• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1.Obligasi

Obligasi merupakan surat pengakuan utang yang diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta kepada investor, di mana utang ini akan dibayarkan pada masa yang ditentukan.

Menurut Bodie, et. al (2008), bahwa obligasi adalah sekuritas yang mewajibkan penerbit untuk membuat pembayaran tertentu kepada pemegangnya pada saat-saat tertentu sepanjang periode obligasi. Tipikal kupon mewajibkan penerbit untuk melakukan pembayaran bunga, biasanya secara semi annual, yang disebut pembayaran kupon (coupon payment) kepada pemegang obligasi tertentu.

Menurut Reilly dan Brown (2003), obligasi dapat dikareakteristikkan berdasarkan tiga hal yaitu (a) fitur intrinsik (b) tipe penerbitan, atau (c) fitur yang mempengaruhi arus kas dan atau maturitasnya.

a. Fitur Intrinsik

Kupon, maturitas, nilai principal dan tipe kepemilikan adalah fitur intrinsik yang penting dari obligasi. Kupon mengindikasikan pendapatan yang akan diterima dari investor obligasi selama periode pemegangan obligasi. Disebut juga pendapatan bunga, pendapatan kupon atau imbal hasil nominal (nominal yield). Term to maturity berisikan tanggal atau jumlah tahun sebelum obligasi jatuh tempo. Ada dua tipe maturitas, yang paling umum adalah obligasi termin (term bond) yang memiliki

(2)

satu tanggal maturitas. Lainnya adalah obligasi seri yang memiliki beberapa seri tanggal maturitas.

Principal atau nilai par mewakili nilai asli dari obligasi. Nilai principal tidak sama dengan nilai pasar obligasi. Nilai pasar dari penerbitan dapat meningkat atau lebih rendah dari nilai prinsipalnya karena perbedaan kupon dan tingkat suku bunga pasar. Jika suku bunga pasar diatas tingkat kupon, obligasi akan dijual pada diskon terhadap par. Sedangkan jika suku bunga psar di bawah tingkat kupon, obligasi akan dijual pada premi diatas par.

Berdasarkan kepemilikan, obligasi dapat dibedakan menjadi bearer bond dan registered bond. Pada bearer bond, pemegang (bearer) adalah pemilik, sehingga penerbit tidak mencatat kepemilikan. Bunga pada bearer bond diperoleh berdasarkan kupon yang disertakan pada obligasi yang kemudian dikirimkan kepada penerbit untuk memperoleh pembayaran. Sebaliknya penerbit pada registered bond mencatat kepemilikan dan membayarkan bunga langsung kepada pemegang.

b. Tipe penerbitan

Secured (senior) bonds didukung oleh klaim legal terhadap beberapa properti tertentu dari penerbit jika terjadi gagal bayar (default). Contohnya adalah mortgage bond yang dijamin oleh aset real eastate. Unsecured bonds didukung hanya oleh janji dari penerbit untuk membayar bunga dan prisipal tepat waktu. Subordinate (junior) debentures memiliki klaim terhadap pendapatan dan aset dibawah debenture lain. Refunding issues, menyediakan dana untuk mengakhiri penerbitan lain sebelum waktunya. Indenture adalah kontrak antara penerbit dan pemegang

(3)

obligasi yang berisikan persyaratan legal penerbit. Trustee (biasanya bank) bertindak sebagai wakil dari pemegang obligasi memastikan bahwa kondisi indenture terpenuhi, termasuk pembayaran tepat waktu atas prinsipal dan bunga. c. Fitur-fitur yang mempengaruhi maturitas obligasi

Callable bonds adalah jenis obligasi yang dapat dibeli kembali oleh penerbit pada harga call tertentu selama periode call. Freely callable provision, mengizinkan penerbit untuk melunasi obligasi kapan saja dengan periode pemberitahuan 30 hingga 60 hari. Deffered call provision berarti penerbit tidak dapat melakukan call untuk periode waktu tertentu setelah tangal penerbitan (misalnya 5 sampai 10 tahun). Pada akhir periode penundaan call, obligasi menjadi freely callable (dapat di-call). Noncallable provision berarti penerbit tidak dapat melakukan call hingga jatuh tempo. Obligasi yang dapat di-call memiliki premi, dimana nilainya diatas maturitas yang harus dibayar penerbit kepada pemegang obligasi karena telah mengakhiri obligasi pada waktu yang lebih awal dai maturitas. Nonrefunding provision melarang adanya call dan penyelesaian obligasi secara premature.

2.1.2.Jenis-jenis Obligasi

(4)

a. Berdasarkan Penerbit (Issuer)

1. Obligasi Pemerintah (Treasury)

Obligasi jenis ini diterbitkan oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Pemerintah meminjam dana dengan menjual treasury notes dan obligasi (bonds). T-note memiliki maturitas di atas 10 tahun, sedangkan T-bond diterbitkan dengan maturitas dari 10 hingga 30 tahun. Baik obligasi dan note memberikan pembayaran bunga secara semiannual yang disebut pembayaran kupon (coupon payment). Disamping perbedaan maturitas mereka saat penerbitan, satu-satunya perbedaan utama antara T-notes dan T-bond adalah T-bond dapat di-call selama periode tertentu, biasanya lima tahun terakhir dari umur obligasi. Di Indonesia, obligasi jenis ini diterbitkan dengan nama Surat Utang Negara.

