• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model-model Instrumen Diagnostik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model-model Instrumen Diagnostik"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

Jl. Sujono Humardani No. 1 Jombor Sukoharjo, e-mail: suwartowarto@yahoo.com

Abstrak

Instrumen diagnostik untuk mengungkap kesulitan siswa dalam mempelajari suatu konsep tertentu dan memberikan petunjuk untuk memecahkan kesulitan yang dimiliki oleh siswa. Kesulitan yang dimiliki oleh siswa harus sesegera mungkin dihilangkan. Apabila kesulitan siswa tidak segera dihilangkan maka kesulitan tersebut akan menghambat perkembangan pemahaman siswa dalam mempelajarai konsep-konsep berikutnya. Masalah tersebut akan tampak nyata apabila konsep-konsep yang dipelajari oleh siswa adalah konsep yang bersifat hirarki. Untuk memahami konsep-konsep yang hirarki siswa harus memahami terlebih dahulu konsep-konsep-konsep-konsep yang menjadi prasyarat dalam mempelajari konsep tertentu. Ada bermacam-macam model instrumen diagnostik yang digunakan untuk mengungkap kesulitan belajar siswa. Model-model instrumen diagnostik yang penulis temukan: pilihan ganda, pilihan ganda yang disertai alasan, pilihan ganda yang disertai pilihan alasan, pilihan ganda dan uraian, uraian.

Kata kunci: Instrumen Diagnostik.

Pendahuluan

Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, siswa seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar dalam mencapai hasil belajar. Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa yang mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Terkait dengan masalah ini tidak semua siswa mampu memecahkannya sendiri. Seseorang mungkin tidak mengetahui cara yang baik untuk memecahkan masalah sendiri. Ia tidak tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi. Ada pula seseorang yang tampak seolah-olah tidak mempunyai masalah, padahal masalah yang dihadapi cukup berat.

Atas kenyataan itu, semestinya sekolah harus berperan turut membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa. Para pendidik tidak hanya bertugas mengajar, tetapi harus dapat menciptakan situasi dan kondisi proses pembelajaran yang efektif, efisien, relevan, supaya anak didiknya dapat belajar dengan baik, dapat mengembangkan bakat dan kepandaiannya seoptimal mungkin, dan menunjukan pola-pola yang sesuai dengan tujuan yang telah diterapkan. Untuk mencapai tujuan ini, para pendidik, selain harus dapat menjadi panutan, inovator, inspirator, koordinator, fasilitator, motivator, juga harus dapat memahami kekurangan, kelebihan,

(2)

keistimewaan, ciri-ciri yang khusus yang terdapat pada siswanya, dan kesulitan belajar yang dihadapi siswanya, dan meremidinya. (Rumini, 2003: 2).

Permasalahan kesulitan belajar siswa adalah sangat kompleks. Banyak macam ragam kesulitan belajar siswa dan banyak faktor-faktor yang menyebabkannya. Banyak siswa yang mempunyai kesulitan belajar yang sama, tetapi faktor penyebabnya berbeda. Sebaliknya, banyak siswa yang mempunyai kesulitan belajar yang berbeda, tetapi faktor penyebabnya sama. Kadang-kadang, kesulitan belajar siswa dapat terjadi secara berangkai (Ross, 1946: 392; Rumini, 2003: 3). Masalah yang kompleks ini belum berhasil dilakukan pemecahannya oleh para pendidik di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun. Siklus umpan balik tentang sejauh mana keberhasilan pembelajaran sangat diperlukan, sehingga perbaikan proses belajar mengajar dapat terjadi secara optimal. Terkait dengan umpan balik ini maka tes formatif dan tes diagnostik harus dilaksanakan oleh setiap guru dalam proses belajar mengajarnya. Tes diagnostik akan sangat bermanfaat untuk mengetahui kesulitan belajar siswa dan merupakan langkah awal untuk perbaikan proses belajar mengajar. Informasi yang diperoleh dari pelaksanaan tes diagnostik akan dapat digunakan untuk membantu memecahkan kesulitan yang dihadapi oleh para siswa. Informasi dari tes diagnostik juga dapat digunakan untuk meningkatankan proses pembelajaran (Suwarto, 2010).

