• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUBILEUM NOVEMBER 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JUBILEUM NOVEMBER 2020"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Dari

Redaksi

Tahun Berdiri : Maret 2000

Pendiri : Mgr. Johannes Hadiwikarta (alm.) dan RD. Yosef Eko Budi Susilo Pelindung : Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono

Penasihat : RD. Yosef Eko Budi Susilo. AM Errol Jonathans Pemimpin Umum : RD. Agustinus Tri Budi Utomo

Pemimpin Redaksi : RD. Alphonsus Boedi Prasetijo Sekretaris Redaksi : S. Vondy Kumala

Redaktur Pelaksana : G. Adrian Teja, S. Vondy Kumala, Yung Setiadi Editor : Yung Setiadi, Amelia Clementine

Layout & Desain : M. C. Stefani D. P., Angelina Nina Arini Putri, Amelia Clementine Distribusi : B. Adi Koesoemo Wardojo

Alamat Redaksi : Jl. Mojopahit 38-B Surabaya 60265

Telepon : (031) 5624141, (031) 5665061 ext. 21, 0812 5296 8051 Email : redaksi.jubileum@gmail.com

Rekening Bank : Mandiri - 140-00-1692964-9

Atas Nama : Pers Keuskupan Surabaya Gereja, Cabang Gedung Sampoerna Penerbit : Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Surabaya

Redaksi menerima artikel yang dilengkapi foto(minimal 10 MP)dari kontributor, dilengkapi data diri, alamat dan No. Rekening.

SUSUNAN RED

AK

SI

Sumber gambar : 1.bp.blogspot.com

Setiap individu sebagai pribadi Kristiani bertumbuh dalam jenjang usia beragam mulai dari usia anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Ada yang diberkati dengan kondisi normal, maupun ada yang mengalami kondisi difabel. Sama seperti halnya pendidikan pun berjenjang: mulai dari TK lalu SD, bertumbuh ke SMP lalu SMA, beranjak ke Universitas.

Masing-masing jenjang bukanlah lawan, tetapi satu jalur proses formatio

(pembinaan, pembentukan) yang saling mendukung dan saling menyambut. Sama halnya dalam tim pastoral di masing-masing paroki, di mana antar komisi bukanlah pesaing, melainkan sinergi penopang misi penggembalaan dalam hidup menggereja.

Dalam hasil Musyawarah Pastoral II, masing-masing pribadi menjadi subjek formasi iman dalam persekutuan murid-murid Kristus (normal maupun difabel, usia anak hingga lansia) yang dewasa dalam iman, guyub, penuh pelayanan dan

misioner. Lalu bagaimana cara kita menjalankan Amor Pastoralis (penggembalaan

(4)

D

AF

T

A

R

I

S

I

Fotographer :

Yohannes Edo Windyatama

Model Cover :

RD. Agustinus Eka Winarno

COVER STORY

04

RD. Agustinus Eka Winarno

OBROLAN CAK KLOWOR

06

Pilkada Serentak 2020

MIMBAR

08

Mistagogi di Masa Pandemi

KATEKESE LITURGI

11

Allah Mengadakan Perjanjian

dengan Kaum Miskin

LAPORAN UTAMA

17

Keniscayaan Pastoral Formatio

Berjenjang

23

Formatio, Poros Tindakan

Pastoral

28

Pastoral Formatio Berjenjang

LINTAS PAROKI

36

Peletakan Batu Pertama Santo

Yosafat, Surabaya

38

Ya, Aku Bersedia

40

Selamat Datang Romo Nano dan

(5)

LINTAS KOMISI

42

Menghapus Jejak

KOLOM FILSAFAT

45

Reinterpretasi Solidaritas

SERBA-SERBI

49

Belajar dari Cak Klowor

53

Beato Carlo Acutis, Orang

Kudus Millenial

58

Dunia Maya: Ladang Baru

Pewartaan Iman

OBITUARI

64

Sr. Philomene PK Melayani

Orang Miskin

RIP. Romo Kutschruiter, OCarm (90th)

SEMINARIUM

65

Tani Hidroponik di Seminari

Garum

UNIVERSALIA

67

Ensiklik Fratelli Tutti

RESENSI BUKU

79

Hidup Menjadi Cerita

KOMIK

80

Pastoral Formatio Berjenjang

(6)

Cover

Story

RD. AGUSTINUS

EKA WINARNO

RD. Agustinus Eka Winarno (kanan) ketika menjadi konselebran bersama RD. Yosef Eko Budi Susilo (kiri). Mendampingi selebran utama, Mgr. Johannes Sudiarna Hadiwikarta saat Misa Ulang Tahun Yayasan Lembaga Karya Dharma Surabaya ke-40 di Paroki Santo Vincentius A Paulo, September 2003. (Dok. YLKDS)

Urusan e Santo Yosafat wes clear, aku lego (Saya lega, urusan untuk memulai

pembangunan Paroki Santo Yosafat sudah jalan –red.),” ujar RD. Agustinus Eka

Winarno, Romo Komisi Bina Iman Anak Katolik (BIAK) Keuskupan Surabaya saat

ditemui kru Jubileum pada pertengahan Oktober lalu.

Sehubungan dengan konsep dalam mendampingi BIAK, Romo Eka mengikuti dan mengadaptasi hasil Musyawarah Pastoral 2019. Ada 4 hal yang menjadi pola jenjang BIAK, yakni: Mengenal Yesus sebagai Guru dan Tuhan; Bersatu dengan Yesus (Mengetahui dan menghayati rahmat Baptis); Menghidupi Yesus dalam keluarganya; dan Menghidupi Yesus di lingkungannya“.

(7)

Pose alternatif saat pemotretan untuk kaver Jubileum edisi 243 ini.

Bermain gitar bass bersama band The Roms saat mengisi acara HUT ke-67 Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono di Aula Biara Misionaris Claris, Sabtu, 26 September 2020.

Di tengah pelayanannya sebagai Romo Komisi BIAK, Kepala Paroki Santa Maria Tak Bercela (SMTB) Surabaya, dan Pengawas Yayasan Lembaga Karya Dharma Keuskupan Surabaya (YLKDS), Romo kelahiran Ngawi, 25 Agustus 1972 ini menyalurkan hobi bermusiknya bersama beberapa rekan romo dalam band The Roms.

Dunia pelayanan yang telah dilalui Romo Eka di antaranya adalah Romo Rekan Paroki Santo Cornelius, Madiun (2000); Romo Rekan Paroki Santo Petrus & Paulus, Rembang (2000-2002); Romo Rekan SMTB (2002-2007); Direktur Harian YLKDS (2002-2013); Romo Komisi BIAK (2003-2007); Romo Komisi Karya Misioner (2006-2008); Romo Bidang Sumber Kevikepan Cepu (2011-2014), Romo Bidang Kerasulan Kevikepan Cepu (2013-2015), dan Romo Vikep Blitar (2015-2018). JUB/YUNG

(8)

Obrolan

Cak Klowor

PILKADA

SERENTAK 2020

Sumber: kpu-klatenkab.go.id

Sebagai warga negara, umat Katolik mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana warga negara yang beragama lain. Punya hak untuk dipilih sebagai pimpinan daerah, dan punya kewajiban untuk ikut memilih kepala daerah.

“Daerah yang akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2020 adalah 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota,” buka Cak Klowor dalam obrolan kali ini. “Di Jawa Timur ada 19 kabupaten/kota yang akan menggelar Pilkada. Terdiri dari 16 kabupaten dan 3 kota, masing-masing Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Ngawi, Trenggalek, Kediri, Lamongan, Tuban, Gresik, Mojokerto, Malang, Blitar, Sidoarjo, Sumenep, Jember, Situbondo, dan Banyuwangi. Kemudian kota Blitar, Pasuruan, dan kota Surabaya,” lanjutnya.

“Terus terang, Cak. Saya khawatir orang Katolik itu sebagian memandang Pilkada atau Pemilu Presiden seperti yang sudah-sudah, kelihatannya apatis. Mereka menganggap bahwa seakan-akan bukan tanggung jawabnya. Pada masa aman saja jarang yang memilih. Apalagi pada masa pandemi seperti sekarang ini, mungkin malah takut. Lha ke gereja saja masih banyak yang takut,” kata Cik Lily.

“Iya Cik, kelihatannya kita mempunyai kekhawatiran yang sama. Memang menurut saya harus disosialisasikan dengan gencar supaya ikut memilih. Dengar-dengar, di Tempat Pemungutan Suara sudah disiapkan protokol kesehatan. Sudah diatur dalam peraturan daerah atau undang-undang yang mengatur cara memilih kepala daerah di masa pandemi ini”.

“Kenapa kita harus memilih? Karena yang menentukan maju-mundurnya kota atau daerah kita, ya kita-kita sendiri. Makanya kita harus milih. Yesus berpesan:

siapa yang mau menjadi besar, harus melayani satu dengan yang lain. Maka cari pemimpin yang betul-betul melayani,” kata Cak Klowor.

(9)

“Pak Presiden mengatakan bahwa Pilkada serentak harus tetap

dilaksanakan. Karena memang kita tidak tahu, negara mana pun tidak tahu kapan

pandemi covid ini berakhir, ini adalah kata Pak Jokowi saat memberikan arahan dalam rapat terbatas tentang lanjutan pembahasan ‘Persiapan Pelaksanaan Pilkada

Serentak’ seperti yang disiarkan di akun YouTube Sekretariat Presiden pada Selasa,

8 September 2020,” kata Cak Widodo.

“Padahal, juga banyak komunitas yang meminta ditunda ya, Cak? Pendapat

mereka bahwa kesehatan harus lebih diutamakan daripada hak untuk memilih?

tanya Cak Robert.

“Tapi bagaimana lagi? Memang sebuah hal yang sulit. Ya menurut aku, yang berjalan saja sesuai apa yang dikatakan Pak Presiden. Kalau nunggu selesai pandemi, ya kapan? Kita tidak ada yang tahu,” sambung Cik Lily.

“Pak Jokowi menegaskan bahwa keselamatan dan kesehatan masyarakat tetap menjadi prioritas di tengah penyelenggaraan Pilkada. Menurutnya, keberhasilan untuk keluar dari berbagai risiko akibat pandemi terjadi jika permasalahan kesehatan berhasil ditangani,” kata Cak Widodo. “Lho itu pun kan

sudah diundur pelaksanaannya. Seharusnya kan tanggal 23 September 2020” 

“Terus kalau di kota kita, ada berapa calon Cak? Lalu siapa yang kita pilih?” tanya Cik Lily.