2. Obligasi munisipal

Obligasi ini diterbitkan oleh pemerintah local atau pemerintah daerah. Obligasi ini mirip dengan obligasi pemerintah, kecuali pendapatan bunga diperoleh dari pajak pemerintah daerah.

3. Obligasi Korporasi

Obligasi ini diterbitkan oleh perusahaan tertentu yang ingin meminjam dana langsung dari publik. Struktur obligasi jenis ini seperti penerbitan obligasi pemerintah dimana meraka umumnya membayar kupon secara semiannual dan mengembalikan face value (nilai nominal) kepada pemegang obligasi saat maturitas. Perbedaan utama obligasi jenis ini dengan obligasi pemerintah

(5)

terletak pada risiko. Risiko gagal bayar adalah hal yang benar-benar perlu dipertimbangkan dalam pembelian obligasi korporasi. Obligasi korporasi biasanya datang dengan kupon terlampir.

b. Berdasarkan Suku Bunga Kupon

1. Fixed Rate/Straight Bonds

Pembayaran bunga pada obligasi ini berdasarkan tingkat bunga tetap yang telah ditentukan. Investor akan mendapatkan keuntungan atas investasi obligasinya delam jumlah yang pasti (fixed). Kelemahan obligasi ini adalah ketika tingkat suku bunga deposito perbankan di atas suku bunga obligasi tersebut, investor mengalami potensi kerugian sebab lebih menguntungkan investasinya apabila ditaruh di deposito. Namun sebaliknya, jika suku bunga deposito lebih rendah maka investor akan mendapatkan keuntungan.

2. Floating Rate/ Adjustable/Variable-Rate Bonds

Umumnya pada obligasi jenis ini, pembayaran bunga selalu berubah selama mas hidup obligasi. Tingkat bunga biasanya didasari oleh indeks keuangan tertentu seperti London Interbank Officer Rate (LIBOR) atau tingkat suku bunga pemerintah seperti SBI di Indonesia.

3. Mixed Rate Bonds

Obligasi ini adalah obligasi dengan suku bunga kombinasi dari suku bunga tetap dan mengambang. Perhitungannya dalah jumlah suku bunga tetap ditambah rata-rata suku bunga mengambang dibagi dua. Keuntungan dari

(6)

obligasi ini adalah tingkat suku bunga relative moderat serta lebih konservatif dalam penentuan suku bunga kupon.

4. Zero –Coupon Bonds

Obligasi jenis ini adalah obligasi yang diterbitkan tanpa pembayaran kupon. Investor hanya menrima nilai par pada tanggal maturitas dan tidak menerima pembayaran bunga. Obligasi ini diterbitkan dengan harga dibawah nilai par dan return yang diperoleh investor hanya berdasarkan perbedaan antara harga penerbitan dan pembayaran nilai par saat maturitas.

c. Berdasarkan Kepemilikan

1. Register Bond (Obligasi Terdaftar/ Atas Nama)

Nama pembeli tercantum dalam sertifikat obligasi jenis ini. Setiap transaksi berpindah tangan, nama pembeli terakhir harus di-endorse (ditulis dan dicap stempel) di balik sertifikat obligasi. Pihak yang berhak mencairkan obligasi tersebut adalah pemilik yang namanya tercantum dalam endorse terakhir. 2. Bearer Bond (Obligasi Atas Unjuk)

Obligasi ini memberikan hak kepada siapa saja pemegang sertifikat obligasi ini untuk mencairkannya dan secara hokum tidak memerlukan endorsement karena tidak mencantumkan nama pemilik. Obligasi atas unjuk yang dapat diubah menjadi obligasi terdaftar disebut interchangeable bonds.

(7)

d. Berdasarkan Jaminan

1. Guaranteed Bond (Obligasi dijamin garansi)

Pembayaran pokok dan bunga obligasi ini dijamin oleh institusi atau perusahaan yang buka penerbit obligasi tersebut. Biasanya obligasi ini dikeluarkan oleh anak perusahaan dan dijamin oleh induk perusahaan tersebut.

2. Mortgage Bond (Obligasi dijamin properti)

Obligasi ini diterbitkan dengan property milik penerbit sebagai jaminan. 3. Collateral Trust Bond (Obligasi dijamin surat berharga)

Obligasi ini dijamin oleh surat berharga lainnya, biasanya disimpan oleh pihak bank atau wali amanat.

4. Equipment Bond (Obligasi dijamin peralatan)

Penjaminan obligasi ini didasarkan atas hak gadai atau hak jual atas peralatan tertentu kepada pemegang obligasi. Apabila terjadi gagal bayar pemegang obligasi dapat mengeksekusi penjualan atas peraltan tersebut.

