• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sifat-sifat Fisik Kompos

Perubahan warna, suhu, dan pengurangan volume selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume Selama Proses Pengomposan

No Bahan

kompos MSP Warna Bau

Suhu (0C) Pengurangan Volume kompos (%) 1. Jerami 1 2 3 4 5 6 Segar – Coklat Coklat

Coklat tua kehitaman Coklat tua kehitaman Coklat tua kehitaman Coklat tua kehitaman

- - - - - - 43 – 47 38 – 42 37 – 39 30 – 37 29 – 30 29 – 30 20 10 8 7 1 0 Jumlah 46 2. Kaliandra 1 2 3 4 5 6 Hijau – hitam Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam - - - - - - 52 – 61 37 – 51 38 – 54 39 – 47 36 – 40 35 – 39 8 1 2 0 1 0 Jumlah 12 3. Sayuran 1 2 3 4 5 6

Segar – coklat tua Coklat tua kehijauan Hijau tua kehitaman Hijau tua kehitaman Hijau tua kehitaman Hijau tua kehitaman

*** *** ** - - - - 44 – 53 35 – 46 29 – 34 27 – 29 29 – 31 29 – 29 37 6 4 33 2 0 Jumlah 82 4. Campuran 1 2 3 4 5 6 Segar – Coklat Coklat Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman ** ** - - - - 64 – 71 49 – 62 37 – 47 33 – 35 32 – 34 30 – 31 28 2 3 5 0 0 Jumlah 38 Keterangan : - = Tidak Bau ** = Bau *** = Sangat Bau

MSP = Minggu setelah pengomposan

Selama proses pengomposan warna bahan berubah dari warna aslinya ke arah coklat dan akhirnya menjadi coklat kehitaman setelah proses pengomposan berlangsung selama 4 minggu. Tanaman kaliandra pada minggu ke-2 telah

(2)

29 berubah menjadi hitam sedangkan sampah sayuran warna kehijauan masih nampak sampai kompos matang. Bahan jerami padi dan campuran menghasilkan kompos berwarna coklat kehitaman. Selama proses pengomposan, sampah sayuran mengeluarkan aroma yang sangat bau akibat terjadi proses dekomposisi anaerob pada minggu ke-1 an ke-2. Sedangkan bahan campuran mengeluarkan bau pada minggu pertama dan kedua pengomposan. Sementara itu, bahan jerami padi dan kaliandra tidak mengeluarkan bau.

Pada pengomposan dari bahan sayuran pada minggu ke-1 sampai minggu ke-2 mengalami proses dekomposisi anaerob, akibat kadar air yang sangat tinggi sekitar 1500%. Pada kondisi seperti itu, aerasi pada bahan kompos menjadi tidak baik, kompos sangat berair dan mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat. Untuk menurunkan kadar air dan menghilangkan bau busuk serta merubah dekomposisi yang terjadi secara anaerob supaya menjadi aerob, maka dilakukan pembalikan setiap 3 hari sekali pada kompos.

Selama proses pengomposan, suhu kompos mengalami peningkatan pada minggu pertama dan selanjutnya menurun stabil mendekati suhu ruangan. Data pengukuran suhu kompos selama proses pengomposan disajikan pada Lampiran 1. Pada minggu pertama, suhu kompos jerami padi meningkat sampai 47ºC, kompos kaliandra 61ºC, kompos sayuran 53ºC dan kompos campuran 71ºC.

20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 1 8 15 22 29 36 43

Waktu pengomposan (Hari)

S u h u K o m p o s (0 C ) Kompos Campuran Kompos Kaliandra Kompos Jerami Kompos Sayuran

Gambar 3. Grafik Perubahan Suhu Kompos Selama Proses Pengomposan.

Berdasarkan Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa setelah pembalikan pertama suhu kompos kaliandra naik kembali dari 37 ºC menjadi 54ºC, hal tersebut

Pembalikan I

(3)

30 disebabkan karena proses dekomposisi yang belum merata pada semua bagian kompos kaliandra dan seterusnya suhu menurun secara perlahan sampai minggu ke-6. Sedangkan suhu kompos sampah sayuran mengalami penurunan suhu lebih cepat pada minggu ke-3, penurunan tersebut diakibatkan oleh pengaruh pembalikan yang lebih sering dilakukan sehingga suhu kompos lebih cepat menurun.