Instrumen Pilihan Ganda

Penggunaan tes pilihan ganda untuk mengdiagnosis miskonsepsi siswa sudah diuraikan oleh beberapa peneliti, seperti Tamir (1971), Linke & Venz (1978, 1979), Trembath (1984) dan Halloun & Hestenes (1985). Sukirman & Sriati (1987) menggunakan soal pilihan ganda dengan lima alternatif pilihan. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP di propinsi Yogyakarta, untuk mengungkap aspek penguasaan bahan pelajaran Matematika. Arti Sriati (1994) juga menggunakan tes diagnostik pilihan ganda yang telah dikalibrasi dengan Rascal, khusus masalah aljabar dan trigonometri. Jenis, sumber dan penyebab kesalahan didapat dari pemeriksaan atas pilihan pada pengecoh dan analisis langkah-langkah penyelesaian singkat pada buram. Wawancara terhadap siswa dilakukan untuk menentukan sumber dan penyebab yang belum diperoleh dalam analisis. Wawancara juga dilakukan terhadap guru untuk mempertegas dan menambah informasi dari siswa.

Lawson (2003: 1) menggunakan 50 soal pilihan ganda untuk mengungkap tujuh topik, yaitu aritmetika, dasar aljabar, garis dan kurva, segitiga, aljabar lanjut, trigonometri, dan dasar kalkulus. Para siswa mengambil tes, satu minggu kemudian setiap siswa menerima hasil diagnosa secara individual tentang kelemahan dan kekuatannya di dalam tujuh area yang ada di dalam tes.

Maxitop (2003) mengembangkan tes diagnostik berbentuk pilihan ganda, untuk mengungkap kekuatan dan kelemahan belajar siswa khusus aspek kognitif pada pelajaran matematika SLTP di kota Banjarmasin. Analisis hasil penelitian dilakukan melalui lembar kerja siswa dengan menggunakan metode statistik deskriptif, kemudian analisis dilakukan dengan mentabulasikan jawaban siswa pada setiap butir soal sehingga diperoleh informasi mengenai tingkat pencapaian hasil belajar (persentase benar atau salah) pada suatu butir soal.

Menis & Fraser (1992) menggunakan soal pilihan ganda untuk mengungkap miskonsepsi delapan topik kimia. Untuk menentukan adanya miskonsepsi dilakukan cara sebagai berikut: bila butir soal memiliki lima pilihan jawaban, maka peluang

(3)

menjawab benar butir tersebut secara kebetulan adalah 0,2 dan diharapkan setiap jawaban dipilih oleh 20% siswa. Berdasarkan argumentasi ini, mereka menetapkan miskonsepsi terjadi jika pengecoh dipilih oleh 20% siswa atau lebih. Pendapat lain menyatakan bila jumlah siswa kelompok bawah memilih kunci jawaban lebih banyak dibandingkan dengan jumlah siswa kelompok atas, atau indeks daya beda butir soal negatif, maka ada dua kemungkinan, yaitu kunci soal salah atau terdapat miskonsepsi pada siswa. Soal pilihan ganda juga dipakai dalam Nova’s SAT Diagnostic test-Math,

Nova’s SAT Diagnostic Test-Verbal-Solutions, dan Toefl Diagnostic Test, Diagnostic Test for Writers, GMR 1: Grammar Diagnostic, PUN 1: Punctuation Diagnostic.

Kelemahan bentuk soal ini adalah alasan dibalik jawaban siswa tidak diketahui, sehingga diperlukan penelusuran melalui kertas buram dan dilanjutkan dengan wawancara.

Instrumen Pilihan Ganda yang Disertai Alasan

Krishnan & Howe (1994) memperkenalkan two-tier multiple choice aitems. Bentuk soal ini mirip dengan soal pilihan ganda, perbedaannya adalah pada soal ini siswa disuruh memberikan alasan terhadap jawaban yang dipilihnya. Bentuk soal ini juga masih memiliki kelemahan, yaitu untuk memahami alasan yang diberikan oleh siswa diperlukan penilai. Hal seperti ini juga dilakukan oleh Zeilik di tahun 1998. (Zeilik, 1998).

Instrumen Pilihan Ganda yang Disertai Pilihan Alasan

Treagust (1985) telah menguraikan pengembangan sebuah two-tier diagnostic

test untuk mengukur konsepsi siswa. Haslam & Treagust (1987) pernah melakukan

penelitian di bidang biologi, tes diagnostik yang digunakan adalah two-tier diagnostic

test. Two-tier diagnostic test ini digunakan untuk menyelidiki tentang miskonsepsi

siswa terhadap fotosintesis dan respirasi. Odom & Barrow (1995) mengembangkan

two-tier diagnostic test untuk mengukur pemahaman siswa tentang konsep difusi dan

osmosa. Setiap butir soal terdiri dari dua bagian, yaitu pilihan jawaban soal dan pilihan alasan. Artinya, untuk mengerjakan setiap butir soal, siswa terlebih dahulu memilih jawaban, kemudian memilih alasan yang sesuai dengan jawaban yang dipilihnya.

