Kajian Ekstraksi Tanin Dari Daun Ketapang
(
Terminalia Catappa Linn
)
Oleh:
1.
Febriana Irawati
(0931010007)
2.
Nita Prastica
(0931010017)
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”JAWA TIMUR
2012
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul
“Kajian Ekstraksi Tanin Dari Daun Terminalia Catappa Linn”.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh mahasiswa untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik Kimia di Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Laporan penelitian ini dapat diselesaikan dan dapat disusun berkat adanya kerja sama dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Ir. Retno Dewati, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Ir. Sintha Soraya S., MT, selaku Dosen Pembimbing Penelitian.
4. Ibu Ir. Tatiek Sri Hajati, MT selaku Dosen Penguji.
5. Ibu Ir. Nana Dyah S., Mkes selaku Dosen Penguji.
6. Kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak dukungannya baik materiil
maupun spiritual demi terselesainya laporan ini.
7. Teman-teman, sahabat kami serta saudara-saudara kami yang tidak dapat kami sebutkan
satu persatu yang telah memberikan dukungannya sehingga laporan ini dapat
terselesaikan.
v
ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Surabaya, Desember 2012
Penyusun
vi
DAFTAR ISI ...i
3.2 Alat yang digunakan………....17
3.3 Peubah……….18
3.4 Rangkaian Alat………19
3.5 Prosedur Penelitian…...………...20
3.6 Skema Jalannya Penelitian………...………...21
BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Tabel Pengamatan...22
4.2 Grafik dan Pembahasan...23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan...25
V.2 Saran...25
DAFTAR PUSTAKA………..……….26
APPENDIX...28
LAMPIRAN...30
ii
Tabel 1. Permintaan Impor Tanin Dunia Tahun 2000 – 2007...2
Tabel 4.1 Tabel kadar tanin dan tanin yang terekstrak...24
iii
Gambar 2.1 Struktur Inti Tanin...7
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Ekstraksi...21
Gambar 3.2 Skema Jalannya Penelitian...23
Gambar 4.2.1 Hubungan antara Konsentrasi Pelarut dengan Kadar Tanin yang dihasilkan...25
Gambar 4.2.2 Hubungan antara Waktu Ekstraksi dengan Kadar Tanin yang dihasilkan...26
iv
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN Veteran Jatim vii
INTISARI
Penelitian Kajian Ekstraksi Tanin Dari Daun Ketapang (Terminalia Catappa Linn) dilakukan dengan tujuan menentukan kondisi terbaik ekstraksi tanin dari daun ketapang (Terminalia Catappa Linn) ditinjau dari konsentrasi pelarut dan waktu ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol.
Proses Ekstraksi dilakukan secara batch dan dalam skala laboratorium, dengan prinsip ekstraksi padat cair dalam sebuah labu leher tiga berpengaduk selama waktu yang ditentukan yaitu 30, 60, 90, 120, 150 (menit) dengan konsentrasi pelarut (etanol) 60%, 70%, 80%, 85%, 90% sebagai variabel peubah. Sedangkan variabel tetap yaitu berat sampel 10 gram, ukuran partikel ± 200 mesh, suhu ekstraksi 85⁰C, kecepatan pengadukan 200 rpm, Jenis pelarut Etanol, waktu pengendapan ± 30 menit, volume pelarut 250 ml, bahan pembantu aquadest.
Dari Penelitian yang dilakukan diperoleh hasil ekstraksi terbaik adalah 12,45% dari pelarut etanol 85% selama 120 menit. Presentase hasil tanin yang teresktrak adalah 98,97%
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara beriklim tropis memiliki keanekaragaman
flora. Meskipun demikian sumber daya alam ini belum sepenuhnya dikelola dan
dimanfaatkan untuk menunjang kemajuan bangsa. Salah satu jenis tanaman yang
potensial untuk dikembangkan pemanfaatannya adalah pohon ketapang (Terminalia
Catappa Linn.). Pohon ini hampir tumbuh di seluruh indonesia. Pohon ketapang ini
biasanya tumbuh liar di pantai dan di pinggir jalan sebagai pohon peneduh jalan. Oleh
karena itu, pohon Ketapang (Terminalia Catappa Linn) adalah tumbuhan liar sehingga
pohon ini bukan termasuk pohon yang dibudidayakan. Pohon Ketapang (Terminalia
Catappa Linn) tersebar hampir di seluruh daerah di Asia Tenggara termasuk di Indonesia
kecuali Sumatra dan Kalimantan yang agak jarang didapati di alam. Namun sangat
disayangkan, pohon ketapang di Indonesia saat ini masih belum dimanfaatkan dengan
baik padahal tingkat produksi daun ketapang di Indonesia tinggi. Pohon ini merontokkan
daunnya dua kali dalam satu tahun, yaitu pada bulan Januari – Februari – Maret dan pada
bulan Juli – Agustus – September. Daun ketapang hanya dibiarkan jatuh lalu mengering
dan menjadi limbah di negeri ini.
