• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP HASIL BELAJAR IPA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN

MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

I Km. C.Trianandika

1

, Dsk. Pt. Parmiti

2

, Md. Sulastri

3

Jurusan PGSD

1,2

, Jurusan BK

3

, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: km.cahya3anandika@gmail.com

1

,

dskpt_parmiti@yahoo.co.id

2

,sulastrimade@yahoo.com

3

,

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA sebelum mengontrol motivasi berprestasi, dan (2) pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA setelah mengontrol motivasi berprestasi. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan rancangan non

equivalent post-test only control group design. Populasi penelitian ini adalah siswa

kelas V SD di Gugus III Kecamatan Rendang tahun pelajaran 2015/2016. Sampel penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Menanga dan siswa kelas V SD Negeri 3 Menanga. Data Motivasi berprestasi dikumpulkan dengan instrumen berupa kuesioner dan data hasil belajar IPA dikumpulkan dengan instrumen berupa tes pilihan ganda. Teknik analisis yang digunakan adalah Anakova satu jalur. Hasil analisis data menunjukkan (1) Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA sebelum mengontrol motivasi berprestasi. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA setelah mengontrol motivasi berprestasi. Jadi, terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA.

Kata kunci: hasil belajar IPA, motivasi berprestasi, pembelajaran berbasis masalah

Abstract

The aims this research was to know (1) a significant effect of problem based learning model to science learning outcomes prior the achievement motivation was controlled, and (2) a significant effect of problem based learning model to science learning outcomes after the achievement motivation was controlled. This research is quasi-experimental designs with nonequivalent post-test only control group design. The study population was the fifth grade of elementary school students in Cluster III Rendang District in 2015/2016 Academic Year. The sample in this study are students of grade fifth SD Negeri 1 Menanga and fifth grade students of SD Negeri 3 Menanga. The data of achievement motivation were gathered by the science instruments in the form of questionnaires and results of data were collected by the instruments to learn science in the form of a multiple choice test. The data obtained were analyzed using one way ANAKOVA technique. The data results of analysis can be summarized as follows (1) there was a significant difference of problem based learning model to science learning outcomes prior the achievement motivation was controlled, and (2) there was a significant effect of problem based learning model to science learning outcomes after the achievement motivation was controlled. So, there was a significant effect of problem based learning model and achievement motivation to science learning outcomes

Keywords: achievement motivation, problem-based learning, science learning outcomes

(2)

2

PENDAHULUAN

Kehidupan manusia bergantung pada berbagai gejala alam sehingga penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat dibutuhkan. IPA merupakan ilmu yang membahas tentang gejala-gejala alam secara objektif, rasional, dan sistematis (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014). IPA menggunakan pendekatan empiris untuk menemukan fakta, prinsip, teori, dan hukum alam. Usaha pemenuhan kebutuhan manusia dipengaruhi oleh berbagai gejala alam. IPA membantu manusia memahami berbagai gejala alam melalui pemecahan berbagai masalah sehingga kebutuhan manusia dapat dipenuhi.

Studi Programme for International

Student Assessment (PISA) 2012

menunjukkan bahwa literasi sains Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 375 (OECD, 2013). Kondisi yang tidak jauh berbeda ditunjukkan oleh studi yang dilakukan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)

2011. Studi TIMSS 2011 mengenai capaian belajar siswa kelas VIII dalam bidang Matematika dan IPA menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata 386 sedangkan skor rata-rata internasional adalah 500 (IEA, 2012). Berdasarkan studi PISA dan TIMSS tersebut, diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan IPA di Indonesia.

IPA merupakan mata pelajaran yang sudah diajarkan sejak Sekolah Dasar (SD). Pembelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa mampu menerapkan berbagai konsep-konsep IPA untuk meningkatkan kesadaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kesadaran akan kemajuan Ipteks dan berperan aktif menjaga kelestarian lingkungan (Bundu, 2006). Pembelajaran IPA di SD seharusnya memberikan pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Pengalaman belajar secara langsung dapat dilakukan melalui pemecahan berbagai macam masalah-masalah sederhana yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah akan mendorong siswa aktif

mengonstruksi pengetahuannya sehingga diperoleh hasil belajar IPA yang diharapkan.

Berbagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar IPA telah dilakukan. Upaya yang dilakukan sebagian telah menunjukkan keberhasilan, namun masih terdapat sekolah-sekolah yang siswanya memiliki hasil belajar IPA rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran IPA yang dilakukan di SD masih belum mengutamakan keaktifan siswa untuk

mengonstruksi pengetahuannya.

Pengalaman yang diperoleh siswa dalam belajar adalah melalui membaca dan menghafal sejumlah produk-produk IPA. Fenomena yang memperkuat pernyataan ini adalah hasil pencatatan dokumen dan observasi yang dilakukan di SD Negeri 3 Menanga, salah satu SD di Gugus III

Kecamatan Rendang Kabupaten

Karangasem.

Hasil pencatatan dokumen pada 11 Januari 2016 menunjukkan bahwa nilai UAS mata pelajaran IPA siswa kelas V pada semester I tahun pelajaran 2015/2016 masih rendah. Nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) SD Negeri 3 Menanga pada mata pelajaran IPA kelas V adalah 70,00. Dari 35 orang siswa, 42,85% (15 orang siswa) memperoleh nilai di atas KKM dengan nilai tertinggi 80 dan 57,15% (20 orang siswa) memperoleh nilai di bawah KKM dengan nilai terendah 55. Dengan demikian, rata-rata nilai UAS kelas V pada waktu semester 1 tahun pelajaran 2015/2016 adalah 69,34, nilai rata-rata tersebut berada di bawah KKM.

Hasil observasi yang dilakukan pada 11 Januari 2016 sampai dengan 12 Januari 2016 menunjukkan bahwa terdapat beberapa kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran IPA yang dilakukan. (1) Pembelajaran IPA didominasi pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center). Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah dan pemberian tugas (konvensional). Langkah pembelajaran konvensional, yaitu (1) pemberian informasi oleh guru, (2) tanya jawab, (3) pemberian tugas, (4) evaluasi. Pembelajaran IPA yang dilakukan dengan pendekatan konvensional mengakibatkan siswa mengalami kebosanan dan tidak berperan aktif dalam

(3)

3

mengonstruksi pengetahuannya.

Kebosanan yang dialami siswa ditunjukkan dengan terdapat beberapa siswa yang pandangannya tidak fokus ketika materi pelajaran dijelaskan oleh guru, mencoret kertas, dan mengobrol dengan teman sebangku. (2) Kurangnya penggunaan media pembelajaran. Siswa SD berada fase operasional konkret sehingga media pembelajaran sangat dibutuhkan untuk memberikan gambaran nyata terhadap siswa. (3) Pengetahuan guru terkait pembelajaran berpusat pada siswa (student

center) masih minim. (4) Penilaian yang

hanya mengutamakan aspek pengetahuan, padahal pengetahuan merupakan aspek terendah dalam domain kognitif. Selain aspek kognitif, penilaian seharusnya pencakup aspek afektif dan psikomotor. Kondisi demikian, akan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA yang diperoleh siswa.

Temuan rendahnya hasil belajar IPA menunjukkan bahwa perlu upaya memperbaiki proses pembelajaran IPA. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk memperbaiki proses pembelajaran adalah menggunakan model pembelajaran yang tepat. Pendapat ini sejalan dengan Sumiati dan Asra (2009) yang menyatakan, guru dapat menggunakan berbagai model pembelajaran untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal. Terkait dengan pembelajaran IPA di SD, guru hendaknya memilih model pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa sekolah dasar dan karakteristik materi pembelajaran IPA yang akan dibelajarkan.

