• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS PRASARANA DAN SARANA PELAYANAN ANGKUTAN BARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V ANALISIS PRASARANA DAN SARANA PELAYANAN ANGKUTAN BARANG"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Akhir V-1

BAB V

ANALISIS PRASARANA DAN SARANA PELAYANAN

ANGKUTAN BARANG

A.

Daop III Cirebon

1. Prasarana dan Pelayanan Kereta Api Angkutan Barang

Prasarana perkeretaapian pada jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan1. Fasilitas penunjang kereta api adalah segala sesuatu yang melengkapi penyelenggaraan angkutan kereta api yang dapat memberikan kemudahan, kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jasa kereta api 2. Prasarana perkeretaapian dapat diklasifikasikan meliputi; Jalan rel, Bangunan stasiun, Jembatan, Sinyal dan telekomunikasi 3

a. Jalan rel

Jalan rel adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton, atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah, dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta api4. Rel juga berfungsi sebagai struktur pengikat dalam pembentukan struktur jalan rel yang kokoh. Oleh sebab itu, bentuk dan geometrik rel dirancang sedemikian sehingga dapat berfungsi sebagai penahan gaya akibat pergerakan dan beban kereta api. Pertimbangan yang diperlukan dalam membuat geometrik rel adalah5

1) Permukaan rel harus dirancang memiliki permukaan yang cukup lebar untuk membuat tegangan kontak di antara rel dan roda sekecil mungkin.

2) Kepala rel harus cukup tebal untuk memberikan umur manfaat yang panjang.

3) Badan rel harus cukup tebal untuk menjaga dari pengaruh korosi dan mampu menahan tegangan lentur serta tegangan horisontal.

4) Dasar rel harus cukup lebar untuk dapat mengecilkan distribusi tegangan ke bantalan baik melalui pelat andas maupun tidak.

5) Dasar rel juga harus tebal untuk tetap kaku dan menjaga bagian yang hilang akibat korosi.

6) Momen inersia harus cukup tinggi, sehingga tinggi rel diusahakan tinggi dan mencukupi tanpa bahaya tekuk.

7) Tegangan horisontal diusahakan dapat direduksi oleh kepala dan dasar rel dengan perencanaan geometriknya yang cukup lebar.

8) Stabilitas horisontal dipengaruhi oleh perbandingan lebar dan tinggi rel yang mencukupi.

9) Titik Pusat sebaiknya di tengah rel.

10) Geometrik badan rel harus sesuai dengan pelat sambung.

11) Jari-jari kepala rel harus cukup besar untuk mereduksi tengangan kontak. Pertimbangan lainnya adalah perencanaan rel dengan berat yang sama tetapi memiliki geometrik yang berbeda sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian Pasal (1) ayat (3) 2 Ibid, Pasal 1 Ayat (11)

3 Ibid, Pada Pasal 35 Ayat (11)

4 Ibid, Pada Pasal 1 Ayat (7)

(2)

Laporan Akhir V-2 Contohnya, ARA (American Railways Association) membagi rel menjadi kelas A dan B. Kepala rel jenis A dibuat tipis dengan tujuan agar momen inersia tinggi sehingga rel ini dipakai untuk kereta api berkecepatan tinggi. Lain halnya dengan kepala rel jenis B yang dibuat sedemikian sehingga memiliki momen inersia cukup untuk menahan bahaya aus karena beban gandar yang tinggi dengan kecepatan kereta api sedang6.

Suatu jenis rel yang akan di gunakan sebelumnya harus di perhatikan yang bagus dan kuat. Untuk mendapatkan hasil rel yang bagus dapat di lihat dari beberapa segi yaitu :

1) Komponen Bahan Rel

Rel dipilih dan disusun dari beberapa komposisi bahan kimia sedemikian sehingga dapat tahan terhadap keausan akibat gesekan roda dan korositas. Dalam klasifikasi UIC (Standar Perkeretaapian Eropa ) dikenal 3 macam rel tahan aus (wear resistance rails – WR), yaitu a) rel WR-A, b) WR-B dan c) WR-C. Komposisi/kadar kimia bahan karbon (C) dan Mn diberikan dalam Tabel berikut.

Tabel 5.1. Kadar C dan Mn pada rel WR dan PJKA

Jenis Rel C Mn WR-A 0,60 – 0,75 0,80 – 1,30 WR-B 0,50 – 0,65 1,30 – 1,70 WR-C 0,45 – 0,60 1,70 – 2,10 PJKA 0,60 – 0,80 0,90 – 1,10 emaksimum = 0,54 h – 4 Sumber : Peraturan Dinas No 10 Tahun 1986

Ketahanan aus rel WR-A hingga mencapai 2 – 4 kali lebih baik daripada rel biasa. Keausan rel maksimum yang diijinkan diukur dalam 2 arah yaitu pada sumbu vertikal (a) dan pada arah 45° dari sumbu vertikal (e) 7. Nilai-nilai maksimum tersebut ditentukan berdasarkan :

emaksimum = dibatasi oleh kedudukan kasut roda dan pelat sambungan. Nilai maksimum keausan rel vertikal tercapai pada saat yang bersamaan dengan keausan maksimum pada roda dan sayap kasut roda (flens) tidak sampai menumbuk pelat sambung. Lebih jelasnya nilai maksimum keausan rel dapat dilihat pada tabel berikut 8

(3)

Laporan Akhir V-3

Tabel 5.2. Nilai maksimum keausan rel menurut PD 10 tahun 1986

a = aus maksimum vertikal

e = aus maksimum pada arah 450 dari h

gambar : kehausan kepala rel

Gambar 5.1. Nilai maksimum keausan rel menurut PD 10 tahun 1986 2) Jenis Rel dengan Komposisi Bahan Khusus

Pada lintas yang berat (beban lalu lintas tinggi), kerusakan rel sering terjadi yang disebabkan oleh gesekan dan benturan roda kereta api pada rel, selain itu dapat diakibatkan oleh pengaruh korositas lingkungan. Kerusakan ini terjadi pada keseluruhan bagian rel yang lemah.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka dipilih rel dengan penambahan komposisi khusus pada bagian-bagian rel tertentu sesuai dengan kerusakan dominan yang terjadi. Pada kerusakan rel yang terjadi pada ujung rel atau sambungan dapat diakibatkan oleh mutu rel rendah, kondisi pemasangan sambungan dan geometrik rel yang sudah buruk serta kondisi roda kendaraan (kereta). Untuk itu digunakan rel dengan pengerasan di ujung rel atau dikenal sebagai end-hardened rails. Perbandingan komposisi kimia dan bentuk rel dengan pengerasan pada ujung dan rel standar sebagi berikut:

a) Komposisi Kimia

Tabel 5.3. Komposisi Kimia Bahan Rel ( wt % )

Carbon Silicon Mangan Pospor Sulfur

0.68 0.24 0.89 0.017 0.011

Sumber : Peraturan Dinas No. 10 Tahun 1986

Dengan kompoisis kimia pada tabel di atas, adalah menggambarkan kekuatan rel secara utuh, sehingga kereta apai yang memiliki angkutan barang yang relative berat praktis akan mampu menahan beban.

Jenis Rel a-maks (mm) e-maks (mm)

R-42 10 13

R-50 12 15

R-54 12 15

(4)

Laporan Akhir V-4 b) Bahan

Bahan rel juga perlu diperhatikan untuk menjamin ketahanan dan/atau kehandalan rel dalam operasional dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 5.4. Kekuatan Dan Ketegangan Terhadap Rel Contoh No Test Items Yield Strength (0.2%)(kgf/m) Tensile Strength N/mm2 Elongation % Reduction of Area End hardened rail 1 75.2 1084 17.7 44.8 2 75.4 1075 18.1 45.1 3 71.3 1034 19.0 22.7 Standard Carbon Rail 50.0 876 15.8 22.7

Sumber : Peraturan Dinas No. 10 Tahun 1986

Gambar 5.2. Perbandingan komposisi kimia rel pengerasan di ujung dan rel standar

Dari tabel di atas terlihat besarnya tegangan kontak gesekan roda dengan rel dapat menyebabkan kerusakan kepala rel dengan sangat cepat baik karena keausan maupun kelelahan (fatigue). Kondisi ini sering terjadi terutama pada jalan rel dengan radius kecil. Untuk mengatasi tegangan kontak di atas maka dapat digunakan rel dengan pengerasan di kepala (head hardened rails). Keuntungan penggunaan rel ini adalah peningkatan umur manfaat rel hingga mencapai 2 kali lipat dan harga lebih rendah dari nilai peningkatannya.