Daun ketapang dapat diolah lebih lanjut menghasilkan tanin dengan proses
ekstraksi. Dalam daun ketapang terkandung tanin sebesar 12,58% ( Hasil analisa awal di
Balai Penelitian dan Konsultasi Industri, Laboratorium Penelitian dan Konsultasi Industri
Surabaya – Jawa Timur ). Tanin merupakan komponen penting di dalam tumbuhan untuk
melindungi terhadap serangan jamur dan bakteri. Di dalam proses penyamakan kulit,
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 2
tanin digunakan untuk menghasilkan kulit samak bermutu tinggi. Selain itu tanin dapat
juga dimanfaatkan untuk pewarna tekstil. Berdasarkan data UN Comtrade (2008)
permintaan impor tanin dunia dari tahun 2000 – 2007 mengalami peningkatan, kondisi
tersebut juga menunjukkan semakin besarnya kebutuhan dunia terhadap tanin. Permintaan
impor tanin dunia tahun 2000 – 2008 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Permintaan Impor tanin Dunia Tahun 2000 – 2007
No Tahun Impor (Kg)
Sumber : UN Comtrade, 2008.
Data diatas dapat di ekstrapolasi agar dapat mengetahui data impor tanin pada
tahun 2009 - 2013 sehingga dapat mengetahui permintaan perkembangan tanin yang
dibutuhkan pada tahun tersebut. Pada tahun 2009 impor tanin yang dibutuhkan sebesar
164.945.056 kg, tahun 2010 sebesar 180.018.343 kg, tahun 2011 sebesar 195.091.630 kg,
tahun 2012 sebesar 210.164.917 kg dan tahun 2013 sebesar 225.238.204 kg. Sehingga
permintaan impor tanin dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Sebelumnya telah dilakukan pengambilan tanin dengan proses ekstraksi
diantaranya: Ekstraksi dari kulit akasia dengan menggunakan pelarut air menghasilkan
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 3
tanin 78,64% berdasarkan berat ekstrak (Risnasari, 2002). Ekstraksi dari biji pinang
menghasilkan tanin terbanyak pada waktu ekstraksi 48 jam dengan kadar 19,9% dan
29,76% dengan memakai air dan alkohol 96% sebagai pelarut. (M. N. Usman, dkk,1980).
Ekstraksi tanin dari biji pinang menghasilkan tanin terbaik pada rasio perbandingan biji
pinang dengan pelarut (aseton) 1 : 2 sebesar 21,77% dengan waktu ekstraksi 1 jam. (G.
Safetri,2001). Kajian proses pembuatan tanin dari kulit buah asam menghasilkan kadar
tanin terbaik sebesar 11,60% selama 1 jam dengan pelarut aseton 99,8%. (P. W.
Setyawan, 2003).
Penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan dari penelitian sebelumnya,
menggunakan dua variable yang divariasikan yaitu konsentrasi pelarut dan waktu
ekstraksi.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik ekstraksi tanin dari
daun ketapang (Terminalia Catappa Linn) ditinjau dari konsentrasi pelarut dan waktu
ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol.
1.3 Manfaat Penelitian
Memberikan masukkan dan informasi mengenai manfaat lain dari daun ketapang
(Terminalia Catappa Linn) yaitu sebagai bahan dasar penghasil tanin. Sehingga hasil
penelitian ini diharapkan dari yang tidak mempunyai nilai ekonomi menjadi mempunyai
nilai ekonomi dan meningkatkan produktivitas daun Ketapang di Indonesia.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pohon Ketapang
Pohon ketapang atau Terminalia catappa Linn ditanam sebagai pohon peneduh di
taman ataupun pinggir jalan. Pohon ketapang mempunyai bentuk cabang dan tajuk yang
khas. Cabangnya mendatar dan tajuknya bertingkat-tingkat mirip struktur pagoda.
Selain disebut ketapang, pohon ini memiliki berbagai nama daerah seperti
hatapang (Batak), katafa (Nias), katapieng (Minangkabau), lahapang (Simeulue), ketapas
(Timor), atapang (Bugis), talisei, tarisei, salrise (Sulawesi Utara), tiliso, tiliho, ngusu
(Maluku Utara), sarisa, sirisa, sirisal, sarisalo (Maluku), lisa (Rote), dan kalis, kris
(Papua).
Pohon ketapang (Terminalia catappa L.) bertajuk rindang dengan cabang-cabang
yang tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat; pohon yang muda sering nampak seperti
pagoda. Tingginya dapat mencapai 35 meter. Ketapang merupakan tumbuhan dari famili
combreataceae dilaporkan bahwa di dalam daun memiliki aktivitas antioksidan secara in
vitro yang ditentukan dengan metode peredaman warna radikal bebas
1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) yang berwarna ungu menjadi kuning (Pauly, 2001).
Daun ketapang lebar berbentuk bulat telur dengan pangkal daun runcing dan
ujung daun lebih tumpul. Pertulangan daun sejajar dengan tepi daun berombak. Daunnya
meluruh (meranggas) dua kali dalam setahun. Bunga ketapang berukuran kecil dan
terkumpul dalam bulir dekat ujung ranting berwarna kuning kehijauan dengan panjang
sekitar 8–25 cm. Buahnya batu berbentuk bulat telur agak gepeng dan bersegi. Saat muda
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 5
buah ketapang berwarna hijau kekuningan dan berubah menjadi ungu kemerahan saat
matang.
