• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES KREATIVITAS PADA FILM lestari SUTRADARA ONNY KRESNAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES KREATIVITAS PADA FILM lestari SUTRADARA ONNY KRESNAWAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES KREATIVITAS PADA FILM “lesTARI”

SUTRADARA ONNY KRESNAWAN

(THE PROCESS OF CREATIVITY IN THE FILM “lesTARI” DIRECTOR ONNY KRESNAWAN) Liswani Arfah, Sri Wahyuni

Program Studi Televisi dan Film

Fakultas Seni dan Desain, Universitas Potensi Utama Arfahliswani453@gmail.com, sriwahyuni2909@gmail.com

ABSTRAK

Kreativitas adalah sebuah kemampuan yang dimiliki oleh individu. dibalik sebuah karya yang mengandung estetika terdapat kreatyivitas didalamnya yang mencakup kesatuan (unity), kerumitan (Complexity), kesungguhan (intensity) Penelitian ini menggunakan metode kuliatatif dengan pendekatan teori dari Monroe Breadsley dan juga beberapa sumber lainnya. Setelah penulis melihat dan menganalisinya ternyata dapat diketahui bahwa film lesTARI memiliki makna pesan untuk mendidik dan mencerdaskan anak bangsa. Lewat makna pesan dalam film lesTARI kita bisa mengetahui bahwa tanpa kita sadari budaya luar sangat mempengaruhi anak-anak muda sekarang, begitu banyak masyarakat yang kurang mempedulikan budaya sendiri. Bagi masyarakat marilah kita menjaga keseltarian budaya dan melestarikannya bersama-sama, jangan mudah terpengaruh dengan hal-hal negatif yang ada di zaman sekarang. Dimana hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah terpilihnya adegan konflik permasalahan yang terjadi dalam pelestarian budaya, perekonomian, pergaulan bebas, hingga permecahan masalah yang terjadi . Adapun tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui kreativitas pada film lesTARI dengan pesan-pesan yang terkandung.

Kata Kunci : Estetika, Kreativitas, lesTARI

ABSTRACT

Creativity is an ability possessed by individuals. Behind a work that contains aesthetics there is creativity in it which includes unity, complexity, intensity This research uses a kuliatative method with a theoretical approach from Monroe Breadsley and also several other sources. After the writer sees and analyzes it, it can be seen that lesTARI film has a message meaning to educate and educate the nation's children.Through the meaning of the message in the lesTARI film we can find out that without our awareness of external culture, it really affects young people now, so many people do not care about their own culture. For the community, let us maintain cultural harmony and preserve it together, do not be easily influenced by negative things that exist today. Where the results obtained in this study are the chosen scene of conflict problems that occur in the preservation of culture, economy, promiscuity, to solving problems that occur. The purpose of this research is to find out the creativity in lesTARI films with the messages contained.

(2)

1. PENDAHULUAN

Film adalah media komunikasi massa yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada masyarakat. Pesan film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film tersebut. Akan tetapi, umumnya sebuah film dapat mencakup berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi.Film lesTARI bertemakan kebudayaan, dan memiliki alur cerita yang seperti nyata di jaman sekarang ini.Ditengah arus modernisasi jaman, Tari bertekad merawat dan melestarikan seni tari tradisional asal kampungnya di Serdang Bedagai, Yakni tari serampang 12. Meski didera persoalan ekonomi di keluarga serta cemooh dan godaan jalan pintas hidup mewah dari temannya, lestari tetap fokus pada goresan petuah almarhum ayahnya “Jaman boleh berubah tapi kebudayaan kita tetap lestari”. Film ini mampu membuka mata kita bahwa kebudayaan kita patut dijaga dan dilestarikan sampai kapanpun. Apalagi dijaman sekarang yang sudah sangat jelas terlihat bahwa budaya luar sudah mempengaruhi masyarakat. Bahkan banyak anak remaja yang sangat gampang terpengaruh dengan budaya luar, contohnya terlihat dari segi pakaian, gaya, musik, dan juga tari-tarian. Betapa sangat disayangkan kita harus kehilangan budaya sendiri yang tidak kalah indah dengan kebudayaan luar, banyak hal yang dapat dipelajari dalam film ini yaitu dikehidupan Tari.

