• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI SUMATERA UTARA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 126

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

DI SUMATERA UTARA

SRI ENDANG RAHAYU

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ABSTRAK

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : Apakah pengeluaran aparatur daerah dan pelayanan publik berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara?”.Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data skunder dalam bentuk laporan tahunan, yang diperoleh dari Dinas yang terkait atau instansi yang resmi yaitu BPS (Badan Pusat Statistik) propinsi Sumatera Utara. Tehnik analisis data digunakan model ekonomitrika dengan menggunakan metode Ordinary least square (OLS).

Berdasarkan hasil penelitian, pengeluaran aparatur daerah mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara dengan besar koefisien 35,697. Artinya apabila pengeluaran aparatur daerah naik 1%, ceteris paribus maka pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara naik sebesar 35,697%. Variabel X2 (pelayanan publik) mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi di Sumatera Utara dengan besar koefisien 51,062. Artinya apabila pelayanan publik naik 1%, ceteris paribus maka pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara naik sebesar 51,062%.

Kata Kunci : pengeluaran aparatur daerah, pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi.

PENDAHULUAN

Keadaan politik, sosial, militer suatu bangsa atau negara sangat tergantung pada keberhasilan perekonomiannya, dan keberhasilan perekonomian itu sendiri terutama di ukur dari kinerja makro ekonominya. Standar hidup suatu bangsa sangat tergantung pada kebijakan-kebijakan makro ekonomi yang dipilih dan dijalankan oleh pemerintahnya. Pemerintah Indonesia memiliki sejumlah instrument untuk mempengaruhi kegiatan makro ekonominya. Instrumen kebijakan merupakan suatu variabel ekonomi yang berada di bawah kontrol pemerintah yang dapat mempengaruhi satu atau lebih sasaran makro ekonomi.

Teori-teori Jhon Maynard Keynes dan tokoh ekonomi lainnya telah membantu menjelaskan kekuatan-kekuatan apa saja yang menyebabkan berbagai fluktuasi ekonomi, serta membantu merumuskan suatu pendekatan guna mengatasi dampak-dampak terburuk yang ditimbulkan business cycle. Kebijakan makro ekonomi seperti dengan memberlakukan atau mengubah kebijakan fiskal atau kebijakan lainnya, pemerintah dapat mengendalikan perekonomian menuju suatu komposisi output, stabilitas harga, kesempatan kerja dan perdagangan internasional yang lebih baik.

(2)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 127

Sebagai sebuah organisasi atau rumah tangga, pemerintah melakukan banyak sekali pengeluaran untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Pengeluaran tersebut bukan saja untuk menjalankan roda pemerintah sehari-hari. Akan tetapi untuk membiayai kegiatan perekonomian, dalam arti pemerintah harus menggerakkan dan merangsang kegiatan ekonomi secara umum. Pemerintah harus merintis dan menjalankan kegiatan ekonomi yang masyarakat atau kalangan swasta tidak tertarik untuk menjalankannya. Dalam kasus ini pemerintah memandang perlu untuk menangani sendiri berbagai kegiatan ekonomi tertentu, yang menurut penilaiannya sebaiknya tidak dijalankan oleh pihak swasta. Itulah sebabnya pemerintah melakukan berbagai pengeluaran.

Walaupun perekonomian nasional belum pulih yang masih dipengaruhi dengan berfluktuasinya nilai Dolar Amerika terhadap nilai Rupiah dan juga mempengaruhi terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Walaupun belum pulihnya perekonomian nasional, para pelaku ekonomi sudah mulai melakukan perbaikan dan antisipasi di bidang ekonomi dan didukung dengan suku bunga bank yang telah menurun, sehingga kegiatan ekonomi sektor riil mulai bergerak yang menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara mengalami kenaikan.