Ketapang (Terminalia catappa L.) merupakan tumbuhan asli dari Asia Tenggara,
dan tersebar hampir di seluruh daerah di Asia Tenggara termasuk di Indonesia.
Tumbuhan ini juga biasa ditanam di Australia, India, Madagaskar hingga Amerika
Tengah dan Amerika Selatan.
Habitat yang disukai oleh pohon ketapang adalah daerah dataran rendah termasuk
daerah pantai hingga ketinggian 500 meter dpl. Pohon ini menggugurkan daunnya hingga
dua kali dalam setahun sehingga tanaman ini mampu bertahan menghadapi bulan-bulan
yang kering.
Ketapang telah menjadi pohon multiguna sejak dahulu. Pepagan (kulit luar) dan
daunnya berguna untuk menyamak kulit, pewarna alami, dan sebagai tinta. Kayunya
mempunyai kualitas cukup baik sehingga rentan terhadap rayap.
Klasifikasi ilmiah
Spesies : Terminalia catappaLinn
(Alamendah, 2011)
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 6
2.2Daun ketapang
Daun berseling, bertangkai pendek, mengumpul pada ujung cabang, biasanya
membundar telur sungsang, kadang-kadang agak menjorong, mengertas sampai
menjangat tipis, mengkilap, terdiri atas helaian daun (lamina) dan tangkai daun (petiolus).
Tangkai daun berbentuk silinder dengan sisi agak pipih dan menebal pada pangkalnya,
helaian daun berbentuk bulat telur sungsang (obovatus), ujung dan pangkal daun tumpul
(obtusus), tulang daun menyirip (penninervis). Ada beberapa kandungan alami yang
terkandung dalam daun ketapang (dan buah), antara lain: flavonoids 20 - 25% (sama
halnya dengan kaempferol atau quercetin) atau dikenal dengan vitamin P atau citrin, tanin
11-23% (punicalin, punicalagin atau tercatin seperti halnya pada teh, anggur, strawberry,
delima, pomegranate, aren-arenan), saponin 20% yang dipakai sebagai surfaktan, dan
phytosterol 10 - 15% (kolesterol tumbuhan dengan sedikit kandungan alkohol). unsur lain
yang terdapat dalam daun ketapang antara lain 20% ; Sulfur, Nitrogen dan fosfor di dalam
bobot beragam. Sementara daun – daunnya Ketapang juga mengandung logam 5% terdiri
dari Ca, Mg, Cu, Zn, dll. (Kea, 2012).
2.3Tanin
Tanin adalah senyawa organik yang sangat kompleks dan banyak terdapat dalam
bermacam - macam tanaman. Jenis tanaman yang banyak mengandung tanin adalah
tanaman berkeping dua (dikotil) antara lain mahoni,akasia, bakau, pinang, pinus dan
gambir dan bakau – bakauan yang tumbuh di hutan mangrove yang tersebar dari aceh
sampai irian jaya (Karsini dan Burnawi, 1994). Tanin dapat diambil dari kulit kayu
dengan ekstraksi padat cair menggunakan pelarut air (Geankoplis,1997). Ekstraksi dari
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 7
tanin tidak dapat murni 100%, karena selain terdiri dari tanin ada juga zat non tanin
seperti glukosa dan hidrokoloid yang memiliki berat molekul tinggi (Pizzi, 1983).
Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman , seperti daun, buah
yang belum matang , batang dan kulit kayu. Pada buah yang belum matang ,tanin
digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi tannin.Tanin
yang dikatakan sebagai sumber asam pada buah. Tanin juga dapat dijumpai pada hampir
semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun
tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda – beda.
Gambar 2.1 Struktur inti tanin (Harborne, 1987)
2.3.1 Sifat-sifat Tanin
Tanin berupa serbuk amorf, berkeping mengkilap atau massa ringan. Mempunyai
rasa atau kharakteristik yang sangat sepat. Tanin berwarna putih kekuningan sampai
coklat muda. Warna akan berubah menjadi gelap apabila terkena sinar matahari (The
Merck Index,1983).
Tanin jika dipanaskan pada suhu 210-215oC akan terurai menjadi pirogallol dan CO2. Satu gram tanin dapat larut dalam 0,35 ml air, 1 ml gliserol panas, sangat mudah
larut dalam alkohol, aseton dan praktis tidak larut dalam benzene, kloroform, ether,
petrolium ether, karbon disulfide, dan karbon tetrakolorida (The Merck Index, 1983).
Tanin juga dinamakan asam tanat dan asam galotanat, ada yang tidak berwarna
tetapi ada juga yang berwarna kuning atau cokelat. Berikut adalah sifat – sifat dari tanin :
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 8
1. Memiliki rumus molekul C76H52O46
2. Memiliki berat molekul 1701,22
3. Tanin dapat diidentifikasi dengan kromatografi
4. Merupakan padatan berwarna kuning atau kecoklatan
5. Memiliki titik leleh 305oC 6. Memiliki titik didih 1271oC
7. Merupakan senyawa yang sukar dipisahkan
8. Kelarutan dalam etanol 0,82 gr dalam 1 ml (70oC) 9. Kelarutan dalam air 0,656 gr dalam 1ml (70oC) 10. Kelarutan dalam aseton 0,90 gr dalam 1 ml (70⁰C)
Selain sifat tanin diatas, tanin memiliki sifat antara lain dapat larut dalam air atau
etanol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat
logam berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan jamur (Carter et al,1978).