Franklin (1992) mengembangkan suatu instrumen two-tier diagnostic yang terdiri dari 40 butir soal, untuk mengidentifikasi konsep tertentu pada kekuatan, cahaya, panas, dan listrik. Pemaknaan kwalitatif dan kwantitatif telah digunakan untuk menentukan reliabilitas tes, validitas tes, dan kegunaan tes. Analisa butir telah dilakukan untuk menentukan diskriminasi butir dan reliabilitas tes. Sampel penelitian ini ada 509 siswa. Wawancara telah diselenggarakan kepada 27 siswa untuk mengesahkan instrumen tersebut. Enam guru telah diamati dan diwawancarai untuk menentukan pendapat guru sehubungan dengan kegunaan tes tersebut.

Chen (2005) mengembangkan penilaian two-tier diagnostic untuk matematika khususnya tentang perkalian dan pembagian dan untuk mengungkap miskonsepsi dan pola kesalahan tentang perkalian dan pembagian pada anak kelas 6. Wawancara terbuka digunakan untuk mengumpulkan segala jenis miskonsepsi dan pola-pola kesalahan dari perkalian dan pembangian. Sampel terdiri dari 523 siswa. Untuk mengidentifikasi miskonsepsi dan kesalahan dilakukan wawancara kepada beberapa siswa. Rata-rata tingkat kesukaran butir adalah 0,48 dan daya beda butir adalah 0,42. Hasil analisa jawaban siswa, ada beberapa miskonsepsi tentang definisi perkalian, perkalian untuk 0 dan 1, perkalian sistim desimal, definisi pembagian, dan pembagian untuk 0 dan 1.

(4)

Wang (2003) dari Department of Science Education, National Pingtung

Teachers college yang ada di Taiwan, mengembangkan two-tier diagnostic test yang

digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa pada fotosintesis dan respirasi di bidang pelajaran biologi. Bagian yang pertama masing-masing butir berisi suatu isi pertanyaan dengan dua atau tiga pilihan; bagian yang kedua masing-masing butir berisi tiga sampai lima pertimbangan untuk jawaban bagi bagian yang pertama. Kelemahan soal bentuk ini adalah untuk mengetahui penyebab kesulitan yang dialami siswa (baik jenis miskonsepsi maupun pola-pola kesalahan) masih belum cukup, sehingga masih perlu dilakukan untuk wawancara kepada beberapa siswa.

Instrumen Pilihan Ganda dan Uraian

Hirsch & O'Donnell (2001) menggunakan bentuk uraian 2 butir dan bentuk pilihan ganda 14 butir. Sampel penelitian ini ada 263 siswa. Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan instrumen tes yang valid dan reliabel untuk mengidentifikasi miskonsepsi tentang probabilitas dan memberikan informasi diagnostik mengenai kesalahan siswa yang sering terjadi.

Suryanto (2001) menggunakan soal berbentuk uraian singkat sebanyak 24 butir, dan satu butir berbentuk pilihan ganda. Penelitiannya bertujuan untuk menemukan jenis-jenis penyebab kesalahan yang diperbuat oleh siswa SMP dalam mengerjakan soal matematika. Validitas isi dilakukan oleh pakar. Tingkat kesukaran butir dari 0,30 sampai 0,80. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kesalahan yang diperbuat para siswa dalam mengerjakan soal-soal matematika adalah kesulitan konseptual dan kesulitan komputasi, termasuk juga karena kecerobohan para sisiwa. Kelemahan soal bentuk ini adalah pengkoreksian untuk soal bentuk uraian yang memerlukan beberapa penilai, tetapi masih digabung dengan soal bentuk pilihan ganda. Dengan demikian maka tes diagnostik semacam ini belum bisa memudahkan guru untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

Instrumen Uraian

Abraham, Grzybowski, & Renner, et al (1992) menggunakan soal bentuk uraian untuk mengungkap kesalah pahaman konsep yang dialami siswa tingkat delapan (eighth

graders) terhadap lima konsep kimia yang terdapat dalam buku kimia. Sugiharto (2003)

menggunakan soal berbentuk uraian yang terdiri dari 25 butir soal untuk mengidentifikasi jenis kesalahan yang dilakukan siswa, menentukan kesulitan-kesulitan yang diduga menjadi penyebab kesalahan, dan menentukan pada aspek kognitif mana siswa banyak melakukan kesalahan. Reliabilitas tes diagnostik yang digunakan 0,796. Subjek penelitian ini berjumlah 283 siswa.

