6 A. Kecemasan
1. Definisi kecemasan
Cemas merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam (Stuart dan Sundeen, 1998).
Daradjat (dalam Siswati, 2000) menyatakan bahwa kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang tercampur aduk yang terjadi tatkala orang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin atau konflik. Ada segi yang disadari dari kecemasan itu seperti rasa takut, tak berdaya, terkejut, rasa berdosa atau terancam, selain juga segi – segi yang terjadi diluar kesadaran dan tidak dapat menghindari perasaan yang tidak menyenangkan.
Menurut Carpenito (2000) menyebutkan bahwa kecemasan merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik.
2. Tingkat Kecemasan
Kecemasan mempunyai berbagai tingkat, Stuart & Sundeen (1998) menggolongkan sebagai berikut :
a. Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati serta waspada. Individu akan terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Kecemasan ringan diperlukan orang agar dapat mengatasi suatu kejadian. Seseorang dengan kecemasan ringan dapat dijumpai berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
1) Persepsi dan perhatian meningkat, waspada 2) Mampu mengatasi situasi bermasalah
3) Dapat mengatakan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa mendatang, menggunakan belajar, dapat memvalidasi secara konsensual, merumuskan makna
4) Ingin tahu, mengulang pertanyaan 5) Kecenderungan untuk tidur b. Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memuaskan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehinga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Orang dengan kecemasan sedang biasanya menunjukan keadaan seperti :
1) Persepsi agak menyempit, secara selektif tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan perhatian.
2) Sedikit lebih sulit untuk konsentrasi, belajar menuntut upaya lebih. 3) Memandang pengalaman ini dengan masa lalu.
4) Dapat gagal untuk mengenali sesuatu apa yang terjadi pada situasi, akan mengalami beberapa kesulitan dalam beradaptasi dan menganalisa.
5) Perubahan suara atau ketinggian suara.
6) Peningkatan frekuensi pernafasan dari jantung. 7) Tremor, gemetar
c. Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi. Individu cenderung memikirkan pada hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak mampu berpikiran berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan. Hal-hal dibawah ini sering dijumpai pada seseorang dengan kecemasan berat, yaitu :
1) Persepsi sangat berkurang/berfokus pada hal-hal detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih bahkan ketika diinstruksikan untuk melakukannya.
2) Belajar sangat terganggu, sangat mudah mengalihkan perhatian, tidak mampu untuk memahami situasi saat ini.
3) Memandang pengalaman saat ini dengan arti masa lalu, hampir tidak mampu untuk memahami situasi ini.
4) Berfungsi secara buruk, komunikasi sulit dipahami. 5) Hiperventilasi, takhikardi, sakit kepala, pusing, mual. d. Tingkat panik
Pada tingkat ini persepsi terganggu individu, sangat kacau, hilang kontrol, tidak dapat berpikir secara sistematis dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun telah diberi pengarahan. Tingkat ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. Seseorang dengan panik akan dapat dijumpai adanya :
1) Persepsi yang menyimpang, fokus pada hal yang tidak jelas. 2) Belajar tidak dapat terjadi.
3) Tidak mampu untuk mengikuti, dapat berfokus hanya pada hal saat ini, tidak mampu melihat atau memahami situasi, hilang kemampuan mengingat.
4) Tidak mampu berpikir, biasanya aktifitas motorik meningkat atau respon yang tidak dapat diperkirakan bahkan pada stimuli minor, komunikasi yang tidak dapat dipahami.
5) Muntah, perasaan mau pingsan. 3. Rentang Respon Kecemasan
Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisaikan dalam rentang respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif sampai maladative. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan deskruktif. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar memahami terhadap perubahan-perubahan terutama tentang
perubahan terhadap perasan tidak nyaman dan befokus pada kelangsungan hidup. Sedangkan reaksi deskruktif adalah reaksi yang dapat menimbulkan tingkah laku maladaptive serta difungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik Stuart dan Sundeen, 1998). Rentang respon kecemasan dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan Sumber : Stuart, G.W dan Sundeen, S. J. (1998).