Kepala rel dengan kedalaman hingga mencapai 10 mm mempunyai kekuatan minimal 13.000 kg/cm2 dan bagian badan berkekuatan 9000 kg/cm2. Artinya, kondisi yang demikian ini perlu diperhatikan di Indonesia bagi kereta api angkutan barang. Komposisi dan aspek tersebut telah diperhatikan dan digunakan pada jalur angkutan batubara Kereta Api Babaranjang di Sumatera Selatan. Namun perlu diperhatikan, pada setiap tipe rel yang berbeda-beda akan berdampak pada kemampuan/kekuatan rel untuk digunakan dan berpengaruh pada stabilitas operasional kereta api. Lebih jelasnya a kemampuan rel dalam

(5)

Laporan Akhir V-5 segi pemakaian, berikut klasifikasi rel sesuai dengan jenisnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.5. Klasifikasi tipe rel di Indonesia

Sumber : Peraturan Dinas No. 10 Tahun 1986

Semakin berat, dan tinggi serta lebar tipe rel yang digunakan maka perjalanan kereta api barang angkutan barang semakin stabil dan terhindar dari goncangan-goncangan. Berkenaan dengan itu untuk angkutan kereta api barang di Indonesia sebaiknya menggunakan tipe rel yang tinggi/besar. Tetapi karena komposisi tipe rel yang digunakan di Indonesia beraneka ragam tentu perlu mempertimbangkan pada aspek pembiayaan dan kemampuan perusahaan. Untuk lebih jelasnya standar kecepatan dan daya angkut masing-masing tipe rel dapat dilihat pada tabel berikut:

18,00/24,00 16 70 140 159 54,40 UIC 54/ R54 17,00 15 63,8 127 153 50,40 R50 16,5 74,3 150 172 60,34 R60 13,60-17,00 13,5 68,5 110 138 42,18 R14A/ R42 11,90-13,60-17,00 13,5 68 110 138 41,52 R14/ R41 11,90-13,60 11 58 105 134 33,40 R3/ R33 6,80-10,20 10 53 90 110 25,74 R2/ R25 Panjang Standar/ normal (m) Tebal Badan (mm) Lebar Kepala (mm) Lebar Kaki (mm) Tinggi (mm) Berat (kg/m) Tipe 18,00/24,00 16 70 140 159 54,40 UIC 54/ R54 17,00 15 63,8 127 153 50,40 R50 16,5 74,3 150 172 60,34 R60 13,60-17,00 13,5 68,5 110 138 42,18 R14A/ R42 11,90-13,60-17,00 13,5 68 110 138 41,52 R14/ R41 11,90-13,60 11 58 105 134 33,40 R3/ R33 6,80-10,20 10 53 90 110 25,74 R2/ R25 Panjang Standar/ normal (m) Tebal Badan (mm) Lebar Kepala (mm) Lebar Kaki (mm) Tinggi (mm) Berat (kg/m) Tipe

(6)

Laporan Akhir V-6

Tabel 5.6. Ketentuan setiap kelas jalan pada Kereta Api

Klasifik asi Ja la n KA Passing Ton Tahunan (Juta Ton ) Kecepatan KA Mksimum Vmaks (km/Jam) Tekanan Gandar Pmax (ton) Tipe Rel Tipe dari Bantalan Jarak Bantalan (mm) Tipe Ala t Pena mbat Tebal Balas dibawah Bantalan (Cm) Lebar Bahu Balas (cm) 1 >20.106 120 18 R 60/R54 Beton 600 EG 30 50 2 10.106 – 20.106 110 18 R 54/R 50 Beton/Kayu 600 EG 30 50 3 5.106 – 10.106 100 18 R 54/R 50/R 42 Beton/Kayu/Baja 600 EG 30 40 4 2,5.106 – 5.106 90 18 R 54/R 50/R 42 Beton/Kayu/Baja 600 EG/ET 25 40 5 < 2,5.106 80 18 R 42 Kayu/Baja 600 ET 25 35

Sumber : Peraturan Dinas No. 10 PT. KAI

(7)

Laporan Akhir V-7 Dengan memperhatikan tipe rel di DAOP 3 Cirebon dimana masih terdapat tipe rel 32, tipe rel 41/42 maka sebaiknya tipe rel tersebut diganti dengan tipe R 54. Hal ini dimaksudkan agar kapasitas daya tahan rel akan lebih mapan untuk beban barang yang lebih besar. Dengan demikian sebagian angkutan barang melalui jalan pantura lintas Jakarta-Surabaya akan dapat secara bertahap dialihkan melalui angkutan Kereta Api Barang. Sekarang ini kondisi jalan raya Pantura Jakarta – Surabaya sudah melampaui kapasitas jalan. Hal ini dapat dilihat bahwa dibeberapa titik jalan raya Jakarta – Surabaya telah mengalami kemacetan yang pada hakekatnya akan mengganggu kelancaran lalu lintas angkutan barang. Dilain pihak, tingkat kerusakan jalan raya pun semakin cepat seiring dengan kepadatan lalu lintas angkutan barang berikut muatan masing-masing angkutan. Untuk melihat bagaimana kondisi dan tipe rel di DAOP III Cirebon dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.7. Kondisi dan Jenis Rel yang ada pada DAOP III Cirebon

U r a i an Jumlah Dalam Satuan Kondis

i

Km M M2 Unit

Panjang rel Operasi & Emplasemen KA Daop 3

Cirebon 448,88

- Type rel R 25 0,8 Baik

- Type rel R 33 12,393 Baik

- Type rel R 41/42 7,449 Baik

- Type rel R 50 - -

- Type rel R 54 428,204 Baik

Sumber : DAOP III Cirebon,2013.

Pada DAOP III Cirebon masih terdapat rel tipe R 25, R 33 dan R 41/42, dimana tipe rel ini tidak mampu lagi menerima penambahan beban, tekanan gandar yang makin besar, goncangan, gaya vertikal, lateral dan longitudinal. Sesuai pertambahan beban kereta api, apabila muatan barang dialihkan dari angkutan jalan sebesar 1.371.620.374 ton/tahun untuk Jakarta – Jateng dan 2.129.016.037 untuk Jakarta – Jatim, sedangkan angkutan barang dan penumpang kereta api eksisting sebesar 373.580 ton/tahun, maka rel tipe R 25, R 33 dan R 41/42 sudah perlu diganti dengan tipe rel R 54. Dari klasifikasi rel yang ada di Indonesia, R Tipe R 54 rel yang mempunyai keunggulan dibandingkan dengan Tipe R 25, R 33 dan R 41/42. Oleh karena itu tipe R 54 ini dapat digunakan diseluruh lintasan di DAOP dan DIVRE untuk keseragaman rel, meskipun pelaksanaannya melalui pentahapan.

Berdasarkan hasil survey pada Daop III Cirebon terdapat panjang rel keseluruhan 448,88 km, terdiri dari type R25 sepanjang 0,8 km, type R33 sepanjang 12,393 km, type R41/42 sepanjang 7,449 km, type R54 sepanjang 428,204 km. Kondisi rel semua type adalah baik dan rel Tipe R 54 adalah rel yang dominan di DAOP III Cirebon. Secara singkat jalur angkutan kereta api barang di DAOP III Cirebon dapat dilihat pada gambar berikut

(8)

Laporan Akhir V-8

Gambar 5.3. Jaringan Material Rel di Daop III Cirebon

Sumber : Survey DAOP III Cirebon tahun 2013

Secara rinci material Rel di DAOP III Cirebon terdiri dari tipe rel R. 54 pada lintasan Cikampek s/d Cikaum, Pegaden Baru s/d Haurgeulis, Cilegeh s/d Kertasemaya, Cangkring s/d Waruduwur, Brebes s/d Tegal. Untuk R.41/42 terdapat di lintasan Cikaum – Pegadeng Baru, Haurgeulis, Kertasemaya – Cangkring, Cirebon – Luwung, Waruduwur, Babakan – Tanjung, Songgom. Untuk R. 33 terdapat pada lintasan Luwung – Songgom, Tanjung – Brebes. Panjang rel emplasemen pada lintasan Daop III Cirebon 416,858 km, dengan perincian.

Tabel 5.8. Kondisi dan tipe rel emplasemen Daop III Cirebon

Lintasan Tipe Rel (R) Panjang Lintas

(Km)

Cirebon-Tegal (13) (sepur hulu) R 54 133,768 km

Cirebon-Tegal ( B13) (sp hilir) R 54 133,768 km

Cirebon –Sindang Laut R 54

R 41/42

15,464 km 0,8 km

Sindang Laut-Karang Suwung R 54 52,498 km

Tegal-Cirebon (sp hulu) R 54 9,727 km

Tegal-Cirebon (sp hilir) R 54 9,727 km

Tegal-Cirebon R 54 61,106 km

Sumber : Survey DAOP III Cirebon tahun 2013

Penggunaan jenis rel yang berbeda-beda pada DAOP III Cirebon mengakibatkan rendahnya kecepatan operasi kereta api. Untuk mengatasi masalah ini perlu penggantian rel dengan tipe rel R-54 di seluruh lintasan pada DAOP III tersebut dan diharapkan dapat :

a) Memudahkan perawatan jalan rel (bila terjadi keausan rel) b) Tekanan gandar bisa ditingkatkan

(9)

Laporan Akhir V-9 d) Kecepatan KA bisa ditingkatkan

e) Kapasitas lintas bisa ditingkatkan

Melihat karakteristik tipe rel yang ada di DAOP III Cirebon maka beberapa strategi yang bisa ditempuh untuk dapat menambah kapasitas prasarana jaringan kereta api khususnya rel maka perlu dilakukan beberapa skenario, dengan melihat strategi tersebut maka prioritas pertama adalah pergantian tipe rel 25 sepanjang 0,8 km dan tipe rel 33 sepanjang 12,393 km sehingga total keseluruhan panjang rel yang perlu diganti dalam rangka mengantisipasi pengalihan sebagian angkutan barang dari jalan raya ke angkutan barang kereta api sepanjang 13,193 km.

Tabel 5.9. Usulan pergantian rel dengan skenario pada Daop III Cirebon

No Pergantian tipe rel Skala

Prioritas I II 1 Tipe R - 25 0,8 2 Tipe R - 33 12,393 3 Tipe R – 41/42 7,449 Total 13,193 7,449

Sumber: Hasil Survey dan Olahan Konsultan, 2013

3) Rel Ganda

Pengoperasian kereta api menggunakan prinsip berlalu lintas satu arah pada jalur tunggal dan jalur ganda atau lebih dengan ketentuan setiap jalur pada satu petak blok hanya diizinkan dilewati oleh satu kereta api; dan jalur kanan digunakan oleh kereta api untuk jalur ganda atau lebih9. Pengoperasian kereta api yang dimulai dari stasiun keberangkatan, bersilang, bersusulan, dan berhenti di stasiun tujuan diatur berdasarkan grafik perjalanan kereta api10.