Menurut data yang ada, pengeluaran pemerintah di Sumatera Utara mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2004 pengeluaran pemerintah mencapai Rp 1.830,6 Milyar, hingga tahun 2006 pengeluaran pemerintah meningkat menjadi Rp 2.269 Milyar. Dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah, laju pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara mengalami penurunan dimana pada tahun 2004 laju pertumbuhan ekonomi mencapai 10,88% dan mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi 5,48% dan mengalami penurunan lagi pada tahun 2006 sebesar 5,47%. Dari data di atas, pengeluaran pemerintah propinsi Sumatera Utara begitu besar tetapi kurang mendorong pertumbuhan ekonomi di propinsi Sumatera Utara.

Sebelum tahun 2000 pelayanan publik mengalami fluktuasi, pada tahun 1996/1997 pelayanan publik mencapai 169.3 juta, tahun 1998/1999 pelayanan publik turun menjadi 141.8 juta dan tahun 1999/2000 pelayanan publik naik mencapai 246.8 juta. Setelah tahun 2000 pelayanan publik terus meningkat, pada tahun 2004 mencapai 949.8 juta dan pada tahun 2006 meningkat mencapai 1.640.48 Milyar. Sementara peningkatan pelayanan publik kurang mendorong laju pertumbuhan ekonomi di propinsi Sumatera Utara.

KAJIAN TEORI

Teori Pengeluaran Pemerintah

Pemerintah tidak cukup hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijakan pengeluarannya, tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati atau terkena kebijakan tersebut. Memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja adalah tidak memadai melainkan harus memperhitungkan siapa (masyarakat lapisan mana) yang bekerja atau meningkat pendapatannya. Pemerintah pun perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian justru melemahkan kegiatan pihak swasta.

(3)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 128

Hubungan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya (Mangkoesoebroto, 2002, hal 170).

Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peran investasi swasta sudah semakin besar. Peran pemeirntah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena itu peran swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar (market failure), dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang sudah semakin rumit

(complicated). Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh

perkembangan sektor industri, makin tinggi tingkat pencemaran udara dan air, dan pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Dalam suatu proses pembangunan menurut Musgrave, rasio investasi swasta dalam persentase terhadap GNP semakin besar dan persentase investasi pemerintah dalam persentase terhadap GNP akan semakin kecil.

Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow berpendapat bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan dan sebagainya (Mangkoesoebroto, 2002, hal 170). Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat. Kelima penyebab tersebut adalah tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah (Dumairy, 2006 hal 167).

Menurut Mangkoesoebroto (2002, hal 2) di negara manapun selalu ada campur tangan atau investasi pemerintah dalam perekonomian. Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan besar, yaitu : a. Peranan alokasi

Sumber daya yang dimiliki pada dasarnya dapat digunakan untuk menghasilkan barang swasta (private goods) dan barang publik (public goods). Barang sawsta (private goods) adalah barang yang ketersediaannya dapat dipenuhi oleh sistem pasar yaitu melalui transaksi antara penjual dan pembeli. Namun tidak semua kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa dapat disediakan oleh sektor swasta. Barang dan jasa yang tidak dapat disediakan oleh sistem pasar ini dinamakan barang publik (public goods) sehingga perlu dialokasikan oleh negara. Contohnya : prasarana jalan, pertahanan, pembersihan udara dan sebagainya, yang pengadaannya perlu peran negara (pemerintah) di dalamnya.

(4)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 129

Melalui kebijakan fiskal, pemerintah dapat mengubah posisi distribusi pendapatan. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan sistem pajak progresif yaitu beban pajak yang lebih besar dikenakan bagi orang kaya dan relatif lebih ringan bagi orang miskin, yang disertai dengan subsidi kepada kelompok miskin. Melalui subsidi, pemerintah secara tidak langsung bisa mempengaruhi distribusi pendapatan melalui kebijakan anggaran misalnya dengan memberikan kredit perumahan murah untuk golongan berpendapatan rendah, subsidi pupuk untuk petani.

c. Peranan stabilitas

Selain peran alokasi dan distribusi, pemerintah mempunyai peran utama sebagai stabilator perekonomian. Hal ini dilakukan melalui berbagai regulasi. Pemerintah yang berupaya menjaga terpeliharanya tingkat kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai.