Esefde adalah salah satu PH yang sudah tidak diragukan lagi hasil karya-karyanya, contohnya yaitu film lesTARI, film lesTARI sangat memiliki pesan-pesan moral yang bertujuan baik untuk masyarakat agar sadar dengan keadaan dilingkungan sekitar, film lesTARI di sutradarai oleh Onny Kresnawan dan dibuat di awal tahun 2019. Film lestari tidak membatasi kreativitas didalam penyungguhan visualnya dalam setiap scane. Hal ini bertujuan agar penonton tertarik untuk mencari dan mendapatkan informasi estetika kreativitas tersebut, seperti keindahan dalam bentuk audio dan visual.

Film lesTARI memiliki durasi tidak terlalu lama yaitu berkisaran 30 menit, selama masa pra produksi, produksi, pasca produksi selalu dipantau dan diarahkan oleh sutradara secara langsung yang bertujuan untuk mendapatkan visual gambar yang menarik dengan penetapan angle, shot size disetiap gerak. Hal ini bertujuan agar gambar yang dihasilkan terlihat menarik dan dapat sampai pesan dari film kepada masyarakat melalui visualnya. Setelah proses pengambilan gambar masuklah proses editing. Proses ini dilakukan dengan menggabungkan potongan-potongan gambar yang kemudian ditambahkan beberapa efek-efek visual pendukung seperti transisi dan teks sebagai penjelas dialog karena film lesTARI memakai bahasa melayu asli Serdang Bedagai. Setelah tahapan-tahapan tersebut selelasai, kemudian dijadikan dalam bentuk satu video yang berbentuk audio visual dengan terdapat estetika kreativitas didalamnya.

Dalam penelitian ini penulis memiliki tinjauan kepustakaan dari beberapa jurnal dan skripsi, yaitu penelitian Fajar Aji yang berjudul “Estetika Film Nagabonar jadi 2. Disini ia membahas ada beberapa yang menjadi pokok permasalahannya dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan, antara lain: (1) Bagaimana keberadaan film Nagabonar Jadi 2; (2) Bagaimana alur dramatik film Nagabonar Jadi 2; (3) Bagaimana film Nagabnar Jadi2 apabila dikaji dengan pendekatan estetika. Film (Nagabonar Jadi 2) merupakan medium seni hasil kreativitas manusia untuk mengungkapkan tujuannya melalui paduan gambar dan suara.Untuk mengetahui maksud dan tujuan yang dimanivestasikan ke dalam paduan gambar dan suara tersebut, maka digunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat interpretatif menggunanakan pendekatan estetika dari Monroe Breadsley

(3)

Pendekatan estetika yang digunakan meliputi tiga tahapan yaitu unity (kesatuan),

complexity (kerumitan), dan intensity (kesungguhan). Simpulan yang diperoleh adalah

keberadaan film Nagabonar Jadi 2 pada tahun 2007 mampu menjawab kebosanan masyarakat sejak bangkitnya perfilman di Indonesia pada tahun 2007 berkaitan dengan tema nasionalisme dan genre drama komedi yang terdiri dari tahap pembukaan, pertengahan, dan tahap penutupan. Estetika film Nagabonar Jadi 2 melekat pada rangkaian peristiwa yang dimanivestasikan ke dalam paduan gambar dan suara, sehingga menghasilkan sebuah tayangan yang mampu memberikan pengalaman estetik yang membuat penonton ikut merasakan suasana lucu, sedih, haru, gembira, serta dapat menyerap maksud dan tujuan yang ingin disampaikan [1]

Penelitian dari Ivan Bagus Nimoyan yang berjudul Estetika Visualisasi Teaser Batik

Paras Gempal Dalam Acara Banyuwangi Batik Vestival 2015 membahas tentang karya

audio visual dengan memperhatikan estetika agar pesan dapat tersampaikan dengan baik serta dapat membuat penonton terkesan. Teaser batik paras gempal berfungsi sebagai penarik perhatian pemirsa serta sebagai media yang menginformasikan kepada masyarakat tentang tema BBF 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengtahui estetika dari visualisasi yang nampak sebagai berikut; 1) Visualisasi kegunaan atau fungsi batik paras gempal, 2) wujud batik paras gempal, 3) proses pembuatan batik, 4) filosofi batik paras gempal, 5) kebudayaan Banyuawangi khusunya suku Using. Seluruh tampilan teaser batik paras

gempal sejumlah 29 scane dianalisis dari unsur naratif serta sinematik, selanjutnya dianalisis

menggunakan Estetika Monroe Breadsley. Seluruh tampilan pada teaser batik paras gempal menyampaikan pesan atau informasi yang jelas tentang batik paras gempal dan tentang budaya Banyuawangi khususnya suku Using, serta dapat mempengaruhi mood penonton sehingga membuat indah [2]

