• Tidak ada hasil yang ditemukan

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Semarang, 11 September 2012

Identifikasi Kerentanan Sosial Ekonomi Kelembagaan untuk Pengelolaan DAS Tulis

(Dataran Tinggi Dieng)

(Socio Economic and Institusion Vurnerably Identification for Tulis Watershed Management

Planning (Dieng Plateau))

Purwanto

1,

dan S. Andy Cahyono

1*

1Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Surakarta

Jl. A. Yani PO BOX 295 Pabelan Solo. Tel/Fax: (+62 271) 716709/716959

* Alamat Penulis: sandycahyono@yahoo.com dan purwanto_fris@yahoo.com

ABSTRACT

Dieng plateu has been cultivating with vegetables without applying soil and water conservation technique as a consequence land degradation extend, more over its reduce of carryng capacity of Tulis watershed. The problems becomes a Indonesia’s national issue. It has been triggred by socio, economic, and institution problems. The objectives of this research is to indentify of socio, economic, and intitutions vulnerabilty. Primarry and secondary data was collected. Result of this research are: 1). socio aspect is somewhat vulnerable (3,00), 2). Economic aspect is a littlebit vulnerable (2,25), and 3). Institution aspect is somewhat vurnerable (3,00). All asapects are categoried somewhat vulnerable (2,70) of 5,00 scale. Sequences of problems solving to reduce land degradation at the Dieng Plateu is from heigh to low susceptable aspect that are institution, socio then economic aspects. Vulnerability level each village at the Tulis Watershed are 20 villages (25,32%) a littebit suspectible, 58 villages (73,42%) somewhat suspectible, and a village vulnerable that is East Dieng Village, Kejajar Subdistrict, Wonosobo District. Conscientious examine of the aspect indicates that 77 villages (97,47%) are social vurnerable and 2 villages: East Dieng Village, Kejajar Subdistrict, Wonosobo District and West Dieng Village, Batur Subdistrict, Banjarnegara District. Economicly aspect, 15 villages (18,99%) are not vulnerable, 23 vilages (29,11%) a littlebit vulnerable, 40 villages (50,63%) are somewhat vulnerable, and a village that is Sokaraja Village, Pagentan Subdistrict, Banjarnegara District is vulnerable. Most of villages are somewhat vulnerable on institution aspect.

Keywords: vulnerability, watershed, Dieng plateau

1. PENGANTAR

Dataran tinggi Dieng merupakan lahan pertanian sayur (terutama kentang) yang kurang memperhatikan konservasi tanah dan air (Gunawan, 2008) sehingga terjadi penurunan daya dukung DAS dan menjadi masalah nasional. Menurut Kurnia et.al., (1999), hal tersebut dipicu oleh persoalan sosial, ekonomi, dan kelembagaan.

Purwanto et.al., (2010) melaporkan bahwa di dataran tinggi Temanggung, generasi dahulu telah menerapkan teknik konservasi dengan kedokan-kedokan sempit untuk usaha tani tembakau dan sayur tetapi saat ini kedokan tersebut diperluas walaupun harus menanam pada lahan miring. Hal ini karena mereka tidak terlalu merasakan kerusakan lahan akibat pemberian input pupuk kandang yang tinggi. Indikasi terjadinya erosi yang tinggi dari lahan sayur dataran tinggi yakni keruhnya air sungai sepanjang tahun dan tingginya sedimentasi di sungai Serayu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perairan, 1995). Indikasi lain yaitu bervariasinya debit air sungai, misalnya debit air Sungai Serayu yakni 19-113 liter/detik yang menunjukkan telah terjadi kerusakan lingkungan di wilayah tersebut (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, 1996). Banjir dan kekeringan menjadi cerminan kondisi tata air yang terganggu. Permasalahan tersebut tidak begitu dirasakan oleh petani karena keuntungan menanam kentang relatif tinggi mencapai Rp. 28.149.000,-/ha sekali panen (Jariyah, et.al., 2002).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kerentanan sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat untuk pengelolaan DAS Tulis. Kawasan Dieng dipilih karena merupakan salah satu kawasan yang mengalami kerusakan ekosistem serta berdampak luas pada sosial ekonomi baik nasional dan internasional.

