• Tidak ada hasil yang ditemukan

LADANG BARU PEWARTAAN IMAN

Dalam dokumen JUBILEUM NOVEMBER 2020 (Halaman 60-66)

Pengantar

Pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia sejak akhir tahun 2019

mengubah rutinitas sebagian besar masyarakat di seluruh dunia. Covid-19 juga memaksa banyak lembaga, institusi, perusahaan dan banyak hal lainnya untuk mencari cara agar dapur tetap mengepul di tengah pandemi yang tak kunjung berakhir. Begitu pula dunia pendidikan yang berusaha untuk tetap mengusahakan pembelajaran di tengah pandemi, baik menggunakan media daring ataupun melalui televisi. Selain itu, pewartaan kabar sukacita juga sedang menggarap ladang yang semenjak dulu kurang diperhatikan. Ladang baru pewartaan tersebut adalah dunia maya. Dengan kata lain, di tengah pandemi banyak hal di dunia mengalami reformasi tidak terkecuali dunia pendidikan dan pewartaan.

Dunia Pendidikan yang Berubah Akibat Pandemi Covid-19

Hingga awal tahun 2020, tidak ada yang banyak menduga bahwa Covid-19 akan merubah wajah banyak aspek kehidupan. Salah satu aspek yang juga mengalami perubahan adalah pendidikan. Sebelum Covid-19, pendidikan formal yang dijalani secara normal oleh anak-anak adalah datang ke sekolah, mendengarkan guru menerangkan bahan ajar serta bertemu teman sebaya. Semenjak Covid-19, seiring dengan kebijakan untuk belajar dari rumah, kegiatan pendidikan formal yang normal tersebut mau tidak mau berubah menjadi pendidikan jarak jauh dengan mengandalkan koneksi internet, komputer, atau ponsel pintar. Anak-anak yang awalnya harus berangkat ke sekolah, kini hanya perlu duduk di depan layar komputer dan mengikuti pelajaran secara daring atau menyaksikan tayangan pembelajaran di TVRI yang merupakan program kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan daring bukanlah hal baru. Munculnya media streaming seperti YouTube dan semakin berkembangnya bimbingan belajar berbasis daring dapat dianggap sebagai awal pendidikan secara daring. Akan tetapi, baik guru dan siswa, tidak semuanya dapat beradaptasi dengan metode pendidikan daring. Masih banyak di antara mereka yang masih nyaman dengan gaya pembelajaran tradisional yakni pembelajaran tatap muka.

Dengan kondisi dunia yang dilanda pandemi seperti sekarang ini, pendidikan secara daring merupakan jalan keluar yang paling tepat dan masuk akal. Akan tetapi, pendidikan secara daring bukannya tanpa masalah. Keharusan

untuk terkoneksi dengan jaringan internet membuat beberapa siswa mengeluh karena tidak memiliki biaya untuk membeli kuota internet. Belum lagi pendidikan daring malah memberikan banyak tugas dari guru. Selain itu, para siswa mengalami kebosanan karena tidak dapat bersua dengan teman sebayanya. Hal ini sesuai dengan survei yang dilakukan KPAI pada 13-20 April, sebagaimana dipaparkan oleh Robertus Robert dalam Tempo Edisi 4-10 Mei 2020, yang menyatakan bahwa 76,7% siswa menyatakan tidak senang mengikuti pembelajaran jarak jauh dengan alasan yang telah dipaparkan sebelumnya.1

Terlepas dengan efek positif dan negatif dari pembelajaran daring, hal yang paling penting dalam belajar dari rumah adalah peran orang tua dalam mendidik. Selain belajar dari rumah, kebijakan lain yang diterapkan selama pandemi: belajar dan beribadah di rumah. Kebijakan tersebut membuat lebih banyak waktu bagi orang tua untuk tetap di rumah bersama anak-anak. Hal ini seharusnya dipandang sebagai suatu hal yang positif mengingat bahwa tidak banyak orang tua memiliki waktu untuk bersama dengan anaknya. Ada bersama di rumah menjadi kesempatan bagi orang tua untuk menjalankan kewajibannya yang tidak kalah penting dari memenuhi sandang, pangan, papan yakni mendidik anak.

Dalam Gravissimum Educationis (GE) 3, orang tua terikat kewajiban amat berat untuk mendidik anak mereka.2 Orang tualah yang pertama-tama mempunyai kewajiban dan hak yang pantang diganggu gugat untuk mendidik anak-anak mereka.3 Keluarga menjadi lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi seseorang. Keluarga adalah satu persekutuan dengan kelebihan-kelebihan khusus: ia dipanggil untuk mewujudkan “komunikasi hati penuh kebaikan, kesepakatan suami isteri, dan kerja sama orang tua yang tekun dalam pendidikan anak-anak”.4

Dengan kata lain, ketika orang tua menyekolahkan anaknya di suatu sekolah, hal ini tidak melepaskan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik yang pertama bagi anaknya. Sekolah hanya sarana bantu bagi orang tua untuk dapat mendidik anak dengan baik.