Jalur ganda atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai double track adalah jalur kereta api yang jumlahnya dua atau lebih dengan tujuan agar masing-masing jalur digunakan untuk arah yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk menghindari kecelakaan kepala dengan kepala (head on) serta untuk meningkatkan kapasitas lintas dan disamping itu juga bisa meningkatkan aksesibilitas bila terjadi gangguan terhadap salah satu jalur

Jalur Jakarta-Surabaya sedang menyelesaikan konstruksi rel ganda yang di perkirakan selesai bulan Desember 201311, jalur utara ini lebih memungkinkan konstruksi jalur ganda karena topografinya mendukung bila dibandingkan lewat jalur selatan. Di rekomendasikan mempercepat penyelesaiaan rel ganda tersebut karena akan meningkatkan mobilitas kereta api akibat berkurangnya waktu berpapasan, kecepatan tempuh meningkat sehingga penjadwalan lebih efektif. Berdasarkan hasil survey di lokasi studi terdapat rel Ganda pada DAOP III Cirebon sepanjang 243,895 km dengan kondisi baik.

9 Undang-undang No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian

10 Undang-undang No.23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian Pada Pasal 11 Sumber Kemenhub

(10)

Laporan Akhir V-10 Beragamnya tipe rel berpengaruh terhadap tingkat keamanan dan kenyamanan, tekanan gandar, kecepatan operasi, dan pemeliharaan. Untuk keseragaman rel direkomendasikan tipe R 54 dengan gauge masih 1067 mm dan secara bertahap menjadi 1435 mm dan tekanan gandar 22 ton. Rel Tipe R 54 adalah jenis rel tahan aus yang sejenis rel WIC-WRA dengan komposisi kimia yang standar. Rel jenis WIC-WRA termasuk jenis baja berkadar karbon tinggi (High Carbon Steel) yang berarti lebih tahan aus sebesar 2-4 kali lebih baik daripada rel dibawah R 54. Kekuatan tarik minimum rel 90 kg/mm2 dengan perpanjangan minimum 10%. Kekerasan kepala rel tidak kurang dari 240 brinell (240-260 Brinell). Dipilihnya rel tahan aus adalah agar umur manfaat rel menjadi lebih lama sehingga siklus pergantian rel bisa lebih panjang. Secara singkat geometri rel tipe R-54 dimana salah satu keunggulannya adalah lebar kepala rel tersebut akan mampu mengkondisikan stabilisasi operasional angkutan barang kereta api. Geometri tipe rel R-54 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.4. Tipe Rel R 54

Keunggulan

tipe rel R-54 dengan standar berat 54,40 km/m, tinggi 159 mm, lebar kaki 1,40 mm lebar kepala 70 mm tebal badan 16 mm, panjang rel 18 – 24 meter jauh diatas dimensi rel tipe R- 25, R-33 dan R-41/42. Standar tipe rel R-54 memenuhi bentuk dan geometri rel, sehingga dapat berfungsi sebagai penahan gaya akibat pergerakan dan beban kereta api, dan juga berfungsi sebagai struktur pengikat dalam pembentukan struktur jalan rel yang kokoh. Keunggulan

lain

adalah mendukung peningkatan kecepatan operasi tekanan gandar menjadi seragam dan dimaksimalkan, pemeliharaan handal, umur manfaat rel lebih lama sehingga siklus pergantian rel bisa lebih panjang

.

(11)

Laporan Akhir V-11 b. Bantalan Rel

Bantalan merupakan suatu struktur untuk mengikat rel (dengan penambat) sedemikian sehingga kedudukan rel menjadi kokoh dan kuat. Bantalan juga membentuk sistem pembebanan dari kendaraan rel terdistribusi secara lebih ringan dan merata kepada struktur fondasi12. Bantalan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam membentuk super-structure (struktur bagian atas) dalam struktur jalan rel. Oleh karena itu diperlukan perencanaan yang baik mengenai jenis dan karakteristiknya, inter-koneksi daerah yang akan dilayani oleh jalan rel (daerah timbunan atau galian) terhadap fungsi drainasi, ukuran bantalan yang akan digunakan dan berbagai pertimbangan teknis lainnya. Beberapa hal yang harus di perhatikan dalam bantalan rel sebagai berikut:

1)

Fungsi Bantalan

Mengikat/memegang rel dengan alat penambat, pelat andas dan bout, sehingga geometrik rel yang terkait dengan konsistensi lebar sepur tetap dapat terjaga (1067 mm untuk Indonesia) akibat gerakan rel arah lateral dan longitudinal. Fungsi bantalan secara rinci adalah sebagai berikut:

(1) Menerima beban vertikal dan lateral yang disebabkan oleh beban statis rel dan beban dinamis akibat pergerakan kereta dengan baik.

(2) Mendistribusikan beban yang diterima bantalan kepada struktur fondasi yang ada di bawahnya dengan tegangan arah vertikal yang lebih kecil dan merata.

(3) Menstabilisasikan struktur jalan rel terhadap gaya lateral yang memaksa rel untuk bergeser ke arah luar (penyimpangan arah lateral). (4) Menghindari kontak langsung antara rel dengan air tanah.

2) Bentuk Bantalan

Bentuk bantalan dapat dibagi menurut arah pemasangannya yaitu Bantalan Arah Melintang (Bantalan Kayu, Baja dan Beton) yang dipasang tegak lurus arah rel, dan Bantalan Arah Membujur (Concrete Slab-Track) yang dipasang searah rel. Pemasangan bantalan melintang banyak digunakan di Indonesia. Pemasangan bantalan arah membujur perlu memperhatikan beberapa pertimbangan berikut ini :

(a) Air hujan akan terbendung di antara slab track, sehingga dibutuhkan kondisi balas yang prima dengan demikian penyaluran air hujan dapat berlangsung dengan baik. Implikasi dari penggunaan bantalan ini, adalah diperlukannya frekuensi pemeliharaan (pembersihan) balas yang tinggi dimana akan menyebabkan anggaran pemeliharaan semakin tinggi.

(b) Diperlukan konstruksi penambat arah melintang supaya jarak antar bantalan tetap terpelihara dengan baik.

(c) Bahan konstruksi yang tepat untuk bantalan membujur adalah konstruksi beton mengingat pertimbangan praktis dan teknisnya.

3)

Jenis Struktur Bantalan

Jenis struktur bantalan dapat dibagi sesuai dengan bahan dan karakteristik penyusunnya, yaitu :

(a) Bantalan Kayu (Wooden Sleeper), (b) Bantalan Besi (Steel Sleeper), (c) Bantalan Beton (Concrete Sleeper),

(12)

Laporan Akhir V-12 (d) Bantalan Slab-Track (Slab Track).

Pemilihan jenis bantalan pada umumnya ditentukan oleh faktor : (a) karakteristik beban yang dilayani,

(b) umur rencana, (c) harga bantalan dan (d) kondisi tanah dasarnya. (a) Bantalan Kayu

Bantalan kayu dipilih sebagai struktur bantalan pada jalan rel dengan pertimbangan bahannya yang mudah diperoleh (jika masih memungkinkan dari hutan tropis) dan mudah dalam pembentukan dimensi (tidak melibatkan peralatan yang berat dan rumit). Meskipun demikian, penggunaan bantalan kayu di Indonesia saat ini sangat jarang dipilih karena pertimbangan konservasi hutan terkait dengan semakin jarangnya kayu kelas kuat I dan II yang terpilih, dan jika adapun, harganya tinggi. Masalah yang ada dalam bantalan kayu, hanyalah pengawetan yang harus merata dan sempurna. Syarat Mutu, Kekuatan dan Keawetan Bantalan Kayu perlu diperhatikan dalam pemilihan material kayu harus memenuhi persyaratan berikut ini. (1) Syarat umum bantalan kayu adalah :

 Utuh dan padat

 Tidak bermata

 Tidak ada lubang bekas ulat

 Tidak ada tanda-tanda permulaam lapuk kayu.

 Kadar air maksimum 25 %.

(2) Bantalan kayu harus terbuat dari kayu mutu A dengan kelas kuat I atau II dan kelas awet I atau II (Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, 1961). Persyaratan kayu bermutu A adalah kayu yang memenuhi persyaratan berikut ini :

 Kayu harus kering udara

 Besarnya mata kayu tidak melebihi 1/6 dari lebar bantalan dan tidak boleh lebih dari 3,5 cm (Gambar 7.4).

 Balok tidak boleh mengandung wanvlak (sisi lengkung) yang lebih besar daripada 1/10 tinggi bantalan dan 1/10 lebar bantalan.

 Kemiringan arah serat (tg α) tidak boleh melebihi 1/10.

Retak-retak arah ¼ radial lebar bantalan,(hr) tidak dan boleh retak melebihi - retak menurut lingkar tumbuh (ht) tidak boleh melebihi 1/5 tebal bantalan

Sebagai gambaran bentuk bantalan dengan tipe seperti dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut:

(13)

Laporan Akhir V-13

Gambar 5.5. Mata kayu (d1) pada bantalandan Arah retak

radial dan lingkar tumbuh

Beberapa contoh kayu yang biasa digunakan untuk bantalan diberikan dalam penjelasan tabel berikut ini.

Tabel 5.10. Jenis kayu untuk bantalan

Nama Botanis Nama Perdagangan Kelas Kuat

Kelas Awet

Intsia spec.div Merbau I – II I – II

Eusideroxylon zwageri T.et B Ulin, Borneo, Kayu Besi I I

Manikara kauki Sawo Kecik I I

Adina minutiflora val Berumbung Gerunggang I – II II

Tectona grandis L.f Jati II I – II

Dalbergia Latifolia Roxb Sonokeling II I

Sumber : Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, 1961

Secara umum bantalan kayu kelas awet I dan II adalah 8 tahun dan kelas awet II adalah 5 tahun untuk kondisi terbuka dan berhubungan dengan tanah yang lembab dengan serangan rayap dan bubuk kayu kering hampir tidak ada. Untuk memperpanjang umur bantalan dari pelapukan (terutama kelas awet II) dapat dilakukan pengawetan dengan bahan-bahan kimia misalnya retesi pengawetan 10, yang akan memberikan umur manfaat mancapai 2 kali lipat umur tanpa pengawetan. Selain dari pelapukan, umur bantalan juga dipengaruhi oleh kerusakan (patah) pada posisi di bawah rel oleh karena itu perkuatan pelat andas dapat digunakan untuk menambah tahanan kayu dari tegangan kontak di kaki rel.