Menurut Sukirno (2002, hal 151), jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode tertentu tergantung kepada banyak faktor yang penting, diantaranya adalah : jumlah pajak yang akan diterima, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi jangka pendek dan pembangunan ekonomi jangka panjang dan pertimbangan politik dan keamanan.

Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi dua klasifikasi, yaitu :

1. Aparatur Daerah yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintah sehari-hari meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga), angsuran dan bunga utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran lain. Anggaran belanja rutin memegang peranan penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan menujang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui penajaman alokasi pengeluaranrutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen/lembaga negara non departemen, dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

2. Pelayanan Publik yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fsiik dan non fisik. Dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan.

Teori Pertumbuhan Ekonomi

Secara singkat pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, yang ditekankan pada tiga aspek, yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses”, bukan

(5)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 130

suatu gambaran ekonomi pada suatu waktu yang dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal. Teknologi yang digunakan berkembang. Di samping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk dan pengalaman kerja dan pendidikan menambah ketrampilan (Sukirno, 2002, hal. 10).

a. Teori Pertumbuhan Klasik

Tokoh klasik ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Maltus dan Jhon Stuart Mill yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor , yaitu : luas tanah, jumlah penduduk, jumlah barang dan modal dan teknologi yang digunakan. Para tokoh ini lebih memfokuskan perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka mengasumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan.

Menurut Sukirno (2006, hal 247), teori pembangunan kaum klasik dalam garis besarnya mengemukakan pandangan berikut :

1) Tingkat perkembangan suatu masyarakat tergantung kepada empat faktor yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan tingkat teknologi yang dicapai.

2) Pendapatan nasional suatu masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga jenis pendapatan, yaitu : upah para pekerja, keuntungan para pengusaha dan sewa tanah yang diterima pemilik tanah.

3) Kenaikan upah akan menyebabkan pertumbuhan penduduk.

4) Tingkat keuntungan merupakan faktor yang menentukan besarnya pembentukan modal, apabila tidak terdapat keuntungan maka pembentukan modal tidak akan terjadi dan perekonomian akan mencapai tingkat stationary state.

5) Hukum hasil lebih yang semakin berkurang berlaku untuk segala kegiatan ekonomi sehingga mengakibatkan, tanpa adanya kemajuan teknologi, pertambahan penduduk akan menurunkan tingkat upah, menurunkan tingkat keuntungan, akan tetapi menaikan tingkat sewa tanah.

b. Pendekatan Neo Klasik (Robert M. Solow)

Dalam teori Solow (Sukirno, 2006, hal, 263) model yang dikembangkan terdapat kemungkinan adanya perubahan pada tingkat bunga maupun pada tingkat upah. Proses pertumbuhan dilihat sebagai suatu proses yang berlangsung dengan perimbangan-perimbangan yang variabel di antara faktor-faktor produksi. Harga-harga faktor produksi adalah fleksibel sehingga ada kemungkinan subtitusi di antara faktor-faktor produksi yang terlibat dalam proses produksinya. Dalam keadaan di mana jumlah tenaga kerja melebihi pasokan modal. Tingkat upah akan menurun

(6)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 131

secara nisbi terhadap harga modal (tingkat bunga). Sebaliknya jika pertambahan modal melampaui pertambahan jumlah tenaga kerja, maka tingkat upah akan meningkat. Dengan adanya perubahan pada harga fakto-faktor produksi dan melalui subtitusi satu jenis faktor produksi oleh jenis faktor produksi lainnya, hal itu satu sama lain dapat membatasi kemungkinana terjadinya penyimpangan dari ekuilibrium pertumbuhan.