Alternatif yang dipandang mampu meningkatkan hasil belajar IPA adalah pembelajaran dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Trianto (2010) menyatakan, model PBM merupakan model pembelajaran yang didasarkan pada

banyaknya permasalahan yang

membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Langkah model pembelajaran berbasis masalah adalah (1) (1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan mengkaji hasil

karya, dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Arends, 2004).

Dalam kehidupan, siswa akan selalu berhadapan dengan berbagai masalah sehingga kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis sangat diperlukan. Hal ini sejalan dengan Marjono (dalam Susanto, 2013) menyatakan, pada jenjang SD hal yang harus diutamakan adalah pengembangan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis peserta didik terhadap suatu masalah. Selanjutnya, Suyatno (2009) menyatakan, pembelajaran yang dimulai dari masalah mengakibatkan siswa belajar suatu konsep dan prinsip sekaligus pemecahan masalah.

Model PBM dipandang cocok diterapkan dalam pembelajaran IPA karena memiliki beberapa keunggulan. Model PBM memiliki keunggulan (Sanjaya, 2013), yaitu (1) dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran, (2) dapat membantu siswa untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, (3) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan baru dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, (4) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, (5) dapat memberikan

kesempatan pada siswa untuk

mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, dan (6) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Perolehan hasil belajar IPA dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Motivasi merupakan salah satu faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Adanya motivasi mengakibatkan siswa akan melakukan perbuatan atau usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tidak dapat dipungkiri, untuk mendapatkan hasil belajar yang ideal, siswa harus termotivasi untuk berprestasi. Siswa terdorong untuk mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan pendidik sehingga suasana kelas lebih aktif dan kondusif. Dorongan untuk meraih

(4)

4 prestasi disebut dengan motivasi berprestasi.

Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk meraih prestasi yang mengacu pada standar keunggulan. Standar keunggulan dapat berupa prestasi diri sendiri, prestasi orang lain, dan kesempurnaan tugas. Standar keunggulan berasal dari tuntutan orang tua atau lingkungan kultur tempat individu dibesarkan (Djaali, 2008). Harapan inilah yang menyebabkan motivasi berprestasi berbeda dari motivasi lainnya. Klausmeier (dalam Djaali, 2008) menyatakan, perbedaan dalam intensitas motivasi berprestasi (need do achieve) ditunjukkan dalam berbagai tingkatan prestasi yang dicapai oleh berbagai individu. Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi akan memiliki harapan sukses yang selalu mengalahkan rasa takut mengalami kegagalan sedangkan siswa dengan motivasi berprestasi rendah akan lebih mudah takut dengan kegagalan sehingga memengaruhi hasil belajar yang diperoleh. Dengan demikian, perlu dilakukan pengontrolan terhadap motivasi berprestasi untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA.

Berdasaran uraian di atas, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA sebelum mengontrol motivasi berprestasi, dan (2) pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA setelah mengontrol motivasi berprestasi.

METODE

Jenis desain penelitian ini adalah desain kuasi eksperimental (quasi

eksperimental research). Disebut demikian

karena tidak semua variabel yang muncul dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat. Desain ini dipilih karena tidak memungkinkan dilakukan eksperimen sungguhan. Rancangan kuasai eksperimental yang digunakan adalah non

equivalent post-test only control group design. Rancangan ini dipilih karena kondisi

aspek-aspek yang diharapkan ada pada satu kelompok eksperimen tidak setara

meskipun efek perlakuan ditiadakan, tidak memungkinkan mengubah kelas yang telah ada, pengaruh perlakukan diukur dengan pemberian post-test, dan penelitian melibatkan kelompok kontrol sebagai pembanding kelompok eksperimen.

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 133 orang. Sampel ditentukan dengan teknik

random sampling jenis cluster sampling

pada anggota populasi yang dinyatakan setara. Pengacakan dilakukan dengan undian. Pengundian dilakukan sebanyak dua kali, yaitu (1) menentukan sampel, dan (2) menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah dilakukan uji kesetaraan dan dilakukan pengundian sebanyak dua kali, sampel penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Menanga yang berjumlah 36 orang yang digunakan sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri 3 Menanga yang berjumlah 34 orang yang digunakan sebagai kelompok kontrol.

Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu variabel bebas, terikat, dan kontrol. Variabel bebas adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan pembelajaran konvensional. Model pembelajaran berbasis masalah diterapkan pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol, masing-masing sebanyak delapan kali pertemuan. Variabel terikat adalah hasil belajar IPA. Hasil belajar IPA diukur melalui

post-test. Variabel kontrol adalah motivasi

berprestasi. Motivasi berprestasi diukur sebelum masing-masing kelompok diberikan perlakuan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data motivasi berprestasi dan hasil belajar IPA. Data Motivasi berprestasi dikumpulkan dengan instrumen berupa kuesioner. Dimensi motivasi berprestasi yang diukur, meliputi (1) berupaya mencapai keberhasilan, (2) berorientasi pada keberhasilan, (3) inovatif, (4) bertanggungjawab, dan (5) mengantisipasi kegagalan (Suarni, 2004). Data hasil belajar IPA dikumpulkan dengan instrumen berupa tes pilihan ganda. Hasil belajar IPA yang diukur adalah pada domain kognitif yang didasarkan pada

(5)

5 Taksonomi Pendidikan Bloom revisi Anderson dan Krathwohl (2010), meliputi (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) evaluasi, dan (6) kreasi.

Instrumen yang digunakan, baik kuesioner motivasi berprestasi dan tes hasil belajar IPA telah melalui validasi. Uji validasi instrumen kuesioner motivasi berprestasi meliputi uji validitas isi, uji validitas butir, dan uji reliabilitas. Uji validasi instrumen hasil belajar IPA meliputi uji validitas isi, uji validitas butir, uji reliabilitas, uji tingkat kesukaran, dan daya beda butir tes. Setelah dilakukan validasi instrumen, dari 50 butir pernyataan dalam kuesioner yang disiapkan, digunakan 40 butir pernyataan, dan dari 35 butir pertanyaan pada tes hasil belajar IPA digunakan 30 butir pertanyaan.

Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif, dan Analisis Kovarians (Anakova) satu jalur. Analisis deskriptif yang dilakukan, meliputi mencari gejala pusat (rata-rata hitung, median, dan modus) dan variabilitas (standar deviasi, dan variansi). Rata-rata hitung yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan skala lima.

Sebelum dilakukan uji Anakova satu jalur, data harus memenuhi beberapa asumsi sehingga dilakukan uji prasyarat

analisis. Asumsi yang harus dipenuhi diantaranya (1) data berdistribusi linear, (2) memiliki variansi yang homogen, dan (3) memiliki hubungan yang linear sehingga uji prasyarat analisis yang dilakukan, meliputi uji normalitas sebaran data, uji homogenitas varians, dan uji linearitas hubungan. Uji normalitas sebaran data dilakukan dengan teknik Kolmogorov-smirnov untuk mengetahui data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal. Uji homogenitas varians dilakukan dengan uji Fisher untuk mengetahui kehomogenan variansi dari data motivasi berprestasi dan hasil belajar IPA. Uji linearitas dilakukan dengan uji Anova untuk mengetahui hubungan hasil belajar IPA terhadap motivasi berprestasi linear atau tidak linear.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil analisis deskriptif data motivasi berprestasi kelompok eksperimen menunjukkan bahwa skor rata-rata adalah 115,47 kategori tinggi. Hasil pengukuran motivasi berprestasi kelompok kontrol menunjukkan bahwa skor rata-rata adalah 114,97 kategori tinggi. Rangkuman deskripsi skor motivasi berprestasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rangkuman Deskripsi Skor Motivasi Berprestasi

Statistik Motivasi Berprestasi

Eksperimen Kontrol Rata-rata hitung 115,47 114,97 Median 116,00 113,00 Modus 128 113 Variansi 159,51 171,91 Standar deviasi 12,63 13,11

Hasil pengukuran hasil belajar IPA menunjukkan skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen adalah 20,53 berada pada kategori tinggi dan kelompok kontrol adalah 17,79 berada pada kategori tinggi. Secara deskriptif, diketahui terdapat

perbedaan skor rata-rata pada kedua kelompok, skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Rangkuman deskripsi hasil belajar IPA disajikan pada Tabel 2.

