• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH FAKTOR UKURAN, USIA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP STRATEGI KEWIRAUSAHAAN DALAM FRANCHISING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH FAKTOR UKURAN, USIA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP STRATEGI KEWIRAUSAHAAN DALAM FRANCHISING"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH FAKTOR UKURAN, USIA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP STRATEGI KEWIRAUSAHAAN DALAM

FRANCHISING

Achmadi

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang

Abstrak

Saat ini telah diterima secara luas bahwa waralaba (franchising) memainkan peran penting dalam perkembangan perusahaan kecil menengah (UKM) di masa datang (Sanghavi 1998). David (2005) memasukkan waralaba (franchising) dalam strategi integrasi kedepan. Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa cara yang efektif untuk mengimplementasikan integrasi ke depan adalah waralaba, sekitar 2000 perusahaan pada 50 industri yang berbeda di AS menggunakan waralaba untuk mendistribusikan produk dan jasa mereka. Bisnis dapat berekspansi secara cepat dengan waralaba karena biaya dan peluang tersebar di banyak individu.

Kata Kunci : waralaba, perusahaan kecil menengah, strategi integrasi

PENDAHULUAN

Sanghavi (1994) memasukkan waralaba sebagai strategi pertumbuhan dalam tujuan jangka panjang perusahaan. Sedangkan Thompson Jr., dkk (2005) memasukkan waralaba dalam memilih strategi untuk ekspansi dan masuk pasar (market entry) karena pembeli waralaba menanggung semua biaya dan risiko pendirian usaha baru di tempat baru sedangkan pemilik waralaba hanya bertanggung jawab untuk melatih, mensupport, memonitor pembeli waralaba.

Maraknya promosi mengenai kewirausahaan didasarkan pada harapan bahwa aktivitas entrepreneur/kewirausahaan dimaksudkan untuk memecahkan problematika ekonomi nasional dan global. Peran waralaba sebagai satu bentuk aktivitas kewirausahaan saat ini sedang mendapat perhatian.

(2)

Format bisnis waralaba memenuhi banyak kriteria kewirausahaan misalnya: menciptakan perusahaan baru, dan digerakkan oleh persepsi mengenai peluang (Stevenson dan Jarillo 1990). Kewirausahaan meliputi pengenalan produk dan jasa baru, pemasaran inovatif, terbuka terhadap perubahan, memenangkan kompetisi, dan tumbuh dengan cepat (Stopford & Baden-Fuller 1994).

Salah satu perubahan ini dikarenakan adanya perkembangan ilmu pengetahuan yang makin pesat yang telah banyak mempengaruhi pergerakan dunia bisnis. Hampir tidak ada suatu perusahaanpun yang bisa melepaskan diri dari pengaruh ini. Namun demikian, perusahaan tersebut tetap dituntut agar mampu bertahan bahkan sedapat mungkin berupaya untuk meningkatkan kinerjanya. Untuk itu, setiap perusahaan harus dapat mengembangkan strateginya guna menghadapi segala ancaman yang timbul.

Dapat dipahami bahwa setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mewujudkan pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Dalam era global yang ditandai dengan persaingan yang semakin tajam dan kompleks serta tingkat akselerasi yang tinggi, perusahaaan dituntut untuk memiliki kemampuan dalam mengembangkan berbagai pilihan stratejik di bidang manajemen. Harapannya agar perusahaan tersebut mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan pergerakan lingkungan yang dinamis (Nisjar dan Winardi, 1997).

Selain dari masalah lingkungan, kesuksesan perusahaan juga ditentukan dari jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Perusahaan yang berorientasi kewirausahaan akan selalu berupaya menghasilkan produk-produk baru yang inovatif dan memiliki keberanian untuk menghadapi resiko (Becherer dan Maurer, 1997). Perusahaan perlu menyadari bahwa resiko tidak dihindari tetapi hanya dapat diminimalisasi. Perusahaan yang ingin berhasil harus mampu mengelola resiko dan menggunakannya untuk memenangkan persaingan dengan para kompetitornya. Inovasi dan keberanian menghadapi resiko menjadi hal utama bagi kelangsungan perusahaan ke depannya.