Jumlah kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan diukur berdasarkan volume kompos dibandingkan dengan volume awal pengomposan, volume kompos yang dihasilkan sangat berkaitan dengan karakteristik bahan seperti : jenis tanaman, bagian tanaman, umur tanaman, dan kadar air.

0 20 40 60 80 100 120 0 2 4 6 8

Umur Kompos (Minggu)

V o lu m e K o m p o s (% ) Kompos Kaliandra Kompos Campuran Kompos Jerami Kompos Sayuran

Gambar 4. Grafik Penurunan Volume Kompos Terhadap Volume Awal

Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa Kompos bahan sampah sayuran mengalami penurunan volume drastis pada minggu ke-3 sekitar 33 cm, hal ini disebabkan oleh pembalikan yang sering untuk menurunkan kadar air. Seiring dengan menurunnya kadar air, maka volume kompospun ikut menurun secara drastis.

Berdasarkan volume kompos yang dihasilkan, bahan tanaman kaliandra menghasilkan kompos paling banyak sebesar 88% dari bahan awal, jerami padi 54%, kompos campuran 62%. Sedangkan bahan kompos sampah sayuran pasar menghasilkan jumlah kompos paling sedikit, yaitu hanya 18%.

(4)

31 4.2. Kandungan Hara Kompos

Dalam proses dekomposisi bahan organik, C digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi dan bersama N digunakan sebagai penyusun selnya. Oleh karena itu hasil analisis C, N, S menunjukkan terjadinya penurunan kadar C dan peningkatan kadar N selama proses pengomposan. Kandungan N dalam kompos meningkat selama proses pengomposan, karena terjadi mineralisasi N-organik menjadi N-mineral oleh mikroorganisme. Akan tetapi, pada kompos sampah sayuran terjadi penurunan kandungan N. Penurunan kadar N pada kompos sampah sayuran disebabkan oleh proses dekomposisi anaerob yang terjadi pada minggu ke-1 dan ke-2. Dekomposisi N-organik secara anaerob menghasilkan gas amoniak (NH3) yang menguap menyebabkan bau menyengat pada saat pengomposan.

Kadar C dan N terbesar terdapat pada kompos tanaman kaliandra, diikuti oleh kompos campuran, sampah sayuran pasar, dan jerami padi. Penurunan kadar C dan peningkatan kadar N pada proses pengomposan menyebabkan terjadi penurunan nisbah C/N.

Tabel 4. Hasil Analisis C, N, S, C/N Ratio

Keterangan : MSP = Minggu setelah pengomposan

Kompos yang matang selain ditandai oleh warna kompos yang coklat kehitaman dan stabilnya suhu, kematangan kompos juga ditandai dengan

C N S No Bahan kompos Umur kompos % C/N 0 MSP 33.49 1.44 0.047 23 2 MSP 31.07 1.53 0.057 20 4 MSP 27.57 2.15 0.046 13 1. Jerami 6 MSP 25.22 2.37 0.046 11 0 MSP 46.02 3.85 0.052 12 2 MSP 43.74 3.99 0.04 11 4 MSP 43.09 4.90 0.045 9 2. Kaliandra 6 MSP 41.94 4.91 0.038 9 0 MSP 37.17 3.21 0.005 12 2 MSP 34.90 2.85 0.005 12 4 MSP 31.04 2.51 0.001 12 3. Sayuran 6 MSP 31.81 2.63 0.004 12 0 MSP 36.87 2.73 0.017 14 2 MSP 36.80 3.49 0.013 11 4 MSP 37.92 4.10 0.004 9 4. Campuran 6 MSP 36.16 3.91 0.006 9

(5)

32 rendahnya nisbah C/N. Kecepatan penurunan nisbah C/N sangat tergantung pada kandungan C dan N bahan yang akan dikomposkan. Jika bahan organik banyak mengandung lignin atau bahan-bahan resisten lainnya dengan nisbah C/N tinggi, maka proses dekomposisi akan berlangsung lambat dibandingkan dengan bahan organik yang sedikit mengandung lignin dan memiliki nisbah C/N rendah. Perubahan nisbah C/N pada kompos segar sampai kompos matang dengan nilai akhir paling kecil sampai besar adalah tanaman kaliandra, campuran, jerami padi, dan sampah sayuran.

