dengan pendapat Wong. Weiss menyatakan bahwa negara-negara yang menganut

developmental state memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dirinya untuk menghadapi berbagai tekanan yang muncul. Keberadaan tiga faktor utama -transformative goals, a pilot agency, dan institutionalized government- membuat negara developmental state memiliki keleluasaan untuk membuat sebuah strategi maupun kebijakan yang di satu sisi mampu

(7)

7

menyesuaikan dengan tuntutan yang muncul dan di sisi lainnya tetap menjaga perekonomian bergerak ke arah yang diinginkan oleh negara. Weiss menyebut kemampuan yang dimiliki negara yang menganut developmental state ini sebagai state-led internationalization, dimana strategi internasionalisasi dirumuskan oleh negara dengan mempertimbangkan tekanan-tekanan dan perubahan-perubahan yang terjadi di level internasional (Meyns & Musamba, 2010, p. 20). Sebagai hasil akhir dari kemampuan negara ini, Weiss menyatakan bahwa negara berhasil mempertahankan posisi pentingnya dalam memajukan proses industrialisasi dan mampu membendung tekanan-tekanan yang muncul dari kalangan liberal (Meyns & Musamba, 2010, p. 20).

Di dalam negara yang menganut konsep developmental state, dibutuhkan sebuah hubungan yang kuat antara negara dengan sektor swasta. Beberapa ahli menyatakan bahwa bentuk hubungan yang mungkin terjadi adalah pemerintah melakukan dominasi atau sebaliknya pemerintah mengikuti keinginan sektor swasta. Namun menurut Weiss, hal ini tidak sepenuhnya tepat. Weiss menyatakan bahwa negara harus memiliki keluwesan untuk menjadi pemimpin (mengarahkan bisnis kea rah tertentu) dan sekaligus juga bisa memilih kapan dan sektor apa yang harus diikuti ketika inisiatif diserahkan ke sektor swasta (Weiss, 1998, p. 72). Hubungan antara negara dengan swasta yang seringkali disebut sebagai

Governed Interdependence ini sendiri menurut Weiss (1998, pp. 72-77) bisa dibagi menjadi empat varian:

1. Disciplined Support

Pada tipe ini pemerintah lebih banyak melakukan inisiatif dan biasanya menekankan bahwa dukungan yang diberikan oleh pemerintah harus dibayar dengan kinerja yang memuaskan dari sektor industri yang bersangkutan. Biasanya tipe ini banyak ditemukan ketika negara tengah berada pada masa awal pembangunan industri dan sedang melakukan perubahan dari yang semula orientasi pasarnya domestik menjadi ke pasar internasional (ekspor).

2. Public-Risk Absorption

Pada varian ini, pemerintah adalah pihak yang melakukan inisiatif. Biasanya varian ini bisa ditemukan ketika negara tengah berupaya untuk membangun industri baru maupun tengah mengalami perkembangan pesat, dimana untuk mencapai kesuksesan membutuhkan keberadaan sektor swasta. Pengembangan ekonomi dilakukan dengan cara memilih sektor industri yang dianggap potensial namun di sisi lain memiliki resiko yang paling kecil.

(8)

8

Pada varian ini, sektor swasta diharapkan mampu untuk melakukan inisiatifnya sendiri tanpa banyak bergantung pada pemerintah. Hal ini bisa terjadi ketika pemerintah ‘mengalah’ terhadap inisiatif yang dilakukan oleh swasta karena inisiatif yang dimiliki oleh sektor swasta jauh lebih maju dibandingkan dengan apa yang telah direncanakan oleh pemerintah

4. Public-Private Innovation Alliance

Pada varian ini, baik swasta maupun pemerintah melakukan peranannya masing-masing, dan biasanya diidentikkan dengan upaya untuk mendapatkan, meembangun, mengembangkan dan mengombinasikan teknologi. Penguasaan akan teknologi dianggap semakin penting mengingat pertumbuhan jangka panjang akan sangat bergantung pada penguasaan teknologi. Pemerintah memiliki peranan untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan ekonomi, sementara sektor swasta mengambil peranan sebagai pihak yang melaksanakan pembangunan.