4. Respon terhadap kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon terhadap kecemasan meliputi : a) Respon fisiologis
1) Sistem kardiovaskuler
Palpitasi, meningkatkan tekanan darah, rasa mau pingsan, pusing-pusing, tekanan darah menurun, nadi menurun.
2) Sistem respiratory
Nadi cepat dan pendek, rasa tertekan pada dada, perasaan tercekik, terengah-engah, pembengkakan pada tenggorokan.
3) Sistem neuromuskuler
Reflek meningkat, insomnia, tremor, rigid, gelisah, muka tercekik, ketakutan, reaksi kejutan, wajah tegang, gerakan lambat, kelemahan secara umum.
4) Sistem gastrointestinal.
Rasa tidak nyaman pada abdomen, nafsu makan menurun, mual, diare, rasa penuh di perut, rasa terbakar pada epigastrum.
5) Sistem urinary
Tekanan pada sistem, frekuensi buang air kecil (BAK) meningkat. Rentang Respon Kecemasan
Respon adaptif Repon maladaptive
6) Sistem integumen
Wajah merah, rasa panas, dingin pada kulit, kering setempat / telapak tangan, wajah pucat dan berkeringat seluruh tubuh.
5. Teori Predisposisi Kecemasan
Menurut Freud (dalam Siswati (2000) terjadinya kecemasan pada individu dapat diterangkan melalui teori-teori :
a. Teori psikomotorik
Menurut teori ini. Freud, menyatakan kecemasan terbagi dalam 4 kategori yaitu : superego anxiety, castration anxiety, separation anxiety dan id or impulse anxiety.
Selanjutnya oleh Freud dikatakan pula kecemasan adalah hasil konflik yang tidak disadari antara impuls id (terutama impuls agresif dan seksual) yang melawan ego atau superego. Banyak impuls id memberikan ancaman pada individu karena berlawanan dengan nilai-nilai yang dianut oleh individu atau nilai-nilai-nilai-nilai moral dalam masyarakat.
b. Teori Kognitif.
Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi karena adanya penyimpanan cara berfikir (distorsi kognitif) pada seseorang. Individu akan mengalami gangguan atau penyimpanan dalam menafsirkan situasi-situasi yang dihadapinya, sehingga kecemasan ini lebih dipengaruhi oleh proses berfikir individu bukan oleh situasinya.
c. Teori Belajar
Kecemasan menurut pandangan teori belajar terjadi bukan terpusat pada konflik interval tetapi cara-cara ketika kecemasan dihubungkan dengan situasi-situasi tertentu melalui proses belajar. Para pengikut pandangan tradisional ini dari teori belajar menganggap bahwa kecemasan berkembang melalui belajar berasosiasi. Sehingga stimulus yang ada awalnya netral menjadi sesuatu yang mencemaskan
karena cenderung terkondisi yang didasarkan pada hubungan dengan stimulus yang tidak menyenangkan atau aversive stimulus.
d. Teori kepribadian
Kecemasan merupakan dimensi dasar kepribadian dan kecemasan dapat dilihat sebagai campuran antara intraversi dan neurotisme. Adapun stressor pencetus kecemasan dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu :
1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari.
2) Ancaman terhadap system diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi social yang terintegritas dalam diri seseorang
6. Cara pengukuran kecemasan
Alat ukur tingkat kecemasan telah dikembangkan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya adalah kecemasan berdasarkan HARS, Demikian halnya dengan penelitian ini, karena kecemasan berdasarkan HARS telah terbukti dan banyak digunakan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kecemasan maka dalam penelitian ini untuk mengukur kecemasan ibu terhadap sindrom klimakterium juga menggunakan standar HARS yang berisi tentang perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatic, Gejala kardiovaskuler, gejala resperatori, gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala autonom, tingkah laku (Hidayat, 2007).
Gejala kecemasan berdasarkan HARS diukur berdasarkan skala yang bergerak 0 hingga 4. Skor 0 berarti tidak ada gejala atau keluhan, skor 1 berarti ringan (1 gejala dari pilihan yang ada), sokr 2 berarti sedang (separuh dari gejala yang ada), skor berat (lebih dari separuh yang ada) dan skor 4 berarti Sangat Berat (semua gejala ada).