Tabel 5. Hasil Analisis Kimia Berbagai Macam Kompos Minggu ke-6. kadar abu Ca Mg K Na Fe Mn Cu Zn NH4+ NO3 -No Jenis kompos -- % --- --- ppm --- 1. Jerami 42.40 0.25 0.14 1.37 0.29 383 276 11 5 234 7688 2. Kaliandra 12.02 0.80 0.79 0.59 0.07 418 243 13 15 144 7750 3. Sayuran 32.13 0.93 0.62 1.28 0.37 1463 200 43 21 252 2170 4. Campuran 27.24 0.65 0.69 1.46 0.29 915 410 15 25 180 1426

Berdasarkan Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa peningkatan bobot kadar abu mencerminkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan organiknya. Pada akhir pengomposan jerami padi memiliki kadar abu paling tinggi 42.40%, kompos sampah sayuran pasar 32.13%, kompos campuran 27.24% dan kompos kaliandra sebesar 12.02%. Hasil analisis kimia berbagai macam kompos pada minggu Ke-0, 2, 4, dan ke-6 dapat dilihat pada Lampiran 2. Kandungan unsur hara tertinggi terdapat pada kompos sampah sayuran, seterusnya kompos campuran dan kompos kaliandra. Sedangkan kompos jerami padi mengandung unsur hara paling rendah walaupun memiliki kadar abu paling tinggi hal ini dapat dijelaskan bahwa pada jerami padi terdapat 4-9% mineral silika (SiO2) dan sardi (2006) medapatkan mineral silika pada arang sekam padi sebesar 23.96%.

Mineralisasi N adalah transformasi biologi dari N yang terikat secara organik menjadi N mineral (N-NH4 dan N-NO3) selama proses dekomposisi N-NH4 dan N-NO3 merupakan bentuk tersedia bagi tanaman. Kandungan ion amonium (NH4+) pada kompos sampah sayuran paling tinggi dan pada kompos kaliandra paling rendah. Sebaliknya, kandungan ion nitrat (NO3-) paling besar adalah kompos kaliandra dan paling rendah pada kompos sampah sayuran.

(6)

33 Sedangkan kompos jerami padi kandungan NH4+ dan NO3- berada di antara kompos sampah sayuran dan kompos kaliandra.

4.3. Kandungan Asam Organik

Hasil ekstraksi senyawa humat pada Gambar 5 dapat dijelaskan bahwa, berdasarkan penampakan warna dan jumlah endapan dapat dengan mudah untuk mengetahui kandungan asam humat dan asam fulvat pada kompos. Secara kualitatif dapat dijelaskan bahwa kandungan asam fulvat paling tinggi terdapat pada kompos kaliandra dan diikuti oleh kompos campuran, jerami dan sayuran.

Gambar 5. Kandungan Asam Humat dan Fulvat pada Kompos

Sedangkan untuk penentuan kandungan asam humat walaupun sudah dapat dilihat secara kualitatif, alangkah lebih baiknya bila ditentukan secara kuantitatif. Kandungan asam humat secara kuantitatif dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kandungan Asam Humat per gram Kompos Kering 60ºC.

0.126 0.043 0.120 0.105 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14

Jerami Kaliandra Sayuran Campuran

G

ra

(7)

34 Berdasarkan Gambar 6 dapat dijelaskan bahwa, asam humat paling tinggi terdapat pada kompos jerami padi dan seterusnya kompos sayuran, kompos campuran dan kompos kaliandra.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, penentuan kandungan asam humat dan asam fulvat pada kompos dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Walaupun hanya sampai tahap penentuan secara kualitatif, akan tetapi kandungan asam humat dan asam fulvat sudah dapat ditentukan dan terlihat secara jelas. Penentuan asam humat dan asam fulvat seperti ini, jauh lebih mudah dan cepat dibanding dengan penentuan nilai C/N ratio dan kandungan unsur hara. Oleh karena itu, dengan melihat kandungan asam humat dan asam fulvat pada kompos, maka penentuan kualitas kompos dapat dilakukan dengan mudah dan lebih cepat.