5. Debenture Bond/Unsecured Bond (Obligasi tanpa jaminan)

Obligasi ini hanya dijamin dengan itikad baik (good will) penerbit, biasanya diterbitkan oleh pemerintah. Kebalikan dari obligasi ini adalah secured bond (obligasi dengan jaminan) yaitu obligasi yang telah dibahas sebelumnya.

(8)

e. Berdasarkan Pelunasan

1. Serial Bond (Obligasi Berseri)

Metode pelunasan obligasi dilakukan secara bertahap sesuai tanggal jatuh tempo yang dijadwalkan pada periode tertentu sampai pelunasan keseluruhan obligasi.

2. Callable Bond

Obligasi ini memberikan hak opsi bagi penerbit untuk membeli kembali sebagian atau keseluruhan obligasi pada harga dan waktu yang telah ditentukan sebelum masa jatuh tempo. Opsi membeli kembali ini lebih baik dijalankan pada saat suku bunga turun.

3. Putable Bond

Obligasi dengan hak opsi bagi pemegang obligasi untuk dapat menjual atau mendapatkan pelunasan pada harga dan waktu yang telah ditentukan sebelum jatuh tempo. Opsi menjual kembali ini lebih baik dijalankan pada saat suku bunga naik.

4. Sikning Fund Bond (Obligasi dengan dana pelunasan)

Metode pelunasan obligasi ini didukung dengan dana pelunasan yang diakumulasikan secara tetap dari penyisihan laba bersih emiten.

5. Perpetual Bond (Obligasi tanpa jatuh tempo)

Obligasi ini tidak memiliki waktu jatuh tempo, tidak dapat ditebus, serta memiliki kewajiban membayar pendapatan bunga tetap (annuity bond).

(9)

f. Berdasarkan Penukaran

1. Convertible Bond (Obligasi Konversi)

Obligasi yang dapat ditukar dengan sekuritas lain seperti saham, biasanya pad tanggal dan harga tertentu.

2. Exchangeable Bond

Obligasi dimana principal pinjamannya dibayar dengan menggunakan saham perusahaan lain.

g. Berdasarkan Lokasi Penerbitan

1. Domestic Bond

Obligasi ini diterbitkan untuk jangkauan pasar domestik dan biasanya menggunakan denominasi mata uang Negara di mana obligasi diterbitkan. 2. International Bond

Obligasi jenis ini diterbitkan oleh perusahaan atau pemerintah asing. Eurobond adalah obligasi yang didenominasi dalam mata uang selain amata uang Negara dimana obligasi tersebut diterbitkan. Contohnya, obligasi yang didenominasi oleh dollar dijual di Inggris disebut obligasi Eurodollar. Obligasi yang didenominasi mata uang Yen dijual di Negara di luar Jepang disebut Euroyen. Sebaliknya ada juga jenis obligasi yang diterbitkan oleh pihak asing di Negara selain negaranya dan menggunakan mata uang investor Negara tersebut. Contohnya adalah Yankee Bond, obligasi yang didenominasi dalam dollar dijual di Amerika penerbit non-Amerika.

(10)

2.1.3. Risiko Obligasi

Berikut ini adalah risiko-risiko umum yang dihadapi suatu obligasi, diantaranya adalah:

1. Interest Rate Risk (Risiko Tingkat Suku Bunga)

Risiko naik turunnya harga sebuah obligasi yang diakibatkan oleh perubahan suku bunga pasar. Risiko ini sering disebut juga sebagai market risk. Expected inflation, tingkat suku bunga jangka pendek, yield curve, serta kupon obligasi adalah hal-hal yang sangat terkait dengan market risk ini. Saat suku bunga naik, harga obligasi turun dan sebaliknya saat suku bunga turun harga obligasi naik.

2. Currency/Foreign Exchange Rate Risk (Risiko Fluktuasi Mata Uang)

Pergerakan mata uang sangat menentukan pergerakan harga dan perdagangan di pasar obligasi terutama jika obligasi yang dimiliki didenominasi mata uang asing.

3. Credit Risk (Risiko Utang) Risiko kredit ini dapat berupa:

Default risk, yaitu risiko dimana penerbit obligasi gagal menyelesaikan

pembayaran bunga maupun pokok pinjaman

Down grade risk, yaitu dimana harga pasar suatu obligasi turun karena

(11)

4. Reinvestment Rate Risk (Risiko Investasi Kembali)

Risiko kesalahan penghitungan terhadap pendapatan yang seharusnya bisa diinvestasikan pada skala tingkat investasi yang wajar dalam periode tertentu. Perhitungan yield yang didapat bisa tidak seimbang terhadap rate reinvestment yang terjadi di tengah periode obligasi tersebut.

5. Liquidity Risk (Risiko Likuiditas)

Risiko dimana obligasi yang dimiliki tidak dapat dilikuidasi (dijual) pada harga yang diharapkan. Likuiditas sangat penting sekali karena investor yang membeli obligasi akan senang jika menjual obligasi tersebut ke pasar dalam kondisi yang sangat likuid, sehingga transaksi tersebut bisa sangat menguntungkan.