Tesis yang berjudul Kajian Struktur Dramatik dan Estetika Komik Wayang Garudayana Karya Is Yuniarto dari Institut Seni Indonesia Surakarta oleh Dhevi Enlivena Irene Restia Mahelingga. Penelitian ini mengkaji gaya komik wayang Garudayana mulai dari ide, gagasan, gaya komik is Yuniarto dalam wayang Garudayana seara rinci. Penelitian ini memfokuskan pada struktur dramatik komik wayang Garudayana dan Estetika.Estetika yang digunakan adalah estetika seni rupa milik Monroe Breadsley [3]

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunkan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini dengan pertimbangkan bahwa penelitian ini nantinya menganalisis kreativitas yang disampaikan pada film “lesTARI”. Pengguanaa data kualitatif tersebut dimaksud untuk mempertajam dan sekaligus memperkaya analisis kualitatif itu sendiri [4]. Sedangkan taraf analisis dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini dimaksud untuk memberikan gambaran dan penjelasan terkait dengan rumusan masalah.Penelitian ini membahas beberapa adegan yang memiliki estetika kreativitas yang terdapat pada beberapa scane di dalam film lesTARI [5]. Objek penelitian adalah film lesTARI karya dari sutradara Onny Kresnawan yang dirilis pada awal tahun 2019.Sedangkan unit analisis penelitian ini ada potongan gambar yang berkaitan dengan rumusan masalah.

Teknik pengumpulan data terbagi menjadi dua, yaitu; 1) Data Primier adalah data yang diperoleh dari rekaman video original berupa satu keping DVD film Lestar, kemudia dipilih visual atau gambar dari adegan-adegan film yang diperlukan untuk penelitian. 2) Data

(4)

Sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur. Literatur yang mendukung data primier, seperti kamus, internet, artikel, buku-buku, catatan kuliah yang berhubungan dengan penelitian. Dan juga melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Dokumentasi, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang berupa catatan formal dan juga video film lesTARI serta artikel yang didapat dengan mengunduh dari internet serta catatan lain yang berkaitan dengan penelitian.

2. Wawancara, proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya

jawab sambil bertatap muka antara peneliti dengan narasumber. Keterangan-keterangan yang hendak diperoleh melalui wawancara biasanya adalah keterangan dalam memperoleh dan memastikan fakta, memperkuat kepercayaan, mengenali standart kegiatan, dan mengetahui alasan seseorang.

3. Studi pustaka, proses langkah awal dalam metode pengumpulan data. Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian data dan informasi melalui dokumen-dokumen baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat mendukung dalam proses penulisan. Studi pustaka dilakukan dengan cara mendatangi perpustakaanp Universitas Potensi Utama dan buku-buku yang dimiliki oleh penulis, dan juga melakukan searching di internet yang berkaitan dengan pembuatan film lesTARI”.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penceritaan didalam film berbeda dengan di medium seni yang lain seperti drama panggung atau novel. Film becerita melalui gambar begerak yang awalnya dari kepingan-kepingan gambar kemudian disusun satu-persatu melalui proses penyuntingan. Peran sutradara menjadi sangatlah penting dalam menciptakan sebuh karya film.Penyutradaraan / Sutradara adalah profesi yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat. Bertanggung jawab sepenuhnya secara profesional dalam elaksakan suatu proses produksi/penyiaran televisi. Dengan memiliki kemampuan yang luas, kreatif, imaginative, interpretive, innovative, dalam berkarya dan bermanfaat bagi orang lain dan juga dirinya sendiri. Sutradara harus memiliki daya imajinasi yang tinggi dengan kreativitasnya. Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi manusia. Pada dasarnya, potensi kreatif dimiliki oleh seluruh manusia. Kreativitas dapat diidentifikasi dan dirangsang dengan pendidikan yang tepat, proses kreativitas dapat menghasilkan suatu keindahan (estetika). Proses kreatif menurut Monroe [6] Secara garis besar dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Adanya karakteristik

Yang dimaksud disini adanya karakteristik yang sama pada setiap karya seni dan medianya; gejala ini tampak karena hampir setiap karya seni selalu menggunakan topic utama. Dengan demikian pendekatan pola kreatif hasil akhir akibat proses kreatif yang sama pula.