(3)

Peran pewaralaba sebagai wirausaha telah jelas, namun aktivitas kewirausahaan yang dijalankan pembeli waralaba kadang dipandang sebagai hal yang paradok. Sering pewaralaba menyatakan bahwa mereka lebih memilih seorang manajer dibanding seorang entrepreneur sebagai pembeli waralaba untuk melindungi sistem bisnis mereka dari perubahan yang tidak diinginkan. Di sisi lain, lingkungan bisnis saat ini untuk membeli waralaba sangat kompetitif, perubahan terjadi cepat, mungkin lebih beresiko dibanding waktu sebelumnya. Beberapa penelitian mendukung pendapat bahwa inovasi dan adaptasi adalah hal penting untuk survive di lingkungan yang penuh persaingan. Serupa dengan perusahaan bidang lain, sistem waralaba mendapat keuntungan dari inovasi, adaptasi, dan aktivitas kewirausahaan (Block dan MacMillan 1993).

KONSEP WARALABA

Waralaba (franchise) adalah suatu bentuk kerjasama di mana pemberi waralaba (franchisor) memberikan izin kepada penerima waralaba (franchisee) untuk menggunakan hak intelektualnya, seperti nama, merek dagang produk dan jasa, dan sistem operasi usahanya. Sebagai timbal baliknya, penerima waralaba membayar suatu jumlah nominal tertentu untuk fee nya. Untuk lebih jelasnya yang disebut franchisor adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan segala ciri khas usaha dan segala kekayaan intelektual, seperti nama, merek dagang, dan sistem usaha yang dimilikinya. Franchisee adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan atau menerima hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh franchisor. Franchisee fee adalah kontribusi dari penerima waralaba kepada pemberi waralaba, sebagai imbalan atas pemberian hak pemanfaatan dan penggunaan hak intelektual yang dimiliki oleh pemberi waralaba dalam kurun waktu tertentu, sering disebut juga one-time fee karena hanya dibayarkan untuk satu kali bentuk hak yang diterima. Royalty fee adalah kontribusi dari operasional usaha penerima waralaba yang

(4)

dibayarkan kepada pemberi waralaba secara periodik-biasanya secara bulanan, umumnya berupa persentase tertentu dari besarnya omset penjualan si penerima waralaba (Sarosa, 2004)

Fitur unik dari sistem waralaba adalah konteks yang disediakan bagi masing-masing pembeli waralaba. Bagi pembeli waralaba, pewaralaba merupakan dimensi konteks yang utama. Sesuai tujuan penelitian ini, konteks waralaba mengacu pada karakteristik perusahaan pewaralaba.

Beberapa penelitian menyarankan bahwa dalam persaingan bisnis yang meningkat, perusahaan-perusahaan meningkatkan aktivitas kewirausahaannya (Zahra dan Covin, 1995 dalam Falbe dkk., 1998). Pewaralaba yang menghadapi kompetisi juga melakukan strategi kewirausahaan dan melakukan inovasi terhadap para pembeli waralabanya. Penelitian yang menyatakan bahwa para pembeli waralaba menerapkan tindakan kewirausahaan berdasarkan pengetahuan lokal mereka yang akan berakibat pada keunggulan bersaing bagi sistem waralaba (Baucus, Baucus, dan Human 1996 dalam Falbe, dkk., 1998). Untuk alasan ini, penelitian ini juga menguji beberapa pewaralaba mendorong pembeli waralaba untuk melakukan aktivitas kewirausahaan.

BEBERAPA STRATEGI KEWIRAUSAHAAN

Beberapa strategi kewirausahaan meliputi: agresif dalam menangkap peluang, kemampuan untuk pembaruan dan perubahan melalui fleksibilitas dan adaptasi, peningkatan inovasi dan kreatifitas, dan keberanian mengambil resiko (Stopford dan baden Fuller 1994).

Konsep tentang strategi kewirausahaan telah banyak diterapkan pada perusahaan-perusahaan sesuai dengan pengertian dasarnya dalam manajemen stratejik. Miller (dalam Becherer dan Maurer, 1997) mendefinisikan perusahaan yang berstrategi kewirausahaan sebagai perusahaan yang memiliki kemampuan untuk mendukung inovasi produk, memiliki keberanian untuk mengambil resiko, dan sebagai pihak pertama yang menerima inovasi proaktif dalam rangka mengalahkan

(5)

para psaing-pesaingnya. Dari perspektif manajemen pemasaran, strategi kewirausahaan dipandang sebagai kecenderungan manajemen puncak (top management) perusahaan untuk menghitung atau mengkalkulasi resiko, untuk menjadi inovatif, dan untuk menunjukkan sikap proaktif. Secara umum, strategi kewirausahaan dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk bertindak otonomi dan memiliki kecenderungan untuk bersikap agresif dalam menghadapi para pesaingnya.