2. METODOLOGI 2.1 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini antara lain: 1) ATK (kertas HVS, tonner printer, ordner, stopmap, flashdisk), 2) Bahan perlengkapan lapangan (blocknote, pensil, ballpoint, dan spidol), 3) Kamera, dan 4) Kuesioner.

(2)

2.2 Metode

Untuk menilai kerentanan sosial ekonomi kelembagaan masyarakat di DAS Tulis digunakan formulasi “Sidik Cepat Degradasi Sub DAS” (Paimin et.al., 2010). Analisa kerentanan dilakukan pada skala DAS dan per desa dengan menggunakan tiga kriteria yaitu:

1. Kriteria sosial terdiri dari parameter kepadatan penduduk (geografis dan agraris), budaya (perilaku konservasi dan hukum adat), serta nilai tradisional.

2. Kriteria ekonomi terdiri dari parameter ketergantungan pada lahan, tingkat pendapatan, dan kegiatan dasar wilayah. 3. Kriteria kelembagaan terdiri dari parameter keberdayaan kelembagaan formal dan informal pada konservasi.

Masing-masing parameter tersebut kemudian diberikan bobot dan besaran sebagaimana disajikan dalam Lampiran 1. Adapun klasifikasi tingkat kerentanan disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi tingkat kerentanan sosial-ekonomi dan kelembagaan

Kategori Nilai Tingkat Kerentanan/Degradasi

Tinggi >4,3 Sangat rentan/sangat terdegradasi

Agak tinggi 3,5 – 4,3 Rentan/terdegradasi

Sedang 2,6 – 3,4 Agak rentan/agak terdegradasi

Agak rendah 1,7 – 2,5 Sedikit rentan/sedikit terdegradasi

Rendah < 1,7 Tidak rentan/tidak terdegradasi

Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai suatu kategori memberikan gambaran sebuah kondisi yang semakin buruk terkait dengan parameter bersangkutan, dan sebaliknya. Untuk memperoleh sumber penyebab kerentanan dilakukan dengan menelusuri parameter yang memiliki nilai tinggi sehingga rekomendasi penanganannya disesuaikan dengan tingkat masalah yang dihadapi.

Data yang dipergunakan merupakan data primer dan data sekunder pada DAS Tulis. Data primer dikumpulkan dengan teknik wawancara pada masyarakat desa setempat. Data sekunder berupa data dan publikasi terkait penelitian.

3. HASIL DAN DISKUSI 3.1 Letak dan Luas

Sub DAS Tulis mencakup luas 19.489,638 ha yang secara geografis terletak diantara 109 42’ 44” – 109 55’ 22” BT dan 7 10’ 43” – 7 26’ 39” LS, dan secara administratif berada di 4 (empat) kabupaten yakni Wonosobo (6.578,76 ha), Banjarnegara (12.811,11 ha), Batang (83,717 ha) dan Kebumen (16,051 ha).

3.2 Analisis Kerentanan Sosial Ekonomi Kelembagaan DAS Tulis (Dataran tinggi Dieng)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sidik Cepat Degradasi Daerah Aliran Sungai dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi kerentanan sosial ekonomi kelembagaan pada daerah aliran sungai Tulis di Dataran Tinggi Dieng (Tabel 2). Hasil analisis terhadap DAS Tulis menunjukkan bahwa secara sosial tergolong agak rentan (3), secara ekonomi sedikit rentan (2,25) dan secara kelembagaan tergolong agak rentan (3). Secara keseluruhan DAS Tulis tergolong agak rentan (2,7). Penyelesaian masalah kerusakan ekosistem kawasan Dataran Tinggi Dieng dilakukan terutama pada aspek yang memiliki kerentanan: kelembagaan, sosial kemudian ekonomi.