B. Klimakterium 1. Pengertian
Klimakterium merupakan periode peralihan dari fase reproduksi menuju fase usia tua (senium) yang terjadi akibat menurunnya fungsi degeneratif ataupun endokrinologi dari ovarium (Prawirohardjo, 2003).
Perubahan-perubahan organik terjadi pada masa klimakterium (Baziad, 2003) :
a. Uterus
Begitu memasuki usia pramenopause, panjang kavum uteri mulai berkurang. Pascamenopause terjadi involusi miometrium, yang bila terdapat miom uterus, maka miom uterus tersebut akan mengalami regresi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya estrogen dalam darah. Endometrium menjadi atropi dan ketebalannya < 5 mm. Dinding pembuluh darah menjadi tipis dan rapuh. Hal inilah yang menjelaskan mengapa kadang-kadang terjadi perdarahan pada wanita menopause. Endometrium yang atropi masih memiliki reseptor estrogen, sehingga TSH dapat menyebabkan penebalan endometrium. b. Ovarium (indung telur)
Pada usia > 30 tahun ovarium mulai mengecil dan jumlah kista fungsional bertambah, yang mencapai puncaknya antara usia 40-45 tahun. Pada usia ini jarang ditemukan hyperplasia stroma ovarium, dan setelah menopause akan berkurang, dimana stroma ovarium menjadi fibrotik. Meskipun telah menghentikan fungsinya, ovarium masih tetap sebagai organ endokrin karena setelah menopause, sel-sel hilus dan sel-sel stromanya masih dapat memproduksi testosterone dan androstendion dalam jumlah besar dan memproduksi estradiol dan progesterone dalam jumlah kecil.
c. Serviks (leher Rahim)
Pada usia perimenopause, serviks juga mengalami proses inovulasi, serviks berkerut, serta epitelnya tipis dan mudah cedera. Kelenjar estrogen tidak begitu berpengaruh terhadap epitel serviks
dibandingkan terhadap epitel vagina, yang sangat rentan terhadap kekurangan estrogen.
d. Vagina (liang senggama)
Pascamenopause terjadi involusi vagina dan vagina kehilangan rugae. Epitel vagina atrofi dan mudah cedera. Vaskularisasi dan aliran darah ke vagina berkurang sehingga lubrikasi berkurang yang mengakibatkan hubungan seks menjadi sakit. Atrofi vagina menimbulkan rasa panas, gatal, serta kering pada vagina. Pada oofarektomi bilateral, akibat penurunan estrogen yang begitu cepat, kelainan pada vagina terjadi begitu drastis, sedangkan pada menopause alami yang muncul biasanya tidak begitu parah. Epitel vagina bereaksi sangat sensitive terhadap penurunan kadar estrogen. e. Vulva (mulut kemaluan)
Involusi vulva terjadi karena usia tua, sedangkan atrofi, hilangnya turgor dan elastisitas sangat dipengaruhi oleh estrogen. Pascamenopause, rambut pubis mulai berkurang, labia mayora dan klitoris mengecil, dan introitus vagina menjadi sempit dan kering. Kulit vulva menjadi atrofi, lemak subkutan berkurang, terjadi perubahan dalam pembentukan epitel dan korium, yang dewasa ini disebut sebagai distrofi, atau dulu yang dikenal dengan craurosis vulvae, seperti lichen sclerosus. Pada distrofi vulva selain terjadi atrofi, juga terjadi perubahan berupa hiperkeratosis. Pada masa ini akan terasa gatal, nyeri dan seperti ada benda asing di vagina. Gatal yang kronis sulit diobati, dan menyebabkan perasaan tidak nyaman. Vulva mudah terkena infeksi (vulvitis) dan infeksi kronik dengan jamur (kandidiasis).
