BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PISANG
Pisang adalah salah satu buah yang paling luas dikonsumsi di dunia dan
mewakili 40% dari perdagangan dunia dalam buah-buahan [12]. Pisang
merupakan buah terbesar kedua yang diproduksi setelah jeruk, berkontribusi
sekitar 17% dari total produksi buah di dunia, dan dikultur lebih dari 130 negara,
di sepanjang tropis dan subtropis [13].
Tinggi tanaman pisang (dewasa) berkisar antara 2 – 8 m (tergantung
jenisnya), dengan daun-daun yang panjangnya ada yang mencapai 3,5 m.
Tanaman pisang akan menghasilkan satu tandan buah pisang, sebelum dia mati
dan digantikan oleh batang pisang baru. Untuk satu tandan pisang sendiri terdiri
atas 5 – 20 sisir, yang masing-masing sisir terdiri lebih dari 20 buah pisang [14].
Buah pisang sangat prospektif sebagai bahan baku industri. Hal tersebut
karena kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, serta berbagai produk dapat
diolah dari buah pisang sehingga dapat meningkatkan nilai tambah [15].
Tabel 2.1 Tabel Produksi Pisang (dalam ton) [16] No. Tahun Luas Panen
(Ha)
Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
1. 2005 101.465 5.177.608 51,03
2. 2006 94.144 5.037.472 53,51
3. 2007 98.143 5.454.472 55,57
4. 2008 107.791 6.004.615 55,71
5. 2009 119.018 6.373.533 53,55
6. 2010 101.276 5.755.073 56,83
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi pisang di berbagai provinsi
di Indonesia cukup besar. Besarnya angka ini berbanding lurus dengan jumlah
limbah dari pisang itu sendiri yaitu kulit pisang. Untuk itu dilakukanlah berbagai
merupakan sumber potasium yang baik. Setiap bobot segar 100 g pisang
mengandung 385 mg potassium [17].
2.1.1 Pisang Kepok
Pisang kepok merupakan pisang kultivar triploid hibrida berasal dari
Filipina dengan nama ilmiah Musa paradisiaca L. cultigroup Plantain cv. „Saba‟. Pisang kepok seperti kultivar pisang lainnya tumbuh dengan baik di daerah
lembab hangat, dengan suhu berkisar antara 18 °C hingga 35 °C dan curah hujan
tahunan 2.500 mm yang merata sepanjang tahun. Pisang kepok juga tumbuh
dengan baik di bawah sinar matahari penuh dengan tanah subur yang kaya akan
bahan organic dan pH tanah antara 5,5 dan 6,5. Pisang kepok dapat dimakan
mentah atau dimasak. Pisang ini juga dibudidayakan sebagai tanaman hias dan
pohon rindang untuk ukuran besar dan warna mencolok. Daunnya juga digunakan
sebagai pembungkus tradisional makanan hidangan asli di Asia Tenggara.
Seratnya juga dapat diambil dari batang atau daun dan diolah menjadi tali, tikar,
dan karung [18].
2.1.2 Kulit Pisang
Limbah kulit pisang merupakan biomassa yang awalnya derivatif dari pisang
yang telah di ambil dari kulit pisang. Limbah kulit pisang biasanya dibuang di
tempat pembuangan sampah kota, yang berkontribusi terhadap masalah
lingkungan yang ada [19]. Kulit pisang dapat dimanfaatkan secara langsung
sebagai makanan ternak. Akan tetapi, limbah kulit pisang ini berpotensi untuk
diolah menjadi bahan baku yang berguna dan mempunyai nilai lebih. Kulit pisang
mengandung komponen yang bernilai, seperti karbohidrat, vitamin C, kalsium dan
nutrien lainnya. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya, limbah kulit pisang sangat
berpotensi untuk digunakan sebagai sumber karbon dalam pembuatan alkohol [7].