Tabel 2. Analisis kerentanan sosial ekonomi dan kelembagaan di Sub DAS Tulis

Kriteria Parameter Besaran Kategori Skor Bobot X Skor

Sosial Kepadatan penduduk geografis 740 jiwa/km2 Tinggi 5 50

Kepadatan penduduk agraris 39,61 Sedang 3 30

Prilaku konservasi Masyarakat tahu manfaat, teknik & melaksanakan

Rendah 1 20

Hukum adat Tidak ada hukuman Tinggi 5 25

Nilai tradisional Tidak ada Tinggi 5 25

Skor sosial 3 (Agak rentan)

Ekonomi Ketergantungan terhadap lahan 52,05 Sedang 3 60

Tingkat pendapatan Rp. 7.213.036,461/thn Agak tinggi 2 20

Kegiatan dasar wilayah 0,9976 Rendah 1 10

(3)

Kelembagaan Keberdayaan lembaga informal Ada tapi tidak berperan Sedang 3 15

Keberdayaan lembaga formal Cukup berperan Sedang 3 15

Skor Kelembagaan 3(Agak rentan)

Total 2,7 (Agak rentan)

Kriteria sosial tergolong agak rentan di DAS Tulis (skor 3) terutama terkait prilaku konservasi yang belum optimal. Kepadatan penduduk geografis (740 jiwa/km2) tergolong tinggi dan kepadatan agraris termasuk sedang (39

orang/ha). Usaha tani sayur (kentang, kubis, bawang daun dan sebagainya) yang dilakukan cukup memperhatikan konservasi tanah. Masyarakat tahu manfaat konservasi tanah dan air, teknik dan pelaksanaanya tetapi mereka tidak semuanya melaksanakannya. Kondisi tersebut disebabkan oleh kesuburan lahan yang tetap meskipun tidak dilakukan konservasi tanah dan air. Penggunaan pupuk organik dan non organik yang tinggi telah mempertahankan kesuburan lahan meskipun dengan biaya tinggi (seperti menanam dalam pot batu). Lahan yang sangat miring dan berbatu masih dipergunakan untuk tanaman kentang karena tingginya pendapatan yang diperoleh.

Budaya hukum adat tidak ada yang secara langsung berkaitan dengan konservasi tanah dan air. Nilai tradisional yang spesifik pada konservasi tanah sudah tidak ada sehingga kerentanannya tinggi. Solidaritas sosial masyarakat Dieng sangat erat terkait hubungan sosial kemasyarakatan. Apabila ada kesripahan (kematian), bayen (melahirkan), nduwe gawe (ada hajatan) mereka akan saling tolong menolong dan ngaruhake. Ada kekhawatiran sanksi sosial yang diberikan masyarakat bila mereka tidak membantu dalam aspek kemanusian berupa tidak dibantunya mereka pada saat ada musibah atau hajatan. Namun untuk masalah ekonomi terutama tanaman kentang mereka saling bersaing (kompetisi). Kondisi ini pula yang mendorong pemanfaatan lahan yang demikian efisien sehingga konservasi tidak umum dilakukan.

Secara ekonomi DAS Tulis tergolong sedikit rentan (skor 2,25). Kondisi ini karena cukup dominannya sektor pertanian pada kehidupan masyarakat. Para petani yang mengolah lahan miring dan bukit berbatu yang curam merupakan satu cara untuk mempertahan hidup yang didasari oleh pendapat Weber (1974), bahwa kehidupan harus disiasati dengan etos kerja. Etos kerja yang merubah nasib dan potret sosial. Marx (1971) menyebutnya sebagai usaha perjuangan kelas dari ketidakadilan dunia sosial, baik yang tercipta secara natural mapun sengaja diciptakan.

Mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai petani, pemilik maupun penggarap, dengan pendapatan rata-rata Rp 7.213.036 per tahun per keluarga yang tergolong agak tinggi. Ketergantungan masyarakat terhadap lahan sebesar 52,05% (kategori sedang) dan sebagian besar tenaga kerja bekerja dipertanian. Namun sektor pertanian berdasarkan analisis bukan sektor basis karena nilai LQ lebih rendah daripada satu (kategori rendah). Kondisi ini karena penggunaan LQ berbasis tenaga kerja sebagai analisa terhadap kegiatan dasar wilayah.