(6)

6

Tabel 2. Rangkuman Deskripsi Skor Hasil Belajar IPA

Statistik Motivasi Berprestasi

Eksperimen Kontrol Rata-rata hitung 20,53 17,79 Median 20,50 17,00 Modus 23 16 Variansi 9,57 11,80 Standar deviasi 3,09 3,44

Hasil uji prasyarat analisis menunjukkan data berdistribusi normal, memiliki variansi yang homogen, dan data motivasi berprestasi dan hasil belajar IPA memiliki hubungan yang linear. Merujuk pada hasil uji prasyarat tersebut, uji hipotesis dengan Anakova satu jalur dapat dilakukan.

Hasil uji Anakova satu jalur menunjukkan bahwa (1) nilai F peubah Model Dikoreksi adalah 56,451 dengan angka signifikansi 0,000. Angka signifikansi kurang dari α (0,00<0,05) sehingga terdapat pengaruh yang signifikan model

pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA sebelum mengontrol motivasi berprestasi, (2) nilai F peubah A adalah 85,414 dengan angka signifikansi 0,000. Angka signifikansi kurang dari α (0,00<0,05) sehingga terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA setelah mengontrol motivasi berprestasi. Uji Anakova satu jalur data motivasi berprestasi dan data hasil belajar IPA dilakukan dengan bantuan program SPSS 21 for windows. Rangkuman hasil Anakova satu jalur disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rangkuman Hasil Anakova Satu Jalur

Sumber JK Db RJK F Sig. Model Dikoreksi 536,702 2 268,351 56,451 0,000 Memintas 6,211 1 6,211 1,306 0,257 Y 406,033 1 406,033 85,414 0,000 A 121,672 1 121,672 25,595 0,000 Galat 318,498 67 4,754 Total 26660,000 70 Total Koreksi 855,200 69 Keterangan: Y = Motivasi Berprestasi A = Model PBM Pembahasan

Pengujian hipotesis I telah berhasil membuktikan terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA sebelum mengontrol motivasi berprestasi pada siswa kelas V SD di Gugus III

Kecamatan Rendang Kabupaten

Karangasem tahun pelajaran 2015/2016. Terdapat pengaruh model PBM terhadap hasil belajar IPA disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Faktor pertama, pembelajaran didasarkan atas masalah autentik.

Pembelajaran yang didasarkan atas masalah autentik menjadi jembatan penghubung antara aktivitas di dalam sekolah dan di luar sekolah sehingga siswa merasa dekat terhadap masalah yang diajukan. Siswa yang merasa dekat dengan masalah yang diajukan menjadi termotivasi untuk mengonstruksi pengetahuannya melalui berpikir, mengutarakan ide-ide, dan melakukan pemecahan masalah. Siswa tidak belajar untuk menghafal sebanyak mungkin konsep-konsep IPA, melainkan dituntut menemukan sendiri konsep tersebut sehingga terjadilah pembelajaran yang bermakna. Hal ini sejalan dengan

(7)

7 Trianto (2009) menyatakan, belajar tidak hanya sekadar menghafal melainkan siswa harus mengonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Kemudian, Suyatno (2009) menyatakan, dengan pembelajaran yang dimulai dari masalah, siswa belajar suatu konsep dan prinsip sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian, ada dua hasil belajar yang dicapai, yaitu jawaban terhadap masalah (produk) dan cara memecahkan masalah (proses).