Kenworthy (2006) di dalam penelitiannya menggunakan tes diagnostik yang berbentuk uraian. Untuk menentukan reliabilitas tes diagnostik diperlukan dua orang

raters (penilai). Reliabilitas tes diagnostik dari dua penilai diperoleh cukup tinggi yaitu

0,91. Para siswa diberikan tes penempatan yang harus dikerjakan di kelas dengan waktu yang dibatasi, yaitu 45 menit. Para siswa tersebut selanjutnya diberikan tes diagnostik yang berbentuk uraian. Tes diagnostik ini dikerjakan oleh para siswa di rumah mereka masing-masing dengan tenggang waktu 10 sampai 14 hari. Kelemahan soal bentuk ini adalah sulit untuk mengoreksinya dikarenakan jawaban siswa harus diperiksa oleh lebih dari satu penilai. Agar pemberian skor konsisten maka diperlukan rubrik untuk penilian.

(5)

Penutup

Instrumen diagnostik untuk mengungkap kesulitan siswa dalam mempelajari suatu konsep tertentu dan memberikan petunjuk untuk memecahkan kesulitan yang dimiliki oleh siswa. Untuk memahami konsep-konsep yang hirarki siswa harus memahami terlebih dahulu konsep-konsep yang menjadi prasyarat dalam mempelajari konsep tertentu. Ada bermacam-macam model instrumen diagnostik yang digunakan untuk mengungkap kesulitan belajar siswa. Model-model instrumen diagnostik: pilihan ganda, pilihan ganda yang disertai alasan, pilihan ganda yang disertai pilihan alasan, pilihan ganda dan uraian, uraian.

Daftar Rujukan

Abraham, M.R., Grzybowski, E.B., & Renner, J.W., et al. 1992. Understanding and Misunderstandings of eighth graders of five chemistry concepts found in textbooks. Journal of Research in Science Teaching, 29(2), 105-120.

Arti Sriati. 1994. Kesulitan belajar matematika pada siswa sma: Pengkajian diagnostik.

Jurnal Kependidikan, Nomor 2, Tahun XXIV, 1994.

Chen, M.Y. 2005. The development and application of two-tier diagnostic test for multiplication and division. Thesis Master. Diambil pada tanggal 12 Agustus 2006, dari: http://thesis.lib.cycu.edu.tw/ETD-db/ETD-search/ view_etd?URN=etd-1031105-112113

Franklin, B.J. 1992. The development, validation, and application of a two-tier diagnostic instrument to detect misconceptions in the areas of force, heat, light and electricity. Abstrak Desertasi International. The Louisiana State University and Agricultural and Mechanical Col. Diambil pada tanggal 14 Agustus 2006, dari: http://adsabs.harvard.edu/abs/1992PhDT ...89F

Halloun, I. A., & Hestenes, D. 1985. The initial knowledge state of college physics students. American Journal of Physics, 53(11), 1043-1055.

Haslam, F. & Treagust, D. F. 1987. Diagnosing secondary students’ misconceptions of photosynthesis and respiration in plants using a two-tier multiple choice instrument. Journal of Biological Education, 21(3), 203-211.

Hirsch, L.S., & O'Donnell, A.M. 2001. Representativeness in statistical reasoning: Identifying and assessing misconceptions. [Versi electronik]. Journal of

Statistics Education Volume 9, Number 2 (2001). Diambil pada tanggal 12

Agustus 2006, dari: http://www.amstat.org/publications /jse/v9n2/hirsch.html Kenworthy, R. Juni 2006. Timed versus at-home assessment tests: does time affect the

quality of second language learners' written compositions?. TESL-EJ, Volume 10, Number 1. Diambil pada tanggal 14 Agustus 2006, dari: http://www-writing.berkeley.edu/TESL-EJ/ej37/a2.pdf

Krishnan, S.R., & Howe, A.C. 1994. The mole concept: Developing an instrument to assess conceptual understanding. Journal of Chemical Education, 71(8), 653-655.

Lawson, D. 2003. Changes in student entry competencies 1991-2001. [Versi elektronik]. Teaching Mathematics and its Applications; Dec 2003; 22, 4; ProQuest Education Journals pg. 171. Diambil pada tanggal 30 Agustus 2006, dari: http://proquest.umi.com/pqdweb?index=19&did=545986551 &SrchMode=1&sid=2&Fmt=10&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VN ame=PQD&TS=1147741447&clientId=68516

(6)

Linke, R. D., & Venz, M. I. 1978. Misconceptions in physical science among non-science background students. Research in Science Education, 8, 183-193.