Salah satu upaya menekan kerusakan di dataran tinggi Dieng adalah mencarikan alternatif mata pencaharian bagi masyarakat yang tidak merusak lingkungan. Mata pencaharian yang tepat antara lain dengan mengembangkan ekonomi kreatif, seperti mengembangkan kerajinan dan wisata. Kegiatan lainnya adalah mengabungkan wisata dangan konservasi seperti penanaman pohon penghijauan yang diberi nama sesuai si penanamnya (1 wisatawan menanam minimal 1 pohon) dan ikut serta melepaskan bibit ikan ke telaga yang ada di Dieng. Namun, selama pendapatan dari usahatani kentang lebih tinggi dan menjadi primadona maka usaha alternatif tersebut tidak akan berkembang.

Analisis kerentanan secara kelembagaan menunjukkan bahwa DAS Tulis agak rentan (Skor 3) terutama karena tidak berperannya secara optimal lembaga formal dan informal. Kelembagaan informal ada tetapi belum berperan pada konservasi lahan dan belum melembaga, masyarakat tahu tentang pentingnya konservasi tanah tetapi belum melakukan sepenuhnya. Sedangkan lembaga formal seperti desa cukup mendukung tentang konservasi tanah. Untuk itu perlu pengembangan kelembagaan melalui pengembangan organisasi, nilai-nilai, dan aturan main (North, 1991; Kartodiharjo, 2000; Marut, 2000) dan kognitif masyarakat (Scott, 1995) tentang konservasi tanah dan air.

Analisa kerentanan secara sosial ekonomi kelembagaan per desa secara deskriptif dapat diuraikan berikut ini. Kepadatan penduduk geografis desa di sub DAS Tulis sebagian besar (93,67%) tergolong padat dengan kepadatan lebih dari 400 jiwa/km2. Hanya satu desa yaitu Desa Mutisari yang memiliki kepadatan penduduk rendah (241 jiwa/km2).

Kepadatan agraris rata-rata mencapai 96 orang per ha, dengan kepadatan tertinggi di Desa Kasmaran sebesar 409 orang/ha dan terendah di Desa Jebeng Plampitan sebesar 8 orang/ha. Sebagian besar (56,96%) desa memiliki kepadatan agraris lebih dari 40 orang/ha sehingga tergolong kepadatan tinggi. Sebanyak 22 desa (27,85%) memiliki kepadatan sedang dan sisanya sebesar 12 desa (15,19%) tergolong memiliki kepadatan agraris rendah. Analisis menunjukkan bahwa daerah hulu memiliki kepadatan agraris lebih rendah daripada daerah hilir DAS. Begitu pula daerah kota memiliki kepadatan penduduk agraris yang lebih padat dibandingkan dengan daerah pedesaan atau pinggiran.

Berdasarkan pengamatan terhadap prilaku konservasi tanah dan air maka sebagian besar masyarakat telah melakukan konservasi tanah dan air meskipun kualitas dan efektivitasnya berbeda-beda. Masyarakat banyak yang sudah tahu manfaat konservasi, mengetahui tekniknya dan melakukannya sehingga kerentanannya rendah. Pada lahan sayur, sebagian sudah melakukan pembuatan guludan dan penutupan dengan plastik sebagai mulsa. Perlakuan ini akan mampu mengurangi erosi tanah cukup signifikan tetapi akan meningkatkan limpasan sehingga menyebabkan erosi pada alur di antara guludan. Konservasi dilakukan juga untuk memperluas bidang olah tanaman sayur dan pada daerah yang banyak terdapat batu serta cukup tenaga kerja maka di buat teras batu. Di DAS Tulis tidak ditemukan nilai tradisional terkait konservasi tanah dan air sehingga tidak ada transfer nilai dari generasi tua ke yang lebih muda secara terstruktur.