6. Inflation Risk (Risiko Inflasi)

Inflasi yang semakin tinggi akan mengakibatkan daya beli semakin menurun sehingga likuiditas obligasi akan terpengaruh.

2.1.4.Yield to Maturity Obligasi

Yield obligasi merupakan faktor terpenting sebagai pertimbangan investor dalam melakukan pembelian obligasi sebagai instrumen investasinya. Investor obligasi akan menghitung seberapa besar pendapatan investasi atas dana yang dibelikan obligasi tersebut dengan menggunakan alat ukur yield (Rahardjo, 2003).

Yield adalah keuntungan atas investasi obligasi yang dinyatakan dalam persentase (Samsul, 2006). Yield to maturity (YTM) bisa diartikan sebagai tingkat

(12)

return majemuk yang akan diterima investor jika membeli obligasi pada harga pasar saat ini dan menahan obligasi tersebut hingga jatuh tempo. YTM merupakan ukuran yield yang banyak digunakan karena yield tersebut mencerminkan return dengan tingkat bunga majemuk (compounded rate of return) yang diharapkan investor, jika dua asumsi yang disyaratkan bisa terpenuhi maka yield to maturity yang diharapkan akan sama dengan realized yield. Asumsi pertama adalah bahwa investor akan mempertahankan obligasi tersebut sampai dengan waktu jatuh tempo. Nilai yang didapat jika asumsi pertama dipenuhi sering disebut dengan yield to maturity (YTM). Asumsi kedua yaitu investor menginvestasikan kembali pendapatan yang diperoleh dari obligasi pada tingkat Yield To Maturity yang dihasilkan. (Tandelilin, 2010:259).

Yield To Maturity adalah tingkat bunga yang menyamakan harga obligasi dengan nilai sekarang dari semua aliran kas yang diperoleh dari obligasi sampai dengan waktu jatuh tempo, oleh karena persamaan tersebut didasari dengan perhitungan nilai sekarang maka semua pendapatan yang diperoleh harus diinvestasikan kembali pada tingkat yield to maturity (Jogiyanto, 2010:164). Jika pendapatan kupon tidak diinvestasikan pada tingkat yang sama dengan yield to maturity maka yield yang diperoleh akan lebih kecil atau lebih besar dari yield yang dijanjikan. YTM mengevaluasi baik pendapatan bunga, capital gain maupun cashflow yang diterima sepanjang masa hidup pasar obligasi yaitu sampai maturity date (Ang, 1997 dalam Ibrahim 2008).

(13)

Secara khusus semakin tinggi tingkat hasil hingga jatuh tempo, semakin rendah tingkat perubahan harga. Untuk besar perubahan yield yang sama, pada tingkat hasil yang rendah menyebabkan perubahan harga yang lebih besar dibandingkan pada tingkat hasil yang tinggi. Dengan kata lain untuk perubahan hasil tertentu, perubahan tingkat harga akan lebih besar pada yield yang rendah dibanding pada yield yang tinggi (Kusuma dan Asrori, 2005). Jika yield to maturitynya lebih tinggi dari yield to maturity yang dianggap tepat maka obligasi dikatakan underpriced (undervalued) dan merupakan satu kandidat untuk dibeli. Sebaliknya, jika yield to maturity lebih rendah dari yang dianggap tepat, maka obligasi dikatakan overpriced (overvalued) dan merupakan kandidat untuk dijual (Sharpe, dkk, 2005).

Rumus perhitungan yield to maturity menggunakan persamaan yang dikembangkan dengan menggunakan metode equation approximation sebagai berikut (Tandelilin, 2010:260):

YTM =

x

100%

Keterangan :

YTM = Yield to Maturity C = Kupon

N = Sisa Waktu Jatuh Tempo F = Face Value (Nilai Nominal)

(14)

P = Harga Obligasi Pada Saat t=0

2.1.5. Peringkat Obligasi (Bond Rating)

Salah satu indikator penting untuk mengetahui tingkat risiko yang dihadapi oleh perusahaan penerbit obligasi, tercermin dalam peringkat obligasinya. Obligasi dengan peringkat rendah merupakan obligasi yang lebih berisiko. Implikasinya obligasi dengan peringkat rendah harus menyediakan YTM lebih tinggi karena untuk mengkompensasi kemungkinan risiko yang besar (Ratih, 2006).

Rating atau peringkat obligasi memiliki peran penting baik bagi perusahaan maupun bagi investor karena: (1) rating obligasi merupakan indikator resiko kegagalan (default risk) dari suatu obligasi dan secara langsung dapat mengukur pengaruh terhadap tingkat bunga obligasi dan biaya modal suatu perusahaan; (2) kebanyakaan obligasi dibeli oleh investor institusi daripada investor individu dan banyak dari investasi institusi tersebut hanya diperbolehkan untuk melakukan investasi pada sekuritas yang aman (Brigham dan Houston, 2006:290).