Konsep model pembangunan developmental state ini akan coba penulis gunakan untuk menganalisis langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan dalam membangun perekonomiannya dengan fokus analisis utama mengenai tindakan-tindakan pemerintah pada sektor industri elektronika. Bagaimana kemudian pemerintah mampu memainkan peranannya –meskipun dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya- dalam memajukan perekonomian melalui keterlibatan melalui langkah-langkah yang kreatif hingga akhirnya industri elektronika Korea berhasil berkembang dengan sangat baik seperti saat ini.

Internasionalisasi Ekonomi

Internasionalisasi merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memperluas presensi sebuah aktor ke level yang lebih luas. Dalam kaitannya dengan perekonomian, internasionalisasi bisa diartikan secara bebas menjadi sebuah upaya untuk melebarkan area operasi ekonomi suatu negara menjadi lebih luas lagi. Beberapa ahli memiliki perbedaan pendapat mengenai bagaimana internasionalisasi bisa terjadi. Salah satu pendapat yang diterima secara luas mengenai proses internasionalisasi adalah pendapat bahwa proses internasionalisasi terdiri dari tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh suatu perusahaan. Johanson dan Wiedersheim-Paul (1975) seperti dikutip dalam (Frynas & Mellahi, 2011, pp. 157-158) menyatakan bahwa ada dua cara industri melakukan internasionalisasi, yang pertama melalui ekspansi ke negara-negara yang dekat, dan cara yang kedua adalah secara

(9)

9

setahap demi setahap. Lebih lanjut Johanson dan Wiedersheim-Paul megindentifikasi empat tahapan internasionalisasi yang dilakukan oleh perusahaan (Frynas & Mellahi, 2011, p. 158):

1. Aktivitas ekspor yang dilakukan tidak reguler.

2. Aktivitas ekspor melalui perwakilan independen atau melalui agen. 3. Pembuatan subsidiary di luar negeri.

4. Didirikannya unit produksi atau perakitan di luar negeri.

Konsep yang lebih komprehensif mengenai internasionalisasi merupakan sebuah proses yang berkelanjutan dan dinamis coba dikemukakan oleh Johanson dan Vahlne (1972). Konsep internasionalisasi ini kemudian lebih dikenal sebagai Uppsala Model. Model Uppsala ini menjelaskan bahwa dalam melakukan internasionalisasi, perusahaan akan mendasarkan keputusannya pada pengetahuan yang dimilikinya terhadap kondisi pasar. Semakin perusahaan mengerti tentang pasar, maka semakin besar komitmen yang dimiliki oleh perusahaan untuk melakukan investasi (Frynas & Mellahi, 2011, pp. 158-159). Dengan melakukan proses ini, perusahaan pada dasarnya berupaya untuk memahami dinamika pasar. Berbekal pengetahuan tentang pasar tersebut, perusahaan akan memiliki gambaran mengenai seperti apa kondisi dan kecenderungan yang ditemukan di pasar internasional. Hal inilah yang kemudian dijadikan pedoman bagi industri untuk kemudian melebarkan wilayah operasinya ke lokasi yang jauh lebih luas (Frynas & Mellahi, 2011, p. 159). Model internasionalisasi Uppsala merupakan model yang banyak diterima untuk menjelaskan pola internasionalisasi suatu perusahaan. Meskipun demikian, belum tentu semua perusahaan mengikuti tahapan model Uppsala ini. Beberapa perusahaan dalam memulai internasionalisasi tidak dengan melakukan investasi di negara yang dekat dengan negara asalnya, melainkan dengan memilih negara yang dianggap mampu memenuhi motif dan kebutuhannya untuk melakukan internasionalisasi (Frynas & Mellahi, 2011, p. 160)

(10)

10 Gambar 1

Model Internasionalisasi Uppsala

Sumber: (Frynas & Mellahi, 2011, p. 158) diilustrasikan ulang dari Johanson and Vahlne (1972)

Pembahasan mengenai internasionalisasi juga tidak bisa dilepaskan dari pemilihan cara masuk perusahaan ke dalam pasar internasional. Strategi memasuki pasar internasional ini bisa dibagi menjadi lima pilihan, yang terdiri dari (Frynas & Mellahi, 2011, pp. 164-171):

 Ekspor

Secara sederhana dapat diartikan sebagai tindakan menjual barang-barang yang diproduksi di dalam negeri ke luar negeri.