“Di kota kita ini ada 2 pasang calon. Siapa yang kita pilih, ya bebas Cik. Sesuai dengan hati nurani. Tetapi kita harus menentukan yang terbaik. Harus kita ingat dan kita sadari bahwa bagi Bangsa Indonesia, Pancasila tidak hanya sebagai dasar ideologis, tetapi juga disebut sebagai cara hidup dan sumber dari segala sumber hukum, serta nilai-nilai dasar dari kehidupan bersama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Memperjuangkan perwujudan nilai-nilai Pancasila demi mencapai cita-cita dan tujuan bernegara merupakan dimensi hakiki dari Iman Kristiani.”

“Maksudnya orang yang dipilih adalah pasangan yang Pancasilais ya Cak?

Kalau boleh ditambah: yang memperjuangkan kepentingan rakyat; menyejahterakan rakyat; membangun kota agar lebih indah; pelayanan publik ditingkatkan semakin lebih baik lagi; tidak kompromi terhadap kelompok intoleran,” tambah Cak Robert.

“Yang penting Cak, ayo kita buat gerakan untuk menyemangati umat. Agar umat punya semangat untuk memilih dan mau datang ke TPS. Memang sekarang masih masa pandemi, tapi ingat baik-buruknya kota kita juga ditentukan oleh sikap kita sendiri. Mari kita memilih yang terbaik, yang sungguh punya perhatian kepada kota kita, dan yang mempunyai Jiwa Nasionalis,” ujar Cak Klowor (EBS).

(10)

Mimbar

MISTAGOGI DI MASA PANDEMI

Di masa pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini kita sebagai umat

Katolik, baik yang sudah lama terlebih bagi yang baru menerima pembaptisan, seperti terbelenggu dengan aneka kebingungan. Bagaimana kelanjutan pembinaan iman saya? Bagaimana saya dapat ikut aktif dalam kegiatan menggereja di masa

pandemi ini? Pastoral formatio berkelanjutan sebagai tulang punggung misi

kegembalaan dan pembiasaan baru hidup menggereja kita bisa dirintis pada saat

mistagogi. Pertanyaannya: Apakah mistagogi itu? Bagaimana pelaksanaan masa mistagogi di tengah pandemi ini?

RD. Alphonsus Boedi Prasetijo

Ketua Komisi Komsos Keuskupan Surabaya Tinggal di Pastoran Santo Yusup Karangpilang, Surabaya

Enam Baptisan baru di Paroki Santo Yusup, Karangpilang (Sayuka) bersama RD. Alphonsus Boedi Prasetijo, wali baptis, serta guru agama awal Oktober 2020.

(11)

Makna ‘Mistagogi’

Dalam Kamus Teologi (Gerald O’Collins, SJ, 1991, terjemahan I. Suharyo,

1996) kita temukan makna kata ‘mistagogi’ yang berasal dari bahasa Yunani ‘mystagogy’ yang artinya ‘menuntun masuk ke dalam rahasia’. Pengajaran mengenai ritus dan misteri-misteri suatu agama yang dirahasiakan.

Setidaknya ada dua tokoh yang menjelaskan makna ‘mistagogi’. Yang

pertama, Santo Sirilus dari Yerusalem (315-386) mempersiapkan para

katekumen untuk menerima baptisan pada hari Sabtu Suci dan sesudah itu

memberikan pengajaran kepada mereka dengan tulisannya yang berjudul Catechese

yang bercorak mistagogis, yang diberikan pada masa Prapaskah. Yang kedua, Santo

Maximus (580-662) menyebut pemahaman mistiknya mengenai liturgi dengan

istilah mistagogi. Sekarang istilah itu dipakai untuk menyebut katekese atau teologi

yang dilandaskan dan diarahkan untuk memperdalam pengalaman akan Allah.

Dalam Kamus Liturgi Sederhana (Ernest Maryanto, 2004:139) dijelaskan

‘mistagogi’ sebagai “Masa pemantapan iman bagi orang yang baru saja dibaptis: sesudah dibaptis, para baptisan baru masih harus mengikuti pertemuan-pertemuan katekese maupun liturgi yang dimaksudkan untuk memantapkan iman mereka. Bagi orang yang dibaptis pada Malam Paskah, mistagogi berlangsung selama Masa Paskah.”

Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ menjelaskan dalam kaitannya dengan inisiasi Kristen, “Mistagogi adalah masa atau periode yang digunakan untuk membimbing dan mendampingi para baptisan baru untuk semakin dalam masuk ke dalam

misteri Kristus”. Jadi, mistagogi menjadi bagian dari formatio berkelanjutan dalam

rangkaian penerimaan Sakramen Baptis.

Pentingnya Mistagogi

Dalam Buku Pedoman Sakramen Inisiasi (Keuskupan Surabaya, 2015:45)

dituliskan, “Masa mistagogi adalah masa yang sangat penting bagi para baptisan baru. Dengan bantuan wali baptis, baptisan baru membangun hubungan yang lebih dekat dengan semua umat beriman lainnya dan mulai menghayati semangat hidup baru dalam Kristus.” Pengertian ini mengundang para baptisan baru untuk tidak sendirian, namun dengan bantuan wali baptis memasuki masa mistagogi di paroki sesuai dengan jenjang usia mereka. Bagi anak-anak, remaja dan OMK perlu

mendapat formatio iman bersama teman-teman dan kelompok BIAK, Rekat atau

OMK di paroki. Bagi para baptisan dewasa, orang tua dan lanjut usia, diarahkan untuk formatio di lingkungan dan wilayah paroki, serta Kelompok Senior Paroki (KSP) atau Kelompok Lansia (Lanjut Usia).

Jadi Sakramen Baptis menjadi awal formatio iman berjenjang bagi para

(12)

mendampingi. Buku Pedoman Inisiasi Kristen menambahkan, “Para baptisan baru pun dihantar untuk berpartisipasi secara penuh pada kehidupan Gereja baik dalam perayaan sakramen-sakramen khususnya Ekaristi, dalam pelayanan bersama maupun dalam tugas perutusan lainnya.” (hal. 46).

Masa mistagogi menjadi peluang bagi Gereja untuk pastoral formatio iman

berkelanjutan bagi umat baru, baik secara pribadi dengan bantuan wali baptis

maupun bersama dalam kelompok. Thomas Groome dalam Total Community

Catechesis menulis, “Perkembangan iman seluruh umat Katolik sejak usia dini hingga usia lanjut menjadi tanggung jawab bersama baik keluarga, Sekolah Katolik maupun Paroki.” Masa mistagogi menjadi penting bagi baptisan baru untuk “semakin dalam masuk ke dalam misteri Kristus” sesuai dengan jenjang usia

mereka. Pengalaman hidup Yesus sebagai Putra Allah menjadi pola formatio iman

bagi setiap orang Kristiani, terlebih para baptisan baru. Penginjil Lukas mencatat, “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (Lukas 2:52).

Praktek Mistagogi di Masa Pandemi

Kiranya praktek mistagogi di masa pandemi tidak serta merta dapat

dilakukan dengan baik sesuai dengan harapan Gereja. Realitas pandemi Covid-19

yang meminta kita untuk mentaati protokol kesehatan, yakni memakai masker,

rajin mencuci tangan, dan menjaga jarak (social distancing) serta menghindari

kerumunan orang, menjadi hambatan bagi formatio iman dalam kelompok umat di

gereja.

Namun perkembangan teknologi digital yang memberi kemudahan bagi

umat untuk berinteraksi secara virtual dalam aplikasi Zoom Meeting dan Misa Live

Streaming bisa menjadi solusi sementara. Yang jelas, semua gereja di Keuskupan Surabaya tahun ini menunda penerimaan Sakramen Baptis pada Hari Raya Paskah. Di Kevikepan Surabaya Barat ada yang baru mulai menerimakan Sakramen Baptis secara berkelompok kecil (tiap hari 5-6 orang saja) pada bulan Oktober 2020 ini. Komuni Pertama bagi baptisan baru diterimakan di gereja saat Misa Minggu bersama umat dengan protokol kesehatan yang ketat. Mistagogi yang biasanya diadakan pada Masa Paskah terpaksa ditangguhkan mengikuti situasi perkembangan pandemi ini. Taruhlah pada bulan Oktober ini Sakramen Baptis diberikan. Maka, bila misa

offline di paroki sudah dibuka, ini menjadi peluang untuk memulai masa mistagogi dalam perayaan Sakramen Ekaristi, baik sebagai umat baru dengan berpakaian putih dan duduk di bangku urutan depan, bisa juga memberi peran sebagai pelayan Sabda Allah. Di lingkungan yang aktif dalam pertemuan umat secara virtual dengan

Zoom Meeting, wali baptis dan guru agama/katekis/pembina bisa memperkenalkan

via media online (daring) kepada umat. Nasihat Rasul Paulus kepada jemaat di

Roma bisa kita pegang, “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan

saling mendahului dalam memberi hormat. Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan” (Roma 12:10-11).

(13)

Katekese

RD. Laurensius Rony

Wakil Komisi Katekese Keuskupan Surabaya

ALLAH MENGADAKAN PERJANJIAN

DENGAN KAUM MISKIN

Relasi Allah dengan kaum miskin ditempatkan dalam kerangka ‘perjanjian’.

Perjanjian antara Allah dan manusia adalah Perjanjian Keselamatan: Allah berjanji untuk menyelamatkan umat manusia.

Tradisi Hukum

Gagasan ‘perjanjian’ diambil dari dunia sosio-politis dunia Timur Tengah yaitu Perjanjian Vasal, kemudian secara metaforis dipakai untuk mengungkapkan hubungan khusus yang terjalin antara Allah dan umat Israel (umat manusia). Pola

perjanjian vasal: pertama, ditunjukkan siapa raja dan apa yang telah dilakukannya;

kedua, stipulasi atau tuntutan kewajiban; ketiga, pengumuman perjanjian; dan keempat, berkat bagi yang mematuhi dan kutuk bagi yang melanggar. Struktur dan model seperti ini digunakan untuk mengungkapkan relasi perjanjian Allah dan bangsa Israel, misalnya Keluaran 19-24.