Peringkat (rating) yang diberikan oleh rating agency akan menyatakan apakah obligasi tersebut berada pada peringkat investment grade atau non investment grade. Suatu obligasi yang memperoleh rating non investment grade maka obligasi tersebut disebut dengan istilah junk bond. Sedangkan suatu obligasi yang sebelumnya termasuk investment grade tetapi setelah ditinjau kembali dan

(15)

peringkatnya turun ke non investment grade, obligasi yang demikian biasanya disebut falling angels (Ang, 1997 dalam Ibrahim 2008).

Proses pemeringkatan obligasi dilakukan oleh suatu lembaga pemeringkat (rating agency). Lembaga pemeringkat yang ada di Indonesia adalah PT. PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia) yang juga bekerjasama dengan Standars & Poor’s. Perusahaan pemeringkat obligasi memberikan hasil peringkat obligasi

dalam beberapa simbol obligasi dimana masing-masing simbol memiliki arti yang berbeda. Hasil peringkat diperoleh dari data kualitatif maupun kuantitatif emiten obligasi termasuk rasio-rasio keuangan emiten pada beberapa tahun sebelumnya. Adapun simbol peringkat PT. PEFINDO adalah sebagai berikut (Ang, 1997 dalam Ibrahim 2008):

Tabel 2.1

Simbol Peringkat PT. PEFINDO

Simbol Peringkat

Kategori

Jangka Panjang Jangka Pendek

AAA AA A BBB A1 A2 A3 A4 Investment Grade (layak untuk investasi)

BB B CCC D B C D

Non Investment Grade (tidak layak untuk

investasi)

Definisi peringkat surat hutang PT. Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) adalah sebagai berikut:

(16)

Definisi Peringkat Obligasi PEFINDO

Peringkat Definisi

AAA Sekuritas utang dengan peringkat id AAA merupakan sekuritas

utang dengan peringkat tertinggi dari Pefindo yang didukung oleh kemampuan obligor yang superiorrelatif dibanding obligor Indonesia lainnya untuk memenuhikewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

AA Sekuritas utang dengan peringkat id AA memiliki kualitas kredit

sedikit di bawah peringkat tertinggi didukung oleh kemampuan obligor yang sangat kuat untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, relatif dibanding dengan obligor Indonesia lainnya.

A Sekuritas utang dengan peringkat id A memiliki kemampuan

dukungan obligor yang kuat dibanding obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, namun cukup peka terhadap perubahan keadaan bisnis dan perekonomian yang merugikan. BBB Sekuritas utang dengan peringkat id BBB didukung oleh

kemampuan obligor yang memadai relatif dibanding sekuritas utang Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjang sesuai dengan yang diperjanjikan namun kemampuan tersebut dapat diperlemah oleh perubahan keadaan perekonomian yang merugikan.

BB Sekuritas utang dengan peringkat id BB menunjukkan dukungan

kemampuan obligor yang agak lemah relatif dibanding sekuritas utang Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjang sesuai dengan yang diperjanjikan serta peka terhadap keadaan bisnis, keuangan dan perekonomian yang tidak menentu dan merugikan.

B Sekuritas utang dengan peringkat id B menunjukkan parameter

perlindungan yang sangat lemah. Walaupun obligor masih memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya, namun adanya perubahan keadaan bisnis dan perekonomian yang merugikan akan memperburuk kemampuan obligor tersebut untuk memenuhikewajiban finansialnya.

CCC Sekuritas utang dengan peringkat id CCC menunjukkan sekuritas

utang yang tidak mampu lagi memenuhi kewajiban finansialnya serta hanya bergantung kepada perbaikan keadaan bisnis dan keuangan.

D Sekuritas utang dengan peringkat id D menandakan sekuritas

utang yang gagal bayar atau emitennya sudah berhenti berusaha

(17)

Catatan: Hasil peringkat dari id AA sampai id B dapat diberi tanda tambah (+) atau

kurang (-) untuk menunjukkan perbedaan kekuatan atau relatif kemampuannya dalam suatu kategori peringkat.

Dengan melakukan analisis dari segi keuangan atau manajemen dan bisnis fundamentalnya, setiap investor akan dapat menilai kelayakan bisnis usaha emiten tersebut. Selain itu, investor akan dapat menilai tingkat risiko yang timbul dari investasi obligasi tersebut.

2.1.6. Likuiditas

Para investor menginginkan tiga hal dari pasar, yaitu likuiditas, likuiditas, dan likuiditas (Handa dan Schwartz, 1996). Dalam pernyataan tersebut, Handa dan Schawartz (1996) mengakui bahwa likuiditas merupakan pertimbangan yang sangat penting bagi para investor dalam menanamkan modalnya di pasar. Likuiditas dari sebuah aset menurut Bodie, et. al (2011) ialah kemudahan dan kecepatan dalam menjual aset tersebut pada nilai wajar di pasar. Likuiditas menurut Harris (2003) ialah kemampuan untuk memperdagangkan dalam jumlah besar secara cepat dan dengan biaya yang rendah ketika anda ingin memperdagangkannya.