2. Adanya analogi pengalaman estetis

Gejala ini terbkti karena adanya apresiasi dan penghargaan untuk di nilai.Dengn demikian tentu ada pola kreativitas yang terdapat dipergunakan untuk mencapai hal itu. 3. Adanya analog antara satu kegiatan kreatif lainnya

Hal ini diungkapkan secara kreatif dengan kegiatan kreatif lainnya.Hal ini diungkapkan secara klasik oleh Dewey dengan mencoba melakukan riset bagaimana sebenarnya manusia berfikir. Ada sumber utama yang dapat kita

(5)

kaji, terutama dari apresiasi kreatif. Ketiga sumber itu adalah yang dimiliki oleh seniman. Monroe Breadsley (1981) dalam dalam Problems in the Philosophy of Criticism yang menjelaskan adanya 3 ciri yang menjadi sifat-sifat membuat baik (indah) dari obyek estis pada umumnya,ketiga cirri itu antara lain :

1. Kesatuan (unity)

Yang dimaksud disini bahwa suatu benda estis tersusun secara baik dan sempurna. 2. Kerumitan (complexity)

Karya-karya seni yang bersangkutan tidaklah sederhana sekali, melainkan kaya akan isi maupun unsur-unsur yang saling berlawanan atau memiliki perbedan-perbedaan yang halus.

3. Kesungguhan (intensity)

Suatu benda atau karya seni yang baik harus mempunyai suatu kualitas tertentu yang menonjol dan bukan sekedar sesuatu yang kosong. Tak menjadi soal kualitas apa yang dikandungnya (misalnya suasana suram atau gembira, sifat lembut atau kasar), asalkan merupakan sesuatu yang intensitif atau sungguh-sungguh.

1. Scene Satu

Gambar 1. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)

Film “lesTARI” pada tahap permulaan ini diperlihatkan dengan adegan karakter Tari yang sedang mengajarkan teman-temannya menari di pesisir pantai. Fungsi adegan pembuka atau pemulaan adalah untuk memperkenalkan setting (ruang dan waktu), tokoh, dan masalah utamanya kepada pennton. Adean pembuka atau opening harus ditampilkan secara sistematis dan berstruktur agar penonton dapat mengenali satu-persatu dari mulai tokohnya, peristiwa itu terjadi dimana dan kapan, serta permasalahannya apa. Teknik penyambungan gambar pada bagian ini dilakukan secara berurutan setelah cerita yng satu selesai kemudian berganti ke cerita yang lain. Hal itu dapat dilihat pada adegan-adegan awal film “lesTARI”, seperti pad gambar diatas.

Gambar diatas merupakan intro film dimana alur cerita menggambarkan suasana kampung nelayan dipesisir, perpindahan gambar membawa kita untuk melihat para remaja Melayu berlatih dipinggir pantai. Scene ini merupakan bagian dari kesatuan (unity) karena disetiap adegan pada scene ini kita dapat mencerna bahwasanya identitas film ini berasal dari pesisir Serdang Bedagai. Serta potongan gambar atau cutting yang dapat diterima nalar manusia,warna pada scene ini seirama serta berkesinambungan sesuai dengan kesatuan (unity) dari teori Monroe Breadsley. Cuaca yang kurang mendukung membuat gambar menjadi mendung dikarenakan cuaca yang kurang bersahabat, kondisi cuaca menjadi kerumitan (complexity).Sebagai pencipta seharusnya dapat mengantisipasi jika terjadinya

(6)

suatu kendala yang terdapat pada scene ini.Dop pada scene ini kreatif dalam hal sudut pengambilan mulai dari pergerakkan kamera, pegerakkan drone, sehingga editor dengan mudah menyusun tiap gambar walaupun berbeda dengan gambar sebelumnya tetapi tetap terlihat continuity nya ini merupakan suatu kesunggan (intensity).

2. Scene dua

Scene ini bercerita tentang konflik perekonomian keluarga sehingga Tari dianjurkan ibunya untuk tidak melanjutkan Tarian dan harus bekerja.

Gambar 2. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)

Pada tahap adegan ini tempo cerita semakin meningkahingga klimaks cerita. Tahap ini juga umumnya terdapat elemen-elemen kejutan yang membuat masalah lebih kompleks. Masalah utama atau konflik dalam sebuah film harus bisa diinformasikan dengan jelas kepada penonton. Munculnya konflik peristiwa yang berjalan secara terus menerus dalam cerita film, harus memiliki peningkatan nilai dramatiknya yang membuat penonton ingin melihan permasalahan tersebut selesai.