c. Pendekatan Keynes

Teori klasik yang beranggapan tanpa campur tangan pemerintah dalam ekonomi, maka pembangunan ekonomi berjalan maksimal. Tetapi ternyata tahun 1930-an terjadi pengangguran besar-besaran. Sehingga timbullah kritik dari Keynes dengan pendekatan dari segi makro untuk mengatasi terjadinya pengangguran yaitu melihat perekonomian secara keseluruhan. Jadi untuk mengatasi pengangguran, Keynes perlu menambah pengeluaran uang supaya pengusaha menaikkan investasi yang akan menaikkan tenaga kerja. Sehingga perlu campur tangan pemerintah dengan mencetak uang maka akhirnya daya beli masyarakat bertambah dan respon pengusaha menaikkan produksi.

d. Pendekatan Neo Keynes

1) Teori Roy F. Harrod

Perhatian Harrod berkisar pada pertumbuhan ekonomi yang dapat berlangsung secara terus menerus dalam keadaan ekuilibrium yang stabil. Dalam hubungan ini oleh Harrod (Sukirno, 2006, hal, 256) dipaparkan dua konsep penegrtian perihal laju pertumbuhan yang menjadi kunci gagasannya, yaitu : (1) laju pertumbuhan produksi dan pendapatan pada tingkat yang dianggap memadai dari sudut pandangan para pengusaha/calon investasi. Hal ini disebut sebagai the warranted of growth. Selain itu oleh Harrod juga menunjukkan adanya (2) the rate of growth, yang sifatnya berbeda dari warranted rate, yang dimaksud di atas tadi.

Saran pendapat Harrod yaitu pertumbuhan kontinue dalam ekuilibrium (dengan kestabilan pendapatan dan kesempatan kerja penuh) hanya bisa dicapai jika dipenuhi kedua syarat yang dimaksud di atas, yaitu berlangsungnya laju pertumbuhan yang

warranted maupun laju pertumbuhan yang natural. Dengan kata lain, dalam suatu konstelasi ekonomi dimana warranted rate of growth adalah identik dengan natural rate of growth. Akan tetapi, faktor-faktor yang menentukan warrated rate of growth

berlainan dan terlepas dari faktor-faktor yang menentukan natural growth rate. Oleh sebab itu, jarang sekali terjadi dan mungkin hanya secara kebetulan bahwa warranted growth rate (laju pertumbuhan yang dianggap memadai dari sudut investor) adalah sama dengan natural growth rate (laju pertumbuhan yang ditentukan oleh kondisi dasar berkenaan dengan pertumbuhan angkatan kerja dan peningkatan produktivitas).

Gagasan Harrod(Sukirno, 2006, hal, 264) menyatakan bahwa : jika dikehendaki adanya ekuilibrium dalam proses pertumbuhan, maka diperlukan intervensi kebijaksanaan untuk menanggulangi gangguan ketidakstabilan dan penyimpangan yang merupakan ciri pokok pada pertumbuhan itu sendiri.

2) Teori Evsey D. Domar

Gagasan Domar (Sukirno, 2006, hal, 258) berpangkal tolak pada berlakunya asas

investment multiplyer. Laju pertumbuhan pada permintaan efektif langsung dihadapkan kepada pertumbuhan kepada pertumbuhan kapasitas produksi. Dalam

(7)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 132

modelnya diungkapkan bahwa pertumbuhan pada permintaan adalah sama dengan pertambahan investasi (I) dikalikan oleh multiplyer. Sedangkan pertumbuhan pada kapasitas produksi adalah sama dengan investasi (I) dibagi oleh capital output ratio

(K). hasilnya pertumbuhan pada permintaan adalah sama dengan pertumbuhan pada

kapasitas produksi : ΔI/I (yang sama dengan pertumbuhan permintaan) akan lebih

meningkat secara nisbi dibandingkan dengan s/k (pertumbuhan pada kapasitas

produksi) : ΔI/I > s/k. keadaan demikian akan membawa investasi dalam jumlah yang semakin besar.