Berbicara tentang pasar obligasi, mau tidak mau kita berbicara pasar modal secara keseluruhan mengingat pasar obligasi berada dalam lingkup pasar modal, demikian halnya jika berbicara tentang likuiditas pasar obligasi, berarti yang dibahas antara lain adalah likuiditas pasar modal secara umum. Definisi yang baku tentang likuiditas pasar modal belum ada, akan tetapi dari arti kata likuiditas dan pasar modal yang sudah ada dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

(18)

likuiditas pasar modal adalah kemudahan sebuah efek untuk diperjualbelikan di bursa efek dengan tidak mengalami perubahan harga yang tajam. Likuiditas pasar modal juga dapat diartikan sebagai volume dan frekuensi transaksi yang terjadi di pasar modal.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa likuiditas pasar obligasi adalah tingginya volume dan frekuensi transaksi perdagangan obligasi di pasar obligasi. Semakin tinggi volume dan frekuensi transaksi perdagangan obligasi, maka pasar obligasi dapat dikatakan semakin likuid. Hal ini sejalan dengan pemikiran investor dan regulator yang mengukur likuiditas pasar modal ini dari volume dan frekuensi transaksi. Semakin besar volume dan frekuensi transaksi berarti semakin tinggi likuiditas. Kriteria yang sama juga dipakai oleh Bursa Efek Indonesia dalam menetapkan 45 saham terlikuid yang tergabung dalam LQ-45 setiap enam bulan. Kriteria lain yang juga sering dipakai adalah mudahnya suatu aset dicairkan menjadi kas saat dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan asal kata likuiditas yaitu likuid atau cairan.

Pentingnya likuiditas pasar modal, dimana pasar obligasi terdapat di dalamnya, adalah terutama terkait fungsi ekonomi yang dilakukan oleh pasar modal. Dengan semakin likuidnya pasar, maka aliran dana dari pihak yang surplus kepada pihak yang memerlukan dana akan berjalan semakin cepat sehingga sumber daya modal akan bergerak lebih cepat dan kebutuhan dunia usaha akan sumber daya modal akan lebih mudah teratasi. Di samping itu, para investor akan

(19)

mendapatkan keuntungan dan kemudahan. Sehingga pada akhirnya likuiditas pasar modal yang optimal akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, likuidnya pasar juga akan memberikan kesempatan kepada investor untuk melakukan variasi investasi pada instrumen-instrumen yang tersedia dengan risiko dan return yang bervariasi pula. Likuiditas pasar obligasi yang tinggi akan mempu mendorong likuiditas obligasi-obligasi yang berada dalam pasar tersebut sehingga risiko likuiditas yang dihadapi oleh investor akan semakin berkurang. Pengurangan risiko ini penting bagi investor yang tidak merencanakan untuk memegang obligasi hingga jatuh tempo. Kemudahan dalam membeli maupun melepas obligasi oleh investor inilah yang pada akhirnya akan mampu mendorong semakin likuidnya pasar obligasi di masa depan.

Harris (2003) mengatakan bahwa konsep likuiditas mempunyai empat dimensi yaitu :

a. Immediacy (Kesegaran), merupakan biaya untuk melakukan transaksi dalam jumlah dan tingkat harga tertentu dengan segera.

b. Width (Lebar spread bit-offer), menunjukkan market spread atau selisih antara minat beli terbaik dan minat jual terbaik dalam jumlah tertentu.

c. Depth (Kedalaman), mengungkapkan jumlah atau nilai transaksi yang dapat dilaksanakan pada tingkat harga tertentu.

d. Resilency, menyatakan seberapa cepat harga dapat kembali pada tingkat yang semestinya apabila pada suatu saat terdapat arus order (order flow) yang tidak seimbang.

(20)

2.1.7. Maturitas

Setiap obligasi mempunyai masa jatuh tempo atau dikenal dengan istilah maturity date yaitu tanggal dimana nilai pokok obligasi tersebut harus dilunasi oleh penerbit obligasi (Krisnilasari, 2007). Emiten obligasi mempunyai kewajiban mutlak untuk membayar nilai nominal obligasi kepada pemegang obligasi pada saat jatuh tempo (biasanya tercantum pada kesepakatan yang dibuat sebelumnya). Kewajiban pembayaran pokok pada saat jatuh tempo dan bunga obligasi akan terhindar apabila dilakukan penebusan obligasi (redemption) atau pembelian kembali obligasi sebelum jatuh tempo oleh penerbit obligasi tersebut.

Obligasi yang memiliki periode jatuh tempo lebih lama maka akan semakin lebih tinggi tingkat risikonya sehingga yield yang didapatkan juga berbeda dengan obligasi yang umur jatuh temponya cukup pendek. Perubahan harga obligasi biasanya disebabkan juga oleh periode jatuh tempo obligasi tersebut. Apabila tingkat suku bunga berubah, harga obligasi yang mempunyai masa jatuh tempo lebih lama akan lebih banyak berubahnya dibanding obligasi yang mempunyai masa jatuh tempo pendek.