2.3.2 Kegunaan Tanin
Tanin banyak dimanfaatkan oleh beberapa industri sebagai:
1. Penyamak kulit
Proses penyamakan kulit adalah suatu proses yang mengubah kulit mentah
(hide/sknis) menjadi kulit tersamak (leather). setelah diberi perlakuan dengan
tanin, kulit mentah terwarnai dan terhindar dari pembusukan. Penyamakan nabati
dapat mengawetkan serat-serat kulit dari serangan bakteri. Juga di dalam serat itu
terbentuk sifat-sifat tertentu seperti kelenturannya dan terasa padat, yang bukan
saja khas menurut semacam kulit, melainkan juga bergantung pada bahan
penyamak dan cara penyamakannya. Hasilnya berupa kulit samak yang banyak
sekali manfaatnya.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 9
2. Pewarna
Tanin sebagai pewarna sangat dibutuhkan terutama dalam industri tekstil. Dalam
proses pewarnaan ini pemakaian mordan diperlukan untuk membantu pengikatan
zat warna. Mordan berupa garam-garam logam,, seperti garam besi, chrom,
aluminium dan timah. Selain digunakan untuk bahan pewarna tekstil, tanin juga
dipakai untuk bahan pewarna cat, pernis, kulit, kertas dan tinta. Pada pembuatan
tinta kombinasi tanin dengan garam-garam besi menghasilkan warna biru tua atau
hijau kehitaman
3. Obat
Pada industri farmasi, tanin dapat dimanfaatkan untuk obat penyakit gula, untuk
pengaturan keseimbangan hormon yang dikeluarkan oleh pankreas, sebagai obat
cacing dan obat antibiotik.
4. Penambah cita rasa dalam minuman
Tanin yang terkandung di dalam minuman seperti teh, kopi, anggur, dan bir,
berguna sebagai penyedap dan pemberi aroma.
2.4 Ekstraksi Padat cair
Ekstraksi padat cair adalah proses ekstraksi suatu konstituen yang dapat larut
(solute) pada suatu campuran solid dengan menggunakan pelarut. Proses ini sering
disebut Leaching.
Proses ini biasanya digunakan untuk mengolah suatu larutan pekat dari suatu
solute (konstituen) dalam solid (leaching) atau untuk membersihkan suatu solute inert
dari kontaminannya dengan bahan (konstituen) yang dapat larut (washing).
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 10
Metode yang diperlukan untuk leaching biasanya ditentukan oleh jumlah
konstituen yang akan dilarutkan, distribusi konstituen di dalam solid, sifat solid, dan
ukuran partikelnya.
Bila konstituen yang akan larut ke dalam solvent lebih dahulu, akibatnya sisa solid
akan berpori-pori. Selanjutnya pelarut harus menembus lapisan larutan dipermukaan solid
untuk mencapai konstituen yang ada dibawahnya, akibatnya kecepatan eekstraksi akan
menurun dengan tajam karena sulitnya lapisan larutan tersebut ditembus.
Tetapi bila konstituen yang akan dilarutkan merupakan sebagian besar dari solid,
maka sisa solid yang berpori-pori akan segera pecah menjadi solid halus dan tidak akan
menghalangi perembesan pelarut ke lapisan yang lebih dalam.
Umumnya mekanisme proses ekstraksi dibagi menjadi 3 bagian :
1. Perubahan fase konstituen (solute) untuk larut ke dalam pelarut, misalnya dari
bentuk padat menjadi liquid.
2. Diffusi melalui pelarut di dalam pori-pori untuk selanjutnya dikeluarkan dari
partikel.
3. Akhirnya perpindahan solute (konstituen) ini dari sekitar partikel ke dalam lapisan
keseluruhannya (bulk).
Setiap bagian dari mekanisme ini akan mempengaruhi kecepatan ekstraksi,
namun karena bagian pertama berlangsung dengan cepat, maka terdapat kecepatan
ekstraksi secara overall dapat diabaikan.
Pada beberapa solid atau sistem yang akan di ekstraksi, konstituen yang
akan dilarutkan terisolasi oleh suatu lapisan yang sangat sulit ditembus oleh
pelarut, misalnya biji emas didalam rock (batu karang) maka solid ini harus
dipecah terlebih dahulu.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 11
Demikian pula bila solute berada dalam solid yang berstruktur selluler
akan sulit di ekstraksi karena struktur yang demikian merupakan tahanan
tambahan terhadap rembesan liquid, misalnya pada ekstraksi gula beet. Untuk
mengatasi solid semacam ini terlebih dahulu dipotong tipis memanjang hingga
sebagian dari sel –sel solid pecah. Pada ekstraksi minyak dari biji – bijian,
walaupun bentuk selnya celluler, ekstraksi tidak terlalu solid karena solute
(konstituen) sudah berbentuk liquid (minyak).