Selama umur pelayanan, secara berkelanjutan harus dilakukan pemeliharaan dengan menggantikan bantalan kayu yang rusak sehingga umur manfaat bantalan secara keseluruhan dapat dipertahankan untuk waktu yang lebih lama.

(3) Ukuran Bantalan Kayu

Menurut Peraturan Dinas No.10 tahun 1986, ukuran bantalan kayu dibedakan berdasarkan lokasi pemasangan, yaitu :

Bantalan Kayu pada Jalan

Lurus 200 x 22 x 13 (PJKA)

210 x 20 x 14 (JNR)

Bantalan Kayu pada

Jembatan : 180 x 22 x 20 (PJKA)

(14)

Laporan Akhir V-14 Toleransi yang perbolehkan untuk panjang bantalan: + 40 mm s.d. – 20 mm, untuk lebar bantalan : + 20 mm s.d. – 10 mm dan untuk tinggi bantalan : + 10 mm. Bentuk penampang melintang bantalan kayu harus berupa empat persegi panjnag pada seluruh tubuh bantalan.

(b) Bantalan Besi

Bantalan kayu dipilih sebagai struktur bantalan pada jalan rel dengan pertimbangan bahannya yang mudah diperoleh (jika masih memungkinkan dari hutan tropis) dan mudah dalam pembentukan dimensi (tidak melibatkan peralatan yang berat dan rumit). Meskipun demikian, penggunaan bantalan kayu saat ini di Indonesia saat ini sangat jarang dipilih karena pertimbangan konservasi hutan yang terkait dengan semakin mahalnya harga kayu untuk Kelas Kuat I dan II. Oleh karena itu, sebagai alternatifnya digunakan bantalan besi. Keunggulan Bantalan Besi/baja dalam jalan kereta api mempertimbangkan beberapa keunggulan, antara lain : umur bantalan yang relatif panjang memiliki berat struktur bantalan yang ringan, kemudahan dalam pemasangan dan pengangkutan. Bantalan besi terbuat dari bahan baja dapat menghindari keretakan yang terdapat pada bantalan beton dan kayu. Keretakan dapat tereliminasi karena besi/baja memiliki elastisitas yang lebih besar.

Kelemahan Bantalan Besi: Meskipun demikian, jika dilihat dari penampang bantalan besi, tipe ini memiliki kelemahan dalam stabilitas lateral dan axialnya yang kurang baik dibandingkan bantalan kayu dan beton. Ini disebabkan berat sendiri bantalan besi yang kecil (47,1 kg) dan gesekan di antara permukaan bantalan dengan balas relatif lebih kecil sehingga tidak bisa dipakai untuk jalan dengan kecepatan tinggi dan pemakaian rel yang menerus. Selain itu, untuk meminimalkan adanya karat, bantalan besi harus senantiasa kering sehingga struktur bawah jalan rel harus mampu meloloskan air secara baik. Demikian seterusnya, pemakaian bantalan besi untuk daerah yang sulit kering dan sering terendam (misalnya: daerah perlintasan), maka tidak diperbolehkan memakai bantalan besi.

(1) Dimensi dan Bentuk Bantalan Besi

Dimensi bantalan besi pada jalur lurus mempunyai ukuran :

Panjang : 2000 mm

Lebar Atas : 144 mm

Lebar Bawah : 232 mm

Tebal Baja : minimal 7 mm

Bentuk penampang melintang bantalan besi harus mempunyai kaitan keluar pada ujung bawahnya, sedangkan bentuk

penampang memanjang bantalan besi harus mempunyai kaitan ke dalam pada ujung-ujung bawah.

(2) Syarat Kekuatan Bantalan Besi

Bantalan besi pada bagian tengah bantalan dan bagian bawah rel harus mampu menahan momen sebesar 650 kgm, sedangkan

(15)

Laporan Akhir V-15 tegangan ijin bantalan besi adalah 1600 kg/cm2 dan momen tahanan bantalan besi minimal 40,6 cm3.

(3) Perencanaan Dimensi Bantalan Besi

Sebagaimana bantalan kayu, perencanaan bantalan besi juga menggunakan teori tegangan lentur dengan momen lentur dihitung berdasarkan teori balok berhingga di atas tumpuan elastis. Dengan persyaratan tahanan momen dan tegangan ijin yang dipakai, maka beban yang dapat diterima akan terhitung, baik beban statis maupun dinamis. Dengan demikian, beban gandar dan kecepatan kendaraan dapat ditentukan selanjutnya. (c) Bantalan Beton

PT. Kereta Api (Indonesia) saat ini, telah menggunakan bantalan beton dihampir seluruh jaringan jalan rel di Indonesia. Beberapa pertimbangan yang terkait dengan penggunaan bantalan beton dibandingkan bantalan kayu dan besi adalah faktor ketahanan, faktor workability, dan faktor ekonomi pemeliharaan. Penggunaan bantalan beton lebih diutamakan juga karena semakin sulitnya mendapatkan kayu yang memenuhi standar untuk bantalan dan berbagai kelemahan penggunaan bantalan besi. Selain itu, industri dalam negeri telah dapat membuat bantalan beton dengan baik.

Kelemahan Bantalan Beton

Meskipun demikian, terdapat beberapa kelemahan yang harus diperhatikan, diantaranya :

Kurang memiliki sifat elastik dibandingkan bantalan kayu dan besi. (1) Pemasangan secara manual sukar karena beratnya bantalan. (2) Kemungkinan terjadinya kerusakan pada saat mobilisasi ke

lokasi dari pabrik.

(3) Memiliki masalah kebisingan dan getaran karena sifatnya yang kurang mampu menahan getaran.

(4) Nilai sisa konstruksi kemungkinan negatif.

Keunggulan Bantalan Beton: Penggunaan bantalan beton memiliki keunggulan sebagai berikut.

(1) Stabilitas baik karena berat sendiri satu balok bantalan mencapai 160 – 200 kg, sehingga tahanan terhadap gaya vertikal, longitudinal dan lateral menjadi lebih baik.

(2) Kereta api dengan tonase berat dan kecepatan tinggi lebih sesuai menggunakan bantalan beton

(3) Umur konstruksi lebih panjang. (4) Biaya pemeliharaan yang rendah (5) Pengendalian mutu bahan lebih mudah.

(6) Bentuk dan proses pembuatannya bebas dan relatif mudah pembuatannya.

(7) Komponen-komponennya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis lainnya.

(16)

Laporan Akhir V-16 Menurut geometriknya, bantalan beton (pratekan) dibagi dalam dua jenis bantalan, yaitu :

(1) Bantalan Beton Blok Tunggal (Monoblok/Monolithic)

Penelitian mengenai bantalan blok tunggal telah dirintis sebelum Perang Dunia II, namun pemakaian dalam jumlah yang banyak baru terjadi setelah perang dunia berakhir, yaitu pada saat banyak negara di Eropa memulai membangun kembali prasarana perhubungan termasuk didalamnya jalan rel. Kebutuhan pembangunan prasarana jalan rel yang cukup besar memaksa perlunya produksi bantalan-bantalan baru dalam relatif singkat dimana tidak dapat dipenuhi hanya dengan mengandalkan bantalan kayu saja. Selanjutnya kondisi ini memacu berdirinya pabrik-pabrik pembuat bantalan beton. Ide awal pembuatan bantalan beton blok tunggal pratekan bermula dari usaha mengurangi keretakan-keretakan yang timbul pada bagian-bagian yang mengalami tegangan tarik. Pada bantalan beton pratekan, setelah beban lewat, keretakan relatif dapat merapat kembali karena adanya gaya tekan dari kabel-kabel pratekannya. (2) Bantalan Beton Blok Ganda (Bi-Block)

Bantalan beton blok ganda terdiri dari dua buah blok beton bertulang yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh batangan baja. Sebagai batang penghubung dapat digunakan juga potongan rel bekas (PD 10 tahun 1986). Penggunaan bantalan blok ganda mulai dicoba setelah Perang Dunia I berakhir di Perancis, yang disebut sebagai Magneux. Pada tahun 1949, setelah diadakan berbagai penelitian terhadap bantalan Magneux, dilakukan penyempurnaan struktur bantalan dengan dibuatnya bantalan beton blok ganda tipe R.S. (R.S. mengambil nama pembuatnya : R. Someville). Bantalan blok ganda ini memiliki kestabilan yang lebih baik daripada bantalan kayu dikarenakan lebih berat dan stabil. Penulangan bantalan blok ganda terdiri dua jaringan tulangan yang masing-masing dipasang di sebelah atas dan bawah, serta tulangan spiral yang mengintari batang penghubung di dalam beton. Tulangan spiral ini berfungsi sebagai penahan terhadap vibrasi dengan frekuensi tinggi. Bantalan blok ganda memiliki keunggulan dibandingkan bantalan blok tunggal, antara lain :

 Memiliki berat yang lebih ringan,

 Berkemampuan menahan gaya lateral yang lebih besar karena bidang permukaan tegaknya lebih banyak,

 Mutu campuran beton tidak perlu setinggi untuk beton pra-tekan,

 Batang penghubung dapat menggunakan potongan rel bekas, sehingga ada pemanfaatan barang bekas,

 Pembuatannya lebih sederhana dan dapat dibuat di tempat,

 Harganya lebih murah.