Yang harus diingat dalam membahas faktor jatuh tempo (maturity date) suatu obligasi adalah bahwa semakin lama masa jatuh tempo obligasi, akan semakin tinggi tingkat risiko investasi. Karena dalam masa atau periode yang begitu lama, risiko kejadian buruk atau peristiwa yang menyebabkan kinerja perusahaan menurun bisa saja terjadi. Oleh karena itu, periode jatuh tempo untuk obligasi

(21)

perusahaan di Indonesia biasanya dibuat dalam jangka waktu 5 tahun saja (Sapto Rahardjo, 2003).

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nurfauziah dan Setyarini (2004) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi yield obligasi perusahaan (studi kasus pada industri perbankan dan industry financial). Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 19 perusahaan terdiri dari 12 perusahaan perbankan dengan 17 emisi dan 7 perusahaan finansial dengan 24 emisi dari rentang waktu tahun 1996-2003 yang beredar di pasar dan tercatat di OTC FIS (Over The Counter Fixed Income Securitis) Bursa Efek Surabaya dan diperingkat oleh PEFINDO. Model statistik digunakan untuk menguji tingkat signifikan variabel Inflasi, Likuiditas, Irate, Durasi, Rating, Buyback, Sinking Fund dan Secure terhadap Yield To Maturity. Variabel independen di penelitian ini berjumlah 8 sedangkan variabel dependennya berjumlah 1 yaitu Yield To Maturity. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara simultan variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan secara parsial hanya variabel Likuiditas yang berpengaruh terhadap Yield To Maturity.

Ibrahim (2008) melakukan meneliti mengenai pengaruh tingkat suku bunga, peringkat obligasi, ukuran perusahaan dan DER terhadap Yield To Maturity Obligasi korporasi di bursa efek indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah semua obligasi korporasi yang listed diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai dengan tahun 2006, yaitu berjumlah 162 perusahaan. Variabel bebas (independent)

(22)

yang digunakan berjumlah 4 yaitu Tingkat Suku Bunga, Peringkat Obligasi, Ukuran perusahaan dan DER. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dan uji statistik menggunakan t-statistik untuk menguji koefisien regresi parsial serta f-statistik untuk menguji keberartian pengaruh secara bersama-sama dengan level of significance 5%. Hasil dari penelitian ini adalah baik secara simultan dan parsial semua variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Untuk variabel peringkat obligasi dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang negatif terhadap Yield To Maturity obigasi.

Lidya Kristina (2010) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh tingkat suku bunga, tingkat inflasi, growth, maturitas dan peringkat obligasi terhadap YTM obligasi. Sampel sebanyak 27 seri obligasi dari 21 perusahaan dengan periode penelitian dari tahun 2006-2008. Variabel independen di penelitian ini berjumlah 5 sedangkan variabel dependennya berjumlah 1 yaitu YTM obligasi. Hasil analisis uji regresi pertama, yaitu faktor makro yang terdiri variabel tingkat suku bunga dan tingkat inflasi secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap YTM. Sedangkan secara parsial tidak ada faktor makro yang berpengaruh signifikan terhadap YTM.

Nanik Indarsih (2013) meneliti mengenai pengaruh tingkat suku bunga SBI, rating, likuiditas dan maturitas terhadap yield to maturity obligasi. Sampel dalam penelitian ini yaitu obligasi korporasi sektor keuangan yang terdaftar di BEI periode 2007-2010 yang dipilih dengan metode purposive sampling diperoleh 30 obligasi dari 19 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat suku bunga

(23)

SBI dan maturitas berpengaruh positif terhadap Yield To Maturity Obligasi. Namun pada pengujian rating obligasi dan likuiditas menunjukkan hasil bahwa kedua variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap Yield To Maturity.

Tabel 2.3

Ringkasan Tinjauan Penelitian Terdahulu No. Peneliti

(Tahun)

Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1 Nurfauziah dan Setyarini

(2004)

Variabel Independen:

Inflasi, Likuiditas, Irate, Durasi, Rating, Buyback, Sinking Fund dan Secure

Variabel Dependen: Yield To Maturity

Secara simultan variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan secara parsial hanya variabel Likuiditas yang berpengaruh terhadap Yield To Maturity.

2 Ibrahim (2008)

Variabel Independen:

Tingkat Suku Bunga, Peringkat Obligasi, Ukuran perusahaan dan DER

Variabel Dependen: Yield To Maturity Obligasi

Secara simultan dan parsial semua variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

Variabel peringkat obligasi dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang negatif terhadap Yield To Maturity obigasi. 3 Lidya Kristina

(2010)

Variabel Independen:

Tingakat Suku Bunga, Tingkat Inflasi, Growth, Maturitas dan Peringkat Obligasi

Variabel Dependen: YTM Obligasi

Hasil analisis uji regresi pertama, yaitu faktor makro yang terdiri variabel tingkat suku bunga dan tingkat inflasi secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap YTM. Sedangkan secara parsial tidak ada faktor makro yang berpengaruh signifikan terhadap YTM. 4 Nanik Indarsih

(2013)

Variabel Independen: SBI, Rating, Likuiditas dan Maturitas

Variabel Dependen: Yield To Maturity

Tingkat suku bunga SBI dan maturitas berpengaruh positif terhadap Yield To Maturity Obligasi. Namun pada pengujian rating obligasi dan likuiditas menunjukkan hasil bahwa kedua variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap Yield To Maturity.