Pemilihan alat untuk proses leaching dipengaruhi oleh faktor- faktor yang
membatasi kecepatan ekstraksi dikontrol oleh mekanisme difusi solute melalui
pori-pori solid yang diolah harus kecil, agar jarak perembesan tidak terlalu jauh.
Sebaliknya bila mekanisme solute dari permukaan partikel kedalam larutan
keseluruhan (bulk) merupakan faktor yang mengontrol, maka harus dilakukan
pengadukan dalam proses.
Ada 4 faktor yang harus diperhatikan dalam ekstraksi padat cair:
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas
permukaan kontak antara partikel dengan liquid, akibatnya akan
memperbesar heat transfer material, disamping itu juga akan
memperkecil jarak diffusi. Tetapi partikel yang sangat halus akan
membuat tidak efektif bila sirkulasi proses tidak dijalankan, disamping
itu juga akan mempersulit drainage solid residu. Jadi harus ada range
tertentu untuk ukuran-ukuran partikel dimana suatu partikel harus
cukup kecil agar tiap partikel mempunyai waktu ekstraksi yang
sama,tetapi juga tidak terlalu kecil hingga tidak menggumpal dan
menyulitkan aliran.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 12
2. Pelarut
Harus dipilih larutan yang cukup baik dimana tidak akan
merusak kontituen atau solute yang diharapkan(residu). Disamping itu
juga tidak boleh pelarut dengan viskositas tinggi (kental) agar sirkulasi
bebas dapat terjadi.
Umumnya pada awal ekstraksi pelarut dalam keadaan
murni,tetapi setelah beberapa lama konsentrasi solute didalamnya akan
bertambah besar akibatnya rate ekstraksi akan menurun,pertama karena
gradien konsentrasi akan berkurang dan kedua kerena larutan
bertambah pekat.
3. Suhu operasi
Umumnya kelarutan suatu solute yang di ekstraksi akan
bertambah dengan bertambah tingginya suhu, demikian juga akan
menambah besar difusi,jadi secara keseluruhan akan menambah
kecepatan ekstraksi. Namun demikian dipihak lain harus diperhatikan
apakah dengan suhu tinggi tidak merusak material yang diproses.
4. Pengadukan
Dengan adanya pengadukan, maka diffusi eddy akan
bertambah,dan perpindahan material dari permukaan pertikel ke dalam
larutan (bulk) bertambah cepat,disamping itu dengan pengadukan akan
mencegah terjadinya pengendapan.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 13
2.5 Etanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol
saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan
merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa
ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan
termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH
dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol
sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol).
Kelarutan dalam air : tercampur penuh
Keasaman : 15,9 pKa
Viskositas : 1,200 cP (20⁰C) Momen dipol : 1,69 D (gas)
Titik Nyala : 13⁰C (55,4⁰F) (http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol)
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 14
2.6 Landasan Teori
Ekstraksi tanin adalah proses ekstraksi untuk mengeluarkan tanin dari jaringan
tanamannya dengan mempergunakan pelarut. Ekstrak dari tanin tidak dapat murni 100%,
karena selain terdiri dari tanin ada juga zat non tanin seperti glukosa dan hidrokoloid
yang memiliki berat molekul tinggi (Pizzi, 1983).
Browning (1966) menjelaskan bahwa untuk memperoleh ekstrak dengan kualitas
dan kuantitas yang tinggi, maka umumnya digunakan etanol atau aseton dengn
perbandingan volume air yang sebanding.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi tanin adalah:
1. Jenis Pelarut
Pelarut yang digunakan adalah pelarut organik (Etanol). Pelarut organik sangat
cepat menguap sehingga cepat terjadi sirkulasi uap dan perolehan tanin akan
semakin banyak, disamping itu titik didih lebih rendah akan mempermudah
proses pemisahan. Menurut Browning (1966) menjelaskan bahwa untuk
memperoleh ekstrak tanin dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi maka
umumnya digunakan etanol atau aseton dengan perbandingan volume yang
sebanding.
2. Perbandingan pelarut
Yang dimaksud perbandingan pelarut adalah perbandingan antara berat contoh
(gr) yang diproses terhadap pemakaian pelarut. Dengan bertambahnya jumlah
pelarut maka akan mendapatkan hasil yang lebih banyak, tapi bahan
mempunyai batas maksimum yang dapat terekstraksi sehingga penggunaan
jumlah pelarut yang berlebihan kurang efisien. Menurut Browning (1966)
menjelaskan bahwa untuk memperoleh ekstrak tanin dengan kualitas dan
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 15
kuantitas yang tinggi maka umumnya digunakan etanol atau aseton dengan
perbandingan volume yang sebanding.
3. Konsentrasi Pelarut
Semakin tinggi konsentrasi pelarut akan memperbesar kecepatan ekstraksi. Ini
disebabkan karena gradient konsentrasi antara solute dengan pelarut
bertambah besar akibatnya akan memperbesar laju perpindahan massa dengan
cara diffusi pada bidang antar muka solute dan pelarut sehingga terjadi pelarut
ekstrak yang banyak, dan larutan bertambah pekat.