Proses Pembuatan/Konstruksi Bantalan Beton: Menurut metode produksinya, proses konstruksi bantalan beton dapat dibagi dalam dua bagian yaitu :

(17)

Laporan Akhir V-17

Longline Production,

Kabel-kabel pratekan sepanjang 600 m ditegangkan dalam cetakan, dan shoulder penambat diletakkan pada posisi yang benar. Selanjutnya dilakukan pengecoran, penggetaran dan perawatan (curing), dan setelah dinilai cukup memiliki kekuatan, cetakan beton dipotong setiap 2 meteran.

Thosti Operation,

Bantalan dicetak dalam cetakan (mould) 2 meteran, yang terdiri dari 2 buah bantalan. Setelah shoulder diletakkan dalam posisi yang benar, kabel-kabel ditegangkan dan selanjutnya dicor, digetarkan dan dirawat lebih kurang selama 1 hari, bantalan dapat dilepas dari cetakannya. Menurut sistem penegangan kabelnya, bantalan pratekan blok tunggal dibedakan dalam dua metode yaitu :

Sistem Prategang (pre-tension),

Kabel pada bantalan ditarik terlebih dahulu sebelum pengecoran, contoh tipe bantalan : Inggris (Dow-Mac, Stent), Jerman (Ev-53), Perancis (SNCF-VW) dan Indonesia (WIKA, Kodya, Adhi Karya, BSD).

Sistem Pegangan Kemudian (post-tension),

Kabel pada bantalan ditarik setelah pengecoran, contoh tipe bantalan : Jerman (B-55), Belgia (Franki Bagon).

Persyaratan Konstruksi Bantalan Beton Pratekan Blok Tunggal :

 Ukuran Bantalan

Pada jalan lurus, bantalan beton pra-tekan dengan proses pre-tension mempunyai ukuran panjang sebagai berikut :

dimana : L = Jarak antara kedua sumbu vertikal rel (mm) α = Koefisien di antara 80 – 160

φ = Diameter kabel baja pra-tegang bantalan (mm)

 Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang dari 500 kg/cm2, mutu baja tarik untuk tulangan geser tidak kurang dari U-24 dan mutu baja prategang ditetapkan dengen tegangan putus minimum sebesar 17.000 kg/cm2.

 Bantalan beton harus mampu memikul momen minimum sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 5.11. Momen minimum bantalan beton pratekan dengan pre-tension

Bagian Bantalan Momen Positif Momen Negatif

(kg-m) (kg-m)

Bawah Rel (MR) 1.500* 7502

Tengah Bantalan (MT) 6601 9303 (765*)

Keterangan : * PD.10 Tahun 1986 Hal. 3-46

(18)

Laporan Akhir V-18 1M T (+) = 0,44 MR (+) 2M R (-) = 0,50 MR (+) 3 MT (-) = 0,62 MR (+)

 Pada setiap titik potong vertikal pada kedudukan rel, tegangan minimum adalah 3,5 MPa pada kondisi pratekan awal.

 Gaya cabur shoulder minimum 5500 kg/buah pada kondisi un-crack.

 Bentuk penampang bantalan beton harus menyerupai trapezium dengan luas penampang bagian tengah bantalan tidak kurang dari 85 % luas penampang bagian bawah rel.

 Pusat berat baja prategang diusahakan sedekat mungkin dengan pusat berat beton.

 Perhitungan kehilangan pada gaya prategang cukup diambil sebesar 25 % gaya prategang awal, kecuali apabila diadakan perhitungan teoritis, maka dapat diambil nilai selain dari 25 %.

Konsep Bantalan Beton Blok Tunggal dengan Proses Post-tension

 Ukuran Bantalan

Pada jalan lurus, bantalan beton pra-tekan dengan proses post-tension mempunyai ukuran panjang sebagai berikut : L = + 2 γ

dimana : L = Jarak antara kedua sumbu vertikal rel (mm)

γ = Panjang daerah regularisasi tegangan (penyaluran) yang tergantung

dengan jenis angker yang digunakan (mm) Panjang daerah penyaluran (regularisasi) merupakan jarak titik tangkap tegangan akibat gaya terpusat pada seluruh penampang. Panjang penyaluran dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut (Khrisna Murthy Marshall dalam Penjelasan PD.10 tahun 1986, Hal. 3-51):

(19)

Laporan Akhir V-19

 Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang dari 500 kg/cm2, mutu baja tarik untuk tulangan geser tidak kurang dari U-24 dan mutu baja prategang ditetapkan dengen tegangan putus minimum sebesar 17.000 kg/cm2.

 Bantalan beton harus mampu memikul momen minimum sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 7.4.

 Pada setiap titik potong vertikal pada kedudukan rel, tegangan minimum adalah 3,5 MPa pada kondisi pratekan awal.

 Gaya cabur shoulder minimum 5500 kg/buah pada kondisi un-crack.

 Bentuk penampang bantalan beton harus menyerupai trapezium dengan luas penampang bagian tengah bantalan tidak kurang dari 85 % luas penampang bagian bawah rel.

 Pusat berat baja prategang harus selalu terletak pada daerah galih sepanjang tubuh bantalan.

 Perhitungan kehilangan pada gaya prategang cukup diambil sebesar 20 % gaya. prategang awal, kecuali apabila diadakan perhitungan teoritis, maka dapat diambil nilai selain dari 20 %.

Kekuatan tarik beton jauh lebih rendah daripada kekuatan tekannya, contohnya untuk beton mutu K-350 memiliki kuat tarik 17,5 kg/cm2 dan kuat tekan 120 kg/ cm2. Momen lentur akibat beban pada bantalan akan mengakibatkan terjadinya tegangan tarik dan tegangan tekan. Supaya tegangan tarik yang terjadi lebih rendah daripada tegangan yang diijinkan, maka dalam balok bantalan diberikan gaya tekan yang dihitung dengan persamaan berikut ini :

σ =

Gaya tekan N dihasilkan oleh kabel yang ditarik terlebih dahulu dan mengakibatkan kabel bertambah panjang. Jika gaya tarik pada kabel dihilangkan, maka kabel akan memendek kembali menjadi seperti panjang semula/asal. Meskipun demikian, beton akan menghalangi (menahan) kabel untuk melakukan pergerakan, oleh karena itu, terjadilah gaya tekan pada beton itu. Gejala ini merupakan proses pra-tekan yang dilakukan terhadap bantalan beton, sehingga bantalan akan dikenai gaya tekan terlebih dahulu.

Momen (M) dihitung berdasarkan teori balok di atas tumpuan elastik sebagaimana telah dijelaskan pada perhitungan bantalan kayu. Gaya tarik dan tekan ijin pada bantalan beton untuk mutu

(20)

Laporan Akhir V-20 K-350 dan K-500 dapat dilihat dalam berikut ini.

Tabel 5.12. Tegangan ijin beton

Mutu Beton Tegangan Ijin Tekan Tegangan Ijin Tarik

(kg/cm2) (kg/cm2)

K-350 120 17,5

K-500 200 35

Sumber : Peraturan Dinas No.10 tahun 1986

Perencanaan Bantalan Beton Pratekan Bi-Blok

 Dimensi Bantalan Bi-Blok

Dimensi bantalan bi-blok telah diatur dalam PD.10 tahun 1986 yang diberikan dalam Tabel berikut ini, beserta perbandingan bantalan bi-blok dari negara lainnya.

Tabel 5.13. Dimensi bantalan bi-blok

Negara Panjang Lebar Tinggi sisi luar Tinggi sisi dalam

(cm) (cm) (cm) (cm)

Pakistan 75,24 35,56 19,685 19,685

Perancis 79,05 31,75 22,86 20,32

Jerman 72,2 29 22,0 19,0

Indonesia 70 30 20,0 (tinggi rata-rata)

Sumber : Peraturan Dinas No.10 tahun 1986  Mutu Campuran Beton

Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang dari K-385 (385 kg/cm2) yang dihasilkan dari asumsi dan perhitungan dari Penjelasan Peraturan Dinas No.10 Tahun 1986 seperti di bawah ini.

Berkaitan dengan adanya usulan penggantian rel di DAOP III Cirebon dari rel tipe 25, rel tipe 33 dan rel tipe 41/42 menjadi tipe rel 54, maka bantalan dari bahan kayu dan bantalan besi secara bertahap perlu diganti menjadi bantalan beton. Hal ini adalah senada dengan teori seperti yang dijelaskan sebelumnya dimana bantalan beton memiliki kemampuan untuk menahan beban barang yang berada dalam angkutan kereta api.

Berdasarkan hasil survey bantalan pada lokasi studi di DAOP III Cirebon bahwasanya terdapat jenis bantalan yang beraneka ragam, dimana berdasarkan kondisi dilapangan di DAOP III Cirebon bantalan kayu terdapat sepanjang 16,56 km sedangkan beton 130,69 km. Artinya dilapangan sudah lebih dominan bantalan yang terbuat dari beton dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.14. Kondisi Bantalan pada Daop III Cirebon

No U r a i an Jumlah Dalam Satuan Kondisi

Km M M2 Unit

1 Jenis Bantalan

- Besi -

- Kayu 16,56 - Baik

- Beton 130,69 - Baik

(21)

Laporan Akhir V-21 Secara singkat peta bantalan kayu dan bantalan beton di DAOP III Cirebon dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.6. Jaringan Material Bantalan di Daop III Cirebon

Untuk melihat bantalan beton pada setiap lintas di DAOP III Cirebon dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 5.15. Keberadaan Jenis bantalan pada DAOP III Cirebon

Lintasan Jenis Bantalan Panjang (km)

B13-Cn (hulu) Bantalan Beton 133,768 km

B13-Cn (hilir) Bantalan Beton 133,768 km

Cn-Sdu Bantalan Beton 16,264 km

Sdu-B35 Bantalan Beton 52,498 km

Tg-Cn (hulu) Bantalan Beton 9,727 km

Tg-Cn (hilir) Bantalan Beton 9,727 km

Tg-Cn Bantalan Beton 63,506 km

Sumber : DAOP III Cirebon

Berdasarkan data panjang rel untuk lintas operasi yang menggunakan bantalan beton untuk Daop 3 Cirebon adalah sepanjang 419,258 km, dengan jarak antar bantalan beton 60 cm, sesuai dengan standar yang disyaratkan untuk keselamatan,keamanan,dan kenyamanan dalam buku Peraturan Dinas 10 PT KAI (Persero). Sementara bantalan kayu terdapat sepanjang 16,56 km.