Sama dan selaras dengan garis pemikiran dalam gagasan Harrod, jika karena apapun laju pertumbuhan investasi menyimpang dari laju kritis s/k, laju pertumbuhan pada kapasitas produksi, maka penyimpangan itu cendrung untuk berlangsung terus dalam arah yang sama. Implikasi saran pendapat ini adalah diperlukannya intervensi kebijaksanaan jika kecendrungan penyimpangan hendak dikembalikan pada jalur ekuilibrium.

e. Teori Pertumbuhan Rostow

Menurut Rostow (Sukirno, 2006, hal, 167) proses perkembangan dan pertumbuhan dapat dibedakan dalam lima tahap dan posisi setiap negara di dunia digolongkan ke dalam salah satu dari kelima tahap pertumbuhan ekonomi yang dijelaskannya :

1) Tahap Masyarakat Tradisional

Masyarakat tradisional ialah suatu masyarakat yang strukturnya di bangun di dalam fungsi produksi yang terbatas berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi pra-Newton terhadap dunia fisik. Kenyataan pokok tentang masyarakat tradisional adalah adanya suatu batas tertinggi untuk tingkat output dan pendapatan per kapita.

Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat ini, karena terbatasnya produktivitas, terpaksa menggunakan sebagian besar dari sumber produksinya untuk pertanian. Dari sistem pertanian itu timbul suatu struktur sosial yang hirarki dengan ruang lingkup yang relatif sempit, tetapi masih dapat terjadi upaya untuk berlangsungnya mobilitas vertikal dan memasukkan yang beraneka ragam dan yang selalu berubah ini ke dalam suatu kategori yang seragam atas dasar adanya batas tertinggi untuk produksi dan produktivitas teknik ekonomi mereka, memanglah sangat sedikit artinya.

2) Tahap Peletakan Dasar Untuk Tinggal Landas

Tahap pre-endition (tahap transisi) adalah merupakan tahap untuk meletakkan dasar dan syarat-syarat untuk beralih pada periode berikutnya (tahap take off) di mana perekonomian akan dapat berkembang dengan cukup pesat.

Ada tahap peralihan atau tahap meletakkan dasar ini, di dalam perekonomian dan kehidupan masyarakat mulai banyak terdapat perubahan-perubahan yang menyimpang dari kebiasaan masyarakat yang tradisional, maka mulai terdapat pembaruan-pembaruan dalam ilmu pengetahuan dan teknologinya telah bertambah luas dan telah mulai berkembang untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan ekonomi yang lebih maju.

3) Tahap Tinggal Landas

Selama tahap lepas landas ini, terdapat inudstri-industri yang merupakan leading sectors (sektor pemimpin dan penggerak) yang berkembang dengan cepat serta

(8)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 133

menghasilkan keuntungan besar, dimana pada umumnya keuntungan-keuntungan ini dinvestasikan kembali ke dalam industri-industri yang baru maupun yang semula. Dan demikian seterusnya perkembangan berbagai bidang industri ini dapat mendorong kemajuan dan pembaruan perekonomian nasional selanjutnya. 4) Tahap Gerak Menuju Kematangan

Tahap gerak menuju kematangan ini, perekonomian negara yang bersangkutan telah “matang” dimana pemakaian ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern telah berkembang dan meluas ke seluruh bidang dan sektor perekonomian. Pada tahap ini, perekonomian nasional telah mencapai apa yang disebut sebagai keadaan “momentum” yaitu dimana perekonomian dalam masyarakat yang berlangsung telah dapat berjalan dan berkembang atas kekuatan sendiri.

Jadi perekonomian masyarakat dalam periode ini sudah menimbulkan kekuatan-kekuatan pada dirinya sendiri yang disebut sebagai self generating forces, yaitu kekuatan-kekuatan yang ada dari lingkungan dalam perekonomiannya sendiri yang mampu untuk bergerak lebih maju dan berkembang dengan sendirinya.

Pada tahap ini telah tercapai kemujuan ekonomi dan kemakmuran pada tingkat yang sangat tinggi, perekonomian telah maju ke tingkat yang sedemikian rupa sehingga tingkat pendapatan dan konsumsinya telah sangat tinggi sekali. Pendapatan penduduk rata-rata tiap jiwa meningkat terus dan sangat tinggi sekali, pada umumnya setiap penduduk dalam masyarakat dan negaranya telah memiliki tingkat konsumsi berlebihan yang sangat jauh melampaui kebutuhan pokoknya dalam hal ini makanan, pakaian, perumahan dan lainnya.