(4)

Hasil analisis aspek ekonomi per desa menunjukkan bahwa 57 desa (72,15%) memiliki ketergantungan terhadap lahan antara 50%--75% (tergolong memiliki ketergantungan lahan sedang) dan 27,85% desa lainnya memiliki ketergantungan lahan rendah (di bawah 50%). Dilihat dari tingkat pendapatan per kapita, sebanyak 30 desa (37,97%) berpendapatan tinggi dan 16 desa (20,25%) dikategorikan agak tinggi. Sebelas desa berpendapatan sedang dan 22 desa (27,85%) pendapatan penduduknya dikategorikan agak rendah. Untuk kegiatan dasar wilayah didekati dengan menggunakan location quotation tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian. Sebanyak 38 desa (48,10%) memiliki LQ > 1 yang berarti sebagian besar tenaga kerjanya bekerja disektor pertanian dan sektor pertanian menjadi tumpuan pembangunan wilayah tersebut. Wilayah yang sudah berkembang sektor lainnya di luar sektor pertanian sebanyak 40 desa (50,63%) yang ditunjukkan dengan LQ yang kurang dari satu.

Kelembagaan terbagi menjadi kelembagaan formal dan informal, khususnya berkaitan dengan konservasi tanah dan air. Terdapat beberapa organisasi formal yang berkaitan menangani kegiatan pengelolaan DAS antara lain Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perikanan Kabupaten Wonosobo, Dinas Kehutanan Wonosobo, Badan penyuluhan, penyuluh kecamatan, Desa, Kelompok tani. Lembaga informal antara lain kelompok yasinan dan kelompok pengajian.

Analisis Kerentanan per desa di DAS Tulis menunjukkan bahwa 20 desa (25,32%) tergolong sedikit rentan, 58 desa (73,42%) tergolong agak rentan dan satu desa yang rentan yaitu Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Pencermatan per kriteria menunjukkan bahwa sebanyak 77 desa (97,47%) termasuk agak rentan secara sosial dan dua desa yaitu desa Dieng Kecamatan Jajar Kabupaten Wonosobo dan Desa Dieng Kulon Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara dalam kategori rentan secara sosial. Daerah yang memiliki kerentanan tinggi ini memerlukan pendekatan khusus untuk penangganannya. Secara ekonomi, sebanyak 15 desa (18,99%) tergolong tidak rentan, 23 desa (29,11%) tergolong sedikit rentan, 40 desa (50,63%) tergolong agak rentan dan satu desa yaitu Desa Sokaraja Kecamatan Pagentan Kabupaten Banjarnegara tergolong rentan. Secara kelembagaan hampir semua desa di DAS Tulis dalam kondisi agak rentan.

4. KESIMPULAN

1. Sidik Cepat Degradasi Daerah Aliran Sungai dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi kerentanan sosial ekonomi kelembagaan pada DAS Tulis (Dataran Tinggi Dieng).

2. Hasil analisis terhadap DAS Tulis menunjukkan bahwa secara sosial tergolong agak rentan (3), secara ekonomi sedikit rentan (2,25) dan secara kelembagaan tergolong agak rentan (3). Secara keseluruhan DAS Tulis tergolong agak rentan (2,7). Penyelesaian masalah kerusakan ekosistem kawasan Dieng dilakukan terutama pada aspek yang memiliki kerentanan: kelembagaan, sosial kemudian ekonomi.

3. Kerentanan per desa di DAS Tulis menunjukkan bahwa 20 desa (25,32%) tergolong sedikit rentan, 58 desa (73,42%) tergolong agak rentan dan satu desa yang rentan yaitu Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo.

5. REFERENSI

Gunawan, T, 2008, Dinamika Adaptasi Ekologi Manusia Sebagai Agen Perubahan Lingkungan Kawasan Wisata Dieng, Jawa Tengah, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Direktorat Geogrfi Sejarah, Prosiding Workshop Perubahan Lingkungan di Kawasan Wisata Dieng dalam Perspektif Sejarah, Wonosobo, 13-15 Juni 2008.