4. Waktu Ekstraksi.
Semakin lamanya waktu ekstraksi akan menghasilkan tanin yang lebih
banyak, karena sirkulasi uap akan semakin sering kontak antara solut dengan
pelarut lebih lama.
5. Volume pelarut
Volume pelarut yang kecil/sedikit akan menghasilkan tanin yang sedikit
karena kontak antar uap pelerut dengan sampel sedikit sekali dan sebaliknya.
Oleh karena itu, volume pelarut menggunakan 250 ml agar dapat
menghasilkan tanin yang banyak karena terjadinya kontak uap pelarut dengan
sampel.
6. Temperatur
Temperatur yang tinggi akan meningkatkan harga difusi massa sehingga
perpindahan solute ke pelarut juga meningkatkan harga difusi massa.
7. Ukuran partikel
Semakin halus ukuran partikel maka akan semakin mudah dalam
mendapatkan tanin karena dapat memperbesar luas permukaan kontak antara
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 16
partikel dengan liquid, akibatnya akan memperbesar heat transfer material,
disamping itu juga akan memperkecil jarak diffusi.
8. Pengadukan
Fungsi pengadukan adalah untuk mempercepat terjadinya reaksi antara
pelarut dengan solut.
2.7Hipotesis
Untuk mendapatkan tanin dari daun Ketapang dapat dilakukan dengan proses
ekstraksi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi tanin adalah waktu
ekstraksi dan konsentrasi pelarut. semakin tinggi konsentrasi pelarut etanol dan waktu
ekstraksinya akan menghasilkan tanin dengan kadar yang lebih besar.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 17
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode ekstraksi untuk mendapatkan tanin
dalam daun Terminalia Catappa Linn atau yang disebut dengan Ketapang. Metode
ekstraksi yang dilakukan adalah secara batch dan dalam skala laboratorium, dengan
prinsip ekstraksi padat cair dalam sebuah labu leher tiga berpengaduk selama waktu
yang ditentukan (30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit) dengan suhu
ekstraksi 85⁰C.
3.1 Bahan – bahan yang digunakan
Bahan baku utama penelitian digunakan daun Ketapang (Terminalia
Catappa Linn) dari UPN “VETERAN” Jawa Timur surabaya. Selain daun Ketapang
(Terminalia Catappa Linn), memerlukan bahan etanol digunakan sebagai bahan
pelarut yang diperoleh dari toko kimia Brataco Chemica jalan Tidar Surabaya.
Adapun bahan pembantu yang digunakan adalah aquadest dari toko bahan kimia
Medokan Ayu I-A Surabaya.
3.2. Alat yang digunakan
Peralatan yang digunakan seperangkat peralatan ekstraksi. Peralatan ini
terdiri atas labu leher tiga, motor pengaduk, termometer, kondensor, corong, oven
waterbath, statif, klem, beaker glass, erlenmeyer, labu ukur dan gelas ukur. Proses
ekstraksi dilakukan secara batch.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 18
Persiapan bahan dilakukan sebelum proses ekstraksi. Daun Ketapang
(Terminalia Catappa Linn) dikeringkan dalam oven. Setelah kering dihaluskan
kemudian ditimbang sampai berat yang diinginkan. Kemudian melalui proses
ekstraksi tanin. Setelah ekstraksi selesai larutan didiamkan sebentar, Setelah itu
disaring kemudian ampasnya dibuang dan filtratnya di analisa untuk mengetahui
kadar tanin yang terkandung dalam filtrat tersebut.
3.3 Peubah
Ekstraksi tanin dari daun Ketapang (Terminalia Catappa Linn) dipengaruhi
oleh beberapa peubah. Dalam pelaksanaan penelitian ini dijalankan dengan beberapa
peubah, sebagai kondisi tetap adalah :
a. Suhu Ekstraksi : 850C
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 19
3.4 Rangkaian Alat
1
1 2
3
6
5
V-1
4 P-1
Gambar 3.1 Rangkaian alat ekstraksi
Keterangan :
1. Statif dan kleim
2. Waterbath
3. Thermometer
4. Kondensor
5. Motor pengaduk
6. Labu leher tiga
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 20
3.5 Prosedur Penelitian
Pertama daun Ketapang (Terminalia catappa Linn) dikeringkan dahulu dalam
oven dengan suhu 100oC selama 1 jam. Setelah kering lalu dihaluskan sampai ukuran menjadi halus, kemudian di ayak ± 200 mesh. Daun ketapang yang telah halus (serbuk)
ditimbang sampai berat 10 gram. Setelah itu dimasukkan ke dalam alat eksraksi ditambah
pelarut etanol dengan konsentrasi yang ditentukan dengan volume 250 ml. Saat proses
ekstraksi suhu dijaga sampai 85oC, kecepatan pengadukan 200 rpm, dan waktu ekstraksi ditentukan. Setelah ekstraksi selesai larutan didiamkan sebentar kemudian disaring
dengan kertas saring menghasilkan filtrat dan ampas, lalu ampas dibuang dan filtrat di
taruh pada wadah botol untuk di analisa kadar tanin dalam filtrat tersebut. Analisa
dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Dan Konsultasi Industri Surabaya dengan
metode Spectro Fotometri
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 21
3.8 Skema Jalannya Penelitian
Gambar 3.2. Skema Jalannya Penelitian Ekstraksi dengan suhu 850C
Daun Ketapang (Terminalia Catappa Linn)
Dikeringkan dengan oven 100oC
Dihaluskan ± 200 mesh
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 22
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
IV.1 Tabel Pengamatan
Dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan sesuai dengan prosedur yang
tercantum pada BAB III diperoleh hasil seperti dibawah ini
Tabel 4.1. Tabel kadar tanin dan tanin yang terekstrak
Pelarut Waktu
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 23
IV.2 Grafik dan Pembahasan
4.2.1 Hubungan antara konsentrasi pelarut dengan kadar tanin yang dihasilkan
Gambar 4.2.1 Hubungan antara konsentrasi pelarut dengan kadar tanin yang dihasilkan.