Over Shoulder Shot di awal adegan digunakan untuk memungkinkan penonton memperoleh pengertian tentang aktivitas objek sedang melakukan sesuatu dan mempelihatkan dimana tokoh itu berada, maka diperhatikan gambar setting tempat dan property dengan lengkap dan jelas. Potongan adegan diatas menerangkan kondisi keluarga tari dengan kondisi rumahnya, pada gambar ini terlihat ada konflik kebutuhan ekonomi sehingga menjadi permasalahan keluarga antara ibu dan anak pada secene ini banyak menggunakan dialog yang menggunakan bahasa Melayu asli dari Serdang Bedagai. Scene ini merupakan bagian dari kesatuan (unity) karena susunan cerita di dukung dengan dialog serta visual yang

(7)

sesuai. Kamera pada scene ini setiap adegan banyak perpindahan shot dan juga menggunakan teknik pengambilan gambar follow dimana kamera mengikuti objek, sehingga pada scene. Konflik yang di bangun sangat kurang hanya berisi permasaahan menari yang menurut penulis perlu perkembangan lebih sehingga konfliknya lebih dapat.

Scene ini merupakan bagian dari kesatuan (unity) karena disetiap adegan pada scene ini kita dapat mencerna bahwasanya permasalahannya dengan ibunya mengenai faktor ekonomi yang begitu sulit sangat sesuai dengan property dan setting tempat yang digunakan. Property dan setting sangat mendukung alur cerita dan begitu pula pada penggunaan bahasa Melayu dan rumah panggung sangat menguatkan identitas bahwasanya mereka warga asli Serdang Bedagai. Scene ini memberikan kesinambungan dan nalar manusia yang sesuai dengan kesatuan (unity).

Gambar 3. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)

Setting tempat pada dua gambar ini menujukkan kurang memperhatikan estetika dalam tata artistiknya. Seperti ada kain gorden dan helm yang sangat merrusak tampilan film. Terlihat sekali tidak melalukakan setting ulang .

Gambar 4. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)

Karakteristik pada gambar diatas menampilkan dua orang paangan yang sangat muda, pada karakter wanita di scene ini gesture saat ia menggendong sangat terlihat sekali bahwa yang digedongnya bukan lah bayi sungguhan, sehingga mengurangi estetika yang terdapat pada film.

3. Scene tiga

Scene ini berlokasi di sekolah lebih tepatnya di halaman sekolah, pada gambar ini terlihat mereka sedang membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan humantrafiking. Gambar ini kesatuan atau contuinity tidak diperhatikan. Sehingga sangat fatal sebuah karya film, sosok pria yang pada digambar sebelumnya terlihat berdiri di dihadapan mereka berdua tetapi setelah medium shot sosok pria itu tiba-tiba berada di tengah-tengah antara mereka berudua. Scene ini sudah melanggar aturan contuinity.

(8)

Gambar 5. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)

Secene ini memiliki tiga karakteristik yang berbda-beda, yang pertama si pemeran utama yaitu Tari, kedua teman perempuannya yang bernama Isma, dan yang terakhir seorang pria. Pemeran utama yaitu Tari memiliki karakter yang rendah hati dan juga peduli dengan buadaya Melayu, sedangkan karakter Isma meiliki watak yang keras dan mudah terpengaruh pada budaya-budaya dari luar sehingga membuatnya terjerumus pada pergaulan bebas, dan pria yang ada pada gambar tersebut memiliki sifat kemayu dan suka mebiccarakan hal-hal yang belum jelas kebenarannya. Ketiga karakter ini sangat bagus karena dapat membangkitkan gairah penonton dengan candaan tingkah laku konyol yang di perankan oleh si pria.

Gambar 6. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019) 4. Scene empat

Setting lokasi pada scene ini terlihat dua orang objek yaitu Tari dan Isma, Tari yang sedang menari di pinggir psisir pantai dengan penuh penghayatan, sedangkan Isma sedang duduk santai sambil bermain hp sangat terlihat dua orang wanita ini memiliki sifat yang berbeda, terlihat dampak bagaimana pengaruh budaya luar itu membuat Isma menjadi terpengaruh kedalam hal yang negatif.

Gambar 7. Potongan gambar pada film lesTARI

(9)

Kerapian pada latar tempat terlihat tampak begitu kumuh, mungkin sang sutradara ingin mengangkat kondisi fakta lapangan yang ada. Sehingga dapat dilihat oleh pemerintah setempat agar lebih dirawat lagi kebersihan sekitar. Akan tetapi setidaknya pemilihan tempat harus lebih difikirkan lagi, karena apa? Seluuruh visual sangat berpengaruh bagi para penonton atau penikmat film untuk membangun mood penonton dengan pemilihan latar yang tepat.