Jariyah, N.A., T.M. Basuki, dan S. Donie, 2002, Kajian Sosial Ekonomi Petani Lahan Sayur dan Tembakau dan Teknik Konservasi Tanah Yang Diterapkan, Buletin Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Vol. VIII, 1 (1-17).

Kartodihardjo, H, 2000, Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah, Kelompok Pengkajian Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan (K3SB), Bogor.

Kurnia, U., H. Suganda, D. Erfandi, dan H. Kusnaedi, 1999, Teknologi Konservasi Budi Daya Sayuran Dataran Tinggi, Prosiding Teknologi Konservasi Budidaya Sayuran Dataran Tinggi.

Marx, K, 1971, Economy, Class and Social revolution, Essay diedit oleh Z.A Jordan, Michael Joseph, London.

Marut, D.K, 2000, Penguatan Institusi Lokal dalam Rangka Otonomi Daerah, Wacana. Jurnal Ilmu Sosial Transformatif, Edisi 5 Tahun II: 54-73.

North, D.C, 1991, Institutions: Institutional Change and Economic Performance, Political Economy of Institutions and Decisions, Cambridge University Press, Cambridge.

(5)

Paimin, Purwanto, dan Sukresno, 2010, Sidik Cepat Degrasi Sub Daerah Aliran Sungai, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Purwanto, Sukresno, dan N. Haryanti, 2010, Laporan Hasil Penelitian Implementasi Pengelolaan DAS Pada Skala Mikro, Balai Penelitian Kehutanan Solo, Solo (Tidak Diterbitkan).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perairan, 1995, Data Tahunan Debit Sungai Wilayah Tengah (Jawa, Bali, Kalimantan), Buku II/Hi-I/1995, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, 1996, Data Debit Sungai DAS Serayu-Lukulo Tahun 1986-1995, Direktorat jenderal Pengairan, Jakarta.

Scott, R, 1995, Instututions and Organizations. Sage Publication: An International and Profesional Publisher, Thousand Oaks, London-New Delhi.

Weber, M, 1974, The Protestant Ethic and the Sprit of Capitalism, Scribners, New York. Lampiran 1. Formulasi Kerentanan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan

KRITERIA PARAMETER BESARAN KATEGORI SKOR

SOSIAL (50%) Kepadatan Penduduk: Geografis (10%) < 250 jiwa/km2 250-400 jiwa/km2 > 400 jiwa/km2 Rendah Sedang Tinggi 1 3 5 Kepadatan Penduduk: Agraris (10%)

> 0,05 ha (kepadatan agraris <20 orang/ha) 0,025- 0,05 ha

< 0,025 ha (kepadatan agraris > 40 orang/ha)

Rendah Sedang Tinggi 1 3 5 Budaya : Perilaku/tingkah laku konservasi (20%)

- Konservasi telah melembaga dalam masyarakat (masyarakat tahu manfaat konservasi, tahu tekniknya &melaksanakan) - Masyarakat tahu konservasi tetapi tidak

melakukan

- Tidak tahu dan tidak melakukan konservasi

Rendah Sedang Tinggi 1 3 5 Budaya : Hukum Adat (5%)

- Adat istiadat (custom), Pelanggar dikucilkan - Kebiasaan (folkways), Pelanggar didenda dengan pesta adat

- Tata kelakuan (Mores), Pelanggar ditegur ketua adat/orang lain

- Cara (usage), pelanggar dicemooh - Tidaka ada hukuman

Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi 1 2 3 4 5 Nilai Tradisional (5%) - Ada

- Tidak ada Rendah Tinggi 1 5 EKONOMI (40%) Ketergantungan terhadap lahan (20%) <50% 50 – 75% >75% Tinggi Sedang Rendah 1 3 5 Tingkat Pendapatan (10%) >1,5 standar kemiskinan (SK) 1,26-1,5 SK 1,1-1,25 SK 0,67 – 1 SK <0,67 SK Tinggi Agak tinggi Sedang Agak rendah Rendah 1 2 3 4 5 Kegiatan Dasar Wilayah

(10%) LQ < 1 LQ = 1 LQ > 1 Rendah Sedang Tinggi 1 3 5 Kelembagaan (10%) Keberdayaan kelembagaan informal pada konservasi (5%)