(14)

Isi dan inti perjanjian Allah dan Israel: “Sebab engkaulah umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh Tuhan, Allahmu, dari segala bangsa di atas bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya” (Ulangan 7:6). Perjanjian itu bukan karena Israel pantas tapi semata-mata karena Allah mengasihi (Ulangan 7:7).

Pengalaman Sinai menjadi pengalaman pokok dalam kehidupan bangsa Israel. Pengalaman di gunung itu dalam Kitab Keluaran (Bab 19, 24, 34) dilukiskan melalui Musa, Allah mengadakan suatu ‘Perjanjian’ dengan orang Israel.

Tradisi Kenabian

Para nabi meletakkan keselamatan menyeluruh dan sejati dalam rangka ‘perjanjian’ Allah dengan manusia, tegasnya dengan umat Israel, tetapi serentak melalui umat Israel dengan umat manusia (bdk. Yesaya 2:2-5).

Meskipun perjanjian Allah-Israel merupakan keselamatan menyeluruh dan dari pihak Allah berupa janji yang tak pernah terbatalkan, namun sejarah yang dilandaskan oleh perjanjian itu nyatanya tidak mewujudkan keselamatan yang menjadi isi janji itu. Alasannya, manusia -umat perjanjian- tidak sampai menanggapi kasih dan pilihan Allah yang tampak dalam tindakan-Nya sepanjang sejarah (Ulangan 29:1-7, 22-28).

Dalam rangka perjanjian itu keselamatan (syaloom) berarti: keselarasan

praktis antara kedua belah pihak yang mengikat perjanjian serta semua implikasi dari keselarasan itu. Keselamatan tidak menjadi nyata karena keselarasan itu tidak

ada. Dari pihak umat tidak ada apa yang disebut tsedeqah (kebenaran/keadilan).

(15)

Dalam tradisi kenabian, kentara sekali adanya dimensi relasional Allah dan umat yang secara konkret tampil dalam keterlibatan. Allah secara personal sungguh terlibat dalam kehidupan bangsa Israel (bdk. Yeremia 31: 1-4). Di sisi lain, Allah mengharapkan keterlibatan dan tanggung jawab pribadi pula.

Dimensi personal-relasional perjanjian yang kuat pada para nabi ini kurang tampak dalam aliran lain, yaitu para imam dan ahli-ahli hukum yang menekankan

ibadat dan hukum. Kesetiaan kepada perjanjian ditekankan lewat pelaksanaan ibadat dan hukum. Sebagaimana terbukti dalam sejarah Israel, kecenderungan ini mudah menjadi legalisme, moralisme, dan ritualisme.

Yesus: Pembaharu Perjanjian

Dalam konteks perbedaan aliran di atas, dapat kita mengerti bahwa Yesus -yang bergerak dalam aliran kenabian- sering berbentrokan dengan para imam dan ahli Taurat atau orang Farisi. Bagi Yesus, yang terpenting bukanlah pelaksanaan

hukum, melainkan keterlibatan pada concern ilahi, pelaksanaan kasih (Lukas 6:9).

Dalam pewartaan-Nya, gagasan keselamatan dalam perjanjian juga digunakan Yesus. “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu” (Lukas 22:20, bdk. I Korintus 11:25). Yesus melanjutkan gagasan keselamatan dalam perjanjian itu namun sekaligus menunjukkan bahwa

perjanjian itu merupakan suatu perjanjian baru. Yesus menjadi pembaharu

perjanjian.

Dalam Arti Apa Yesus Dapat Disebut Sebagai Pembaharu Perjanjian?

Tradisi Lukas-Paulus dan Markus-Matius menyebut ‘perjanjian’ tetapi

tampaknya makna istilah itu perlu dimengerti secara berbeda. ‘Darah perjanjian’

dalam Injil Markus dan Matius menunjuk pada teks Keluaran 24:8. Dalam konteks

itu, darah menjadi simbol pengikat, yang mendamaikan Yahwe dan Israel.

Perjanjian yang diadakan dalam Perjanjian Lama itu kini digenapi dan berlaku universal dalam perjanjian yang diadakan atas dasar darah Kristus. Darah Kristus itu mendamaikan Allah dan umat manusia sehingga kini terciptalah tata relasi baru antara Allah dan umat manusia.

“Perjanjian Baru” dalam Lukas dan Paulus menunjuk pada Yeremia

31:31-34 (bdk. Yesaya 54:10; Yehezkiel 16:60-63). Pada pokoknya, teks ‘perjanjian baru’

dalam Yeremia 31 ini memiliki konteks dan perspektif eskatologis, pemulihan

sesudah pembuangan. Allah akan memperbaharui perjanjian yang dahulu selalu dikhianati oleh bangsa Israel. Perjanjian baru itu sungguh-sungguh lain dan baru sebab “Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (Yeremia 31:33). Kalau Yesus memberikan ‘perjanjian Baru’, itu berarti

(16)

janji eskatologis yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama tersebut (Yeremia 31) kini dihadirkan dan terlaksana melalui dan dalam diri Yesus Kristus. Dengan demikian, Yesus Kristus bukan hanya pewarta saja, tetapi juga pembawa keselamatan eskatologis sebagaimana yang telah dinantikan dalam Perjanjian Lama.

Selain unsur keterlaksanaan keselamatan melalui dan dalam Yesus Kristus

itu, hal baru dalam perjanjian itu juga menyangkut soal paham akan keselamatan.

Dalam zaman Yesus, sudah ada iman akan keselamatan akhir zaman atau hidup sesudah mati. Keselamatan eskatologis mendapat dimensi yang lebih luas. Yesus adalah pernyataan dan perwujudan keselamatan Allah. Keselamatan dalam Yesus mempunyai arti eskatologis namun sekaligus sudah menjadi riil sekarang dalam tindakan Yesus. Keselamatan itu mengandung arti ‘syaloom’ yang mengandung kesejahteraan baik lahir maupun batin, baik di dunia ini maupun di akhirat.

Mengikuti Yesus: Ikut concern Yesus

Telah disebut di atas bahwa Yesus berada dalam aliran kenabian yang menekankan dimensi relasional perjanjian dan bukan ketaatan hukum yang akan cenderung menjadi suatu formalisme/fariseisme. Setia pada perjanjian dengan-Nya bukanlah pertama-tama takut pada Tuhan atau taat pada peraturan melainkan

terlibat pada concern ilahi, yaitu terlibat dalam penyelamatan kaum miskin dan

lemah. “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudara-Ku yang paling hina ini, kamu melakukannya untuk Aku.” (bdk. Matius 25:31-46).

Kedudukan Kaum Miskin dalam Perjanjian

Dalam PL ada banyak istilah yang mengacu pada kemiskinan. Dua kata yang

paling sering digunakan adalah ani dan anaw. Kedua kata ini mengacu pada situasi

sosial yang rendah dan tertindas. Dalam perkembangan yang lebih kemudian

mulai dibedakan antara ani yang mengacu pada orang miskin dalam artian sosio

ekonomis dengan anaw yang lebih menunjuk pada kemiskinan rohani: orang yang lemah lembut dan rendah hati, yang merasa dirinya kecil (di hadapan Allah). Dalam Mazmur, identitas orang yang secara sosial, ekonomis, dan politis miskin bergabung dengan orang yang secara religius saleh. Dalam PB, termasuk dalam golongan orang miskin ini pula orang-orang yang tersingkir dalam konteks sosial maupun religius, seperti perempuan berdosa (pelacur) dan pemungut cukai. Namun, dalam konteks ini yang hendak ditunjuk kiranya kemiskinan material: sosial-ekonomis-politis.

Dalam kehidupan bangsa Israel sebagai suatu bangsa semi-nomadis, kemungkinannya adalah: seluruhnya kaya atau seluruhnya miskin. Dalam zaman kerajaan, mulai ada orang yang kaya dan yang miskin; muncullah persoalan kemiskinan.

(17)

Di satu sisi, ada pandangan yang melihat kekayaan sebagai tanda berkat. Pandangan positif terhadap kekayaan ini sudah tampak dalam tradisi bapak-bapak bangsa. Kitab Kejadian melukiskan sering dengan amat mendetail kekayaan Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf. Sejalan dengan pandangan positif terhadap kekayaan ini muncul pula pandangan negatif tentang kemiskinan. Kemiskinan dilihat sebagai suatu hukuman Allah.

Akan tetapi, di sisi lain terdapat pula teks-teks yang menunjukkan Yahwe sebagai pembela orang miskin. Dalam tradisi Hukum, dasar teologis perlindungan orang miskin adalah: Yahwe sendiri telah menyelamatkan Israel sewaktu mereka menjadi orang asing dan budak di Mesir, oleh karena itu umat-Nya harus bertindak sama terhadap orang-orang yang tidak berdaya di tengah-tengahnya. Cita-cita perjanjian, yaitu suatu bangsa yang sederajat di hadapan Allah maupun di antara mereka sendiri, dirumuskan dengan “tidak akan ada orang miskin di antaramu” (Ulangan 15:4). Orang miskin dalam tradisi ini sering ditunjuk dengan sebutan orang asing, yatim-piatu, dan janda.

Seruan dan protes para nabi terhadap ketidakadilan umumnya lebih dikenal daripada hukum. Para nabi tampil sebagai pembela orang-orang miskin dan lemah. Nabi Amos mengecam berbagai ketidakadilan Israel terhadap orang miskin dan melarat seperti: pengadilan yang curang (Amsal 5,12), perdagangan yang tidak jujur (Amsal 8:4-5), upah yang tidak adil (Amsal 5:11-12), kekayaan yang disia-siakan di tengah-tengah kemiskinan (Amsal 4:1; Amsal 6:4-6). Nabi-nabi lain seperti Hosea, Yeremia, Yehezkiel pun melontarkan kritik-kritik senada itu. Teks penting lain adalah Yesaya 61:1-2 yang kemudian dikutip dalam Lukas 4:18-19 sebagai program kerja Yesus.