Terdapat beberapa indikator yang dapat dipakai sebagai acuan dalam melihat apakah suatu perusahaan menerapkan strategi kewirausahaan, seperti apakah perusahaan tersebut memiliki strategi kuat ke arah high risk - high return (semakin tinggi resiko yang dihadapi maka akan semakin tinggi keuntungan yang diperolehnya). Selain itu, implementasi strategi kewirausahaan dalam perusahaan juga dapat dilihat dari seberapa jauh sikap agresif perusahaan dalam menghadapi para pesaingnya. Semakin kuat kedua hal tersebut terdapat dalam suatu perusahaan maka dapat dikatakan kalau perusahaan tersebut berstrategi pada kewirausahaan. Dapat dipahami bahwa upaya perusahaan untuk memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi tentunya disertai pula dengan semakin tingginya resiko yang harus dihadapinya (high risk - high return). Suatu perusahaan yang tidak berani untuk mengambil resiko akan tetap berada dalam kondisinya yang sekarang dan secara pasti cepat atau lambat akan mengalami penurunan keuntungan. Suatu resiko muncul sebagai akibat dari adanya berbagai perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis.

Beberapa perubahan tersebut antara lain adalah tidak sesuainya lagi kebijakan yang diambil perusahaan dengan tuntutan perubahan jaman atau semakin banyaknya para pesaing. Bila kondisi ini terjadi, maka perusahaan harus berani untuk mencoba dan mengimplementasikan kebijakan atau strategi barunya. Upaya perusahaan dalam mengimplementasikan strategi barunya akan berdampak baik bagi kelangsungan perusahaan di masa datang. Selain itu, perusahaan juga harus bersikap agresif dan proaktif dalam menghadapi para pesaingnya. Perusahaan tidak dapat hanya menunggu strategi pesaing saja. Hal ini berarti keberanian perusahaan untuk menghadapi resiko

(6)

tersebut akan memiliki peluang untuk meningkatkan keuntungan melalui peningkatan kinerjanya.

Kunci keberhasilan perusahaan juga terletak pada kemampuan perusahaan untuk melakukan inovasi terhadap produknya. Inovasi juga menggambarkan agresifitas strategi perusahaan untuk mengambil resiko adanya kegagalan akibat mencoba hal yang baru. Secara umum istilah inovasi seringkali terkait dengan upaya perusahaan dalam menciptakan produk baru. Inovasi dapat dipandang sebagai sebuah mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dalam lingkungan yang dinamis. Oleh karenanya, perusahaan dituntut untuk mampu menciptakan pemikiran-pemikiran baru, gagasan-gagasan baru, dan menawarkan produk yang inovatif kepada para pelanggan. Hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Becherer dan Maurer (1997) berhasil membuktikan bahwa perusahaan yang berstrategi kewirausahaan akan memperoleh manfaat berupa peningkatan keuntungan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi kewirausahaan yang ditunjukkan oleh adanya inovasi, keberanian untuk mengambil resiko, dan agresifitas dalam menghadapi para pesaingnya akan membawa keuntungan bagi perusahaan yang mengimplementasikannnya.

Miller (1983 dalam Falbe dkk., 1998) mengidentifikasi stratedi-strategi tertentu yang merupakan orientasi utama yaitu: tingkat proaktif, mau mengambil resiko, dan melakukan inovasi. Namun, penelitian yang lebih baru mengenai kewirausahaan perusahaan menyarankan bahwa dimensi keempat harus dimasukkan yaitu: kemampuan adaptasi dan pembaruan yang merupakan lawan dari kecenderungan birokratis bagi stabilitas.

Dalam kasus waralaba, dukungan terhadap aktivitas kewirausahaan oleh pembeli waralaba nungkin dibuat di dalam sistem waralaba itu sendiri, melalui program perlombaan antar pembeli waralaba yang diadakan oleh pewaralaba atau beberapa program penghargaan.