5) Tahap Era Konsumsi Tinggi Secara Massa

Era konsumsi tinggi massa besar-besaran ini ditandai dengan migrasi penduduk ke wilayah pinggiran kota, pemakaian mobil secara luas, serta meluasnya pemakaian barang-barang konsumsi dan peralatan rumah tangga yang tahan lama. Pada tahap ini, keseimbangan dan arah perhatian masyarakat beralih orientasi dari penawaran ke permintaan, dari persoalan produksi ke persoalan konsumsi dan kesejahteraan dalam arti luas.

Beberapa Penelitian Terdahulu

Kartika Sari (2007, hal, 67) mengkaji tentang pengaruh pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi di kota Medan. ia menyimpulkan bahwa “perubahan pada pengeluaran pemerintah akan mengakibatkan perubahan pada pertumbuhan ekonomi”. kesimpulan lainnya adalah bahwa “pengeluaran pemerintah belum tentu berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi”.

Najiha Habibi Siregar (2009, hal, 71) mengkaji tentang pengaruh penanaman modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Ia menyimpulkan bahwa “ada hubungan yang kuat dan positif antara penanaman modal asing dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara”.

(9)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 134 Kerangka Konseptual Dan Hipotesis

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan permasalahan di atas maka untuk keperluan penelitian dibuat hipotesis yaitu :

1. Adanya pengaruh pengeluaran aparatur daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara.

2. Adanya pengaruh pelayanan publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara.

METODOLOGI PENELITIAN Definisi Operasional Variabel

Yang menjadi definisi operasionalnya adalah : 1. Pengeluaran Pemerintah (X)

a. Pengeluaran aparatur daerah (X1) adalah pengeluaran untuk memelihara atau

penyelenggaraan roda pemerintah sehari-hari, meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang), anggsuran dan bunga utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran rutin lainnya. Dihitung dalam bentuk rupiah per tahun dari tahun 1994-2008.

b. Pelayanan publik (X2) adalah pengeluaran yang bersifat menambah modal

masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan non fisik. Dihitung dalam bentuk rupiah per tahun dari tahun 1994-2008.

2. Pertumbuhan Ekonomi (Y)

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang yang ditekankan pada tiga aspek yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Dihitung dalam bentuk rupiah per tahun dari tahun 1994-2008.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam melihat besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan model ekonomitrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada adalah menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Sifat dari data yang digunakan adalah data time series (data menurut runtun waktu) yaitu data berkala dari tahun 1994-2008. Selanjutnya data tersebut akan dianalisis secara kuantitatif dengan metode regresi berganda dengan menggunakan SPSS. Model ekonomitrika dengan persamaan regresi :

Y = α + β1 X1 + β2 X2 + µ Dimana : Y = PDRB Sumatera Utara α = konstanta β1, β2 = koefisien regresi Pengeluaran aparatur daerah (variabel X1) Pelayanan publik (variabel X2) Pertumbuhan ekonomi (Variabel Y)

(10)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 135

X1 = Pengeluaran aparatur daerah Sumatera Utara

X2 = Pelayanan publik Sumatera Utara

µ = Term error

PEMBAHASAN

Model yang dibentuk dan di estimasi dengan menggunakan data time series periode 1994-2008. Metode ini di pakai karena spesifikasinya dalam menganalisis antar variabel bebas (dependen variable) dengan variabel terikat (independent variable), kemudian di analisis dengan menggunakan program SPSS. Model ini nantinya akan di asumsi secara parsial untuk melihat sejauh mana dan seberapa besar pengaruh pengeluaran aparatur daerah dan pelayanan publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara.