(18)

Dalam pustaka kebijaksanaan terdapat juga kritik-kritik tajam terhadap orang kaya bersamaan dengan seruan untuk membantu orang miskin. Eksploitasi terhadap orang miskin secara tajam disoroti (Sirakh 13:4-19). Allah dikenal sebagai pembela orang miskin (Amsal 22:22-23). Ada motif lain yang digemari para penulis kebijaksanaan, yaitu antisipasi pembalikan nasib orang beriman dan yang tidak beriman. Motif pembalikan ini sering mencakup juga pembalikan nasib dan status orang kaya dan orang miskin (Amsal 24:19-20; Amsal 23:4-6; Pengkhotbah 5:12-17; Sirakh 11:18-19).

Dalam Injil, menonjol hubungan orang miskin dengan Yesus. Mereka itu

miskin secara fisik, ekonomi, politik dan sosial serta religius. Termasuk di dalamnya

adalah orang yang disingkirkan karena dianggap sebagai pendosa. Mereka itulah alamat yang pertama-tama dituju oleh Injil. Secara sangat jelas, perhatian Kristus pada orang miskin ini ditampilkan dalam program kerja yang didasarkan pada Kitab Yesaya: menyampaikan kabar baik pada orang miskin, memberitakan pembebasan kepada tawanan, penglihatan pada orang buta, pembebasan pada orang yang tertindas, dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (Lukas 4:16). Hal ini ditandaskan kembali dalam ucapan bahagia dan ucapan celaka khas Lukas: berbahagialah kamu yang miskin, lapar, menangis, dan dibenci, celakalah kamu yang kaya, kenyang, tertawa, dan dipuji (Lukas 6:20-26). Dalam tulisan Lukas ini, yang ditunjuk adalah keadaan real, berbeda dengan Matius yang lebih menunjuk sikap spiritual. Klimaksnya, disajikan Yesus yang mati hina sebagai orang benar yang tertindas karena membela orang miskin (Lukas 23:39-47, bdk. Kebijaksanaan Salomo 2:1-20).

Baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam diri Yesus Kristus, sangatlah kelihatan perhatian istimewa Allah terhadap kaum miskin. Dalam diri Yesus Kristus, sikap ini semakin tegas dan jelas. Yesus Kristus tidak mengecualikan orang kaya (ingat Zakheus yang kaya; wanita-wanita kaya penyokong hidup Yesus dan murid-murid-Nya) namun secara khusus ia lebih memilih untuk mendahulukan dan mengutamakan pewartaan-Nya bagi orang miskin. Bahkan Ia sendiri tampil sebagai orang miskin. Di sini, sangat terasa solidaritas Kristus pada yang miskin karena Ia tidak hanya memperhatikan orang miskin, bahkan Ia sungguh melibatkan diri dalam perjuangan orang miskin dan menjadikan diri-Nya miskin demi solidaritas itu, “Ia menjadi miskin sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (II Korintus 8:9).

(19)

Laporan

Utama

KENISCAYAAN PASTORAL

FORMATIO BERJENJANG

RD. Agustinus Tri Budi Utomo

Vikaris Pastoral Keuskupan Surabaya

Musyawarah Pastoral II memandatkan Bidang Formasi sebagai basis formatio pastoral Umat Allah (Buku ke-3, Bab IV, No.3). Gereja pada hakekatnya adalah persekutuan pribadi-pribadi. Sasaran utama pastoral adalah Umat Allah, yakni pribadi-pribadi Kristiani yang bertumbuh dalam aneka jenjang usia, yang tinggal dalam area teritorial ataupun komunitas kategorial. Oleh karena itu, Pastoral adalah tindakan Gereja yang dilakukan bagi pribadi-pribadi demi terjadinya proses formasi iman dan pendewasaan hidup menggereja/bermasyarakat secara berjenjang dan berkelanjutan, demi terwujudnya rencana keselamatan Allah dalam Kristus.

Dua Dosa Pastoral

Berpuluh tahun program dan sikap pastoral Gereja menganggap bidang-bidang pastoral (seksi-seksi/komisi-komisi) sebagai setara dan terpisah-pisah. Di wilayah pastoral Keuskupan Surabaya ditentukan memakai pola pastoral 4 rumpun Bidang: Sumber, Formasi, Kerasulan Khusus dan Kerasulan Umum. Setiap rumpun terdiri beberapa komisi/seksi. Setiap seksi punya maunya sendiri-sendiri. Punya rencana kegiatan dan anggaran sendiri-sendiri. Masing-masing seksi bersaing atau tak terbangun jembatan koordinasi antar mereka. Kita lupa bahwa semua kegiatan pastoral adalah satu sinergi tindakan penggembalaan bagi Umat Allah.

(20)

Sejatinya pusat dan subyek sasaran utama pastoral adalah bidang formatio. Bidang formatio berurusan dengan orang, manusianya, yaitu umat Allah. Tiga bidang lainnya adalah predikat, tindakan dan media yang diperlukan bagi perkembangan iman dan pertumbuhan hidup subyek. Namun selama ini terjadi dua kesalahan fatal dalam pastoral, yaitu:

1) Tiga bidang selain Bidang Formasi tidak mempedulikan bidang Formatio dalam perencanaan pastoralnya, melupakan bahwa mereka seharusnya melayani bidang formatio.

2) Semua bidang, termasuk Bidang Formatio sendiri, melupakan bahwa formatio iman bersifat berjenjang sekaligus berkesinambungan. Pertumbuhan iman mulai sejak bayi lahir hingga menjadi senior/lansia adalah proses pertumbuhan yang berkesinambungan dan saling menopang/ melayani.

Lebih parah lagi, hal yang diprihatinkan oleh Paus Fransiskus, ketika pengelolaan Gereja terjatuh pada manajemen administratif kantor sekretariat paroki. Jiwa pastoralnya diisi oleh klerikalisme tertib administratif.

(21)

Pertobatan Pastoral

Mupas II mengajak kita semua menyadari kesalahan masa lalu kita dan membangun suatu habitus baru dalam bersinergi pastoral. Kebiasaan baru yang sinergis tentu saja tidaklah mudah. Hal yang paling sulit adalah menurunkan ego pastoral. Selama ini kita, setiap pengurus seksi/bidang, memiliki ego yang tinggi, menempatkan diri sebagai tuan pemilik kegiatan. Semua umat adalah objek yang melayani kegiatan yang ‘kutetapkan’. Ironisnya, umat-lah yang diminta membiayai kegiatan tersebut. Sekarang sebelum merencanakan/merancang program pastoral, duduk bersimpuh mendengarkan dahulu informasi tentang: siapa yang hendak kita layani; ada permasalahan apa dengan hidup dan imannya; menghadapi tantangan apa saat ini; mereka ada dan tinggal di mana?

Betapa pentingnya sensus umat. Banyak hal seringkali dianggap tidak ada, padahal sebenarnya ada. Masalahnya terletak pada kita tidak punya data tentang hal yang mestinya kita layani. Data umat sangat penting, terkait dengan dua hal utama: beberapa informasi dasar tentang siapa yang dilayani dan siapa saja yang dapat ditingkatkan kapasitasnya untuk dilibatkan (diutus) dalam pelayanan.

Pastoral yang dibangun di atas misi formatio iman dan kedewasaan hidup Kristiani adalah tindakan yang oleh Paulus dalam suratnya kepada umat Galatia sebagai “tindakan iman yang dilakukan melalui kasih” (bdk. Galatia 5:6). Pastoral bukan sekedar tindakan manajerial namun lebih dari itu adalah Tindakan Iman yang didorong oleh kasih dan karena percaya akan kepastian jaminan dalam pengharapan janji Kerajaan Allah dalam Yesus. Formatio berjenjang adalah

penggembalaan karena kasih (Amor Pastoralis).

Diskusi Kelompok kecil Komisi Keluarga bersama RD. Agustinus Tri Budi Utomo dalam pertemuan Komisi Bidang Formatio dan Pusat Pastoral Keuskupan Surabaya, 7 September 2020.

(22)

Formatio Iman Bersifat Fundamental

Perjalanan setiap orang yang telah dibaptis, sejak dipersiapkan yang dilanjutkan dengan mistagogi, pemeliharaan pertumbuhan iman hingga menyelesaikan peziarahan kembali menghadap Bapa di Sorga, bukanlah proses sekali jadi. Perkembangan, pertumbuhan, dan semakin bermutu adalah keniscayaan pembentukan iman/pribadi umat. Niscaya artinya pasti, tidak bisa tidak, haruslah demikian. Memang demikianlah hakikat peziarahan hidup manusia. Demikian juga penggembalaan Umat Allah mengiringi peziarahan tersebut.

Formatio disamping sebagai keharusan yang pasti juga merupakan tanggung jawab yang tak mungkin dikesampingkan dari karunia imamat para gembala.

Itulah core business seorang gembala jemaat, ambil bagian karya Roh Kudus dalam

mendidik dan membentuk Umat Allah. Formatio iman adalah tugas tanggung jawab primer Gembala Gereja.

Formatio Iman Bersifat Eklesial

Tugas dan tanggung jawab formasi iman bukan berarti hanya tugas para Gembala Umat saja (Uskup dan Pastor Paroki). Setiap orang terbaptis dikaruniai rahmat yang diwujudkan dalam tri tugas Kristus: Imam, Nabi dan Gembala. Setiap orang beriman ambil bagian dalam pelayanan formasi iman. Maka Umat Allah bukan sekedar formandi tetapi juga formator iman.

(23)

Setiap orang menggembalakan jiwanya untuk hidup sepadan dengan jiwa Kristus. Setiap orang adalah formator bagi perkembangan dirinya. Setiap keluarga adalah formator bagi pertumbuhan iman anggota keluarganya. Suatu Lingkungan dalam penggembalaan pengurus Lingkungan merupakan komunitas formatif bagi pertumbuhan iman berjenjang setiap warga anggotanya.

Setiap Paroki di bawah penggembalaan Pastor Paroki, setiap warga jemaatnya ambil bagian dalam tugas penggembalaan pastor mereka sesuai bidang pastoral di mana mereka diutus. Setiap seksi di DPP tidak boleh lupa bahwa setiap program dan kegiatan adalah tindakan gereja bagi seluruh umat (bukan sekelompok orang yang disukai/bisa dikumpulkan saja), terlebih adalah mereka, domba yang hilang.