Dalam rangka pengalihan angkutan barang melalui jalan raya pantura Jakarta – Surabaya maka diperlukan pergantian bantalan kayu sepanjang 16,56 km menjadi bantalan beton. Hal ini dimaksudkan untuk memperkokoh jalan rel sebagai lintasan angkutan kereta api barang. Dengan pergantian tipe bantalan kayu menjadi beton diharapkan beban jalan pantura Jakarta – Surabaya yang

(22)

Laporan Akhir V-22 sampai saat ini kurang mampu lagi menampung angkutan barang truk. Dibeberapa titik jalan pantura Jakarta – Surabaya telah menunjukan adanya kemacetan pada jam-jam tertentu yang pada hakekatnya menggangu kelancaran arus lalu lintas barang Jakarta-Surabaya. Sesuai dengan teori seperti dijelaskan sebelumnya bahwa keunggulan bantalan beton adalah sebagai berikut:

1) Stabilitas baik karena berat sendiri satu balok bantalan mencapai 160 – 200 kg, sehingga tahanan terhadap gaya vertikal, longitudinal dan lateral menjadi lebih baik.

2) Kereta api dengan tonase berat dan kecepatan tinggi lebih sesuai menggunakan bantalan beton

3) Umur konstruksi lebih panjang. 4) Biaya pemeliharaan yang rendah 5) Pengendalian mutu bahan lebih mudah.

6) Bentuk dan proses pembuatannya bebas dan relatif mudah pembuatannya. 7) Komponen-komponennya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis lainnya. c. PenambatRel

Penambat rel merupakan suatu komponen yang menambatkan rel pada bantalan sedemikian sehingga kedudukan rel menjadi kokoh dan kuat. Kedudukan rel dapat bergeser diakibatkan oleh pergerakan dinamis roda kereta yang bergerak di atas rel. Pergerakan dinamis roda dapat mengakibatkan gaya lateral yang besar. Oleh karena itu, kekuatan penambat sangat diperlukan untuk dapat mengeliminasi gaya. Jenis penambat digolongkan berdasarkan karakteristik perkuatan yang dihasilkan dari sistem penambat yang digunakan. Berikut ini dijelaskan faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penggunaan penambat, sejarah penggunaan penambat dan jenis-jenis penambat yang hingga saat ini masih digunakan di Indonesia dan beberapa negara lainnya.

1) Faktor-Faktor Penggunaan Penambat

Penggunaan jenis penambat ditentukan oleh pertimbangan beberapa faktor-faktor yang dominan berikut ini :

a) Pengalaman pemakaian, terkait dengan catatan teknis pemakaian. b) Besarnya gaya jepit (clamping force) yang dihasilkan oleh penambat. c) Besarnya nilai rangkak (creep resistance) yang dihasilkan oleh

penambat.

d) Kemudahan dalam perawatan penambat.

e) Pemakaian kembali (re-use) penambat jika rel diganti dimensinya, artinya pembongkaran dan pemasangan kembali penambat dapat dilakukan tanpa merusak struktur penambat tersebut.

f) Umur penambat. g) Harga penambat.

h) Selain itu, masih terdapat faktor-faktor lain yang sifatnya sebagai pertimbangan lain (tidak dominan).

PersyaratanTeknis Penambat

a) Gaya jepit harus kuat untuk menjamin gaya tahan rel pada bantalan lebih besar daripada gaya tahan rangkak bantalan pada stabilitas dasar balas.

(23)

Laporan Akhir V-23 b) Gaya jepit penambat dapat bertahan lama, meskipun alat jepit tidak dapat

dihindarkan dari adanya kelonggaran dan keausan pada pelat andas maupun angker akibat dari menahan getaran yang berterusan.

c) Frekuensi getaran alami (natural frequency) penambat pada dasarnya harus lebih besar dari frekuensi getaran alami rel supaya dapat mencegah setiap kehilangan kontak antara penambat dengan rel selama lalu lintas melalui jalan rel.

d) Bahan material penambat harus mempunyai kualitas yang baik agar dapat mempertahankan kekenyalan penambat dalam jangka waktu lama. e) Teknologi pemasangan rel dan penambat sebaiknya dilakukan secara

cepat baik secara mekanik sederhana maupun manual.

f) Penyetelan penambat sebaiknya dilakukan secara cepat dan mudah, serta diusahakan dapat dilakukan oleh petugas selain teknisi.

g) Penambat cukup mampu dan kuat sebagai penggabungan susunan isolasi listrik dan mudah diganti bila rusak.

h) Penambat mempunyai alas karet yang dapat mencegah rangkak rel, meredam tegangan vertikal yang bekerja ke bawah dan melindungi permukaan bantalan serta mempunyai tahanan daya tahan listrik yang cukup untuk pemisahan rel dari bantalan

2) Jenis Penambat

Saat ini jenis penambat dibedakan menurut sistem perkuatan penambatan yang diberikan pada rel terhadap bantalan, yaitu:

a) Penambat Kaku, yang terdiri dari mur dan baut namun dapat juga ditambahkan pelat andas, biasanya dipasang pada bantalan besi dan kayu. Sistem perkuatannya terdapat pada klem plat yang kaku.

b) Penambat Elastik, penggunaannya dibagi dalam dua jenis, yaitu penambat elastik tunggal yang terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit elastik, tirpon, mur dan baut, dimana kekuatan jepitnya terletak pada batang jepit elastik. Penambat elastik tunggal ini biasanya digunakan pada bantalan besi atau kayu. Adapun jenis yang kedua adalah penambat elastik ganda yang terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit, alas rel, tirpon, mur dan baut, Kekuatan jepitnya terletak pada batang elastis dan biasanya digunakan pada bantalan beton. Penggunaan pada bantalan benton, tidak menggunakan pelat andas melainkan las karet (rubber pad) yang tebalnya disesuaikan dengan kecepatan kereta api.

Pada umumnya, penambat elastik juga dapat dibedakan menurut daya jepit yang dihasilkan, yaitu Daya Jepit Langsung, misalnya : Pandrol, DE, Dorken, First BTR, dan Daya Jepit Tak Langsung (dihasilkan oleh bantalan terhadap mur-baut atau tirpon), misalnya F-type dan Nabla.

(24)

Laporan Akhir V-24

Gambar 5.7. Contoh penambat TIRPON TA untuk R-25

(25)

Laporan Akhir V-25

Gambar 5.9. Anti Creeps untuk R-33.

Penambat elastik digunakan secara besar-besaran saat ini, untuk memenuhi kebutuhan angkutan kereta api yang cepat dan berat. Komponen Clamping force dan Torsional Resistance dalam penambat elastik menjadi sangat penting karena dapat mengikat rel secara baik pada bantalan menjadi satu kesatuan yang dapat menahan gaya-gaya yang bekerja pada penambat. Besarnya gaya jepit penambat adalah faktor yang utama dalam menentukan jenis penambat. Kekuatan jepit penambat diperoleh dari deformasi saat pemasangan penambat pada rel dan pada umumnya diambil deformasi sebesar 10 mm. Dalam Peraturan Dinas No.10 Tahun 1986, penggunaan penambat elastik dibagi menurut kelas jalan (kecepatan maksimum), yaitu :

Tabel 5.16. Penggunaan Alat Penambat Elastik sesuai Kelas Jalan

Kelas Jalan Jenis Alat Penambat

I II III IV V Elastik Ganda Elastik Ganda Elastik Ganda Elastik Tunggal Elastik Tunggal Sumber : Peraturan Dinas No.10 Tahun 1986

Kedua jenis penambat (kaku dan elastik) ini mempunyai keunggulan tersendiri termasuk metode penjepitan ke bantalan. Beberapa klasifikasi teknis penambat diberikan dalam penjelasan berikut ini:

a) Tipe Pandrol Elastik

(1) Berbentuk batangan besi dengan diameter 19 mm berbentuk ulir/spiral,

(2) Clamping Force tinggi (hingga mencapai 600 kgf), (3) Tidak berisik ketika kendaraan rel melewati bantalan, (4) Mudah dalam pekerjaan pemasangan,

(5) Kuat dan tidak mudah lepas,

(26)

Laporan Akhir V-26

(a). Pandrol Clips Tipe e (b). Pandrol Clips Tipe PR

Gambar 5.10.Contoh penambat tipe Pandrol Elastik

Gambar 5.11. Penambat tipe Pandrol Elastik pada Bantalan Kayu

.

(27)

Laporan Akhir V-27

Gambar 5.13. Penambat tipe Pandrol Elastik pada Bantalan Baja

Gambar 5.14. Penambat tipe Pandrol Elastik pada Slab Beton b) Tipe Doorken atau Rail Spike

Alat penambat Doorken dibedakan menjadi dua yaitu Jenis Tunggal (Single Rail Spike) dan Jenis Ganda (Double Rail Spike), dengan nilai clamping force masing-masing sebesar 475 kgf (tunggal) dan 850 kgf (ganda).