Licensing (Lisensi)

Dilakukan oleh perusahaan dengan cara mentransfer atau memberikan hak untuk menggunakan paten, merek, informasi, pengetahuan, dsb yang dianggap penting untuk melancarkan proses produksi yang dilakukan di satu wilayah tertentu.

Franchising (Waralaba)

Dilakukan melalui pembuatan kontrak dengan perusahaan lain, dimana perusahaan tersebut diharuskan untuk mengadopsi secara penuh konsep bisnis maupun operasional yang dimiliki oleh perusahaan bersangkutan.

International Joint Venture (IJV)

Konsep IJV ini seringkali diidentikkan juga dengan konsep Strategic Alliance. Secara sederhana IJV dapat didefiniskan sebagai sebuah kesepakatan antara dua perusahaan atau lebih untuk mencapai kepentingan bersama (Išoraitė, 2009, p. 40). Kerjasama ini dibentuk sebagai upaya untuk berbagi sumber daya, resiko investasi dan juga ada pembagian keuntungan yang didapatkan (Stewart & Maughn, 2011)

(11)

11

 Pendirian anak perusahaan

Pendirian anak perusahaan ini bisa dilakukan melalui dua cara yang berbeda

a. The Greenfield Strategy

Dilakukan melalui pembuatan anak usaha yang benar-benar baru untuk mendukung proses produksi maupun penjualan produk.

b. Melalui merger dan akuisisi perusahaan yang telah eksis di negara yang dituju. Dalam kaitannya dengan industri elektronika Korea, model Uppsala akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana industri elektronika memilih negara/kawasan dimana mereka melebarkan operasinya pertama kali, dan apa alasan yang melatar belakangi hal tersebut. Sementara strategi memasuki pasar ini akan digunakan untuk mengkategorikan upaya-upaya yang dilakukan oleh industri elektronika dalam melakukan internasionalisasi.

Ketiga konsep di atas merupakan tiga buah kerangka berpikir utama yang digunakan untuk merangkai pembahasan dalam skripsi ini sehingga menjadi sebuah pembahasan yang padu. Konsep globalisasi ekonomi, terutama konsep unik segyehwa yang dimiliki oleh Korea, akan digunakan untuk melihat berbagai macam tantangan dan peluang yang harus dihadapi oleh industri Korea ditengah fenomena globalisasi yang berkembang dengan sangat dinamis.

Segyehwa juga akan digunakan untuk melihat strategi yang coba diterapkan pemerintah untuk memanfaatkan sisi positif dari berkembangnya globalisasi. Konsep kedua mengenai adaptive developmental state akan digunakan untuk menjelaskan peran pemerintah Korea dalam membangun perekonomian dan membuat kebijakan-kebijakan perekonomian. Konsep ini juga akan membantu menjelaskan bagaimana pemerintah Korea bisa tetap mempertahankan perananannya meskipun tren dalam perekonomian dunia cenderung menolak campur tangan pemerintah dalam pembangunan ekonomi. Sementara konsep terakhir mengenai internasionalisasi ekonomi akan digunakan untuk menjelaskan perilaku perusahaan-perusahaan Korea yang berupaya untuk meluaskan operasi dan pemasarannya ke luar negeri.

D. Argumen Utama

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah penulis paparkan, argumentasi utama yang penulis ajukan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah:

Strategi internasionalisasi industri elektonika Korea menunjukkan pentingnya peranan negara dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Pemerintah memberikan dukungan penuh dan menjadi pihak yang mendesain strategi internasionalisasi negeri ginseng ini. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah semenjak awal pembentukan

(12)

12

strategi internasionalisasi bertujuan untuk mendorong industri mengembangkan operasinya di luar Korea dilakukan melalui dukungan finansial, akses pasar dan peningkatan kapabilitas produksi dan pengembangan produk. Perkembangan strategi internasionalisasi Korea secara pesat terjadi pada dekade 1990an, didorong dengan kebijakan segyehwa dan terjadinya krisis finansal. Beberapa penyesuaian dilakukan oleh pemerintah dalam strategi internasionalisasi industri elektronika Korea untuk tetap menjaga daya saing industri elektronika dalam menghadapi persaingan yang semakin sengit di level internasional dan untuk menjaga industri berada di jalurnya yang tepat. Perubahan yang paling terlihat dalam penerapan strategi internasionalisasi dapat terlihat pada bentuk dukungan dan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan investasi, riset dan pengembangan, akses pasar dan dukungan finansial.