Kegiatan online BIAK Wilayah Santa Anna, Paroki Santo Yakobus, Surabaya

Formatio Iman Berjenjang Bersifat Total

Formatio iman bersifat total (dari bahasa Latin: Totus-totum, seluruh),

artinya diarahkan kepada semua orang beriman, mulai dari lahir hingga lansia, termasuk di dalamnya umat yang memiliki disabilitas. Mereka sepanjang perjalanan hidupnya memiliki hak untuk mendapatkan pendampingan, pembinaan, pewartaan, pengajaran, demi perkembangan iman mereka. Total juga dimaksudkan dengan kesungguhan pastoral, yang tidak pilih-pilih tetapi suka atau tidak suka semua memerlukan porsi cinta yang sama dalam penggembalaan. Untuk itulah

(24)

sebenarnya seluruh dana pastoral diintensikan. Dana persembahan umat melalui kolekte dan bentuk sumbangan lain, pada hakikatnya adalah dana pastoral, dana pemeliharaan jiwa-jiwa. Bendahara/pastor paroki bukan pemilik uang dan harta,

melainkan pelayan yang ditugasi untuk mewujudkan intentio dantis dari dana

tersebut, yakni bagi penggembalaan jiwa-jiwa (cura animarum).

Formatio Iman Berjenjang Bersifat Integral

Ada banyak unit karya (yayasan pendidikan, kesehatan dan sosial) di Gereja. Ada banyak tarekat dan ordo. Ada banyak komunitas dan gerakan kerohanian.

Semua unit tersebut ada dalam Gereja bukan dimaksudkan sebagai franchise usaha

eksternal dan bukan sebagai benalu yang hidup bertumbuh di cabang pohon. Itu semua adalah karya Gereja. Aktualisasi misioner Gereja. Semua unsur dan unit karya Gereja mesti mengabdi dan melayani formatio iman umat ini. Maka betapa pentingnya kerja sama dan sinergi bukan hanya antar komisi/seksi tetapi juga sinergi antar lembaga, unit dan karya yang dimiliki Gereja.

(25)

Laporan

Utama

FORMATIO, POROS

TINDAKAN PASTORAL

RD. Aloysius Widya Yanuar Nugraha

Sekretariat Pusat Pastoral Keuskupan Surabaya Bidang Formatio dalam pemahaman 4 bidang pengelolaan Program Pastoral di Keuskupan Surabaya dipahami sebagai perangkat pastoral yang membantu Uskup dalam melaksanakan Tritugas Kristus secara khusus berkenaan dengan pembentukan karakter Kristiani melalui pembinaan, pendampingan dan pendewasaan kehidupan umat beriman secara berjenjang mulai dari Anak-anak, Remaja, OMK, Keluarga hingga Lansia, serta Pelayanan Pastoral Difabel dan

Pastoral Mahasiswa. Bidang Formatio hendak menjamin terjadi dan terwujudnya

pembinaan dan pendampingan sesuai dengan Arah Dasar Keuskupan Surabaya di setiap jenjang gerak pastoral Keuskupan.

Dalam sejarah perkembangan pastoral Keuskupan Surabaya, pembidangan rumpun dalam berpastoral dicatat bahwa dinamika hidup menggereja ini berawal dari Tritugas Kristus yaitu Imam, Nabi dan Raja (Gembala) yang diresapi dan diemban serta dilaksanakan oleh para rasul (Gereja Perdana). Hidup Gereja Perdana sebagai warisan luhur para rasul dibimbing oleh Roh Kudus ini terus berkembang dan bergerak (bdk. Kisah Para Rasul 2:41-47) menjadi Pancatugas Gereja yaitu Liturgi, Pewartaan, Pelayanan, Kesaksian dan Persekutuan. Dalam perkembangannya, Tritugas Kristus dan Pancatugas Gereja menjadi bidang-bidang pastoral dan pelaksanaannya di paroki menjadi seksi-seksi Dewan Pastoral Paroki (DPP), di tingkat keuskupan menjadi komisi-komisi.

(26)

Aktualisasi pastoral Gereja Keuskupan Surabaya dihayati dan dilihat melalui dua pilar utama: Subjek (orang) dan Tindakan Pastoralnya. Yang dimaksud dengan subjek adalah setiap orang beriman Katolik sejak dalam keluarga, mulai dari jenjang usia anak-anak; remaja; orang muda hingga lanjut usia yang juga di dalam masing-masing jenjang usia itu keuskupan memperhatikan para umat difabel. Subyek dari tindakan pastoral itu memiliki karakteristik yang khas sehingga memerlukan tindakan pastoral secara khas pula. Disinilah kemudian dapat dipahami dengan baik bahwa pada Bidang Formatio inilah poros dari ragam tindakan pastoral yang

khas demi terwujudnya pembinaan karakter hidup Kristiani (formatio christiana)

umat Allah secara berjenjang dan berkesinambungan.

Formatio yang Integral: Menyatakan Persekutuan Secara Terus-Menerus

Tindakan pastoral apa yang dapat dihadirkan demi terwujudnya karakter hidup Kristiani yang membuahkan persekutuan? Kiranya pertanyaan ini perlu dibatinkan terus menerus bagi segenap insan pastoral di Keuskupan Surabaya. Sementara itu, dapat diajukan sebuah gagasan penting tentang bagaimana Gereja berdinamika untuk menyatakan dirinya sebagai persekutuan secara terus-menerus. Gereja dan segala dinamikanya dalam berpastoral haruslah berorientasi pada kehidupan subjek bina (orang/manusia) secara integral. Di samping itu agar

(27)

Gereja tidak kehilangan rohnya sebagai tanda dan sarana persatuan mesra dengan

Allah dan kesatuan seluruh umat manusia (Lumen Gentium 1) perlu selalu dihayati

bahwa Gereja yang berorientasi pada kehidupan manusia secara integral itu juga berpusat pada diri Kristus dan keseluruhan hidup serta karya-karyaNya.

Gereja dalam tindakan pastoralnya harus siap sedia menyediakan tanggapan konkrit bagi umat Allah dan masyarakat pada umumnya yang sedang bergerak menuju perubahan besar dalam hidupnya. Oleh sebab itu, Gereja perlu menghadirkan pengembangan pelayanan pastoral berbasis kebutuhan manusia yang ada di dalamnya (umat Allah). Dengan gagasan demikian ini, Gereja menggali

dari dalam tubuh anggotanya kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan

orang-orang zaman sekarang (Gaudium et Spes 1) yang berakar pada kasih Kristus.

Sampai di sinilah nampak terang benderang bahwa Bidang Formatio mengambil peran yang sentral dalam proses pembinaan dan pendampingan umat Allah. Sebagai subyek bina sekaligus tindakan pastoral kepadanya, secara bersamaan Gereja sedang menampakkan daya persekutuannya sehingga keduanya menjadi satu, utuh tak terpisahkan. Di sinilah formatio yang integral dari dalam diri Gereja menyatakan persekutuannya secara terus-menerus.

(28)

Bidang Formatio : Poros Tindakan Pastoral yang Bercirikan Kemuridan

Mari kita menyimak penjelasan teologis dari butir-butir cita-cita Ardas yang pertama tentang kemuridan: “Sebagai umat Keuskupan Surabaya, hal mendasar pertama yang perlu kita sadari dalam kalimat cita-cita Keuskupan Surabaya adalah “murid-murid Kristus”. Kita menyadari ini sebagai ungkapan iman seorang pribadi yang mengakui “Yesus Kristus, Putra Allah yang Tunggal, Tuhan kita” sebagai Sang Guru. Pengakuan diri ini merupakan kesadaran sebagai seorang yang terpanggil untuk memiliki relasi yang personal dan mendalam dengan Kristus. Oleh karena itu, orang-orang yang dipersatukan dalam Kristus selalu diundang untuk belajar dari Tuhan Yesus sendiri dan bersatu erat dengan Tuhan Yesus. Mereka inilah murid-murid Kristus. (lih. Seri Mupas 2019, buku ke-1 poin A.1).

Uraian penjelasan teologis butir pertama sungguh memberikan pencerahan sekaligus penegasan bagi tindakan pastoral yang berorientasi pada subjek bina, yakni para murid Kristus. Menjadi murid berarti selalu terbuka dan siap sedia untuk mengikuti Sang Guru, menampakkan aspek-aspek bina diri sebagai murid secara terus-menerus. Maka, dalam rangka mewujudkan hidup menggereja yang bercirikan kemuridan kita diminta selalu memandang umat Allah sebagai pelaku

(29)

utama dalam pembinaan dan pembentukan karakter Kristiani. Oleh sebab itu tak bisa dipungkiri lagi bahwa memang kemudian poros dari tindakan pastoral berada pada wilayah Bidang Formatio. Kita perlu bergeser dengan pasti, dari pastoral yang berbasis pada kegiatan menjadi pastoral yang berbasis pada subyek bina, yakni menghadirkan pembinaan iman berjenjang mulai dari anak-anak; remaja; orang muda; keluarga hingga lanjut usia yang mana di dalam masing-masing jenjang juga terdapat umat difabel. Mereka inilah para murid Kristus yang perlu dijadikan poros pembinaan iman di wilayah hidup menggereja mulai dari Keuskupan, Kevikepan, Paroki hingga Keluarga-Keluarga yang ada di Lingkungan agar semakin hari, para murid Kristus ini selalu dibesarkan hatinya karena merasa dipanggil dan diundang serta dipelihara hidup imannya oleh Gereja.

DPP dan BGKP: Membentuk Persekutuan Hidup dalam Gereja melalui Formatio

Konsili Vatikan II secara eksplisit menyatakan bahwa Paroki adalah

perwujudan nyata dari Gereja. Sacrosanctum Concilium, (42,1) dan Lumen Gentium,

(26,1; 28,2) dengan jelas menyatakan bahwa Paroki merupakan “representasi” dari Gereja yang kelihatan di dunia. Kata representasi berarti tanda kehadiran, tanda adanya, suatu realitas yang konkret dari Gereja Universal di dunia. Paroki adalah tanda kehadiran nyata di dunia. (bdk. Pedoman dasar DPP dan BGKP, 2012). Berparoki berarti bersama menggereja yang dalam pelaksanaan teknis kesehariannya memerlukan pembagian tugas, tata kelola yang bertanggung jawab dan organisasi yang rapi serta penuh pelayanan. Di titik inilah peran DPP dan BGKP menjadi penentu menghadirkan hidup persekutuan. DPP dan BGKP memberikan bentuk konkret dari panggilan dan perutusan umat Allah untuk berpartisipasi secara aktif dalam hidup dan tindakan pastoral paroki. Lebih dari itu, DPP dan BGKP dalam partisipasinya sesungguhnya sedang menjalankan dan menghayati imannya sebagai umat paroki, sebagai umat Allah yang hidup.