2. Perubahan pada susunan ekstragenital a. Penimbunan Lemak (Adipasitas)
Penyebaran lemak terdapat pada tungkai, perut bagian bawah, dan lengan atas. Sekitar 20% wanita klimaterium mengalami kenaikan
mencolok. Hal ini diduga ada hubungannya dengan penurunan estrogen dan gangguan zat dasar metabolisme lemak.
b. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Akibat gejolak panas terjadi suatu peningkatan tekanan darah. Pada wanita usia 45-70 tahun diketahui peningkatan tekanan darah tersebut dimulai selama klimakterium.
c. Hiperkolesterolemia
Penurunan atau hilangnya kadar estrogen menyebabkan peningkatan kolesterol dan penurunan lemak total.
d. Aterosklerosis
Adanya hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol menyebabkan meningkatnya faktor resiko terhadap terjadinya aterosklerosis.
C. Sindrom klimakterium 1. Pengertian
Sindrom klimakterium adalah kumpulan keluhan yang biasa muncul pada masa klimakterium akibatnya berkurangnya hormon estrogen. Klimakterium mulai sekitar 6 tahun sebelum menopause dan berakhir kira-kira 6-7 tahun sesudah menopause (Baziad, 2003).
2. Gejala klinis sindrom klimakterium 1) Gejala vasomotor
Gejala vasomotor dapat muncul sebagai rasa panas (hot flushes), keringat banyak, sakit kepala, dada berdebar-debar dan kadang-kadang susah bernafas. Rasa panas (hot flushes) dan keringat malam merupakan gangguan termoregulasi yang khas dan paling banyak dirasakan wanita di masa klimakterium. Rasa panas di mulai sebagai perasaan panas di seluruh tubuh yang dirasakan secara tiba-tiba, khususnya di daerah dada yang menjalar ke leher dan muka, disertai dengan keluarnya keringat yang berlebihan. Hal ini merupakan
mekanisme kompensasi antara temperatur perifer dan temperatur sentral (Baziad, 2003).
2) Gejala psikologis
Gejala psikologis yang sering di jumpai adalah emosi ibu yang menjadi labil, ibu mudah tersinggung, susah tidur, muncul perasaan cemas dan gelisah tanpa sebab yang jelas, kadang murung, dan perasaan mau menangis, tidak bersemangat serta libido menurun (Pramono, 2001).
Beberapa penemuan menyatakan bahwa estrogen dan androgen mempengaruhi sistem limbic (mood, motivasi, libido, daya ingat) dan hypothalamus (termoregulasi dan denyut jantung), dimana estrogen dan androgen mempengaruhi aktifitas neurotransmitter dan neurodulator sistem saraf pusat khususnya serotonin yang berpengaruh positif pada sistem limbic (Pramono, 2001)
Gejala psikologis masa klimakterium bukan hanya merupakan fenomena biologis semata, tetapi merupakan interaksi dari fenomena biologis, psikologis, sosiologis, dan kultural. Hal tersebut terbukti dengan tingginya keluhan psikologis klimakterium pada wanita Eropa dan Amerika yang memiliki budaya menonjolkan kecantikan dan daya tarik seksual, sedangkan wanita Arab dan Pakistan yang memiliki tradisi keagamaan kuat keluhan psikologis jarang didapatkan (Pramono, 2001).
3) Gejala urogenital
Gejala urogenital yang sering dijumpai pada masa klimakterium adalah keluhan seksual seperti vagina kering (vaginismus) dan sakit saat berhubungan seksual (dispareunia), keluhan saluran kemih seperti nyeri saat kencing (disuria) dan rasa tidak puas setelah selesai kencing. Di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor estrogen. Penurunan kadar estrogen pada wanita usia klimakterium mengakibatkan atrofi vagina, yang ditandai dengan berkurangnya vaskularisasi jaringan, penipisan epitel vagina, berkurangnya diameter dan panjang vagina
serta hilangnya elastisitas vagina. Hal serupa juga terjadi pada uretra dimana epitel transisionalnya mengalami penipisan atau penurunan vaskularisasi uretra, atrofi mukosa serta hilangnya elastisitas uretra (Pramono, 2001).