Linke, R. D., & Venz, M. I. 1979. Misconceptions in Physical science among non-science background students: II. Research in Science Education, 9, 103-109. Maxitop, T. 2003. Pengembangan tes diagnostic kesulitan belajar matematika. Tesis

Magister, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Menis, J. & Frase, B.J. 1992. Chemistry achievement among grade 12 students in australia and the United States. Research in Science and Technological

Education, 10(2), 131-70.

Nova’s Test Prep Center. 2006. Nova’s SAT diagnostic test–math. Novapress.net. Diambil pada tanggal 12 Agustus 2006, dari: http://www.novapress.net/ diagnostic/sat_test/ math_test_sol.html.

Nova’s Test Prep Center. 2006. Nova’s SAT diagnostic test-verbal-solutions. Novapress.net. Diambil pada tanggal 12 Agustus 2006, dari: http://www. novapress.net/diagnostic/sat_test/ver_test_sol.html

Odom, A.L, & Barrow, L.H. 1995. Development and application of a two-tier diagnostic test measuring college biology students’ understanding of diffusion and osmosis after a caurse of instruction. Journal of Research in Science

Teaching, 32(1), 45-61.

Ross,C, C. 1946. Measurement in today’s schools. New York: Prentice-Hall, Inc.

Rumini, S. 2003. Diagnostik Kesulitan Belajar. Yogyakata: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Press.

Sugiharto. 2003. Diagnosis kesulitan siswa smu dalam menyelesaikan soal matematika. Tesis Master, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Sukirman & Sriati, A. 1987. Identifikasi kesalahan kesalahan yang diperbuat siswa kelas III SMP pada setiap aspek penguasaan bahan pelajaran matematika. Laporan Penelitian, FPMIPA IKIP Yogyakarta, 1987.

Suryanto. 2001. Diagnosis kesulitan siswa SLTP dalam belajar matematika. Jurnal

Kependidikan, Nomor 1, Tahun XXXI, 2001.

Suwarto. 2010. Pengembangan the two-tier diagnostic tests pada bidang biologi secara terkomputerisasi. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, tahun14, Nomor 2, 2010, 206-224.

Tamir, P. 1971. An alternative approach to the construction of multiple choice test items. Journal of Biological Education, 5, 305-307.

Treagust, D. F. 1985. Diagnostic tests to evaluate students’ misconceptions in science. Paper presented at the annual meeting of the National Association for Research in Science Teaching, French Lick Springs, Indiana.

Trembath, R. J. 1984. Detecting and classifying the origins of science misconceptions. In: C.J. Bethal (Ed.), Research Curriculum Development in Science Education. 4: Curriculum Evaluation, Classroom Methodology and Theoretical Model. Monograph. Dalax: The University of Texas Centenial Science Education Centre.

Wang, J.R. 2003. Development of two-tier diagnostic test for investigating students’ understanding of plant transport and human circulation. Dept. of Science Education, National Pingtung Teachers college. Taiwan. Diambil pada tanggal

17 Agustus 2006, dari: http://www1.phys.uu.nl/

(7)

Zeilik, M. 1998. Classroom assessment techniques conceptual diagnostic test. Diambil pada tanggal 26 juli 2006, dari: http://www.flaguide.org/cat/ diagnostic/ diagnostic7.php

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi dari me- tode ini adalah bagaimana permasalahan dianalisa dari aspek regulasi (Rule), peluang (Oppotunity), kemampuan (Capacity), komunikasi (Communication),

Untuk mengetahui nilai validitas atau r hitung dari setiap butir pernyataan yang diuji dapat dilihat melalui SPSS (Corected Item Total Corelation) dalam

Hasil yang diperoleh pada titrasi asam kuat dan basa kuat dari ekstrak bunga bogenvil menunjukkan perubahan warna dari tak berwarna menjadi kuning, sedangkan

komitmen organisasi dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD dr. Goeteng Taroenadibrata dengan menggunakan metode

Gambar IV.1. flowmap pendataan narapidana yang berjalan.. Narapidana yang telah menerima surat keputusan dari pengadilan yang akan di serahkan ke lembaga pemasyarakatan

umumnya mineral itu adalah ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Proses titrasi dilakukan mirip dengan titrasi pembakuan larutan EDTA yaitu

Sebanyak 10 aspek kreativitas yang diamati semuanya dilaksanakan dengan tingkat ketercapaian sangat baik, kemampuan berkomunikasi ilmiah siswa terhadap pembelajaran

Biaya yang timbul akibat keterlambatan sebagaimana tersebut ayat (5) pasal ini menjadi tanggung jawab pengguna jasa. Pemakai kapal tunda secara on call akan