Gambar 8. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)

Gesture tubuh Tari yang sedang menari sangat terlihat luwes dalam melakukan setiap gerakan, sang sutradara berhsil memilih pemeran utama yang tepat karena dapat menjiwai karakter yang sudah diberikan, gerakan tarian Melayu ini nembah estetika, tidak hanya dari tarian tapi juga dari teknik pengambilan, pada dasarnya sang sutradara memilih pemeran utama yang memang memiliki basic penari.

Gambar 9. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)

Scene yang dimana menggambarkan Tari duduk besebelahan dengan Isma terlihat tidak contuinity karena pada sudut pandang close up terdapat ada nelayan yang berada disampan ketika berpindah gerakan kamera menjadi medium shot nelayan sebelumnya tidak terlihat. Sehinga sangat terlihat sekali kurang diperhatikannya contuinity dalam sudut pengambilan gambar.

5. Scene 5

Dalam scene ini sekelompok penari merupakan dari grup Tari sedang berlatih dan terlihat juga Isma ikut berlatih, namun bukan berlatih menari Melayu melainkan tarian dance modern, Isma mempengaruhi teman-temannya yang lain untuk melalukan dance modern mengikuti jejaknya tanpa pengetahuan Tari, tatapi tidak berapa lama Tari mengetahui sendiri bahwa teman-temannya sebagian telah mengkhianatinya terutama sahabatnya sendiri yaitu Isma.

Gambar10. Potongan gambar pada film lesTARI

(10)

Scene ini jika di perhatikan dengan detail terdapat kebocoran didalamnya bukan dari audio melainkan berasal dari gambar, seperti tanda panah di atas. Anak-anak melihat dari balik sampan dan sesekali mereka melihat kamera. Perlukan di sterilisasi kondisi tempat dari orang-orang sekitar yang menonton, untuk menghindari kebocoran-kebcoran yang bisa mengurangi estetika pada film.

6. Scene 8

Scene yang memperlihatkan dua objek yaitu Isma dan pria tua Bangka sedang membicarakan bisnis tentang yang bersangkut paut dengan Tari, Isma ingin menjerumuskan Tari serta ingin menjual Tari kepada pria tua yang ada pada gambar, tetapi Tari memiliki sifat dan prinsip yang kuat, pria tua itu ingin menagih janji kepada Isma namun Isma gagal menepati janjinya sebelumnya pria tua itu sudah mmberikan uang untuk disampikn ke Tari namun uang tersebut dipakaikai oleh Isma untuk mengontrol kawat giginya, si pria tua itu kesal dan meninggalkan Isma di café tersebut.

Gambar 11. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)

Shot-shot pada scene ini menggunakan sudut pengambilan gambar hight angle, over shoulder shot, dan juga long shot yang memiliki tujuan-tujuan tersendiri. Kegunaan dari hihgt angle untuk memperlihatkan setting secara keseluruhan dari tampak atas, over shoulder kegunaannya untuk memperlihatkan secara detail percakapan antara dua orang, dan long shot untuk melihat keseluruhan disekitar objek. Pada scene ini setting yang dibuat sangat terlihat tersusun, dan make up wanita berhasil menjadikan karakter Isma tampak lebih dewasa dan terlihat wanita nakal, terlihat perbedaan antara Isma berada disekolah dengan saat Isma bertemu dengan si pria tua tersebut.

(11)

Scene ini memiliki Suatu suatu kualitas tertentu yang menonjol dan bukan sekedar sesuatu yang kosong (kesungguhan. Tak menjadi soal kualitas apa yang dikandungnya (misalnya suasana suram atau gembira, sifat lembut atau kasar), asalkan merupakan sesuatu yang intensitif atau sungguh-sungguh.

Gambar 12. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)

Scene ini melihatkan adegan Isma dan teman-temannya membawakan dance modern, dalam gerakkan-gerakkannya terlihat kurang terkonsep dan terlihat masih kaku. Lokasi serta figuran dalam scene ini sangat mendukung sebagai penggambaran kompetisi dance. Penulis memahami kerumitan pada scene ini bagaimana mengatur orang-orang yang banyak serta kostum dari setiap pemain yang menggambarkan orang-orang kedinasan. Artisik berhasil merangkai keseluruhan namun asap yang terlalu tebal mengganggu pandangan penonton serta membuat kondisi menjadi gelap. Kekurangan akan cahaya tidak di atasi dengan penambahan lighting (penerangan) sehingga terlihat kerumitan pada scene ini.