Dalam keterlibatannya yang khas inilah, sebenarnya proses bina diri

dalam iman sedang terjadi pada masing-masing person DPP dan BGKP. Maka,

kepengurusan DPP dan BGKP adalah juga bentuk nyata pembinaan iman umat Allah itu sendiri, sehingga ciri kemuridan mestinya lebih nampak nyata dalam diri DPP dan BGKP. Kesadaraan akan pengetahuan ini menjadi penting bagi para pengurus DPP dan BGKP agar tata kelola tindakan pastoral ditempatkan sebagai sebuah jenjang pembinaan iman secara terus-menerus. DPP dan BGKP bukanlah sekelompok umat yang lebih hebat dari umat pada umumnya, justru sebaliknya DPP dan BGKP sadar betul bahwa di dalam keterlibatannya, mereka semua hendak mewujud-nyatakan persekutuan hidup dalam Gereja dengan membina diri dalam

dinamika tindakan pastoral yang dipercayakan pada mereka. Perubahan mindset

ini menjadi kunci untuk melangsungkan dan ambil bagian dalam penggembalaan hidup Gereja ke depan agar sesuai dengan amanat Ardas yang telah ditetapkan oleh Keuskupan melalui Bapak Uskup Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono.

(30)

PASTORAL

FORMATIO

BERJENJANG

RD. Alphonsus Boedi Prasetijo

Ketua Komisi Komsos Keuskupan Surabaya Tinggal di Pastoran Santo Yusup Karangpilang, Surabaya

Laporan

Utama

Pastoral Formatio Berjenjang merupakan tulang punggung misi penggembalaan dan pembiasaan baru hidup menggereja. Bagaimana realisasi konsep tersebut di paroki-paroki? Pada

kesempatan ini Jubileum merangkum

informasi dari dua Kepala Paroki di Kevikepan Surabaya Barat mengenai Pastoral Formatio Digital sebagai praktek adaptasi kebiasaan baru dalam kegiatan gereja.

(31)

I. Pastoral Formatio Digital di Santo Yakobus Surabaya

Dalam Temu Imam di Kevikepan

Surabaya Barat virtual dengan Zoom

pada Senin, 7 September 2020, Pastor Kepala Paroki Santo Yakobus

Citraland Surabaya, RD. Aloysius

Hans Kurniawan melaporkan kegiatan pastoral formatio digital yang sedang digalakkan di masa pandemi

ini. Misalnya, webinar Upgrading

Pembina dengan tema Memahami dan Mendidik Anak Generasi ‘Now’ di Era Digital oleh Hanlie Muliani, M.Psi. Diadakan 2 Agustus 2020 dan diikuti oleh 46 pembina.

1.1 Kelompok BIAK (Bina Iman Anak Katolik)

Pada awal Agustus lalu, ada kegiatan BIAK yang dilaksanakan

secara online dan offline. BIAK Santo

Agustinus menyelenggarakan Zoom

Meeting pada hari Sabtu, 1 Agustus 2020, jam 11.00 WIB. Sedangkan BIAK Santo Hendrikus Wilayah Santo Thomas More menyelenggarakan BIAK

offline dengan tema Doa Yang Paling Sempurna.

Pada Sabtu, 1 Agustus 2020

tema Lima Roti dan Dua Ikan diangkat

dalam Temu BIAK secara online melalui

(32)

aplikasi Zoom Meeting bagi kelompok BIAK Santa Anna (jam 10.00), BIAK Santo Yohanes Rasul (jam 10.00), dan BIAK Santo Petrus (jam 16.00). Tema yang sama dibawakan keesokan harinya oleh BIAK Santo Basilius Agung dan Santo Titus pada jam 16.00.

Pastoral Formatio Digital Kelompok BIAK Paroki Santo Yakobus

berupa online gathering dengan

pemateri romo, frater, dan kakak pembina. Berikut beberapa agenda pada Agustus:

• 1 Agustus 2020: Tema Aku Bangga

jadi Anak Katolik. Pemateri: Fr. Yohannes Dwi (STPD).

• 8 Agustus 2020. Tema Santo

Dominicus. Pemateri: RD. Dominicus Mardiyatto Rudi Septiadi (Romo Domi).

• 15 Agustus 2020. Tema Usir Rasa

Bosan di Rumah Saja. Pemateri:

Kak Amel dan Peony.

• 22 Agustus 2020. Tema Acara

17-an. Person in Charge: Aucky.

• 29 Agustus 2020. Tema Santo

Yohanes Pembaptis. Pemateri:

Kak Victo.

1.2 Kelompok REKAT (Remaja Katolik) dan OMK (Orang Muda Katolik)

Ada 3 kegiatan pembinaan via daring bagi kelompok Rekat dan 2 kegiatan OMK di Paroki Santo Yakobus yang diadakan awal bulan Agustus 2020. Bagi kelompok Rekat,

masing-masing temanya adalah The Final

Creation, Ngobrolin Sakramen, dan

Under Construction. Sedangkan bagi

OMK temanya adalah Triumph Glorious

Success dan Fight for Your Belief. Salah satu acara online gathering BIAK

(33)

Tema-tema untuk pembinaan via daring kelompok REKAT

(34)

1.3 Kelompok Orang Tua dalam Kerasulan Keluarga

Kelompok Orang Tua atau Umat Dewasa secara umum juga mendapat perhatian dari Paroki

Santo Yakobus.Ada acara

Reko-live-si atau Rekoleksi secara

live yang diadakan setiap bulan

untuk semua umat. Tema yang diambil untuk menguatkan iman umat dalam keluarga.

1.4 Kelompok Lansia (Lanjut Usia) atau KSP (Kelompok Senior Paroki)

Di Paroki Santo Yakobus,

KSP didampingi oleh Romo

Domi. Di masa pandemi, mereka

disemangati untuk mengikuti Ibadat Kerahiman Ilahi dan

Adorasi melalui kanal YouTube.

Acara reko-live-si atau rekoleksi secara live dari Paroki Santo Yakobus

Ibadat Kerahiman Ilahi yang dilakukan oleh Kelompok Lansia Paroki Santo Yakobus Surabaya

(35)

Kampanye calon ketua OMK Sayuka yang dilaksanakan secara online

Selama masa pandemi Covid-19,

kegiatan Pastoral Formatio di Paroki

Sayuka diselenggarakan secara online

(daring/dalam jaringan). Contohnya

pertemuan via Zoom tiap dua minggu

sekali oleh Kelompok BIAK Sayuka Wilayah A dan Wilayah B.

Kelompok OMK Sayuka di masa

pandemi Covid-19 tetap eksis dalam

pelayanan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan. Beberapa anggota OMK tetap terlibat aktif dalam pelayanan liturgi baik sebagai Pelayan Sabda Allah (PSA) sebagai lektor, pemazmur dan organis. Pada Minggu, 4 Oktober 2020, OMK Sayuka mengadakan kegiatan Kampanye Calon Ketua secara online.

III. Refleksi Pastoral Formatio

Berjenjang di Paroki

Dalam buku Formatio Iman

Berjenjang. Menjadi Orang Katolik yang Cerdas, Tangguh dan Misioner Sepanjang Hayat yang disusun Dewan

Karya Pastoral KAS, Thomas Groome

menyebutkan bahwa “Perkembangan iman seluruh umat Katolik sejak usia dini hingga usia lanjut menjadi tanggung jawab bersama baik keluarga, Sekolah Katolik maupun Paroki.”

“Formatio Iman Berjenjang bersifat fundamental dan eklesial. Artinya formatio iman anggota harus

dilaksanakan di dalam Gereja. Keluarga, Sekolah Katolik dan Paroki diharapkan menjadi tempat subur bagi tumbuh dan berkembangnya iman Katolik. Untuk mendukung keberhasilan formatio iman, dibutuhkan keterlibatan semua orang Katolik terutama orang tua, guru dan pendamping iman umat,” menurut

almarhum Mgr. J. Pujasumarta,

Uskup Keuskupan Agung Semarang. “Pengalaman hidup Yesus sebagai Putra Allah menjadi pola formatio iman bagi setiap orang Kristiani, juga bagi para

II Pastoral Formatio Digital di Paroki Santo Yusup Karangpilang (Sayuka)

(36)

gembala agar menghayati iman secara cerdas, tangguh dan misioner untuk membangun persaudaraan sejati,” tambahnya.

Realitas Pastoral Formatio Berjenjang di Keuskupan Surabaya dibahas dalam kegiatan “Diseminasi

Program Pastoral Bidang Formatio Keuskupan Surabaya” yang dihadiri para insan komisi di Balai Paroki Santo Aloysius Gonzaga Surabaya, Kamis, 10 September 2020. Semoga program Pastoral Bidang Formatio yang disusun berdasarkan Arah Dasar

Zoom Meeting dari Pembina BIAK Sayuka lingkungan B-9, Theresia Kartiningrum, S.Psi. dengan tema Minggu Ceria BIAK B9. Diselenggarakan pada Minggu, 11 Oktober 2020.

(37)

Keuskupan Surabaya 2020-2030, yakni mengakarumputkan Karya Pastoral berbasis lingkungan berfondasi Keluarga terwujud nyata dalam program tahun 2021 mendatang. Formatio iman tiap jenjang membuat iman umat Katolik semakin mengakar.

Dengan demikian umat Katolik bisa mendapat pendampingan iman secara intens dan terstruktur sesuai dengan kelompok usianya.

(38)

Lintas

Paroki

PEMBERKATAN DAN PELETAKAN

BATU PERTAMA

SANTO YOSAFAT,

SURABAYA

Hari Selasa, 22 September 2020, tepat jam 9 pagi sirine berbunyi di kawasan Kompleks Perumahan TNI Angkatan Laut Semolowaru Bahari, kawasan Surabaya Timur. Acara berlanjut dengan pelepasan burung merpati, pemotongan tumpeng, dan

penandatanganan prasasti peletakan batu pertama Gereja Santo Yosafat oleh Komandan Lantamal V Laksamana Pertama TNI Tedjo Sukmono, S.H., CHRMP., didampingi oleh Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono, Uskup Surabaya.