(7)

UKURAN PERUSAHAAN FRANCHISING

Terdapat banyak literatur dalam penelitian manajemen dan organisasional mengenai efek ukuran (size) terhadap dimensi-dimensi organisasional dan aktivitas kewirausahaan (Scott, 1992). Efek dari ukuran perusahaan pada inovasi adalah para manajer di semua perusahaan besar dan mapan mempunyai pemikiran bahwa akan rugi secara finansial dan psikologis dari aktivitas kewirausahaan. Di sisi lain, pendiri dan anggota perusahaan kecil memandang lebih banyak untung di banding rugi dengan melakukan inovasi dan aktivitas kewirausahaan (Geis 1989 dalam Falbe dkk., 1998). Keberlangsungan usaha kecil juga bergantung pada kapasitas mereka untuk inovasi untuk mencapai keunggulan kompetitif (Hamel dan Prahalad 1996).

Ukuran yang besar diasosiasikan dengan formal dan terstandarisasi, yang umumnya berhubungan negatif dengan inovasi dan kreativitas dalam perusahaan. Banyak contoh, diantaranya sistem reward, yang menegaskan bahwa aktivitas kewirausahaan dalam perusahaan yang besar harus terlindungi dari adanya birokrasi. Walaupun dengan berbagai mekanisme struktural, perusahaan yang besar lebih sering gagal, dibanding sukses, dalam hal aktivitas kewirausahaan (Block dan MacMillan 1993). Hal ini membawa pada hipotesis:

H1: Semakin besar perusahaan franchising, semakin kurang strategi kewirausahaan perusahaan franchising

USIA PERUSAHAAN FRANCHISING

Literatur penelitian yang menyatakan bahwa efek usia perusahaan pada struktur perusahaan dan kapasitas untuk aktivitas kewirausahaan dalam hal inovasi serupa dengan efek ukuran perusahaan. Aktivitas kewirausahaan yang mencirikan perusahaan baru cenderung hilang saat perusahaan bertambah usia.

Usia juga diasumsikan mempengaruhi produk baru dan inovasi teknis. Penelitian mengindikasikan bahwa usia perusahaan, dan sempitnya fokus menyebabkan perusahan yang telah lama berdiri tidak bisa berinovasi seperti yang

(8)

dulu dilakukan pada awal sukses mereka (Miller 1990 dalam Falbe dkk., 1998)). Kepemimpinan pada perusahaan yang berusia lama ini harus menciptakan kembali atau melindungi proses adaptif yang memastikan inovasi secara sistematis (Kao 1989 dalam Falbe dkk., 1998).

Falbe, dkk., (1998) menyatakan usia yang lama cenderung membuat perusahaan melemah daya inovasinya, lebih memilih menghindarkan risiko, kurang aktif mencari peluang-peluang baru, kurang agresif, dan kurang responsif terhadap keadaan yang berkembang. Perusahaan yang berusia lama juga berusaha meningkatkan formalisasi dan standarisasi untuk mempertahankan konsistensi internal (Aldrich dan Auster 1986 dalam Falbe dkk., 1998).

Starbuck (1965 dalam dalam Falbe dkk., 1998) menyatakan bahwa risiko dari perusahaan yang sudah berusia lama adalah terlalu berfokus pada masalah-masalah rutin yang dihadapi perusahaan. Sehingga hanya menggunakan cara-cara yang telah biasa dilakukan untuk memonitor masalah-masalah yang muncul (Meyer dan Rowan dalam Falbe dkk., 1998); mengesampingkan informasi eksternal dan makin meningkatnya ketidakpedulian manajemen atas pada orang-orang yang sering berhubungan dengan lingkungan luar perusahaan (Aldrich dan Auster 1986 dalam Falbe dkk., 1998).

Penelitian ini mengasumsikan bahwa usia perusahaan akan menghasilkan dampak serupa pada aktivitas kewirausahaan seperti ukuran perusahaan, sehingga hipotesisnya adalah:

H2: Semakin lama usia perusahaan franchising, semakin kurang strategi kewirausahaan perusahaan franchising

PERTUMBUHAN PERUSAHAAN FRANCHISING

Pertumbuhan didefinisikan sebagai hal yang paling mendasar dari kewirausahaan (Sexton dan Smilor 1997). Berlawanan dengan efek yang dihipotesiskan pada ukuran dan usia perusahaan, pertumbuhan cepat diasosiasikan

(9)

dengan adaptasi perusahaan dan strategi kewirausahaan. Tanpa kapasistas untuk merespon dengan cepat, perusahaan tidak akan bertahan terhadap tekanan persaingan (Hamel dan Prahalad 1996).