Dalam mengusahakan pendidikan ketika berada di rumah, ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua. Pertama, orang tua dapat mendampingi anak yang sedang melaksanakan pembelajaran secara daring. Kedua, orang tua dapat menjadi pendengar yang baik terhadap keluh kesah anak dan sebisa mungkin memberikan penghiburan yang berguna bagi anaknya. Ketiga, sebagai orang yang beriman, orang tua dapat menyempatkan diri untuk memberikan pengajaran iman kepada anaknya.

1

Lih. Robertus Robert, Pendidikan Kita Setelah Pandemi, dalam Tempo Edisi 4-10 Mei 2020,

hlm. 50-51.

2

Konferensi Waligereja Indonesia, Dokumen Konsili Vatikan II, Gravissimum Educationis

(Pernyataan Tentang Pendidikan Kristen), Jakarta: Obor, 1993, art. 3

3

Ibid., art. 6

4

Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara, Katekismus Gereja Katolik, diterjemahkan oleh

Memberikan pengajaran iman kepada anak merupakan suatu keharusan oleh karena orang tua telah berjanji kepada Tuhan untuk mengenalkan anaknya kepada Tuhan. Selain itu, berkat baptisan yang diterima, orang tua juga mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus. Oleh karena itu, orang tua memiliki kewajiban untuk menjalankan tugas tersebut seturut dengan kemampuan mereka dalam melaksanakan perutusan segenap Umat Kristiani dalam Gereja dan di dunia.5

Melalui teladan orang tua diharapkan anak-anak lebih mudah menemukan jalan perikemanusiaan, keselamatan dan kesucian.6

Tambahan lagi, berkat baptisan yang diterima pula, seluruh umat beriman beroleh kewajiban untuk menjadi pewarta kabar sukacita di tengah dunia. Tentu di tengah pandemi ini, banyak orang kesulitan untuk datang ke Gereja untuk mendengarkan pengajaran iman yang disampaikan melalui homili para imam di gereja atau kegiatan-kegiatan rohani yang biasanya diikuti oleh umat beriman. Pewartaan seakan dibuat tidak bergerak di tengah pandemi yang melanda dunia. Akan tetapi, umat beriman berada di dunia yang mana jarak tak lagi menjadi penghalang untuk dapat saling bertemu. Umat beriman berada di dunia yang berbeda dengan dunia yang ditinggali para murid Yesus yang untuk mewartakan iman, mereka harus melakukan perjalanan jauh atau membuat surat yang berisi ajaran iman. Umat beriman sekarang, selain berada di dunia nyata, juga tinggal di dunia maya. Dunia maya inilah yang kiranya menjadi ladang baru bagi pewartaan kabar sukacita. Ladang baru ini memungkinkan umat beriman untuk dapat mewartakan iman tanpa harus melakukan perjalanan jauh dan susah payah. Ladang baru ini juga memungkinkan umat untuk mewartakan kabar sukacita ke seluruh dunia dengan lebih praktis dan efisien.

Pergilah ke Seluruh Dunia (Markus 16:15)

Perintah Yesus kepada murid untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia kiranya menjadi dasar bagi pewartaan Kabar Sukacita di dunia maya. Para murid dahulu tidak akan memiliki pemikiran bahwa ‘dunia’ yang dimaksud oleh Yesus ketika Ia memberi perutusan juga akan mencakup dunia maya, dunia yang pada masa itu pasti akan sulit untuk dibayangkan oleh mereka. Jelas saja tak terbayang, sebab pada masa itu belum ada teknologi yang secanggih sekarang. Semenjak beroleh perutusan tersebut, para murid melakukan perjalanan jauh untuk mewartakan Yesus. Ada pula yang menulis surat untuk menyapa, menguatkan, atau mengajarkan iman kepada mereka yang berada di lokasi yang tak terjangkau atau tidak sempat untuk dikunjungi.

5

Bdk. Konferensi Waligereja Indonesia, Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium

(Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja), Jakarta: Obor, 1993, art. 31.

6

Konferensi Waligereja Indonesia, Dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium Et Spes (Konstitusi Pastoral Tentang Gereja Di Dunia Dewasa Ini), Jakarta: Obor, 1993, art. 48.