Berdasarkan konsep adaptive developmental state, pemerintah akan terus berupaya sekuat tenaga untuk memberikan kontribusi dalam upaya pengembangan ekonomi. Pemerintah akan terus berupaya mencari celah untuk tetap bisa mengarahkan perekonomian ke arah yang lebih baik, tanpa menghiraukan berbagai suara sumbang dan kecaman dari pihak lain yang mengatasnamakan globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Negara yang menganut developmental state, seperti Korea, percaya bahwa di tengah ketatnya persaingan global, peranan negara dalam pembangunan ekonomi justru bisa menjadi sebuah kekuatan tersendiri dalam menghadapi ketatnya persaingan global. Hal inilah yang bisa ditemukan dalam pelaksanaan strategi internasionalisasi Korea Selatan. Dukungan pemerintah Korea dalam penerapan strategi internasionalisasi mampu memberikan sumbangsih positif bagi industri elektronika dalam menghadapi ketatnya persaingan global. Peranan pemerintah melalui berbagai kebijakan yang ditujukan pada internasionalisasi industri elektronika mampu membuat sektor industri ini mempertahankan daya saingnya di pasar internasional, hingga mampu berkembang menjadi pemimpin pasar elektronika dunia.

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan terdiri dari empat bab bab. Skripsi diawali dengan pendahuluan yang akan dijelaskan di dalam bab pertama. Selanjutnya pada bab kedua, penulis akan mencoba untuk menjelaskan perkembangan industri elektronika Korea Selatan. Uraian akan dimulai dengan membahas strategi internasionalisasi Korea Selatan dari masa ke masa, semenjak awal mula dikembangkannya sektor industri ini. Penjelasan mengenai perkembangan industri elektronika ini ditujukan untuk memberikan ulasan mengenai strategi dan kebijakan yang

(13)

13

dilakukan oleh pemerintah terhadap sektor industri ini dan dampaknya pada pilihan-pilihan yang dilakukan dalam upayanya melakukan internasionalisasi. Selain itu uraian pada bab ini juga dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi industri elektronika yang sebenarnya. Selanjutnya pada bab yang ketiga penulis akan mencoba menjelaskan mengenai peran pemerintah dalam membentuk strategi internasionalisasi industri elektronika Korea Selatan. Penulis juga akan mencoba menguraikan secara lebih mendalam perkembangan industri dukungan dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengembangkan sebuah strategi internasionalisasi yang cukup baik bagi industri elektronika Korea. Pada bagian ini konsep internasionalisasi ekonomi, globalisasi ekonomi dan adaptive developmental state akan digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada periode ini. Bagaimana pemerintah Korea berupaya untuk membangun industri elektronikanya dalam upayanya untuk membuat sektor industri ini makin kompetitif di pasar internasional. Skripsi kemudian akan ditutup dengan kesimpulan yang akan ditarik dari hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan yang signifikan berat badan pada kelompok kontrol, sebelum dan sesudah perawatan tanpa terapi massage dengan nilai p value

Pemetaan Kantor Pemerintah ini dapat dijadikan alat yang membantu pengguna dalam pencarian lokasi dan penunjuk jalan menuju Kantor Pemerintahdengan menggunakan

a. Level 1 mendefinisikan ruang lingkup dan isi dari SCOR Model. Selain itu, pada tahap ini juga ditetapkan target-target kinerja perusahaan untuk bersaing. Level 2 merupakan

Laporan yang berjudul Otomasi Arsip Personalia Kepegawaian di Bagian Organisasi dan Kepegawaian Sekertariat Daerah Wonosobo ini dibagi dalam empat bab.. Pembagian ini

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul : “OPTIMASI PENAMBAHAN PROSENTASE TIMAH PUTIH (Sn) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR KELABU

Aliran fluida ke atas dengan kecepatan tertentu dan tetap, sehingga untuk butiran dengan ukuran atau densitas tertentu terbawa ke atas, ukuran atau densitas yang lebih besar

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif terhadap objek orang, barang, dan

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat telah pecah dan tidak ada harapan dapat hidup