Daniel Gesang

Seksi Komsos

(39)

Acara peletakan batu pertama ini diawali satu jam sebelumnya dengan Misa yang dipersembahkan oleh Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono bersama RD. Agustinus Eka Winarno, Pastor Kepala Paroki Santa Maria Tak Bercela (SMTB), Ngagel Surabaya.

Lokasi Gereja Santo Yosafat tepatnya di Jl. KRI Yos Sudarso no. 8 dan dapat diakses melalui Jl. Ir.

Soekarno (atau MERR). Gereja ke-44 di Keuskupan Surabaya ini merupakan pengembangan dari Paroki Santa Maria Tak Bercela yang merupakan Paroki di Keuskupan Surabaya dengan jumlah umat terbanyak berdasarkan sensus beberapa tahun lalu.

(40)

Lintas

Paroki

YA, AKU BERSEDIA

SERTIJAB ROMO VIKEP SURABAYA BARAT

DAN KEPALA PAROKI ALOYSIUS GONZAGA,

SURABAYA

Jawaban “Ya, aku bersedia” tentunya akan menjadi tantangan dalam melaksanakan karya perutusan di manapun berada. Seperti homili yang disampaikan oleh RD. Yoseph Indra Kusuma yang terinspirasi dari Injil

Matius pada hari Minggu Biasa ke XXVI. Hal inilah salah satunya yang menjadi penguat para imam di Keuskupan Surabaya menjawab panggilan setiap perutusan di mana pun dan kapan pun sesuai kebutuhan Gereja.

Ilustrasi sakramen imamat. Sumber: 1.bp.blogspot.com

Lenny Widianti

Koordinator Seksi Pendidikan Paroki Aloysius Gonzaga, Surabaya

(41)

Salah satu mutasi imam Keuskupan Surabaya kali ini adalah Vikep Surabaya Barat sekaligus Romo Kepala Paroki Santo Aloysius Gonzaga (Algonz), Surabaya. Dari RD. Johanes Anano Sri Nugroho (Romo Nano) kepada RD. Skolastikus Agus Wibowo (Romo Bowo), yang sebelumnya bertugas di Paroki Santo Hilarius, Klepu, Ponorogo. Sertijab dilaksanakan Minggu pagi, 27 September 2020, di Algonz dengan misa yang dipimpin oleh RD. Yoseph Indra Kusuma, Sekretaris Keuskupan Surabaya.

Romo Nano yang telah bertugas di Paroki Algonz selama 5 tahun 1 bulan (periode 2015-2020) akan melanjutkan perutusan sebagai Kepala Paroki Santa Maria Annuntiata, Sidoarjo. Sedangkan Romo Bowo yang juga biasa dipanggil Gus Wo akan melanjutkan penggembalaan di Algonz untuk masa bakti 2020-2023, sesuai Surat Keputusan Uskup Surabaya tertanggal 9 Juli 2020.

(42)

SELAMAT DATANG

ROMO NANO DAN ROMO ARI

DI PAROKI SANTA MARIA ANUNTIATA, SIDOARJO

Lintas

Paroki

Lenny Widianti

Koordinator Seksi Pendidikan Paroki Aloysius Gonzaga Pada Sabtu sore, 3 Oktober 2020,

RD. Adrianus Akik Purwanto (Romo Akik), RD. Bernadus Satya Graha (Romo Satya), perwakilan umat Paroki Santo Aloysius Gonzaga (Algonz) yang terdiri dari DPP/BGKP, kelompok Kategorial WKRI, Legio Maria dan PDKI mengantarkan RD. Johanes Anano Sri Noegroho (Romo Nano) ke tempat tugasnya yang baru, Paroki Santa Maria Annuntiata, Sidoarjo.

Foto bersama peserta acara penyambutan Romo Nano dan Romo Ari di Paroki Santa Maria Anuntiata, Sidoarjo.

Jam 5 sore, usai doa bersama yang dipimpin Romo Akik, bus berisi rombongan berangkat menuju Sidoarjo. Sedangkan menyusul Romo Satya berkendara motor bersama teman-teman OMK. Setelah satu jam perjalanan, rombongan tiba dan disambut perwakilan umat Paroki Santa Maria Annuntiata.

(43)

Acara dibuka oleh RD. Agustinus Ferdian Dwi Prastiyo (Romo Ferdian) yang bertindak sebagai sebagai

Master of Ceremony (MC), kemudian

disambung oleh sharing RD. Yosef Eko

Budi Susilo (Romo Eko) yang sudah

tiga bulan ini bertugas sebagai pejabat sementara romo paroki. Romo Eko menceritakan dinamika di Paroki Santa Maria Annuntiata selama masa pandemi.

Acara kali ini juga menyambut RD. Aloysius Aratia Wardhana (Romo Ari) yang memulai pelayanannya di Paroki Santa Maria Annuntiata. Sebelumnya Romo Ari bertugas di Paroki Mater Dei, Madiun.

Dalam sambutan Elfira Herawati,

sekretaris DPP menyampaikan bahwa umat Algonz mendukung pelayanan

Romo Nano di manapun berada. Turut pula memberikan sambutan, Agustinus Budi Susilo, Kabid Formatio DPP Santa Maria Annuntiata.

Sebelum penutup. Romo Nano menceritakan pelayanan imamatnya dari awal hingga saat ini, serta mengucapkan terima kasih pada umat paroki selama menjadi Kapala Paroki Santo Aloysius Gonzaga.

Dalam perjalanan Imamatnya, para Romo siap untuk melakukan karya pewartaan di mana saja Seperti yang diistilahkan oleh Romo Eko sebagai

misi “Jembarake Dalemipun Gusti

agar cinta Tuhan pada umatnya dapat dirasakan melalui karya pengembalaan para Imam.

(44)

Lintas

Komisi

Tiga tahun sudah perjalanan pastoral teman-teman muda Komisi Kepemudaan (Komkep) Keuskupan Surabaya, terhitung dari pelantikan pengurus Komkep di kuartal terakhir tahun 2017. Pelantikan dirayakan dengan perayaan Ekaristi di Paroki Santo Aloysius Gonzaga itu menandai perjalanan tiga tahun teman-teman pengurus Komkep. Beribu cerita sudah terukir bersama dalam pelayanan pastoral para pengurus. Ada beberapa kegelisahan anak muda yang hendak kami jawab melalui program dan pelaksanaan kegiatan penunjang program. Beberapa diantaranya Musyawarah Pastoral OMK 2018

Teoderikus Bimo

Pengurus Komisi Kepemudaan Keuskupan Surabaya

MENGHAPUS JEJAK?!

REFLEKSI PERJALANAN PASTORAL DI KOMISI KEPEMUDAAN

KEUSKUPAN SURABAYA PERIODE 2017-2020

di Wisma Betlehem Puhsarang; penyusunan Modul Kewirausahaan untuk OMK bekerjasama dengan tim pengajar dari Fakultas Kewirausahaan Universitas Widya Mandala Surabaya; perumusan ide dasar Sekolah Pendamping dan Pendampingan bagi OMK di Keuskupan Surabaya; dan beberapa program lain.

Namun setiap awal akan selalu ada akhir, dan di setiap akhir akan bijaksana bila diberi tanda dengan merenungkan perjalanannya. Itulah sebabnya pada 10-11 Oktober 2020 lalu, para pengurus Komkep Surabaya memilih meluangkan waktu untuk berjumpa dan merenungkan bersama

(45)

perjalanan pastoral di Komkep selama tiga tahun tersebut. Bertempat di Resi Aloysii 1, Claket, Pacet, Mojokerto. Kami sekitar 16 orang yang berjumpa langsung dan 6 orang yang berjumpa melalui daring, memilih untuk merenungkan perjalanan tersebut.

Beberapa pengurus memilih berangkat bersama dari Jl. Mojopahit 17 tepat pukul 14.00. Namun karena cuaca yang buruk menyebabkan lalu lintas sedikit padat, maka kami baru tiba di Resi Aloysii pada pukul 16.45. Tepat pukul 17.00 beberapa dari pengurus Komkep Surabaya yang menghelat kelas

daring OMK Academy berpisah sejenak

untuk melaksanakan kelas pertemuan kedua yang dimulai pukul 17.00 dan berakhir pada 19.00. Sedangkan pengurus yang lain menghelat Doa Rosario bersama lewat daring pada pukul 18.00.

Serampungnya kelas daring

OMK Academy dan Doa Rosario daring tersebut, kami menikmati makan malam bersama. Tepat pada pukul 20.00 barulah kami memulai rekoleksi pengurus Komkep Surabaya. Romo Aloysius Widya Yanuar Nugraha (Romo Luis) selaku Ketua Komkep Surabaya membuka dengan menyampaikan maksud dari judul rekoleksi ini “Menghapus Jejak?!”. Romo Luis mengajak kita untuk benar-benar merenungkan apakah kita benar-benar hendak menghapus jejak perjalanan kita atau hendak meneruskan jejak perjalanan itu, meskipun memang bukan dengan pelayanan di Komkep Surabaya.

Kemudian dipandu Margaretha Brigita, pengurus Komkep Surabaya, peserta rekoleksi diajak untuk menyelami pengalaman berjumpa

(46)

dengan sesama pengurus, menemukan cerminan diri dari perjumpaan dengan masing-masing individu di Komkep Surabaya, serta menemukan kira-kira apa yang jadi kehendak Tuhan atas perjumpaan itu. Proses ini diberi tajuk “Mencari Jejak”. Malam itu benar-benar menjadi proses berjumpa dengan diri dan individu-individu di Komkep Surabaya. Proses ini berlangsung dari pukul 20.00 sampai dengan 22.00.

Selepas proses “Mencari Jejak” kami menikmati malam di Claket yang dihembus angin kencang itu dengan hidangan bakso hangat dan jagung bakar. Obrolan santai pun menemani angin kencang Claket malam itu, beberapa dari kami pun berbincang mengenai nilai-nilai yang dipelajari selama aktif di Komkep yang kemudian relevan dengan kehidupannya di dunia kerja. Malam pun kami tutup dengan berbagi cerita dan saling menginspirasi.