-Ada dan berperan -Ada tetapi tidak berperan -Tidak berperan Rendah Sedang Tinggi 1 3 5 Keberdayaan lembaga

formal pada konservasi (5%) Sangat berperan Cukup berperan Tidak berperan Rendah Sedang Tinggi 1 3 5

(6)

Lampiran 2. Kompilasi Hasil Analisis Kerentanan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan di Sub DAS Tulis

No Desa

Sosial Ekonomi Kelembagaan Total nilai Tingkat kerentanan Nilai Sosial Keren-tanan Nilai Ekonomi Keren-tanan Nilai Kelembagaan Keren-tanan 1 Cendana 3,00 Agak rentan 2,00 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,60 Agak rentan 2 Tlagawera 2,60 Agak rentan 2,00 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,40 Sedikit rentan 3 Sokayasa 2,60 Agak rentan 2,00 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,40 Sedikit rentan 4 Sokanandi 3,00 Agak

rentan 1,00 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,20 Agak rentan

5 Batur 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 6 Sumberejo 2,60 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 2,80 Agak rentan 7 Pekasiran 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 8 Kepakisan 3,40 Agak rentan 2,50 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 9 Karang tengah 3,40 Agak rentan 2,00 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,80 Agak rentan 10 Dieng kulon 4,20 Rentan 2,00 Sedikit

rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 11 Bakal 3,40 Agak rentan 2,00 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,80 Agak rentan 12 Pasurenan 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 13 Karanganyar 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 14 Clapar 2,60 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 2,80 Agak rentan 15 Gununggiana 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 16 Talunamba 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 17 Penawangan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 18 Kutayasa 2,60 Agak rentan 2,00 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,40 Sedikit rentan 19 Bantarwaru 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 20 Dawuhan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 21 Pagelak 2,60 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 2,80 Agak rentan 22 Pekauman 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 23 Madukara 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 24 Larangan 3,40 Agak rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,10 Agak rentan 25 Tegaljeruk 3,40 Agak rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,10 Agak rentan 26 Kasmaran 3,40 Agak

rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,10 Agak rentan

27 Majasari 3,40 Agak rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,10 Agak rentan

(7)

28 Plumbungan 3,00 Agak rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 2,90 Agak rentan 29 Pagentan 3,00 Agak rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 2,90 Agak rentan 30 Kalitlaga 3,00 Agak rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 2,90 Agak rentan 31 Kayuares 2,60 Agak rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 2,70 Agak rentan 32 Gumingsir 2,60 Agak rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 2,70 Agak rentan 33 Sokaraja 3,00 Agak rentan 3,75 Rentan 3,00 Agak rentan 3,30 Agak rentan 34 Metawana 3,00 Agak rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 2,90 Agak rentan 35 Karang Nangka 3,00 Agak rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 2,90 Agak rentan 36 Aribaya 3,00 Agak rentan 2,75 Agak rentan 3,00 Agak rentan 2,90 Agak rentan 37 Gembol 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 38 Condong Campur 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 39 Beji 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 40 Semangkung 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 41 Sidengok 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 42 Pegundungan 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 43 Pejawaran 3,40 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,20 Agak rentan 44 Sigaluh 3,40 Agak rentan 1,25 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,50 Sedikit rentan 45 Wanacipta 3,00 Agak rentan 2,25 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,70 Agak rentan 46 Gembongan 3,40 Agak rentan 2,25 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,90 Agak rentan 47 Prigi 3,40 Agak rentan 2,25 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,90 Agak rentan 48 Pringamba 3,00 Agak rentan 2,25 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,70 Agak rentan 49 Singomerto 3,40 Agak rentan 1,25 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,50 Sedikit rentan 50 Karangmangu 3,40 Agak rentan 2,25 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,90 Agak rentan 51 Kemiri 3,40 Agak rentan 2,25 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,90 Agak rentan 52 Kalibenda 3,40 Agak rentan 1,25 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,50 Sedikit rentan 53 Mojotengah 3,00 Agak rentan 3,25 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,10 Agak rentan 54 Pacet 3,40 Agak rentan 3,25 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,30 Agak rentan