7. Scene 9

Kebudayaan Melayu yang terdapat di Sedang Bedagai terlihat pada scene ini, Tarian yang dibawakan oleh grup Lestari sangat mendapatkan banyak pujian dan dapat menarik mata penonton didalam adegan maupun kita lihat secara visual pada layar, gerakkan yang sangat rapi dan terlihat kompak, make up dan kostum sangat terlihat sangat baik dibandingkan dengan saingannya yaitu grup dari Isma.

(12)

Gambar 13. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)

Drone berguna sebagai menunjukan tempat serta bangunan khas Melayu dimana ditempat tersebut merupakan lokasi menari yang diikuti oleh Tari dan Isma. Pergerakkan kamera semua menggunakan teknik heandheld yang berfungsi untuk untuk mengikuti pergerakkan Tari. Tata panggung disini sangat terkonsep mulai dari property, wardrobe, lokasi, penghargaan, memang menggambarkan situasi perlombaan sebenarnya. Scene ini sangat mengedepankan continuity dengan konsep kesungguhan dan kesatuan.

Gambar 14. Potongan gambar pada film lesTARI

(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)

Pada bagian ini sangat terasa janggal terlihat karena posisi kedua objek yaitu Tari dan ibnya yang sedang berpelukan sangat terlihat aneh ketika saat mereka berputar, sangat terlihat ganjal dengan pengambilan gambar seperti ini, yang seharusnya berputar itu adalah kamera tetapi disini yang memutar adalah objek, sangat disayang kan sehingga penonton kurang mendapatkan feel pada adegannya. Dan yang membuatnya penonton mengerti bahwa objek yang berputar dari segi putarannya tertatih-tatih

(13)

terlihat goyangnya sangat beda dengan kamera yang berputar mungkin gambar akan terlihat lebih smooth.

4. KESIMPULAN

Keberadaan film lesTARI pada tahun 2019 merupakan satu fenomena yang cukup menarik.Genre drama yang diusung memberikan warna yang berada di tengah-tengah kondisi perfilman di Indonesia terkhususnya di Medan dalam kondisi involutif atau didominasi genre drama dan horror.Adegan-adegan didalam film lesTARI setelah diinterprestasikan menggunkan pendekatan teori estetika kreativitas Monroe Breadsley yang menyatakan sebuah karya seni yang berhasil harus memnuhi tiga tahapan yaitu; kesatuan (unity), kerumitan (complexity), dan kesungguhan (intensity). Dari hasil analisis dalam penelitian ini, ketiga tahapan tersebut telah melekat didalam unsur-unsur pembentuk yang ada (naratif dan sinematik) saling berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan sistem yang terstruktur, sehingga menghasilkan sebuah tayangan yang mampu memberikan nilai-nilai estetik dan pengalaman estetik yang membuat penonton ikut merasakan suasana lucu, sedih, haru, gembira, serta dapat menyerap maksud dan tujuan yang ingin disampaikan.

5. SARAN

Penulis sarankan untuk membahas dan mengkaji film dengan menggunakan sudut pandang lain dan paradigma yang lebih tajam sehingga kedepannya diharpkan dapat memperkaya referensi serta kajian ilmu Program Studi Televisi dan Film. Untuk para pengkaji film penulis sarankan untuk membahas dan mengkaji film dengan menggunakan sudut pandang lain dan paradigma yang lebih tajam sehingga kedepannya diharapkan dapat memperkaya referensi serta kajian ilmu Program Studi Televisi dan Film. Untuk Universitas Potensi Utama khususnya jurusan Televisi Dan Film penulis berharap kebutuhan mahasisa akan selalu di kembangkan lagi seperti laboraturium serta alat-alat produksi sehingga mahasiswa kedepannya dapat lebih paham dengan sering melakukan praktek.

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Ilmiah yang berjudul “Proses Kreativitas Pada Film “lesTARI” Sutradara Onny Kresnawan” yang disusun untuk menyelesaikan tugas akhir peneliti pada tahun 2019 di Universitas Potensi Utama. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Ilmiah ini masih banyak kekurangan, sehingga diharapkan kritik, saran dan koreksi yang membangun untuk kesempurnaan Karya Ilmiah. Akhir kata, peneliti mengharapkan agar Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Aji, F. (2013).Studi Estetika Film Nagabonar Jadi 2 Karya Deddy Mizwar (doctoral, Institut Seni Indonesia Surakarta).

[2] Nimoyan Ivan Bagus Soekms Yeni Astuti, and Deny Antyo Hartanto. “Estetika Visualisasi Teaser Batik Festival 2015.” Publika Budaya 5.2 (2017): 73-80.