(a) Single Rail Spike (b) Double Rail Spike

(28)

Laporan Akhir V-28 c) Tipe DE Spring Clips

Alat penambat DE spring clips ini memiliki keuntungan sebagai berikut:

(1)Clamping force mencapai lebih dari 1000 kgf (Gambar 6.13) (2)Dapat melawan gaya puntiran (torsional force),

(3)Penambat dapat memiliki sifat double elastic karena meng-gunakan alas karet (rubber pad) dalam sistemnya,

(4)Komponenya tidak banyak dan sederhana.

Gambar 5.16. Alat penambat DE clips

Gambar 5.17.Alat penambat DE clips yang dipasang pada bantalan beton

Gambar 5.18. Penambat DE Gambar 5.19 Clamping Force DE. pada bantalan besi

(29)

Laporan Akhir V-29

Gambar 5.20 Tipe Pandrol Fastclips

Berdasarkan hasil survey dari lokasi studi ternyata terdapat beberapa tipe penambat yang digunakan dan untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut.

Tabel 5.17. Kondisi Penambat pada lintasan Daop III Cirebon

U r a i an Jumlah Dalam Satuan Kondisi

Km M M2 Unit

Penambat

- Penambat Elastik 130,69 - Baik

- Penambat Kaku 16,56 - Baik

Sumber : Survey DAOP III Cirebon tahun 2013

Pada DAOP III Cirebon dapat dilihat jenis penambat rel yang ada yaitu : Penambat elastik terdapat 130,69 km sedangkan penambat kaku mencapai 16,56 km. Sekarang ini kedua jenis penambat tersebut berada dalam kondisi yang baik. Secara singkat penggunaan penambat elastik maupun penambat kaku dapat dilihat pada gambar berikut.

(30)

Laporan Akhir V-30 Dengan memperhatikan kondisi dan penggunaan penambat di DAOP III Cirebon serta dihubungkan dengan beberapa teori seperti yang diuraikan sebelumnya terutama dalam ketahanan beban angkutan kereta api barang sekarang ini di DAOP III Cirebon sudah menggunakan penambat elastik. Artinya penambat elastik ini memiliki keunggulan sebagai berikut:

a) Tipe Pandrol Elastik

1) Berbentuk batangan besi dengan diameter 19 mm berbentuk ulir/spiral, 2) Clamping Force tinggi (hingga mencapai 600 kgf),

3) Tidak berisik ketika kendaraan rel melewati bantalan, 4) Mudah dalam pekerjaan pemasangan,

5) Kuat dan tidak mudah lepas,

6) Jumlah komponen sedikit/sederhana, b) Tipe DE Spring Clips

Alat penambat DE spring clips ini memiliki keuntungan sebagai berikut: 1) Clamping force mencapai lebih dari 1000 kgf (Gambar 6.13) 2) Dapat melawan gaya puntiran (torsional force),

3) Penambat dapat memiliki sifat double elastic karena meng-gunakan alas karet (rubber pad) dalam sistemnya,

4) Komponenya tidak banyak dan sederhana.

Mengingat adanya upaya pengalihan angkutan barang melalui jalan Pantura (Jakarta - Surabaya) dimana sekarang ini sudah melampaui batas yang telah ditentukan maka diperlukan pemberdayaan angkutan barang kereta api. Tetapi untuk menjamin ketahanan penambat diperlukan strategi pergantian dari penambat kaku menjadi penambat elastik. Hal ini sangat diutamakan mengingat beberapa teori dan prospektif angkutan barang melalui kereta api.

Salah satu strategi yang bisa ditempuh adalah mengganti penambat kaku sepanjang 16,56 km menjadi penambat elastik. Dengan demikian diharapkan kemampuan penambat dengan bantalan dan rel seperti dijelaskan sebelumnya akan menjadi harmonis. Secara singkat strategi atau penggantian penambat tersebut di DAOP III Cirebon dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.18. Usulan pergantian penambat dengan skenario pada DAOP III Cirebon

No Lintasan Jenis Material Panjang (Km)

Diganti Dengan Penambat

Alasan Penggantian

Kaku Elastis Skenario

I Skenario II 1 DAOP 3 Cirebon

16,56 Elastik Ganda

- Tidak mampu lagi menambatkan rel pada bantalan sedemikian rupa sehingga

kedudukan rel tetap tegak dan tidak bergeser

2

130,69 - - Tidak boleh dipakai

untuk semua kelas jalan rel

Penambat kaku yang akan digantikan menjadi penambat elastik terdapat dibeberapa lintas Cikaum, Pegadeng Baru, Haurgeulis, Cilegeh. Perbedaan jenis penambat ini praktis telah berpengaruh pada kecepatan kereta api. Dengan penggantian penambat kaku menjadi penambat elastik dampak positifnya telah

(31)

Laporan Akhir V-31 mampu digunakan pada semua kelas jalan rel, kecuali jalan rel kelas lima (5). Di lain pihak pemeliharaannya juga menjadi ringan. Penambat elastik pada dasarnya telah mampu mengeliminasi gaya lateral akibat pergerakan dinamis roda yang bergerak diatas rel.

Alternatif lain sebagai salah satu skenario pilihan adalah menggunakan penambat elastik ganda. Karena penggunaan penambat elastik ganda telah mampu meredam getaran yaitu mengurangi pengaruh getaran pada rel terhadap bantalan. Selain meredam getaran, juga mampu menghasilkan gaya jepit ( clamping force ) yang tinggi dan juga mampu memberikan perlawanan rangkak (Creep Resistence). Penggantian penambat kaku menjadi penambat elastik ganda adalah agar mampu menahan beban yang besar untuk angkutan barang kereta api. Penggunaan penambat elastik tunggal maupun elastik ganda sangat relevan terhadap penggunaan tipe rel 54 dan bantalan yang terbuat dari beton.

d. Sebidang tanah untuk tumpukan rel

Tubuh jalan rel merupakan lapisan tanah baik dalm keadaan asli maupun dalam bentuk diperbaiki ataupun dalam bentuk buatan, yang memikul beban yang dikerjakan oleh lapisan balas atas dan balas bawah. Tubuh jalan rel bisa berada didaerah galian atau timbunan, bisa menumpu pada endapan tanah atau endapan bantuan. Tubuh jalan rel pada timbunan terdiri dari tanah dasar (sub grade), tanah timbunan dan tanah asli.

Pada umumnya jalan rel akan melintasi suatu daerah yang sangat panjang dimana keadaan tanah dan formasi geologinya bisa sangat bervariasi. Untuk merencanakan geometrik dan tubuh jalan rel diperlukan penelaahan faktor geoteknik dan hidrologi, oleh karena itu dibutuhkan data geologi, hidrologi dan data tanah.

Daya dukung tanah harus cukup.

Menurut percobaan California Bearing Ratio (CBR, ASTM D.1888) kekuatan minimum adalah 8 % untuk tanah dasar, tebal tanah dasar harus memenuhi harga CBR minimum 30 cm, tanah dasar harus memenuhi kriteria perencanaan mencakup hubungan antara tekanan pada tanah dasar dan hubungan antara tegangan dengan CBR dan pengisapan lumpur 13.

Secara umum perencanaan penampang melintang telah memperhatikan aspek-aspek geometri, geoteknik dan drainase.

Gambar 5.22 Penampang Melintang pada Daerah Galian

(32)

Laporan Akhir V-32

Gambar 5.23. Penampang Melintang pada Daerah Timbunan

Gambar 5.24. Penampang Melintang Jalur Lurus

Berdasarkan hasil survey di lokasi studi Rata-rata lebar tanah DAOP III Cirebon untuk tumpuan di sepanjang rel KA untuk spoor tunggal lurus 6 m, lengkung 8 m. Untuk spoor ganda spoor raya lurus 8 m, lengkung 10 m. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.19. Kondisi tanah tumpuan rel pada DAOP III Cirebon

No U r a i an Jumlah Dalam Satuan Kondisi

Km M M2 Unit

Rata-Rata lebar tanah untuk tumpuan di

sepanjang

jalan rel KA

- Untuk spor tunggal spor raya

- lurus 6 mt

- lengkung 8 mt

- Untuk sp ganda spor raya

- lurus 8 mt

- lengkung 10 mt

(33)

Laporan Akhir V-33 Berkaitan dengan pengalihan barang dari jalan Pantura (Jakarta – Surabaya) ke angkutan kereta api barang maka tubuh jalan rel perlu dipertahankan dimensi dan kondisinya melalui pemeliharaan dengan pematusan.

e. Jembatan

Jembatan adalah merupakan salah satu aspek prasarana angkutan kereta api barang. Berkenaan dengan itu jembatan harus dibangun/dibuat sesuai dengan standar muatan angkutan kereta api barang. Pada umumnya jembatan sangat diperlukan sebagai penghubung untuk melewati sungai, selokan, saluran air, lembah dan rawa. Jika salurannya tidak lebar, dibuatkan gorong-gorong. Kalau saluran itu lebar maka dibuatkan jembatan. Berikut ini beberapa jenis konstruksi jembatan yang dipakai sebagai lintasan kereta api barang. Lebih jelasnya sifat konstruksi jembatan yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1) Konstruksi rasuk untuk bentang (L) = 0 – 10 m

Gambar 5.25 Jembatan Rasuk

2) Konstruksi dinding pelat untuk bentang (L) = 6 – 20 m

Gambar 5.26 Jembatan Dinding Pelat

3) Konstruksi dinding rangka untuk bentang (L) = 15 – 50 m. Konstruksi dinding rangka ini ada dua macam, yaitu :

a) Lintas atas yaitu sepur terletak di bagian atas dari rangka pokok. Jembatan ini di pakai jika muka air sungai rendah sekali atau di sungainya sama sekali tidak ada air, misalnya untuk jembatan yang membentangi jurang dan sungai di pegunungan.