Pertumbuhan dan inovasi hampir serupa. Perusahaan secara eksternal tumbuh melalui akuisisi dan merjer dan secara internal melalui produk dan proses inovasi (Hitt et. Al. 1996). Seiring perkembangan, perusahaan ditantang untuk menemukan peluang bisnis baru dan mengembangkan produk-produk dan proses-proses baru untuk merangsang pertumbuhan tambahan (ireland dan Hitt 1997). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun inovasi dan pertumbuhan sama-sama terdapat pada tahap awal perusahaan, pertumbuhan tinggi menjadi penggerak pada inovasi-inovasi berikutnya (Ireland dan Hitt 1997). Keberlangsungan perusahaan bergantung pada pertumbuhan yang terus berlanjut. Agar sistem waralaba tumbuh dengan menambah unit-unit baru, perusahaan waralaba perlu membujuk pembeli waralaba yang berpotensi bahwa pewaralaba menawarkan keunggulan bersaing dengan produk dan jasa yang inovatif dan bahwa mereka akan terus melakukan itu di masa mendatang.

Penelitian mengindikasikan bahwa pertumbuhan meningkatkan strategi kewirausahaan (Ireland dan Hitt 1997). Tanpa kapasitas untuk tumbuh, perusahaan tidak dapat bertahan.

Penelitian ini mengajukan hipotesis berikut ini:

H3: Semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan franchising, semakin sering strategi kewirausahaan akan dilakukan

KINERJA PERUSAHAAN WARALABA (FRANCHISING)

Johnson (1999) pada penelitiannya mengukur kinerja suatu perusahaan dengan market share, Pertumbuhan penjualan, dan pentingnya hubungan antar mitra yang ternyata dimensi-dimensi tersebut juga dapat untuk mengukur kinerja perusahaan. Pada penelitian-penelitian yang lain kinerja perusahaan dapat diukur dari dimensi diatas dengan ditambahkan kemampulabaan/ profitabilitas. Peneliti mengembangkan

(10)

variable kinerja berdasarkan pendapat Jap ( 1999), sebagai pelengkap dimensi pada penelitian ini.

Kinerja pada penelitian ini berdasarkan pendapat Jap (1999) bisa diarahkan dengan ditambahkan unsur-unsur profitabilitas sebagai pelengkap kinerja perusahaan seperti pertumbuhan, porsi pasar dan peningkatan penjualan. Tetapi untuk memudahkan responden menjawab kuesioner, indikator atau dimensi variable kinerja diajukan meliputi, peningkatan pendapatan, penjualan dan profitabilitas serta pentingnya hubungan antar perusahaan. Kinerja pada penelitian ini dikembangkan dan diperluas menjadi sebagai outcomes Variable. Kinerja yang dimaksud adalah hasil keunggulan kompetitif dari kinerja perusahaan suatu perusahaan sebagai produsen dan mitra-mitra mereka.

Walaupun demikian, alasan yang jelas bagi perusahaan untuk melakukan bentuk waralaba ini adalah untuk meningkatkan kinerjanya. Secara spesifik, proses inovasi, keunggulan-keunggulan dalam pengelolaan logistik, peningkatan responsifitas dan penyesuain transaksi yang lebih efesien, kesemuanya ini dikontribusikan untuk keefktifan dan keefesienan perusahaan dalam melayani pasarnya. Dengan demikian, hal-hal tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan dan memperkuat posisi pasarnya (Johnson 1999).

Meskipun adanya waralaba ini merupakan alasan yang nyata untuk kerjasama dengan mitra antar perusahaan adalah untuk meningkatkan kinerja. Dengan demikian, perusahaan secara stratejik menyatukan perorangan atau lembaga lain, karena melakukan demikian membawa potensi untuk imbalan ekonomi yang tinggi. Semua manfaat waralaba secara langsung dan tidak langsung akan merubah kinerja ekonomi bagi perusahaan yang bermitra. Secara khusus Inovasi proses manfaat dalam manajemen logistik saat-saat respon yang pendek, transaksi yang efesien, dan singkat semuanya berkontribusi pada keefektifan perusahaan dalam melayani market mereka.