[3] Mahelingga, Dhevi Enlivena Irene Restia. Kajian Struktur Dramatik dan Estetika Komik Wayang Garudayana Karya Is Yuniarto.Diss. Tesis Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Surakarta, 2014.

[4] Prof.DR. DRS. Burhan Bungin M.SI, Analisis Data Kualitatif.Kelapa Gading Permei, 2003. [5] Alma’ruf, Ali Imron, Stilistika: Teori Metode dan Aplikasi Pengkajian Estetika. Surakarta: Cakra

Books.

[6] The Liang Gie, Garis-garis Besar Estetika (Filsafat Keindahan), Yogyakarta, Supersukses, 1983. [7] Tanjung, M. R. (2019). FOTOGRAFI PONSEL (Smartphone) SEBAGAI SARANA MEDIA

(14)

DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT MODERN. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(2), 224-234.

[8] Atika, J., Minawati, R., & Waspada, A. E. B. (2019). IKLAN LAYANAN MASYARAKAT PEDULI SAMPAH. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 3(2), 188-197. [9] Manesah, D. (2019). REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM FILM “ANAK

SASADA” SUTRADARA PONTY GEA. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(2), 179-189.

[10] Manesah, D. (2019). REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM FILM “ANAK SASADA” SUTRADARA PONTY GEA. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(2), 179-189.

[11] Manesah, D. (2019). ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA FILM MUTIARA DARI TOBA SUTRADARA WILLIAM ATAPARY. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 2(2), 177-186.

[12] Suryanto, S. (2019). ANALISIS PERBANDINGAN INTERPRETASI PENOKOHAN ANTARA NOVEL DAN FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(2), 153-164.

[13] Giovani, G. (2019). REPRESENTASI “NAZAR” DALAM FILM INSYA ALLAH SAH KARYA BENNI SETIAWAN. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 2(1), 59-70. [14] Sya'dian, T. (2019). ANALISIS SEMIOTIKA PADA FILM LASKAR PELANGI. PROPORSI:

Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(1), 51-63.

[15] Wahyuni, S. (2019). ANALISIS PENYAJIAN PROGRAM TALK SHOW “ASSALAMUALAIKUM INDONESIA” DI SALAM TV MEDAN. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(1), 64-76.

[16] Sya'dian, T. (2019). BUNKASAI, KAJIAN SEMIOTIKA BUDAYA KONTEMPORER DARI PENGARUH FILM JEPANG. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 2(1), 35-47.

[17] Suprianingsih, S. (2019). IKLAN LAYANAN MASYARAK PEMANPAATAN LOTENG RUMAH SEBAGAI LAHAN HIDROPONIK. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 3(2), 164-175.

Gambar

Gambar 1. Potongan gambar pada film lesTARI  (Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Gambar 2. Potongan gambar pada film lesTARI   (Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Gambar 3. Potongan gambar pada film lesTARI   (Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Gambar 5. Potongan gambar pada film lesTARI  (Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
+5

Referensi

Dokumen terkait

b) Sasaran akhir rancangan pembelajaran berupa target behavior tertentu yang akan selalu dievaluasi selama proses kegiatan belajar mengajar (Formulir yang dipakai

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan lain yang berkaitan dengan Retribusi Tanda Daftar Perusahaan di Kabupaten Kuantan Singingi yang bertentangan dengan

Data yang telah diperoleh dilapangan kemudian dianalisis dengan menggunakan metode PV² dimana P adalah volume penyeberang jalan (orang/jam) dan V adalah volume

Dengan demikian proses penelitiannya tidak hanya mencari makna yang terdapat pada sebuah teks, melainkan menggali lebih dalam wacana apa yang terdapat di balik naskah

Penentuan pengaruh waktu penyinaran UV terhadap aktivitas fotokatalis TiO 2 dilakukan dengan menggunakan limbah cair tapioka yang dikondisikan pada pH

Pengukuran score kinerja dengan metode Objectives Matrix (OMAX) Setelah mendapatkan hasil pembobotan antar KPI pada tahap pembobotan KPI maka langkah selanjutnya yaitu

Dan untuk mengkaji makna dari tanda-tanda yang terdapat dalam film pendek “Indonesia Masih Subuh” tersebut, penelitian ini menggunakan analisis semiotika dengan mengacu

Instrumen inti penelitian ini adalah peneliti. Untuk menghimpun data, peneliti menggunakan teknik wawancara dan lembar pengamatan yang dilengkapi dengan pelaksanaan. Hal