Pembahasan :
Berdasarkan Grafik 4.1 terlihat bahwa kadar tanin yang didapatkan dari
ekstraksi daun ketapang dengan pelarut etanol sangat tergantung pada konsentrasi
etanol sebagai pelarut, dimana semakin besar konsentrasi etanol, kadar tanin yang
didapatkan akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena konsentrasi etanol yang
tinggi akan cepat menguap sehingga tanin yang terekstrak bertambah banyak
seiring dengan bertambah besarnya konsentrasi etanol.
Namun pada konsentrasi pelarut 90% kadar tanin yang dihasilkan
mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi tersebut mengalami
titik kejenuhan sehingga didapatkan kondisi terbaik berdasarkan grafik diatas
yaitu konsentrasi pelarut 85% dimana kadar tanin yang didapatkan adalah 12,45%
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 24
4.2.2 Hubungan antara waktu ekstraksi dengan kadar tanin yang dihasilkan.
Gambar 4.2.2 Hubungan antara waktu ekstraksi dengan kadar tanin yang dihasilkan.
Pembahasan :
Waktu ekstraksi berpengaruh terhadap banyaknya tanin yang terambil.
Semakin lama waktu ekstraksi semakin banyak tanin yang didapat, hal ini
dikarenakan sirkulasi uap dimana semakin sering kontak antara solut (daun
ketapang) dengan pelarut (etanol) lebih lama sehingga volume larutan akan
semakin berkurang dan tanin yang terekstrak semakin banyak. Namun apabila
waktu yang diperlukan sedikit maka hasil tanin yang terambil juga sedikit pula.
Oleh karena itu, waktu ekstraksi sangat mempengaruhi terhadap tanin yang
terekstrak pada saat proses ekstraksi berlangsung. Sehingga pada pengamatan
waktu ekstraksi dengan kadar tanin yang terekstrak menghasilkan waktu terbaik
adalah 120 menit.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Hasil analisa awal kadar tanin (serbuk Daun Ketapang) adalah 12,58%. Kadar
tanin terbaik yang diperoleh setelah diekstraksi adalah 12,45%. Hasil ini didapatkan dari
proses ekstraksi dengan pelarut etanol 85% dan waktu ekstraksi 120 menit. Persentase
kadar tanin yang terekstrak adalah 98,97% .
V.2 Saran
Disarankan agar penelitian ini dapat dilanjutkan karena pada penelitian ini dengan
variable waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut belum mendapatkan hasil yang optimum
. Disamping faktor-faktor waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut masih ada faktor lain
yang masih dapat dipelajari seperti ukuran partikel, jenis pelarut, dan kecepatan
pengadukan yang bervariasi, dengan demikian hasil yang diperoleh akan lebih baik.
Penelitian ini perlu dilanjutkan karena melihat potensi daun ketapang bisa dikembangkan
terutama pemanfaatan taninnya sebagai bahan penyamak dalam industry penyamak kulit.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 26
DAFTAR PUSTAKA
Alamendah, 2011. (http://Pohon Ketapang atau Terminalia catappa _ Alamendah's
Blog.htm. Diakses pada tanggal 29 November 2011, 2:58:26 PM).
Browning, B.L., 1966, Methods of Wood Chemistry. Vol I, II. Interscience,
Publishers. New york.
Brown, G.G., 1978, “ Unit Operations”, modern asia edition, p. 277, John Willey
& Sons, Inc., New York.
Carter, F. L., A. M. Carlo and J. B. Stanley, 1978, Termiticidal Components of
Wood Extracts : 7-Methyljuglone from Diospyros virginia. Journal
Agriculture Food Chemistry. 26(4) : 869-873.
GeanKoplis, C.J., 1997, “Transport Processes and Unit Operation”, thirt edition,
p.727-730, Prentice-Hall of India Pravate Limited, New Delhi.
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Bandung :Penerbit ITB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol. Diakses pada tanggal 23 November 2012,
10.30 AM.
http://www.cem.msu.edu/-reusch/VirtualText/alcohol1.htm#alcnom.Diakses pada
tanggal 23 November 2012, 11:00 AM
Karsini dan Burnawi, 1994, “Ekstraksi Tanin Dari Limbah Kayu Mahoni”, vol 2,
hal 1-13, BPPI Buletin Samarinda, Samarinda.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 27
Kea, 2012. (http://kajidirilebihdalamlagi.blogspot.com/2009/12/hubungan unik
antara ketapang dan.html. Diakses pada tanggal 29 November 2011, 3:03:20
PM).