Daur ulang limbah kulit buah tidak hanya akan membantu mengurangi
masalah limbah padat tetapi juga akan membantu menemukan zat penting yang
mungkin terbukti memiliki penggunaan yang penting. Limbah kulit buah pisang
kepok kemudian dapat dimanfaatkan dengan baik sebelum dibuang. Hasil positif
dari penelitian ini diharapkan akan mempercepat penelitian yang serupa dilimbah
bagi manusia dari limbah. Manusia akan dapat melestarikan sumberdaya dengan
menggunakan limbah sebagai sumber pengganti [20]. Balai penelitian dan
pengembangan industri, Jatim Surabaya (1982) kulit buah pisang mengandung
15% kalium dan 12% fosfor lebih banyak daripada daging buah [21].
Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Beberapa Macam Kulit Pisang [22]
2.2 BIOMASSA
Biomassa merupakan material organik yang terdapat pada tanaman (termasuk alga, pohon dan lainnya). Ketika ikatan-ikatan molekul antara karbon,
hidrogen dan oksigen terputus oleh pencernaan, pembakaran atau dekomposisi,
zat-zat ini akan melepaskan energi kimianya. Biomassa selalu menjadi sumber
energi utama untuk beberapa hal dan diperkirakan kontribusinya menyuplai energi
untuk dunia hingga 10-14%.
Biomassa dapat terkonversi menjadi 3 jenis produk :
- Energi panas/listrik
- Sumber bahan bakar transport
- Cadangan bahan kimia
Sifat utama dari bahan biomassa yang menjadi perhatian dalam pengolahan
menjadi sumber energi, berhubung pada :
- Kandungan air (luar dan dalam)
- Nilai kalor
- Kandungan abu/residu
- Kandungan logam alkali
- Perbandingan selulosa/lignin [23]
2.3 PEMBAKARAN BIOMASSA
Abu merupakan bahan anorganik yang tidak dapat dibakar dari sumber bahan bakar yang tersisa setelah melalui pembakaran sempurna dan mengandung
fraksi mineral dari biomassa tersebut. Abu merupakan turunan bagian dari
struktur tanaman dan mengandung berbagai unsur. Dalam kayu, abu terkandung
kurang dari 2 persen, sedangkan bahan-bahan tanaman perkebunan dapat
mencapai antara 5%-10% dan mencapai 30%-40% dalam sekam padi. Produk
dasar biomassa menghasilkan residu abu, yang melibatkan proses termokimia
yang meliputi pembakaran, pirolisis dan insinerasi dari biomassa tersebut.
Menurut Khan et al., potensial pemanfaatan abu dipengaruhi oleh adanya
kehadiran logam-logam berat yang terkandung dalam sumber biomassa. Menurut
Demirbas, komposisi dari abu juga tergantung pada jenis tumbuhan, kondisi
pertumbuhan dan fraksi abu. Akan tetapi, beberapa mineral dari abu mempunyai
dampak yang baik pada aplikasi perkebunan dan lahan tanah kehutanan [24].
Mekanisme yang dilakukan untuk memperoleh mineral yang terbentuk
pada abu selama pembakaran masih belum jelas, akan tetapi dengan alasan yang
pasti dengan mengasumsikan konversi mineral tersebut berubah berdasarkan
temperatur pembakaran. Pada temperatur yang tinggi, kalium oksida yang
terbentuk akan bereaksi dengan unsur-unsur lain dan membentuk ikatan kimia,
pada keadaan yang sama terjadi disosiasi dari kalium karbonat dan senyawa
kalium oksida akan mengalami penguapan dengan cepat sedangkan temperatur
yang rendah, panas akan berpindah ke permukaan KOH sehingga K2CO3akan
terbentuk [8]. Kombinasi kandungan oksigen tinggi dengan bahan organik volatil
yang terkandung di dalam biomassa menunjukkan potensi terjadinya penguapan
pada sejumlah bahan anorganik selama pembakaran [25]. K, Na, S dan Cl
merupakan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk dari abu berdasarkan cara
terlepas dari bahan yang dibakar menjadi fasa gas dan kemudian beraksi dalam
kondisi fasa gas [26].