Keluhan seksual disebabkan secara langsung oleh atrofi vagina yang mengakibatkan vaginismus dan dispareunia. Biasanya pasien mengeluh vagina kering daan sakit saat berhubungan seksual, hal ini dapat semakin menurunkan libido. Beberapa wanita mengalami dispareunia berat yang dapat mempengaruhi hubungan dengan pasangannya. Wanita yang berhubungan seksual secara teratur lebih kecil kemungkinan mengalami keluhan seksual (Pramono, 2001). 4) Gejala kulit
Kulit mengandung reseptor estrogen pada inti sel epidermis, fibroblast, dan inti jaringan adneksa dan di pengaruhi keseimbangan estrogen mempengaruhi kulit dengan meningkatkan sintesis prolin dan hidroksiprolin yang menyusun jaringan kolagen pada kulit, meningkatkan sintesis asam hialuronat yang berfungsi mempertahankan kelembaban kulit. Jika terjadi hipoestrogenemi maka kulit menipis, kering dan kadang gatal, pada wanita pascamenopause penurunan kadar estrogen mengakibatkan kulit keriput (Prawiroharjo, 2003).
D. Pengetahuan
1. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini tejadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba ( Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seorang (overt behaviour). Dari pengalaman pengertian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut Notoatmodjo tahun 2003, dibagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu :
a. Tahu ( know )
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, dari seluruh bahan yang dipelajari. Termasuk kedalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pprngatahuan yang paling rendah. Kasta kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yang artinya hanya sekedar tahu.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami ini diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi ke kondisi sebenarnya. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebaggai aplikasi atau hukum–hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainyadalam konteks atau situasiyang lain. Misalnya dengan menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah dari kasus kesehatan yang diberikan.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen - komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemempuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada.
3. Sumber – sumber pengetahuan
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin – pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya.
Sumber lain dapat diperoleh dari pengalaman. Pengalaman adalah guru yang baik, dimana pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengetahuan itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar, maka perlu berfikir kritis dan logis (Notoatmodjo, 2003). 4. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2003) :
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Suami yang berpendidikan tentu akan lebih banyak memberikan respon emosi, karena ada tanggapan bahwa hal yang baru akan memberikan perubahan terhadap apa yang mereka lakukan di masa
lalu. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita – cita tertentu. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup, terutama dalam memotivasi sikap berperan serta dalam perkembangan kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesehatan, seseorang makin menerima informasi sehingga makin banyak pola pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2003).
b. Paparan media massa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima masyarkat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain - lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.
c. Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.
d. Hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara continue akan lebih besar terpapar informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikasi untuk menerima pesan menurut model komunikasi media dengan demikian hubungan sosial dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu hal.
e. Pengalaman
Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa di peroleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya sering mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar organisasi dapat memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.
E. Kerangka Teori
- Tingkat pendidikan
- Informasi media masa - Ekonomi - Hubungan sosial - Pengalaman Kecemasan terhadap sindrom klimakterium
Bagan 3.1.Kerangka teori :Hubungan Pengetahuan dan Kecemasan tentang Sindrom Klimakterium
Sumber : modifikasi Notoatmodjo, 2003 & Carpenito
2001) Tingkat kecemasan - Ringan - Sedang - Berat - Panik Tingkatan Pengetahuan - Tahu - Memahami - Apikasi - Analisis - Sintesis - Evaluasi Faktor pengetahuan
F. Kerangka Konsep
Bagan 3.2. Kerangka konsep
G. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
Variabel bebas (pengetahuan) yaitu tingkat pengetahuan ibu tentang klimakterium.
2. Variabel terikat
Variabel terikat (kecemasan) yaitu tingkat kecemasan ibu dalam menghadapi masa klimakterium.
H. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan paparan di atas maka dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah ”ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan terhadap sindrom klimakterium pada ibu di Desa Prambatan Kidul Kecamaran Kaliwungu Kabupaten Kudus”
Tingkat Pengetahuan Sindrom Klimakterium
Tingkat Kecemasan Sindrom Klimakterium