Pauly, G., 2001, Cosmetic, Dermatologycal And Pharmaceutical Use of An
Extract Of Terminalia catappa, United State Patent Application no.
200100022665.
Pizzi, A., 1983, Wood Adhesive, Chemistry and Technology, Marcel Dekker, New
York.
Risnasari, Iwan, 2002, Ekstraksi Tanin Dari Kulit Akasia, USU, Sumatra Utara.
Safetri, Grace, 2001, Ekstraksi Tanin Dari Biji Pinang, UPN, Jawa Timur.
Setyawan W. Ponco, 2003, Kajian Proses Pembuatan Tanin Dari Kulit Buah
Asam. UPN, Jawa Timur.
Slamet Sudarmadji, B. Haryono, Suhardi, 1997, Produser Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian, Edisi Empat, Liberty, Yogyakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 2007, Prosedur Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian, Yogyakarta: Liberty.
The Merck Index, 1983,”An Encyclopedia of Chemicals, Drags and Biologicals”,
Tenth edition, p. 1301, Merck and Co., Inc, Rahway. Nj.USA.
UN Comtrade, 2008, United Commodity Trade Statistics.
Usman, M. N., Salomba, P., Basri, 1979 / 1980, Laporan Penelitian Pemanfaatan
Buah Pinang Asal Kalimantan Selatan.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 28
APPENDIX
Diketahui :
- Konsentrasi Etanol = 96%
- Volume larutan = 250 ml
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 29
N1V1 = N2V2
90 . 250 = 96 . x
x = = 234,375 ml
Tanin yang terekstrak :
Contoh perhitungan tanin yang terekstrak :
Dengan cara perhitungan yang sama maka didapatkan tanin yang terekstrak seluruhnya
seperti pada tabel 4.1.
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 30
LAMPIRAN
Daun Ketapang Pelarut Etanol 96%
Daun Ketapang sudah ditimbang 10 gr
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 31
Daun ketapang yang di haluskan Daun Ketapang yang tealah halus
Menimbang daun Ketapang Memasukkan daun Ketapang kedalam labu lehar tiga
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri –UPN Veteran Jatim 32
Pengenceran pelarut etanol 96% Penyaringan filtrat hasil ekstraksi
Proses Ekstraksi
Contoh filtrat hasil ekstraksi daun ketapang
(siap untuk dianalisa kadar tanin).
Alamendah, 2011. (http://Pohon Ketapang atau Terminalia catappa _ Alamendah's
Blog.htm. Diakses pada tanggal 29 November 2011, 2:58:26 PM).
Browning, B.L., 1966, Methods of Wood Chemistry. Vol I, II. Interscience, Publishers.
New york.
Brown, G.G., 1978, “ Unit Operations”, modern asia edition, p. 277, John Willey & Sons,
Inc., New York.
Carter, F. L., A. M. Carlo and J. B. Stanley, 1978, Termiticidal Components of Wood
Extracts : 7-Methyljuglone from Diospyros virginia. Journal Agriculture Food
Chemistry. 26(4) : 869-873.
GeanKoplis, C.J., 1997, “Transport Processes and Unit Operation”, thirt edition,
p.727-730, Prentice-Hall of India Pravate Limited, New Delhi.
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Bandung :Penerbit ITB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol. Diakses pada tanggal 23 November 2012, 10.30 AM.
http://www.cem.msu.edu/-reusch/VirtualText/alcohol1.htm#alcnom.Diakses pada tanggal
23 November 2012, 11:00 AM
Karsini dan Burnawi, 1994, “Ekstraksi Tanin Dari Limbah Kayu Mahoni”, vol 2, hal
1-13, BPPI Buletin Samarinda, Samarinda.
Kea, 2012. (http://kajidirilebihdalamlagi.blogspot.com/2009/12/hubungan unik antara
ketapang dan.html. Diakses pada tanggal 29 November 2011, 3:03:20 PM).
Safetri, Grace, 2001, Ekstraksi Tanin Dari Biji Pinang, UPN, Jawa Timur.
Setyawan W. Ponco, 2003, Kajian Proses Pembuatan Tanin Dari Kulit Buah Asam.
UPN, Jawa Timur.
Slamet Sudarmadji, B. Haryono, Suhardi, 1997, Produser Analisa Untuk Bahan Makanan
dan Pertanian, Edisi Empat, Liberty, Yogyakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 2007, Prosedur Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian, Yogyakarta: Liberty.
The Merck Index, 1983,”An Encyclopedia of Chemicals, Drags and Biologicals”, Tenth
edition, p. 1301, Merck and Co., Inc, Rahway. Nj.USA.
UN Comtrade, 2008, United Commodity Trade Statistics.
Usman, M. N., Salomba, P., Basri, 1979 / 1980, Laporan Penelitian Pemanfaatan Buah
Pinang Asal Kalimantan Selatan. iii