Faktor kedua, siswa diberi kesempatan memilih dan membuktikan ide-ide pemecahan masalah yang diajukan. Model PBM menuntut siswa aktif menemukan pemecahan masalah IPA yang tengah dihadapi. Dalam menemukan dan melaksanakan proses pemecahan masalah, siswa dituntut untuk berani mengajukan pertanyaan dan gagasan, serta mempertanggungjawabkan gagasan yang disampaikan. Siswa diberikan kesempatan untuk memecahkan masalah IPA melalui kegiatan penyelidikan sehingga produk-produk IPA yang ditemukan tidak sekadar diingat melainkan dipahami dan mampu diaplikasikan karena siswa aktif membangun pemahamannya secara mandiri. Pemahaman akan produk-produk IPA yang ditemukan sendiri oleh siswa akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Dimyati dan Mudjiono (2009) menyatakan, keaktifan siswa yang berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi, dan keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran menyebabkan pembelajaran menjadi menyenangkan dan bermakna. Selanjutnya, Samantowa (2006) menyatakan, melalui kegiatan bertanya, anak akan berlatih menyampaikan gagasan dan memberikan respons yang relevan terhadap suatu masalah yang dimunculkan. Faktor ketiga, pemecahan masalah dilakukan secara individu dan berkelompok. Siswa yang didorong bekerja secara berkelompok untuk memecahkan masalah terlatih untuk bertanggungjawab dan berpartisipasi secara demokratis. Diskusi yang dilakukan sebelum memecahkan masalah menambah keyakinan siswa terhadap hasil pemikirannya dan memotivasi siswa untuk belajar dan

menemukan hal-hal yang bermakna. Kemampuan untuk memecahkan masalah secara individu dan kelompok akan mendorong siswa untuk pandai membedakan kepentingan individu dan kelompok, sehingga kecakapan untuk menempatkan diri sesuai dengan tuntutan kondisi akan dimiliki. Hal ini sejalan dengan Trianto (2009) yang menyatakan, bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. Selanjutnya, Wisudawati dan Sulistyowati (2014) menyatakan, bekerja berkelompok berguna dalam penyelesaian masalah yang kompleks menjadi mudah karena dalam bekerja berkelompok dapat menambah motivasi, pengembangan berpikir, dan kemampuan sosial yang tinggi.

Faktor keempat, siswa didorong untuk mengembangkan dan mengkaji hasil karya. Mengembangkan dan mengkaji hasil karya membutuhkan kecakapan siswa untuk mengolah informasi (search and manage

information) sehingga melatih siswa untuk

kreatif, berpikir kritis, dan merealisasikan pemikirannya. Menurut Anderson dan Krathwohl (2010), mencipta merupakan kemampuan yang paling tinggi dalam domain kognitif karena melibatkan proses penyusunan elemen-elemen menjadi keseluruhan. Siswa yang dapat mengembangkan dan mengkaji hasil karya tentu telah memiliki kemampuan-kemampuan yang tidak sekadar hafalan. Mengembangkan dan mengkaji suatu karya sesuai dengan hakikat pembelajaran IPA yang tidak hanya menekankan pada proses ilmiah, tetapi juga produk ilmiah dan sikap ilmiah sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Tinjauan ini sesuai dengan Bundu (2006) yang menyatakan bahwa IPA tidak hanya meliputi proses ilmiah tetapi juga produk ilmiah dan sikap ilmiah.

Hasil pengujian hipotesis I sesuai dengan beberapa hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan Mahendra (2013), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan

(8)

8 model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional. Penelitian yang dilakukan Dewi (2014) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui model

problem based learning berbantuan

media cetak dan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran Konvensional.

Hasil pengujian hipotesis II menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA setelah mengontrol motivasi berprestasi pada siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2015/2016.

Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk meraih prestasi yang mengacu pada standar keunggulan, berupa prestasi diri sendiri, prestasi orang lain, dan kesempurnaan tugas. Motivasi berprestasi akan mendorong siswa untuk meraih dan

meningkatkan prestasi dengan

mengerjakan tugas-tugas menantang, pantang menyerah, selalu berinovasi, berorientasi pada keberhasilan, dan mengantisipasi kegagalan yang dialami. Sujarwo (2011) menyatakan, adanya dorongan dari dalam diri siswa untuk sukses, bekerja keras, meraih hasil belajar yang lebih baik dan adanya upaya menghindari kegagalan dalam belajar maka siswa menambah keyakinan dan aktivitas belajar untuk meraih hasil belajar yang lebih baik.

Hasil pengujian hipotesis II yang telah berhasil menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan model PBM setelah mengontrol motivasi berprestasi menguatkan hasil pengujian hipotesis I yang menemukan bahwa model PBM berpengaruh terhadap hasil belajar IPA sebelum mengontrol motivasi berprestasi. Hal ini terjadi karena model PBM menggunakan masalah autentik dan mendorong aktivitas siswa menemukan dan mengonstruksi pengetahuan. Rusman (2010) menyatakan, dalam model PBM, pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk

mencari solusi dari sebuah permasalahan. Selanjutnya, Sumiati dan Asra (2009:57) menyatakan, hasil belajar yang dicapai melalui bentuk belajar pemecahan masalah lebih tinggi nilai kemanfaatannya dibandingkan dengan belajar melalui proses pembelajaran yang berlangsung dalam pembelajaran konvensional.

Meskipun pengontrolan motivasi berprestasi telah dilakukan, model PBM tetap berpengaruh terhadap hasil belajar IPA karena PBM mampu memotivasi siswa untuk berprestasi, baik antar individu maupun antar kelompok. Selain itu, model

PBM mampu menumbuhkan dan

mengembangkan kecakapan siswa untuk berpikir kritis melalui pemecahan masalah autentik. Wisudawati dan Sulistyowati (2014) menyatakan, IPA akan lebih mudah dipahami dan diingat apabila ditemukan sendiri oleh siswa melalui kegiatan pemecahan masalah. Selanjutnya, Amir (2009) menyatakan, model PBM efektif memotivasi siswa untuk terus belajar sehingga dapat memberikan berbagai kecakapan, mulai dari kecakapan pemecahan masalah (problem solving

skills), kecakapan berpikir kritis (critical thinking skills), bekerja dalam kelompok,

dan mengolah informasi.

Hasil pengujian hipotesis II relevan dengan beberapa hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Hartana (2014) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar TIK antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri dengan kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional setelah motivasi berprestasi dikendalikan. Penelitian yang dilakukan oleh Suardani (2013) menunjukkan bahwa setelah diadakan pengendalian terhadap variabel motivasi berprestasi, terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan siswa yang

mengikuti model pembelajaran

konvensional.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis

(9)

9 masalah terhadap hasil belajar IPA sebelum mengontrol motivasi berprestasi (F=56,451, sig.=0,000), (2) Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA setelah mengontrol motivasi berprestasi (F=25,595, sig.=0,000). Dengan demikian, terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis masalah dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA.

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Disarankan bagi guru sekolah dasar, model pembelajaran berbasis masalah dipertimbangkan untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar untuk meningkatkan hasil belajar siswa. (2) Disarankan bagi guru sekolah dasar untuk melakukan upaya meningkatkan motivasi berprestasi siswa karena motivasi berprestasi berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. (3) Disarankan bagi peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut dan sejenis tentang model pembelajaran berbasis masalah untuk menambah populasi, melaksanakan penelitian dengan waktu yang lebih lama, ataupun menambahkan variabel penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. T. 2013. Inovasi Pendidikan

Melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan

Pemelajar di Era Pengetahuan.

Jakarta: Kencana.

Anderson, L. W. dan D. R. Krathwohl. 2010.

Kerangka Landasan untuk

Pembelajaran, Pengajaran, dan

Asesmen Revisi Taksonomi

Pendidikan Bloom. Terjemahan A.