Tabel 1. Hasil Regresi dari SPSS Model Regresion Unstandardized

Coefficient R Square t F DW VIF 1 (Constant) X1 X2 1953,114 35,697 51,062 0,923 0,391 10,095 8,706 71,761 1,130 1,062 1,062 a. Dependent Variabel : PDRB

b. Predictors : (Constant), pengeluaran aparatur daerah dan pelayanan publik

Setelah diregresikan data yang telah diperoleh maka persamaan regresi berikut dan kemudian akan di analisis dengan menggunakan hasil regresi berikut ini :

Y = 1953,114 + 35,697 X1 + 51,062 X2+ µ

Y = PDRB Sumatera Utara (Milyar rupiah) X1 = Pengeluaran aparatur daerah (Milyar rupiah)

X2 = Pelayanan publik(Milyar rupiah)

µ = Term of error

1. Berdasarkan hasil model estimasi dapat diinterpretasikan sebagai berikut :

a. Bahwa variabel X1 (pengeluaran aparatur daerah) mempunyai pengaruh positif

terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara dengan besar koefisien 35,697. Artinya apabila pengeluaran aparatur daerah naik 1%, ceteris paribus maka pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara naik sebesar 35,697%.

b. Bahwa variabel X2 (pelayanan publik) mempunyai pengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara dengan besar koefisien 51,062. Artinya apabila pelayanan publik naik 1%, ceteris paribus maka pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara naik sebesar 51,062%.

2. Koefisien Determinasi (R Square)

Koefisien R Square dengan nilai 0,923 yang artinya secara bersama-sama pengeluaran aparatur daerah dan pelayanan publik mampu memberikan variasi penjelasan pertumbuhan ekonomi sebesar 92,3%, sedangkan sisanya sebesar 7,7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam estimasi model atau berada dalam disturbance error term.

(11)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 136

Uji t statistik merupakan pengujian secara individual untuk membuktikan bahwa koefisien regresi ini secara statistik signifikan. Dalam hal ini pengujiannya adalah sebagai berikut :

a. Pengeluaran aparatur daerah

1) H0: β1 = 0 (tidak ada pengaruh pengeluaran aparatur daerah)

H1: β2≠ 0 (ada pengaruh pengeluaran aparatur daerah)

2) α = 5% t tabel = 1,761

Df = 15-1 = 14 3) t hitung = 10,095

4) Kriteria pengambilan keputusan : Terima H0 : jika t-hitung < t-tabel

Terima H1 : jika t-hitung > t-tabel

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dapat ditentukan bahwa: t-hitung > t-tabel yaitu 10,095 > 1,761 maka H0 diterima artinya adanya pengaruh pengeluaran

aparatur daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara pada tingkat

kepercayaan 95% (α = 5%).

b. Pelayanan Publik

1) H0: β1 = 0 (tidak ada pengaruh Pelayanan Publik )

H1: β2 ≠ 0 (ada pengaruh Pelayanan Publik)

2) α = 5%

t tabel = 1,761 Df = 15-1 = 14

3) t hitung = 8,706

4) Kriteria pengambilan keputusan : Terima H0 : jika t-hitung < t-tabel

Terima H1 : jika t-hitung > t-tabel

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dapat ditentukan bahwa: t-hitung > t-tabel

yaitu 8,706 > 1,761 maka H0 diterima artinya adanya pengaruh pelayanan

publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara pada tingkat

kepercayaan 95% (α = 5%).

4. Uji F Statistik

Uji F statistik berguna untuk pengujian secara serentak apakah secara keseluruhan koefisien regresi tersebut signifikan dalam menentukan nilai variabel terikat (dependen variabel).

a. H0: β1 = 0 (tidak ada pengaruh pengeluaran aparatur daerah

dan pelayanan publik)

H1: β2 ≠ 0 (ada pengaruh pengeluaran aparatur daerah

dan pelayanan publik)

b. α = 5%; n – k = 13 F tabel = 3,81 c. F hitung = 71,761

d. Kriteria pengambilan keputusan : Terima H0 : jika F-hitung < F-tabel

(12)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 137

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapat: F hitung > F tabel yaitu 71,761 > 3,81

maka H0 diterima artinya secara bersama variabel pengeluaran aparatur daerah

dan pelayanan publik berpengaruh signifikan terhadap tingkat pertumbuhan

ekonomi di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 95% (α = 5%). KESIMPULAN