Klorin merupakan faktor utama dalam pembentukan abu. Klorin sangat
mempengaruhi kehadiran senyawa-senyawa anorganik, pada khususnya kalium.
Kalium klorida merupakan senyawa paling stabil pada temperatur tinggi, dalam
fasa gas. Konsentrasi klorin sering dipakai sebagai jumlah logam alkali yang
menguap selama pembakaran yang juga mengartikan konsentrasi dari logam
alkali tersebut. Ketidakhadiran klorin membuat alkali hidroksida menjadi senyawa
utama dalam fasa gas yang stabil pada gas pembakaran [25].
Profil temperatur merupakan aspek paling penting dalam pengontrolan
operasi proses pirolisis. Laju alir massa, fasa gas maupun padatan, bersama
dengan temperatur reaktor mengontrol parameter-parameter seperti laju panas,
puncak temperatur, residence time dan waktu kontak antara fasa gas dan fasa
padatan. Faktor ini mempengaruhi sifat dari produk yang dihasilkan. Residence
time padatan juga penting akan tetapi sedikit di bawah perinkat dibanding dengan
temperatur, pengaruh waktu yang lama akan mempengaruhi yield yang lebih
rendah [27]. Menurut Jaihrul. et al., perbandingan zat volatil, fixed carbon,
kandungan abu dan air merupakan indikator-indikator yield produk pirolisis.
Kandungan air pada biomassa hanya mempengaruhi proses perpindahan panas
dengan efek yang signifikan saat menghasilkan produk-produk tersebut [28].
Temperatur pembakaran merupakan faktor penting dalam menentukan
yield abu dari biomasssa. Adanya partikel hitam pada abu biasanya
diidentifikasikan sebagai pembakaran tidak sempurna. Pembakaran biomassa pada
temperatur tinggi akan mengakibatkan dekomposisinya beberapa senyawa
anorganik dan berkurangnya berat abu. Babeyemi et al, merupakan salah satu
peneliti yang mengevaluasi kembali komposisi dan senyawa kimia pada abu dari
berbagai jenis tanaman yang berbeda.
Babayemi et al, menyatakan kandungan abu secara utama mengandung
karbonat dan hidroksida dari logam alkali (Na/K), tetapi pada beberapa kasus,
sulfat. Dalam beberapa studi juga menyatakan adanya beberapa jenis tanaman
mengandung non-alkali yang cukup tinggi. Dengan pertimbangan dari metode
pemisahan (khususnya pengkristalan), komponen yang berbeda dapat dipisahkan
dan diperoleh dalam bentuk senyawa yang lebih murni.
Komponen-komponen yang tidak larut dari abu mengandung silikat dan
beberapa logam lainnya, ketika abu diekstrak dengan air, hanya karbonat dan
mungkin logam klorida dan sulfat akan ikut di dalam larutan tersebut. Kandungan
alkali pada abu merupakan kalium atau natrium karbonat. Biasanya kandungan
tersebut dapat ditentukan dari metode titrasi asam-basa, dengan menggunakan
metil orange atau indikator phenolpthalein.
Ekstraksi alkali abu merupakan alkali hidroksida yang dijelaskan dari
K2O atau Na2O yang terbentuk dari hasil pembakaran biomassa dan larut dalam
air selama ekstraksi dan membentuk hidroksida. Tetapi pembentukan K2O atau
Na2O dapat terjadi dari pembakaran logam murni di udara, sebab K dan Na dalam
bahan tanaman membentuk ikatan dengan matriks organik didalam tanaman,
pelepasan gas CO2 dalam sistem pembakaran akan lebih mengarah membentuk
karbonat dari logam tersebut dibanding oksidanya. Juga sangat diharapkannya
dengan kandungan abu yang semakin tinggi akan membuat yield alkali terus
meningkat, akan tetapi hal tersebut tidak demikian. Menurut Babayemi et al.,
hubungan antara abu dan kandungan alkali akan berbeda dikarenakan variasi dari
spesies tanaman [22].