4.4. Gugus Fungsional Kompos

Hasil analisis FTIR (fourier Transform Infra Red) pada pengomposan jerami padi (Gambar 7) dapat diterangkan bahwa, pada bilangan gelombang (3750-3000)cm-1 terdapat rangkaian gugus hidroksil (fenolik dan OH-alkoholik) dan gugus amina (-NH). Nilai absorban pada bilangan gelombang 3363 cm-1 mengalami peningkatan pada minggu ke-2 dari absorban 0.236-0.545, tetapi gugus O-H dan N-H tersebut hilang kembali pada minggu ke-4 dan ke-6 yaitu pada absorban 0.345 dan 0.145.

Pada bilangan gelombang (3000-2613)cm-1 terdapat rangkaian C-H alifatik, alkana (C-C) dan aldehid (-CO-OH). Nilai absorban pada bilangan gelombang 2909 cm-1 mengalami peningkatan pada minggu ke-2 dari absorban 0.273-0.345, tetapi gugus-gugus tersebut hilang kembali pada minggu ke-4 dan ke-6 yaitu pada absorban 0.236 dan 0.109.

Pada bilangan gelombang (2000-1500)cm-1 terdapat gugus C=O (amida I, anhidrida siklik dan campuran, fenol, karboksil, karbonil ketonik), gugus C=C (olefenik, aromatik, aromatik multinuklir), rangkaian antisimetris COO dan intisimetri COO-, getaran gugus karboksil COOH, deformasi N-H dan rangkaian C=N (amida II). Nilai absorban 1659 cm-1 mengalami peningkatan pada minggu

(8)

35 ke-2 dari absorban 0.254-0.509, tetapi gugus-gugus tersebut hilang kembali pada minggu ke-4 dan ke-6 yaitu pada absorban 0.381 dan 0.145.

Gambar 7. Kurva FTIR Kompos Jerami Padi

Pada bilangan gelombang (1500-861)cm-1 terdapat rangkaian C-C; C-OH; C-O-C sebagai ciri khas sambungan glukosida bahan polimer dan ketidakmurnian senyawa humat, rangkaian –NH (amino, imina), rangkaian C-H dari gugus metil, rangkaian COO, garam COOH, C=N dan deformasi N-H (amida III), sambungan ester C=O dan C-OH fenolik. Gugus-gugus fungsional pada bilangan gelombang 1090 cm-1 tersebut mengalami peningkatan pada minggu ke-2 dari absorban 0.49-1.218, tetapi gugus-gugus tersebut juga hilang kembali pada minggu ke-4 dan ke-6 yaitu pada absorban 0.854 dan 0.309.

Berdasarkan kurva FTIR kompos kaliandra (Gambar 8) terlihat bahwa pada bilangan gelombang (3750-2590)cm-1 terdapat rangkaian gugus hidroksil (OH-fenolik dan OH-alkoholik), gugus amina (-NH), C-H alifatik, CH2, CH3, dan OH ikatan hidrogen. Pada bilangan gelombang 3318 cm-1 gugus fungsional tersebut menurun pada pengomposan minggu ke-2 dari absorban 0.536-0.418. Sedangkan pada minggu ke-4, gugus-gugus tadi meningkat sampai absorban 0.630 tetapi hilang lagi pada minggu ke-6 (kompos matang) pada absorban 0.490.

Jerami Mentah Jerami Minggu ke-2 Jerami Minggu ke-4 Jerami Minggu ke-6

3750 cm-1 3363 cm-1 3000 cm-1 2909 cm-1 2613 cm-1 2000 cm-1 1659 cm-1 1500 cm-1 1090 cm-1 861 cm-1

(9)

36 Gambar 8. Kurva FTIR Kompos Kaliandra

Pada bilangan gelombang (2590-1818)cm-1 terdapat rangkaian gugus C=O dari anhidrida siklik dan anhidrida campuran, pada bilangan gelombang 2250 cm -1