Esok pagi pukul 07.00, sesuai arahan dari Margaretha Brigita, kami masing-masing berpasangan untuk kemudian memilih tempat untuk merenung, mengamati alam sekitar entah dengan memandang, menghirup atau mendengar. Ada pun setelah proses mengamati alam sekitar tersebut, kami diajak untuk saling bertanya tentang hal-hal yang paling kami takuti, paling kami hindari dan hal yang tidak ingin kami lepaskan. Proses tersebut diberi judul “Mengusut Jejak”. Dalam proses tersebut kami diajak untuk merasakan betul karunia Tuhan melalui alam semesta, mengamati yang mungkin selama ini luput dari pengamatan kami dan diajak untuk berani bertanya lebih dalam kepada diri sendiri.

Selepas proses “Mengusut Jejak” kami bersih diri dan menikmati sarapan. Tandas sarapan di piring kami masing-masing, kami melanjutkan proses berikutnya yang bertajuk “Menghapus Jejak?!” Di proses ini, kami diajak untuk berjumpa dengan Tuhan yang ada di dalam diri kami masing-masing, yang

dalam bahasa Jawa disebut ‘Ingsun’,

untuk kemudian kami bercengkerama dengan Tuhan yang ada dalam diri kami masing-masing. Dalam dialog antara kami masing-masing dengan Tuhan tersebut, kami diajak untuk menemukan satu pengalaman selama berkarya di Komkep Surabaya yang hendak kami jadikan bekal masing-masing dalam hidup kami, menemukan jejak langkah selama di Komkep Surabaya yang paling membekas. Setelah menemukan jejak langkah tersebut, kami diajak untuk menentukan jejak langkah apa yang hendak kami ukir di kehidupan kami masing-masing setelah itu.

Usai menjalankan proses “Menghapus Jejak?!”, kami menutup rangkaian Rekoleksi Komkep tersebut dengan perayaan Ekaristi di kapel Resi Aloysii. Kemudian bersiap pulang ke Surabaya.

Begitulah upaya kami, pengurus Komkep Surabaya periode 2017-2020 untuk merenungkan dan menandai proses perjalanan hidup kami selama berkarya di Komisi Kepemudaan Keuskupan Surabaya. Semoga pelayanan ini senantiasa berkenan di hati Tuhan. Amin

(47)

“Sekali lagi soal solidaritas!” Itulah kata yang sering diulang oleh para pemimpin, tokoh moral, pendidik dan para agamawan. Itu pula yang selama

berbulan-bulan terakhir terus disuarakan oleh para pemikir ketika merefleksikan

situasi pandemi.

Solidaritas sebagai kesukarelaan untuk menanggung beban hidup dalam

kebersamaan, konon merupakan kunci agar kita dapat melalui masa suram akibat

pandemi. Yang menarik, kebersamaan di masa pandemi harus dilakukan secara berbeda: kita harus saling membantu, tapi tidak dilakukan bersama dalam arti menempati ruang yang sama. Jarak harus dijaga. Protokol kesehatan sangat ketat berbicara tentang manajemen ruang. Bila mengingat aspek ruang, solidaritas dalam arti umumnya dapat kita maknai sebagai hidup dalam ruang yang sama, menghirup udara yang sama, sama sehat atau sama tercemarnya. Akan tetapi, adakah solidaritas yang bertujuan akhir menderita dan bahkan mati bersama? Bukankah solidaritas dijalani justru untuk mencapai keselamatan bersama?

Berhadapan dengan situasi minimnya sekat antar negara, siapapun bisa memulai wabah bagi siapa saja. Oleh karena itu, kritik Sekretaris Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus terhadap pemimpin negara yang ingin mendistribusikan vaksin hanya di negaranya sendiri menjadi relevan. Berhadapan dengan wabah, “kita harus pulih bersama”. Untuk itu, solidaritas adalah salah satu obat paling mujarab untuk sekurang-kurangnya bertahan hidup lebih lama di masa pandemi.

Untara Simon, SS., M.Hum

Dosen Fakultas Filsafat

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Kolom

Filsafat

REINTERPRETASI SOLIDARITAS

(48)

Solidaritas dan berbagai gerakannya bukanlah hal baru. Bahkan jauh sebelum pergumulan gagasan para teolog Kristen tentang solidaritas teologis

sebagaimana nampak dalam kajian-kajian Kristologi yang merefleksikan inkarnasi

sebagai bentuk solidaritas Yang Ilahi, tradisi Romawi telah mengenal kewajiban

bernama obligatio in solidum (Kurt Bayertz, 1999). Dalam tradisi keluarga besar,

utang (obligatio)salah satu anggota keluarga harus juga ditanggung oleh seluruh

anggota keluarga. Dengan demikian, bila si pengutang tidak mau membayar, yang akan dihukum karena dia lari dari tanggung jawab itu adalah keluarganya, tempat ia ‘diikat’ dalam ikatan moral-emosional. Apa salah anggota keluarganya? Tidak ada kesalahan melekat pada mereka tapi bahwa mereka terikat secara moral-emosional satu sama lain, siapapun harus juga mau menanggung beban sesama anggota keluarganya. Karena itulah, hukuman terhadap satu orang harus ditanggung bersama. Tradisi ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan tradisi nusantara yang kental dengan nuansa kegotongroyongan. Secara satir sering disebut: jika orang tidak mau hadir dalam kerja bersama ini, barangkali, nanti saat meninggal dunia, dia juga menggali kubur dan berjalan sendiri di liang lahat; tidak butuh tetangganya. Bentuknya berbeda, tapi prinsipnya sama, ikatan hidup bersama mengharuskan kita menanggung beban yang kurang lebih sama.

Dalam tradisi yang lebih baru pasca revolusi industri di Eropa, nuansa untuk menanggung beban secara bersama nampak dalam gerakan kebersamaan para buruh. Buruh pada masa revolusi industri adalah orang-orang yang mengandalkan otot dan tenaga mereka untuk “dijual” pada pemilik modal (terutama tuan tanah dan pemilik pabrik industri). Para buruh tidak memiliki modal untuk menyediakan bahan baku dan tidak memiliki peralatan untuk mengubah bahan mentah menjadi komoditas (barang produksi). Hasil kerja mereka pun tidak mereka miliki sebab mereka hanya bekerja pada pemilik modal yang memiliki semuanya, termasuk tenaga mereka yang dibeli senilai upah yang disepakati. Sadar bahwa jumlah mereka banyak, para buruh paham bahwa selain tenaga yang telah mereka jual, jumlah dan ikatan persaudaraan atas dasar kesamaan nasib dan beban hidup yang berat merupakan modal yang bisa mengubah takdir mereka. Dari sana muncul kesukarelaan untuk membela satu sama lain sebab tanpa sikap itu, jumlah mereka yang banyak menjadi tidak berarti di hadapan pemilik modal yang jumlahnya sedikit namun sedemikian berkuasa atas mereka. Muncullah berbagai bentuk baru dari upaya menanggung beban bersama. Dalam kebersamaan, mereka mampu meningkatkan daya tawar mereka di hadapan pemilik modal, sehingga mulailah terbentuk berbagai kesepakatan baru yang mengupayakan perbaikan nasib buruh. Hingga kini, kisah-kisah perjuangan para buruh industri untuk mengupayakan perbaikan nasib terus berkembang di seluruh dunia dengan cara yang berbeda-beda namun dengan tujuan yang kurang lebih sama. Wujudnya adalah daya tawar yang cukup kuat di tempat-tempat kerja yang ikatan solidaritas pekerjanya tinggi dan gerakannya tersistematisasi.

Secara politik, solidaritas terwujud dalam sikap penuh kesukarelaan untuk menanggung beban bersama menjadi energi bagi mobilisasi massa. Khususnya pada masa demokrasi ini, semakin nampak bahwa solidaritas pada dasarnya tidak

(49)

pernah lepas dari ciri politis masyarakat demokratis. Atas nama perbaikan situasi masyarakat, solidaritas disuarakan untuk menggalang massa dan memenangkan pertarungan kekuasaan. Di sini, analisis-analisis tentang kesamaan nasib bisa dibuat sedemikian rupa agar solidaritas dan berbagai jargonnya bisa efektif menggalang massa di saat pilkada, pilpres atau momen-momen demokrasi lainnya. Bahkan hal ini bisa juga terjadi saat pandemi ketika pandemi melulu dilihat sebagai momen politik praktis demi perebutan pengaruh dan kekuasaan publik.

Tapi betulkah ide solidaritas yang berujung kebersamaan aktivitas itu harus dimaknai sebagai pergerakan dalam kebersamaan? Pandemi ini memaksa kita untuk merenungkan lagi makna solidaritas. Suka atau tidak, masa pandemi ini adalah masa ketika kita tidak bisa percaya pada siapapun di sekitar kita, sebab siapapun dalam kondisi apapun bisa menjadi pembawa petaka dalam kehidupan

kita. Zizek, seorang filsuf Eropa Timur, menyebut bahwa “tiap orang harus

dilindungi, tapi mereka tidak boleh dipercaya” (2020). Bila kita mau selamat, kita sendiri bahkan tidak boleh percaya pada bagian-bagian tubuh kita sebab sangat mungkin tiap sentuhan terhadap tubuh kita akan membawa petaka bagi kesehatan dan keselamatan kita. Maka makna solidaritas yang berujung pada kebersamaan yang saling percaya satu sama lain harus ditafsir ulang. Kita boleh percaya apa yang dikatakan orang terdekat kita tentang kondisi kesehatannya, tapi boleh pula kita meragukan kompetensinya untuk menilai kesehatannya sendiri. Sehingga protokol kesehatan harus tetap dijalankan dan jarak tetap harus dijaga. Menariknya ini juga dilakukan atas nama solidaritas agar tidak ada kluster penularan baru di sekitar kita. Atas nama solidaritas, kita bisa melakukan apapun bersama tapi tidak untuk

berbagi ruang fisik yang sama. Sekurang-kurangnya, keringat kita, air liur kita dan

berbagai zat penular penyakit yang mungkin muncul dari tubuh kita tidak boleh

Gambar

Ilustrasi komunitas Gereja. Sumber: lh3.googleusercontent.com
Ilustrasi keanekaragaman dalam persekutuan. Sumber: www.lightoftheworldbradford.org.uk
Ilustrasi persekutuan murid-murid Kristus. Sumber: www.resourceumc.org
Ilustrasi Yesus Kristus sebagai Sang Guru. Sumber: blclifton.com
+4

Referensi

Dokumen terkait