(34)

Laporan Akhir V-34

Gambar 5.27 Jembatan Dinding Rangka Bawah

b) Lintas bawah yaitu sepur berada di bagian bawah dari rangka pokok jembatan.

Jembatan ini dipakai jika muka air sungai tinggi sehingga banyak digunakan dalam pembangunan prasarana jalan rel. Untuk jelasnya lihat gambar berikut ini.

Sedangkan untuk jembatan yang menggunakan rangka lintas bawah pada umumnya tidak tersedia ruang bebas dan sebagai contoh dapat di lihat pada gambar berikut.

Gambar 5.28 Jembatan Rangka Lintas Bawah

Konstruksi jembatan terdiri dari beberapa jenis, antara lain jenis konstruksi baja/ besi dan konstruksi terbuat dari beton. Masing-masing kedua jenis konstruksi tersebut memiliki keunggulan seperti berikut:

(1) Keuntungan dari jembatan baja adalah sebagai berikut : (a) Berat sendiri ringan, sehingga pondasinya lebih hemat. (b) Mudah dibuat, dibongkar dan dipindahkan.

(35)

Laporan Akhir V-35 (c) Waktu pelaksanaan di lapangan lebih cepat karena pabrikasi

konstruksi.

Jembatan KA menurut bahan kontruksinya terdiri dari jembatan besi/baja dan jembatan beton, jembatan besi lebih mudah perakitan, pengadaaannya, dan elastis. Beton lemah menahan daya tarik tetapi kuat menahan gaya tekan jembatan besi/baja di DAOP cirebon lebih banyak dah lebih panjang totalnya daripada jembatan beton. Penggunaan jembatan besi/baja diperlukan perawatan yang ekstra. Sistem jembatan harus memenuhi persyaratan beban gandar, lendutan, stabilitas konstruksi, dan ruang bebas. Jenis pembebanan yang perlu diperhitungkan adalah beban mati, beban hidup, beban kejut, beban horizontal, beban angin, beban gempa, beban air dan beban tanah aktif. Jembatan tidak boleh melewati geometri (batas ruang bebas) jalan, kalo menggunakan baja/besi penyambungannya dengan cara sambungan paku keling. Jembatan besi/baja dan jembatan beton yang ada masih dapat di operasikan dengan baik. Pada masa datang apabila diperlukan pergantian akibat rusak atau umur tua, direkomendasikan menggunakan jembatan beton karena konstruksi tidak rumit, ketahanan lebih lama, biaya konstruklsi lebih murah, dan pemeliharaan lebih ringan. Sementara kelemahan jembatan baja adalah memerlukan pemeliharaan secara berkala dan cermat terutama untuk menghindarkan konstruksi dari karat.

Berdasarkan hasil survey dari lokasi studi pada DAOP III Cirebon kondisi jembatan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.20. Kondisi jembatan pada DAOP III Cirebon

No U r a i an Jumlah Dalam Satuan Kondisi

Km M M2 Unit

1 Jenis Jembatan

- Jembatan besi/baja 2,934 335 Baik

- Jembatan beton 2,078 138 Baik

Sumber : Hasil Survey, 2013

Ternyata dari data yang diperoleh pada Daop III Cirebon memiliki jembatan besi atau baja sepanjang 2.934 km, sementara jembatan beton terdapat 2.078 km dengan kondisi yang baik. Berkaitan dengan peningkatan beban di lintas operasi kereta api, maka jembatan yang ada perlu dipersiapkan kemampuannya dengan mengganti jembatan yang terbuat dari konstruksi baja/ besi menjadi konstruksi beton. Pergantian tersebut tentunya dilakukan secara bertahap sesuai dengan skala prioritas yang perlu diganti pada setiap lintas.

Dengan adanya pengalihan angkutan barang melalui jalan Pantura Jakarta – Surabaya ke angkutan barang kereta api maka salah satu alternatif strategi yang dapat ditempuh adalah mengantisipasi prasarana yang mampu menahan beban yang relatif besar. Salah satu prasarana angkutan kereta api barang yang memiliki kontribusi besar untuk menjamin arus lalu lintas barang melalui jalan kereta api adalah menggantikan secara berkala konstruksi yang terbuat dari baja/besi menjadi konstruksi yang terbuat dari beton. Dengan demikian pergantian konstruksi baja atau besi menjadi beton adalah senada dengan kemampuan rel tipe 54 dan bantalan yang terbuat dari beton berikut penambat yang terbuat dari elastik ganda. Kebijakan ini ditempuh mengingat jalan pantura

(36)

Laporan Akhir V-36 Jakarta- Surabaya melalui angkutan truk, sekarang ini telah berdampak pada kemacetan dibeberapa titik, dan dilain pihak arus lalu lintas barang melelui jalan pantura memakan waktu lebih banyak. Aspek lain juga mengakibatkan kondisi jalan menjadi rusak disebabkan karena tonase sesuai dengan angkutan tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Pergantian tersebut juga didukung oleh beberapa teori yang menjelaskan bahwa keunggulan konstruksi beton adalah sebagai berikut.

(a) Beton lebih kuat menahan gaya tekan kereta api barang yang memiliki muatan skala besar

(b) Pembangunan konstruksi jembatan beton tidak rumit. (c) Ketahanan konstruksi jembatan beton lebih lama.

(d) Biaya konstruksi beton lebih murah, dan pemeliharaan lebih ringan.

f. Gorong-Gorong

Gorong-gorong adalah saluran tertutup yang melintang di bawah jalan dan berfungsi untuk mengalirkan air. Secara garis besar ada dua macam gorong-gorong yaitu berbentuk pipa dan berbentuk kotak / box culvert.

Gambar 5.29 Penampang Gorong-gorong

Untuk dimensi : lebar (B), tinggi (H) dan tebal (T) disesuaikan dengan gorong-gorong yang lama.

Pada sambungan antara gorong-gorong lama dengan yang baru perlu diberi landasan/bantalan untuk menghindari pergeseran yang mungkin terjadi.

Gambar 5.30 Landasan Pada Penambahan Gorong-Gorong

Pada bagian hulu dan hilir gorong-gorong biasanya dibuat kolam pergolakan yang fungsinya menenangkan air yang masuk dan ke luar gorong-gorong sehingga menghindarkan dari pergolakan yang dapat merusak dinding. Kemiringan gorong-gorong yang ideal minimal 10 % sebab bila kurang dari itu akan menyebabkan pengendapan lumpur. Secara singkat gambar gorong-gorong dapat dilihat pada gambar berikut.

(37)

Laporan Akhir V-37

Gambar 5.31 Kolam Olak

Beban yang bekerja pada gorong-gorong adalah :

1) Tekanan tanah vertikal yang berasal dari tanah di atas gorong-gorong. 2) Tekanan tanah mendatar yang diberikan oleh tinggi timbunan di samping

gorong-gorong.

Beban hidup di atas gorong-gorong (beban kereta api) lihat gambar berikut.

Gambar 5.32 Gaya-gaya Pada Gorong-gorong

Untuk mempertahankan kondisi jembatan maka kondisi gorong-gorong yang ada perlu dipelihara secara teratur. Dari beban-beban tersebut kemudian digunakan untuk merencanakan rangka pada pembuatan gorong-gorong. Berdasarkan hasil survey di Daop III Cirebon Gorong-gorong beton terdapat 189 unit dengan kondisi baik. Gorong-gorong tersebut terbuat dari beton dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.21.Kondisi gorong-gorong pada DAOP III Cirebon

U r a i an Jumlah Dalam Satuan Kondisi

Km M M2 Unit

Gorong gorong

- Kayu

- Beton 189 Baik

Gambar

Tabel 5.15.  Keberadaan Jenis bantalan pada DAOP III Cirebon  Lintasan  Jenis Bantalan  Panjang (km)
Tabel 5.16.  Penggunaan Alat Penambat Elastik sesuai Kelas Jalan  Kelas Jalan  Jenis Alat Penambat
Gambar 5.11.  Penambat tipe Pandrol Elastik pada Bantalan Kayu
Gambar 5.14.    Penambat tipe Pandrol Elastik pada Slab Beton  b)  Tipe Doorken atau Rail Spike
+7

Referensi

Dokumen terkait

Harmonisa arus keluaran inverter juga mengakibatkan ripple pada torsi lebih besar 2 sampai 5 kali lipat, hal ini mengakibatkan kecepatan motor tidak stabil dan menimbulkan

Tujuan penelitian adalah mengevaluasi viabilitas inokulan Azospirillum , Azotobacter dan Fungi Pelarut Fosfat dalam bahan pembawa gambut, kompos, arang batok dan zeolit

Akurasi hasil analisis sentimen ini dihitung menggunakan algoritma NBC (Naive Bayes Classifier) dengan pertimbangan tertentu 23 untuk aplikasi dunia kesehatan 24. Hasil

Tingkat pelayanan transportasi dipengaruhi oleh aksesibilitas di Kabupaten Serdang Bedagai. Dimana tingkat aksesibilitas diukur berdasarkan beberapa variable yaitu kondisi

Pengolahan tepung ampas kelapa berserat kasar tinggi, sebagai bahan baku makanan rendah kalori hanya mengikuti pemanfaatan kelapa untuk pengolahan santan dan minyak cara basah,

Di dalam aplikasi SIADI ini terdapat 6 aplikasi lain penunjang layanan pendidikan yang ada di SMP Negeri 5 Sidoarjo seperti SIJAPELIN (Sistem Jadwal Penilaian

Bahwa pengeluaran anggaran tersebut sangat jauh berbeda dengan kebijakan Pemohon selaku Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan terhadap

KKK dan komunikasi bawahan kepada atasan memberi sumbangan efektif terhadap komitmen organisasi sebesar 41.8%; (2) KKK memiliki hubungan positif yang signifikan