gugus-guigus fungsional tersebut mengalami peningkatan pada minggu ke-2 dari absorban 0.081-0.209, tetapi hilang kembali pada minggu ke-4 sampai absorban 0.073 dan meningkat kembali pada minggu ke-6 dengan absorban 0.090. Pada bilangan gelombang (1818-1410)cm-1 terdapat rangkaian gugus C=O (amida I, anhidrida siklik dan campuran, fenol, karboksil, karbonil ketonik), gugus C=C (olefenik, aromatik, aromatik multinuklir), rangkaian antisimetris COO dan intisimetri COO-, getaran gugus karboksil COOH. Pada bilangan gelombang 1659 cm-1 gugus-gugus fungsional tersebut mengalami penurunan pada minggu ke-2 dan ke-4 dari absorban 0.573-0.473 dan 0.454. tetapi pada minggu ke-6, gugus-gugus yang hilang tadi timbul kembali sampai absorban 0.563. Pada bilangan gelombang (1410-955)cm-1 terdapat rangkaian antisimetris COO, garam COOH, C=N dan deformasi N-H (amida III), rangkaian C-O aromatik, sambungan ester C=O dan C-OH fenolik, rangkaian C-C; C-OH; C-O-C sebagai ciri khas sambungan glukosida bahan polimer dan ketidakmurnian senyawa humat, getaran O-CH3 dan C-H aromatik. Pada bilangan gelombang 1068 cm-1 Gugus-gugus fungsional tersebut menurun pada minggu ke-2 dari

Kaliandra Mentah Kaliandra Minggu ke-2 Kaliandra Minggu ke-4 Kaliandra Minggu ke-6

3750 cm-1 3318 cm-1 2590 cm-1 2250 cm-1 1818 cm-1 1659 cm-1 1410 cm-1 1068 cm-1 955 cm-1

(10)

37 absorban 0.536-0.418, akan tetapi meningkat kembali setelah dikomposkan pada minggu ke-4 dan ke-6 sampai absorban 0.736 dan 0.627.

Gambar 9. Kurva FTIR Kompos Sayuran

Berdasarkan kurva FTIR kompos sayuran (Gambar 9) terlihat bahwa pada bilangan gelombang (3750-2568)cm-1 terdapat rangkaian gugus hidroksil (OH-fenolik dan OH-alkoholik), gugus amina (-NH), C-H alifatik, CH2, CH3, dan OH ikatan hidrogen. Pada bilangan gelombang 3341 cm-1 gugus-gugus fungsional tersebut mengalami peningkatan akibat dekomposisi sampai minggu ke-4 dari absorban 0.490-0.545, tetapi mengalami penurunan/hilang kembali setelah kompos matang (minggu ke-6) dengan absorban 0.354. Pada bilangan gelombang (2568-1772)cm-1 terdapat rangkaian OH hidrogen dan gugus C=O dari fenol, anhidrida siklik dan anhidrida campuran, pada bilangan gelombang 2318 cm-1 gugus-gugus fungsional tersebut timbul setelah bahan dikomposkan dan absorbannya terus meningkat sampai kompos matang dari 0.109-0.150. Pada bilangan gelombang (1772-1045)cm-1 terdapat rangkaian gugus C=O (amida I, anhidrida siklik dan campuran, fenol, karboksil, karbonil ketonik), gugus C=C (olefenik, aromatik, aromatik multinuklir), rangkaian antisimetris COO dan intisimetri COO-, getaran gugus karboksil COOH, rangkaian C-C; C-OH; C-O-C

Sayuran Mentah Sayuran Minggu ke-2 Sayuran Minggu ke-4 Sayuran Minggu ke-6

1045 cm-1 3340 cm-1 3750 cm-1 2568 cm-1 2318 cm-1 1772 cm-1 945 cm-1

(11)

38 sebagai ciri khas sambungan glukosida bahan polimer dan ketidakmurnian senyawa humat, dan getaran O-CH3, pada bilangan gelombang 1045 cm-1 gugus-gugus fungsional tersebut mengalami penurunan pada pengomposan minggu ke-2 dari absorban 0.750-0.695. Sedangkan pada minggu ke-4 gugus-gugus fungsional tersebut meningkat pada absorban 0.7968 tetapi menurun kembali sampai minggu ke-6 pada nilai absorban 0.654.