55 Dieng 4,20 Rentan 3,25 Agak

rentan 3,00 Agak rentan 3,70 Rentan 56 Jojogan 3,40 Agak rentan 3,25 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,30 Agak rentan

(8)

rentan rentan rentan rentan 58 Sikunang 3,40 Agak rentan 3,25 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,30 Agak rentan 59 Campursari 3,40 Agak rentan 3,25 Agak rentan 3,00 Agak rentan 3,30 Agak rentan 60 Jebeng Plampitan 2,60 Agak rentan 1,50 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,20 Sedikit rentan 61 Kalibening 3,00 Agak rentan 1,50 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,40 Sedikit rentan 62 Pulus 3,00 Agak rentan 1,50 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,40 Sedikit rentan 63 Garung lor 3,00 Agak

rentan 1,50 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,40 Sedikit rentan

64 Soroyudan 2,60 Agak rentan 1,50 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,20 Sedikit rentan 65 Gunung Tugel 3,00 Agak rentan 1,50 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,40 Sedikit rentan 66 Gumiwang 3,00 Agak rentan 1,50 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,40 Sedikit rentan 67 Plodongan 3,40 Agak rentan 1,50 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,60 Sedikit rentan 68 Sukoharjo 3,40 Agak rentan 1,50 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,60 Agak rentan 69 Rogojati 2,60 Agak rentan 1,50 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,20 Sedikit rentan 70 Sempol 2,60 Agak rentan 1,50 Tidak rentan 3,00 Agak rentan 2,20 Sedikit rentan 71 Limbangan 3,00 Agak rentan 1,75 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,50 Sedikit rentan 72 Kalidesel 3,00 Agak rentan 1,75 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,50 Sedikit rentan 73 Mutisari 2,60 Agak rentan 1,75 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,30 Sedikit rentan 74 Binangun 3,40 Agak rentan 1,75 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,70 Agak rentan 75 Pasuruhan 3,40 Agak rentan 1,75 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,70 Agak rentan 76 Watumalang 3,00 Agak rentan 1,75 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,50 Sedikit rentan 77 Banyukembar 3,40 Agak rentan 1,75 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,70 Agak rentan 78 Wonosroyo 3,40 Agak rentan 1,75 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,70 Agak rentan 79 Gumawang Kidul 3,40 Agak rentan 1,75 Sedikit rentan 3,00 Agak rentan 2,70 Agak rentan

Gambar

Tabel  1  menunjukkan  bahwa  semakin  tinggi  nilai  suatu  kategori  memberikan  gambaran  sebuah  kondisi  yang  semakin  buruk  terkait  dengan  parameter  bersangkutan,  dan  sebaliknya

Referensi

Dokumen terkait

Berat badan lahir bayi sebagian besar bayi baru lahir dengan berat badan lahir cukup (BBLC) sedangkan kejadian ikterus pada bayi baru lahir mayoritas terjadi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang dapat bermanfaat bagi pihak lain terutama untuk mengetahui lebih jauh tentang

Pertumbuhan pendapatan perseroan didorong kenaikan pendapatan penggunaan layanan utama, yakni suara , SMS, data dan value added service sebesar 5%, serta dari

Hasil pengamatan dan wawancara selanjutnya, diperoleh hasil bahwa ditemukan hal hal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi usaha mebel di

[r]

Agar tidak terlalu luas cakupan yang akan dibahas dan juga keterbatasan waktu serta kemampuan penulis, maka dalam penelitian ini penulis hanya akan meneliti

Dari teks tersebut diceritakan bahwa Raden Patah adalah seorang raja yang sangat toleran.. Contohnya, kuil Sam Po Kong di Semarang tidak dipaksa untuk diubahlagi

Setelah dilakukan analisa setiap periode dan dikaitkan dengan ketiga metode yaitu kurva S, earned value, dan tracking yang tidak memenuhi dari kriteria indikator yang