Pada gilirannya bias ini menghasilkan pertumbuhan dan posisi market yang kuat dan menghasilkan tambahan langsung bagi kinerja perusahaan. Manfaat waralaba

(11)

lainnya diantara perusahaan mitra itu mempunyai dampak yang tidak langsung bahkan lebih menonjol pada kinerja finansial perusahaan. Misalnya akses meningkat pada informasi. Inovasi teknologi pada waktu-waktu yang pendek dalam pengembangan produk ( Johnson 1999).

Peningkatan akses informasi, inovasi teknologi dan pengembangan produk yang lebih cepat serta pengembangan produk yang lebih cepat serta penggabungan promosi merupakan hasil waralaba yang diharapkan dari perusahaan yang tergabung didalamnya secara stratejik untuk menciptakan keunggulan bersaing atau nilai yang tidak bisa diciptakan secara individu oleh perusahaan dalam memenangkan persaingan, yang akan secara langsung mampu meningkatkan kinerjanya ( Johnson 1999).

Dengan demikian, hipotesis yang diajukan adalah :

H4: Semakin tepat strategi kewirausahaan dilakukan, semakin tinggi kinerja perusahaan franchising

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

Kerangka pemikiran teoritis yang akan dikembangkan pada penelitian ini mengacu pada telaah pustaka yang telah dilakukan pada sub bab sebelumnya. Model penelitian yang akan dikembangkan adalah seperti tersaji pada Gambar 2.1 di bawah ini.

(12)

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Teoritis

Sumber: Falbe, Dandrige, dan Kumar (1998) dikembangkan untuk penelitian ini

2.2Hipotesis

Beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H1: Semakin besar perusahaan franchising, semakin kurang strategi kewirausahaan perusahaan franchising

H1: Semakin lama usia perusahaan franchising, semakin kurang strategi kewirausahaan perusahaan franchising

H2: Semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan franchising, semakin sering strategi kewirausahaan akan franchising

H3: Semakin tepat strategi kewirausahaan dilakukan, semakin tinggi kinerja perusahaan franchising Ukuran Perusahaan Franchising Pertumbuhan Perusahaan Franchising Strategi Perusahaan Franchising Kinerja Perusahaan Franchising H1 H2 H4 Usia Perusahaan Franchising H3

(13)

KESIMPULAN

Penelitian ini memberikan dukungan bagi hubungan ukuran, usia dan pertumbuhan perusahaan waralaba dengan strategi kewirausahaan. Dari telaah pustaka dan model yang dikembangkan, maka penelitian ini mempunyai kesimpulan sementara adalah sebagai berikut:

1. Ukuran perusahaan waralaba mempunyai pengaruh negatif terhadap strategi kewirausahaan, semakin besar perusahaan waralaba akan semakin kurang menerapkan strategi kewirausahaan.

2. Usia perusahaan waralaba mempunyai pengaruh negatif terhadap strategi kewirausahaan, semakin lama perusahaan waralaba akan semakin kurang menerapkan strategi kewirausahaan.

3. Pertumbuhan perusahaan waralaba mempunyai pengaruh positif terhadap strategi kewirausahaan, semakin tinggi pertumbuhan perusahaan waralaba maka akan semakin menerapkan strategi kewirausahaan.

4. Strategi kewirausahaan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan waralaba, semakin intensif strategi kewirausahaan diterapkan maka akan semakin tinggi kinerja perusahaan waralaba.

IMPLIKASI MANAJERIAL

Straregi kewirausahaan: inovatif, proaktif, agresif, berani mengambil risiko, meningkatkan kinerja perusahaan waralaba. Manajemen perlu mewaspadai bahwa besarnya ukuran perusahaan, lamanya usia perusahaan, dan lambatnya pertumbuhan bisa mengurangi pelaksanaan strategi kewirausahaan, sehingga walaupun ukuran perusahaan bertambah besar, manajemen tetap menerapkan “think small”. Hal ini untuk menjaga tetap intensifnya strategi kewirausahaan. Manajemen perlu selalu inovasi agar tetap merasa baru. Manajemen perlu memacu pertumbuhan waralaba, karena nal ini akan mengintensifkan strategi kewirausahaan yang mempunyai konsekuensi meningkatnya kinerja perusahaan waralaba.