Prihantoro. A Taxonomy for learning,

Teaching, Ana Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. A Bridged Edition. 2001.

Cetakan Ke-1. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arends, Richard I. 2004. Learning to Teach

6th Ed. New York: McGraw Hill.

Bundu, P. 2006. Penilaian Keterampilan

Proses dan Sikap Ilmiah dalam

Pembelajaran Sains-SD. Jakarta:

Depdiknas.

Dewi, P. A. S. 2014. “Pengaruh Model Problem Based Learning Berbantuan Media Cetak Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Gugus V Mengwi”. E-journalMimbar PGSD

Universitas Pendidikan Ganesha,

Volume 2.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djaali, H. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hartana, I G. A. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri terhadap Hasil Belajar TIK Ditinjau dari Motivasi Berprestasi pada Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar”. E-journal

Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan,

Volume 4.

IEA. 2012. “Science Result”. Tersedia pada http://timss.bc.edu/

timss2011/international-results-science.html (diakses 12 Januari 2016).

Mahendra, K. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD”. E-journal Mimbar PGSD

Universitas Pendidikan Ganesha,

Volume 2, Nomor 1.

OECD. 2013. “PISA 2012 Result In Focus: What 15-Year-Olds Know and What They Can Do With That they Know”. Tersedia pada www.oecd.org/ pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf (diakses 12 Januari 2016).

Samantowa, U. 2006. Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar.

Jakarta: Depdiknas.

Sanjaya, W. 2013. Strategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses

(10)

10 Suardani, Ni M. 2013. “Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Hasil Belajar IPS dengan Kovariabel Motivasi Berprestasi pada Siswa Kelas V SDN 1 Semarapura Tengah”. E-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar, Volume 3.

Suarni, N. K. 2004. “Meningkatkan Motivasi Berprestasi Siswa Menengah Umum di Bali dengan Strategi Pengelolaan Diri Model Yates”. Disertasi (tidak diterbitkan). Fakultas

Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Sujarwo. 2011. “Motivasi Berprestasi Sebagai Salah Satu Perhatian dalam Memilih Strategi Pembelajaran”. Tersedia pada http://journal.uny.ac.id/ index.php/mip/article/download/6858/ 5891 (diakses 10 Mei 2016).

Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana

Prima.

Susanto, H. 2013. Teori Belajar dan

Pembelajaran di Sekolah Dasar.

Jakarta: Kencana.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran

Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana

Pustaka.

Trianto. 2010. Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif-Progresif:

Konsep Landasan dan

Implementasinya pada Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Jakarta: Kencana.

Wisudawati, A. W. dan E. Sulistyowati. 2014. Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil yang telah diuraikan dapat diketahui bahwa landform T.12.1 merupakan satuan landform yang paling banyak memiliki keragaman bahan induk yang terdapat dalam

Kandungan bakteri heterotrofik menunjukkan bahwa di lokasi penelitian perairan Selat Buton lebih tinggi bila dibandingkan dengan Selat Kabaena, Selat Muna,

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus dengan menerapkan teknik fast math dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik fast

Formula untuk metoda uji simpangan baku dan uji sisa ter-student dapat dibandingkan secara teoritis dimana jika suatu data terdeteksi sebagai pencilan dengan uji

Teknik pembelajaran JST yang digunakan dalam metode peramalan curah hujan ini adalah JST propagasi balik standar dengan arsitektur banyak lapis yaitu satu lapisan input, satu

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM PEKTIN DENGAN PENAMBAHAN MINYAK ATSIRI SEREH DAPUR (Cymbopogon

Indonesia dengan Model Mind Mapping pada Siswa Kelas IV SD Muhammadiyah. I

Agar penelitian ini tidak terlalu luas, penulis memberikan batasan masalah yaitu pada kinerja keuangan KUD Serba Usaha Musuk di kabupaten Boyolali dan laporan keuangan yang