(24)

2.3. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah tingkat suku bunga SBI, rating, likuiditas dan maturitas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah yield to maturity obligasi. Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka dirumuskan kerangka konseptual penelitian pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013

Rating atau peringkat obligasi memiliki peran penting baik bagi perusahaan maupun bagi investor karena: (1) rating obligasi merupakan indikator resiko kegagalan (default risk) dari suatu obligasi dan secara langsung dapat mengukur pengaruh terhadap tingkat bunga obligasi dan biaya modal suatu perusahaan; (2) kebanyakaan obligasi dibeli oleh investor institusi daripada investor individu dan banyak dari investasi institusi tersebut hanya diperbolehkan untuk melakukan investasi pada sekuritas yang aman (Brigham dan Houston, 2006:290). Umumnya terdapat hubungan yang bertolak belakang antara kualitas suatu obligasi dan tingkat

Y Yield to Maturity Obligasi Rating Obligasi Likuiditas Maturitas X2 X3 X1 H3 H1 H2 H4

(25)

pengembalian yang harus disediakan bagi investor yaitu Semakin tinggi peringkat obligasi maka risiko default semakin rendah, sehingga Yield To Maturity yang diberikan juga semakin rendah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2008).

Obligasi yang likuid adalah obligasi yang banyak beredar di kalangan pemegang obligasi serta sering diperdagangkan oleh investor di pasar obligasi (Harris, 2003). Apabila obligasi yang dibeli mempunyai likuiditas cukup tinggi maka harga obligasi tersebut cenderung stabil dan meningkat sehingga menyebabkan yield obligasi menurun karena tingkat risikonya lebih rendah. Tetapi apabila likuiditas obligasi tersebut rendah, harga obligasi cenderung melemah sehingga tingkat yield yang diterima akan meningkat (Krisnilasari, 2007).

Setiap obligasi mempunyai masa jatuh tempo atau dikenal dengan istilah maturity date yaitu tanggal dimana nilai pokok obligasi tersebut harus dilunasi oleh penerbit obligasi (Krisnilasari, 2007). Masa jatuh tempo obligasi korporasi kebanyakan berjangka waktu 5-10 tahun. Emiten obligasi mempunyai kewajiban mutlak untuk membayar nilai nominal obligasi kepada pemegang obligasi pada saat jatuh tempo (biasanya tercantum pada kesepakatan yang dibuat sebelumnya). Semakin pendek jangka waktu obligasi maka akan semakin diminati investor karena dianggap resikonya lebih kecil. Obligasi yang memiliki periode jatuh tempo lebih lama maka akan semakin lebih tinggi tingkat risikonya sehingga Yield To Maturity yang didapatkan juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan obligasi yang umur jatuh temponya lebih pendek (Nanik indarsih, 2013).

(26)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan pada bagian terdahulu maka hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Rating obligasi, likuiditas dan maturitas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap yield to maturity obligasi.

H2: Rating obligasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap yield to maturity obligasi.

H3: Likuiditas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap yield to maturity obligasi.

H4: Maturitas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap yield to maturity obligasi.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

terhadap ROA pada Bank Pembangunan Daerah?.. Apakah LAR secara parsial mempunyai pengaruh positif yang signifikan. terhadap ROA pada Bank

Renovasi pertama ini merupakan salah satu momen penting bagi Bersih Sehat dalam perkenalannya dengan bank, karena pada awalnya usaha jasa pijat adalah usaha yang

Subjek penelitian dari penelitian ini adalah mempertimbangkan tingkat keterlibatannya secara langsung dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2008 di

Berdasarkan dari penjelasan tersebut diatas, aktivitas belajar yang digunakan peneliti adalah : (a) Aktivitas fisik, meliputi siswa memperhatikan guru pada saat diberikan

Jakarta, 5 Februari 2021 – Menteri Keuangan (Menkeu) melantik Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara, Staf Ahli Bidang Hukum dan Hubungan Kelembagaan, Tenaga Ahli Menteri

Praktik Pengalaman Lapangan merupakan semua kegiatan kurikuler yang wajib dilakukan oleh mahasiswa Program Kependidikan di Universitas Negeri Semarang, sebagai

sedangkan yang satu anak mengatakan disamping cukup mudah matematika itu juga menyenangkan dan Dari jawaban kedua siswa yang masuk kelompok tinggi bahwa

Penyebab kesalahan-kesalahan berdasarkan prosedur Newman ditinjau dari gaya kognitif adalah tidak dapat memahami soal dengan baik, kurangnya penguasaan materi, masih bingung