Para murid Yesus sekarang, yang oleh karena baptisannya diangkat menjadi anak Allah, juga beroleh perutusan yang sama ‘Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil’ (Markus 16:15). Umat beriman yang hidup di dunia sekarang, punya tugas untuk mengembangkan sayap pewartaan ke dunia yang dulu

tidak dijangkau oleh para murid, yakni dunia maya. Dapat dikatakan bahwa dunia maya merupakan ladang pewartaan yang kurang tergarap. Munculnya pandemi membuat banyak pihak dalam gereja perlu untuk mempersiapkan ladang baru ini dengan serius. Covid-19 seakan menjadi katalis bagi pewartaan digital yang sudah berjalan. Sebenarnya, sudah ada banyak media pewartaan iman di dunia maya. Banyak web, akun media sosial, kanal YouTube yang sudah memulai pewartaan di dunia maya. Akan tetapi, mewartakan iman adalah tugas seluruh umat beriman. Oleh karena itu, semua perlu untuk terlibat dalam mewartakan Injil ke seluruh dunia.

Mewartakan Injil Hingga Dunia Maya

Pewartaan di dunia maya menuntut kreativitas dari umat beriman agar warta yang disampaikan dapat ditangkap dengan tepat oleh yang menikmatinya. Pewartaan di dunia maya juga diharapkan lepas dari paradigma tradisional yakni bahwa pewartaan harus diadakan di gereja, baik melalui homili para imam atau hal-hal lain. Selain itu perlu untuk disadari bersama bahwa ada beberapa hal positif dari pewartaan di dunia maya. Pertama, pewartaan di dunia maya mampu menjangkau bahkan di daerah yang terpencil dan juga seluruh belahan bumi mana pun. Kedua, pewartaan di dunia maya memberikan kesegaran rohani bagi umat beriman di tengah banjir arus informasi yang membuat lelah. Hal ini sesuai dengan perkataan Yesus ‘Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu’ (Matius 11:28).

Sebagaimana Paulus yang semenjak pertobatannya gencar untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia, umat beriman hendaknya memiliki semangat yang sama pula untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia. Paulus yang banyak menulis surat untuk menyapa dan meneguhkan iman umat beriman di suatu daerah hendaknya menjadi panutan bagi umat beriman sekarang untuk juga membuat atau menulis sesuatu yang berkaitan dengan iman akan Yesus Kristus untuk juga meneguhkan umat beriman lainnya. Umat beriman hendaknya menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-14). Sekali lagi, seluruh umat beriman memiliki panggilan yang sama untuk menjadi pewarta iman ke seluruh dunia berkat baptisan yang ia terima. Adapun umat beriman dapat dengan sekreatif mungkin mengekspresikan iman mereka baik melalui tulisan, lukisan, foto, video dengan tetap memperhatikan ajaran Gereja Katolik.

Menjadi pewarta memang bukanlah kegiatan yang akan menghasilkan banyak profit. Bahkan tak jarang umat beriman harus menggunakan dana pribadi untuk menghasilkan konten yang baik dan bisa dinikmati oleh banyak orang. Hal ini karena pewartaan adalah sebuah pelayanan daripada sebuah pekerjaan. Pelayanan yang didasarkan pada cinta akan Kristus dan sesama manusia. Pelayanan yang berusaha untuk memberikan nutrisi rohani bagi umat beriman yang mengalami kekeringan rohani. Pelayanan yang berusaha untuk membawa umat beriman menemukan jalan kembali untuk bersatu dengan Tuhan Yesus yang merupakan pokok anggur (Yohanes 15:1). Dalam menjalankan pelayanan sebagai pewarta Kabar Sukacita, hendaknya perkataan Paulus selalu menggema dalam hati seluruh umat beriman ‘Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil’ (I Korintus 9:18).

Referensi

Charismiadji, Indra, Wartakan Injil Sampai Dunia Maya, Majalah Hidup No. 17, 26 April 2020.

Konferensi Waligereja Indonesia, Dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium Et Spes (Konstitusi Pastoral Tentang Gereja Di Dunia Dewasa Ini), Jakarta: Obor, 1993. Konferensi Waligereja Indonesia, Dokumen Konsili Vatikan II, Gravissimum

Educationis (Pernyataan Tentang Pendidikan Kristen), Jakarta: Obor, 1993. Konferensi Waligereja Indonesia, Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium

(Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja), Jakarta: Obor, 1993.

Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara, Katekismus Gereja Katolik, diterjemahkan oleh Herman Embuiru, Penerbit Nusa Indah, Ende 2007. Robert, Robertus, Pendidikan Kita Setelah Pandemi, Majalah Tempo Edisi 4-10 Mei

Obituari

SR. PHILOMENE PK MELAYANI

Dalam dokumen JUBILEUM NOVEMBER 2020 (Halaman 60-66)