Berdasarkan kesimpulan dan penjelasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, diperolah kesimpulan :

1. Bahwa variabel X1 (pengeluaran aparatur daerah) mempunyai pengaruh positif

terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara dengan besar koefisien 35,697. Artinya apabila pengeluaran aparatur daerah naik 1%, ceteris paribus maka pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara naik sebesar 35,697%. Bahwa variabel X2 (pelayanan publik) mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi di Sumatera Utara dengan besar koefisien 51,062. Artinya apabila pelayanan publik naik 1%, ceteris paribus maka pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara naik sebesar 51,062%.

2. Koefisien R Square dengan nilai 0,923 yang artinya secara bersama-sama pengeluaran aparatur daerah dan pelayanan publik mampu memberikan variasi penjelasan pertumbuhan ekonomi sebesar 92,3%, sedangkan sisanya sebesar 7,7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam estimasi model atau berada dalam disturbance error term.

SARAN

1. Dengan adanya pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi maka perlu untuk ditingkatkan lagi, mengingat angka pengeluaran pemerintah berfluktuasi ssehingga kestabilan pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan.

2. Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan pertumbuhan ekonomi yang cendrung berfluktuasi, sehinngga tingkat petumbuhan ekonomi terus meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Bachrawi Sanusi (2004). Pengantar Ekonomi Pembangunan. Jakarta : Rineka Cipta. Badan Pusat Statistik (2007) “Sumatera Utara dalam Angka 2002-2005”, Medan. Badan Pusat Statistik, 2008, “Beberapa Indikator Penting Mengenai Indonesia”,

http://www.bps.go.id/leaflet/leaflet-desember-07-ind.pdf, diakses 20 Maret 2009.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2008, “Realisasi Pengeluaran Pemerintah

Propinsi Sumatera Utara tahun 2006”,

http://sumut.bps.go.id/?kdbsek=108&pilih=vstasek, diakses 18 Maret 2009. Badan Pusat Statistik, 2008, “Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara Triwulan I

tahun 2007”, http://www.bainfokomsumut.go.id/detail.php?id=4170, diakses 20 Maret 2009.

Dumairy (2006). Perekonomian Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Eddy Syofian, 2009, “SUMUT targetkan Pertumbuhan Ekonomi 2009 Meningkat”, http://www.bainfokomsumut.go.id/detail.php?id=4170, diakses 18 Maret 2009.

(13)

JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 138

Mangkoesoebroto, Guritno (2002). Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE. Sukirno, Sadono (2002). Makro Ekonomi. Jakarta :Raja Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono (2006). Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. Jakarta : Kencana.

Tambunan, Tulus T.H (2001).Transformasi Ekonomi di Indonesia. Teori dan Penemuan Empiris. Jakarta : Salemba Empat.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Costas Armenakis (York University) Mahdi Motagh (GFZ Potsdam) Richard Bamler (DLR, Oberpfaffenhofen) Stephan Nebiker (FHNW Basel) Francesca Bovolo (FBK Trento) Nicolas

Sehubungan dengan akan dilaksanakan Klinik Artikel oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Andalas, untuk meningkatkan jumlah Artikel

To solve the texture mapping problem, we proposed a target aware image to model registration method using silhouette as the matching clues.. User only need to put

sehubungan dengan telah selesainya dilaksanakan Klinik Artikel Internasional terindeks, bagi Bapak/Ibu yang memerlukan Bahan dalam acara tersebut, bisa di Download pada link yang

sehubungan dengan telah selesainya Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unand menyelenggarakan Workshop Klinik Artikel Internasional Terindeks, untuk itu

This paper, in the form of case study of Ancestral Temple in Mukden Palace, aims to introduce non-destructive testing technology (ground penetrating radar,

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Go Public di Indonesia Periode

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, kemudahan beserta rahmat dan hidayahNya, sehingga dapat terselesaikannya