Gambar 10. Kurva FTIR Kompos Campuran

Hasil analisis FTIR kompos campuran (Gambar 10) terlihat bahwa pada bilangan gelombang (3750-3000)cm-1 terdapat rangkaian gugus hidroksil (OH-fenolik dan OH-alkoholik), gugus amina (NH3). Gugus-gugus fungsional tersebut dapat dilihat pada bilangan gelombang 3318 cm-1 yang mengalami peningkatan pada minggu ke-2 dari absorban 0.290-0.336, Walaupun pada minggu ke-3 terjadi penurunan pada nilai absorban 0.200, tetapi gugus O-H dan N-H tersebut meningkat kembali pada minggu ke-6 dengan nilai absorban 0.309. Pada bilangan gelombang 2295 cm-1 terdapat rangkaian gugus C=O (amida I, anhidrida siklik dan campuran, fenol, karboksil, karbonil ketonik), gugus C=C (olefenik, aromatik, aromatik multinuklir), rangkaian antisimetris COO dan intisimetri COO-, getaran gugus karboksil COOH, yang mengalami penurunan pada minggu ke-2 dan ke-4 dari absorban 0.181-0.154 dan meningkat kembali

Campuran Mentah Campuran Minggu ke-2 Campuran Minggu ke-4 Campuran Minggu ke-6

955 cm-1 2295 cm -1 3000 cm -1 3750 cm -1 3318 cm-1 1068 cm-1

(12)

39 sampai kompos matang (minggu ke-6) pada absorban 191. Pada bilangan gelombang 1068 cm-1 terdapat rangkaian C-C; C-OH; C-O-C sebagai ciri khas sambungan glukosida bahan polimer dan ketidakmurnian senyawa humat, getaran O-CH3 dan getaran C-H aromatik. Gugus-gugus fungsional ini meningkat setelah dikomposkan, walaupun sempat turun pada minggu ke-3 yaitu dari absorban 0.563-0.236 tetapi setelah minggu ke-6 gugus-gugus fungsionsl tersebut meningkat kembali sampai absorban 0.563.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya kurva FTIR menunjukkan pola perubahan dan keterkaitan gugus fungsional yang hampir sama pada tiap bahan selama proses pengomposan, tetapi memiliki absorban yang berbeda pada umur pengomposan. Pada kompos jerami padi dan sampah sayuran, gugus-gugus fungsional menurun setelah kompos matang (minggu ke-6) bila dilihat berdasarkan nilai absorbannya. Kompos matang (minggu ke-6) dari bahan kaliandra menunjukkan absorban yang tinggi pada bilangan gelombang 1068 cm-1, dimana pada bilangan gelombang tersebut sebagai ciri khas sambungan glukosida bahan polimer dan ketidakmurnian dalam senyawa humat. Sedangkan pada kompos campuran (minggu ke-6), terjadi peningkatan gugus-gugus fungsional yang ada pada bilangan gelombang 3318 cm-1 dan 1068 cm-1 walaupun nilai absorbannya lebih kecil daripada absorban pada kompos kaliandra.

Gambar

Tabel  3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume Selama Proses   Pengomposan
Gambar 3. Grafik Perubahan  Suhu Kompos Selama Proses Pengomposan.
Gambar 4. Grafik Penurunan Volume Kompos Terhadap Volume Awal
Tabel  4. Hasil Analisis C, N, S, C/N Ratio
+6

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi dan kewajiban masing-masing jenis kelamin, serta perbedaan latar belakang itu, disinggung oleh ayat ini dengan menyatakan bahwa: para lelaki, yakni jenis

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kuasa, kemurahan dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis yang berjudul “ PENGARUH

Candida albicans maka dai hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kombinasi perasaan jeruk nipis dan getah jarak pagar memiliki aktivitas antimikroba terhadap

[r]

Aktivitas antioksidan kombinasi ekstrak daun kersen ( Muntingia calabura L.) dan daun sirsak ( Anonna muricata L. ) lebih kuat diban- dingkan bentuk tunggal keduanya dengan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh SDM yang ada di Bappeda kabupaten Batang tergolong dalam kategori baik. Pengkajian pada

Adapun tujuan penulis membuat website X_IPA_2 ini adalah untuk memberikan informasi-informasi aktual seputar siswa-siswi alumni IPA_2 dari SMUN 2 Bekasi sehingga hubungan

Perorangan yang berhak atas informasi dari arsip sesuai dengan kewenangannya. Arsip Media Baru adalah arsip yang tercipta oleh mesin perekam suara, gambar statis