2.4 PEMANFAATAN ABU
Secara global penggunaan abu dapat digunakan menjadi 3 pilihan :
- Penggunaan sebagai pupuk (bahan mentah)
- Aplikasi sebagai bahan bangunan atau sebagai komponen dalam manufaktur
bahan-bahan bangunan.
2.4.1 Penggunaan Sebagai Pupuk
Abu biomassa dapat digunakan langsung sebagai pupuk atau pengontrolan
pH pada tanah atau dijadikan sebagai bahan mentah untuk memproduksi pupuk
mineral. Penggunaan sebagai bahan pupuk menghemat sumber bahan baku utama
yang ada. Tiga unsur untuk memenuhi sebagai pupuk adalah nitrogen (N), fosfor
(P), dan kalium (K). Abu biomassa hanya dapat dijadikan sebagai sumber kalium,
karena abu dari proses termal akan melepaskan unsur nitrogen dan kehadiran
bentuk senyawa fosfor membuatnya sangat sukar untuk larut dikondisi tanah.
Akan tetapi, penggunaan sebagai pupuk perlu dipertimbangkan dosis minimum
nutrisi yang diperlukan untuk penggunaan perkebunan dan dosis maksimum zat
kontaminasi yang terkandung. Jadi secara kesimpulannya, penggunaan abu
biomassa sebagai bahan mentah untuk pupuk dapat dipertimbangkan sebagai
pilihan penggunaan abu, karena nutrisi pada abu akan kembali ke lingkungan dan
sumber bahan alam tak terbarukan dapat dijaga.
2.4.2 Penggunaan sebagai bahan bangunan
Bottom Ashes merupakan abu yang lebih mudah penggunaannya sebagai
bahan bangunan. Bottom ashes dapat digunakan untuk menggantikan beberapa
jenis pasir dalam konstruksi jalanan atau perataan tanah. Penggunaannya juga
digunakan sebagai dinding pelapis untuk menghindari kontak dengan air hujan
ataupun air tanah jika kandungan beberapa unsur-unsur logam berat dibawah
batas yang ditentukan. Penggunaan sebagai bahan materi bangunan atau
komponen dalam memproduksi produk-produk bangunan sering kali merupakan
pilihan terbaik untuk abu dari pembakaran biomassa. Abu dari biomassa menjadi
sebuah perhatian jika ada dalam jumlah yang besar bahkan dengan kualitas yang
rendah.
2.4.3 Penggunaan sebagai bahan bakar
Penggunaan abu sebagai bahan bakar merupakan pilihan yang baik
dikarenakan masih adanya sejumlah sisa karbon yang tak terbakar (unburned
carbon). Akan tetapi penggunaan sebagai bahan bakar dapat diaplikasikan jika
melebihi dari 15 MJ/kg. Kandungan air dan nilai kalor juga merupakan faktor
paling penting [29]
2.5 KARAKTERISTIK SENYAWA KIMIA 2.5.1 K2O (Kalium Oksida)
A. Sifat Fisika[30]
1. Warna : putih kekuningan-abu 2. Wujud : padatan kristal
3. Titik leleh : > 763 oC, 350 oC (dekomposisi) 4. Berat molekul : 2350 kg m-3
B. Sifat Kimia[31]
1. Reaksi kuat dengan asam dan bersifat korosif 2. Larut dalam air menjadi basa kuat.
3. Reaksi kuat dengan air menghasilkan kalium hidroksida
2.5.2 Na2O (Natrium Oksida)
A. Sifat Fisika[32]
1. Warna : putih 2. Wujud : padatan 3. Titik leleh : 1132 oC
4. Titik didih : dekomposisi pada 1950 oC 5. Densitas : 2270 kg m-3
6. Berat molekul : 61.976
B. Sifat Kimia
1. Natrium yang dibakar dengan oksigen membentuk natrium oksida (Na2O) [33]