(14)

DAFTAR REFERENSI

Becherer, Richard C. and John G. Maurer, 1997, “The Moderating Effect of Environmental Variables on the Entrepreneurial and Marketing Orientation of Entrepreneur-led Firms”, Entrepreneurship Theory and Practice, Fall

Block and MacMillan, (1993),Corporate Venturing. Boston Harvard Businees School Press.

David, Fred R., 2005, Strategic Management, Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta

Falbe, Cecilia M., Thomas C. Dandridge, and Ajith Kumar, 1998, “The effect of Organizational Context on Entrepreneurial Strategies in Franchising”, Journal of Business Venturing, 14. pp. 125-140

Hamel and Prahalad, (1996), Competing for the Future. Boston: Harvard Business Shcool Press.

Hitt et. Al., (1996), “ The market for corporate control and innovation “, Academy of Management Journal 39: 1084-1119

Ireland and Hitt, (1997), Performance strategies for high-growth entrepreneuria; firm. Paper presented at the Anual Babson-Kauffman Research Conference, Babson Colleg, Wellesley, MA

Jap, Sandy D., 1999, “Pie-Expansion Efforts: Collaboration Processes in Buyer-Supllier Relationship”, Journal of Marketing Research, Vol. XXXVI, November

Johnson L. Jean (1999) , “Strategic Integration in Industrial Distribution Channels: Managing the Interfirm Relationship as a Strategic Asset,” Journal of the Academy of Marketing Science 27(1), pages 4-18.

(15)

Nisjar, Karhi dan Winardi, 1997, Manajemen Strategik, Penerbit Mandar Maju, Bandung

Sarosa, Pietra, 2004, Mewaralabakan usaha Anda, Elek Media Komputindo, Jakarta.

Shangavi, Nitin, 1998, “Franchising as a Tools for Small Medium Sized Enterprises (SME) Development in Transistional Economies-The cases of Central European Countries”, Management Research News, Volume 21, Number 11.

Scott, (1992), Organizations: Rational, Natural and Open System, 3rd ed. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall

Sexton and Smilor, (1997), Entrepreneurship 2000. Chocago: Upstrat

Stevenson and Jarillo, (1990), “ A paradigm of entrepreneurship: Entrepreneurial management “, Strategic Management journal 11 (special issues): 17-27

Stopford & Baden-Fuller, (1994), “ Creating corporate entrepreneurship “, Strategic Management Journal 15: 521-536

Thompson, A.A.,dan Strickland, A.J. III, dan Gamble, J.E., 2005, Crafting and Executing Strategy, McGraw-Hill International Edition

Referensi

Dokumen terkait

Gie adalah seorang anak muda yang dengan setia mencatat perbincangan terbuka dengan dirinya sendiri, membawa kita pada berbagai kontradiksi dalam dirinya, dengan kekuatan bahasa

ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Adhipradana dan Daljono (2014) di dalam penelitiannya menemukan bahwa governance committee berhubungan positif

Tingkat kelangsungan hidup ikan mas selama pemeliharaan diamati mulai dari perlakuan pemberian probiotik (A), prebiotik (B) dan sinbiotik (C) serta setelah

dengan gereja dan pengkotbah serta majelis yang bertugas dalam ibadah. Secara non teknis tim perlu mempersiapkan dekorasi

Karena biaya overhead yang tidak berdasarkan unit merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya overhead dan ratio konsumsi berbeda antara kategori masukan

BUPATI MERANGIN BUPATI MERANGIN AL HARIS BUPATI WAKIL BUPATI SEKRETARIS DAERAH ASISTEN PEMERINTAHAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT ASISTEN PEREKONOMIAN PEMBANGUNAN DAN HUMAS

masing frekuensi tersebut bisa dibilang cukup besar karena pada spesifikasi yang diinginkan adalah kurang dari 2 dB sedangkan pada pengujian realisasi rangkaian LNA

Keahlian yang dimiliki siswa SMK Kesehatan sesuai dengan bidangnya masing-masing yakni, keperawatan, farmasi dan teknologi laboratorium medik ternyata bukan jaminan