• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Hammurabi dari Babilonia yang naik tahta sekitar tahun 1200 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Hammurabi dari Babilonia yang naik tahta sekitar tahun 1200 SM"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah korupsi bermula sejak awal kehidupan manusia bermasyarakat, yakni pada tahap tatkala organisasi kemasyarakatan yang rumit mulai muncul. Seperti gejala kemasyarakatan lainnya, korupsi banyak ditentukan oleh berbagai faktor.1 Dalam sejarah dunia, khususnya di Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Cina, Yunani dan Romawi Kuno, korupsi seringkali muncul ke permukaan sebagai masalah. Pada zaman kekaisaran Romawi, Hammurabi dari Babilonia yang naik tahta sekitar tahun 1200 SM memerintahkan kepada seorang gubernur provinsi untuk menyelidiki suatu perkara penyuapan.2 The History of the Former Han Dinasty yang ditulis oleh Pan Ku menceritakan bahwa korupsi oleh para pejabat pemerintah berlangsung sepanjang sejarah cina. Para kaisar tidak bersikap sama terhadap korupsi tetapi hanya sedikit saja yang cemas. Salah satu contoh adalah kaisar Hsiao Ching yang naik tahta pada tahun 157 SM. Diceritakan bahwa ia membatasi keinginannya dan menolak setiap hadiah atau memperkaya diri

1 Alatas, 1987, Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, Media Pratama, Jakarta. hlm. 1 2 Ibid.,

(2)

sendiri dan ia meninggalkan kebiasaan menghukum penjahat dengan melibatkan istri dan anak-anak mereka serta menghapus hukum pengebirian.3

Sejarah tindak pidana korupsi di Indonesia dimulai pada masa penjajahan kolonial Belanda. Namun pada zaman tersebut bentuk-bentuk tindak pidana korupsi masih cukup sederhana sebagaimana yang dimuat dalam setiap perumusan pasal-pasal KUHP, misalkan suap atau memaksa orang memberikan sesuatu oleh pejabat/pegawai negeri. Keadaan ini kemudian berubah mengikuti perkembangan zaman, sehingga salah satu isu yang menjatuhkan orde lama juga salah satu sebabnya adalah maraknya tindak pidana korupsi meliputi seluruh lapisan masyrakat.

Dalam sejarah kehidupan hukum pidana di Indonesia, istilah kroupsi pertama kali digunakan di dalam Peraturan Penguasa MIliter Nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi suatu istilah hukum. Penggunaan istilah korupsi dalam peraturan tersebut terdapat pada bagian konsiderannya, yang anatara lain menyebutkan bahwa perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara yang oleh khalayak ramai dinamakan korupsi.4

Korupsi secara harfiah berarti busuk, berat, bejat, dapat disogok, atau suka disuap. Oleh karena itu, didalam KUHP semula diatur hanya masalah

3 Ibid. hlm. 49

4 Elwi Danil., 2012, Korupsi: Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, Raja Grafindo Persada,

(3)

suap saja.5 Dalam Webster’s New American Dictionary, kata “corruption” diartikan sebagai “decay” (lapuk), “contamination” (kemasukan sesuatu yang merusak) dan “impurity” (tidak murni). Sedangkan kata “corrupt” dijelaskan sebagai “to become rotten or putrid” (menjadi busuk, lapuk atau buruk), juga “to induce decay in something originally clean and sound” (memasukkan sesuatu yang busuk, atau yang lapuk ke dalam sesuatu yang semula bersih dan bagus).6

Secara global, tindak pidana korupsi tidak hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja. Korupsi juga telah melanda semua negara-negara di dunia, termasuk negara-negara – negara-negara maju. Hanya saja dampak terbesar dari praktik korupsi paling dirasakan oleh negara – negara miskin dan berkembang yang berada di kawasan Asia dan Afrika. Seiring dengan perkembangan kecanggihan teknologi, korupsi menjelma menjadi suatu bentuk kejahatan tanpa batas negara (borderless).

Pada masa orde baru, masalah korupsi menjadi suatu bentuk politik pemerintah. Maksudnya pemerintah memang sengaja membiarkan korupsi merajalela sebagai harga membeli kesetiaan para pejabat pemerintah dan para golongan konglomerat/pengusaha. 7Hal ini diperberat karena tidak adanya oposisi di Indonesia yang menyebabkan praktek korupsi semakin subur. Pada

5 Darwan Prinst, 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm.7 6 A. Marriam Webster, New International Dictionary, G&C Marriam Co. Publishers Springfield Mass

USA, 1985

(4)

awal era reformasi kegiatan pemeberantasan korupsi belum berjalan sama sekali. Banyaknya pengaduan atau temuan masyarakat tentang kasus yang diduga korupsi, tetapi hasilnya nihil. Bahkan muncul kesan penyidikan yang hanya berputar ditempat saja. Maka tidak mustahil pengusutan tindak pidana korupsi ini menimbulkan bentuk tindak pidana korupsi yang baru, seperti yang dialami mantan Jaksa Agung RI.8

Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di Indonesia. Good governance atau pemerintahan yang bersih dan penegakan hukum, khususnya dibidang korupsi merupakan agenda demokrasi yang paling dasar untuk mencegah terjadinya triple crisis of governance. Tiga krisis itu adalah ketidakmampuan pemerintah menjaga perdamaian rakyat atau daerah, kemandekan penegakan hukum, serta pertumbuhan ekonomi yang stagnan atau krisis sebagai akibat dair kegagalan kebijakan perekonomian dan rendahnya kapasitas serta integritas birokrasi pemerintah.9 Salah satu faktor penghambat kesejahteraan negara berkembang disinyalir akibat dari praktek korupsi yang eksesif, baik yang melibatkan aparat di sektor publik maupun melibatkan masyarakat yang lebih luas. Maraknya praktek korupsi di Indonesia terlihat dari tidak membaiknya angka persepsi praktek korupsi di Indonesia.

8 Ibid. hlm. 9

(5)

Beberapa tindak pidana di Indonesia saat ini mengalami kendala dalam pemberantasannya. Seluruh masyarakat Indonesia sebagian besar seharusnya mengetahui penyebab tingginya tingkat kemiskinan, kurangnya pendidikan, kurangnya pelayanan pemerintah, serta berbagai hal lainnya yang tidak menguntungkan bagi kesejahteraan Indonesia. Semua hal tersebut sebagian besar disebabkan oleh tindak pidana korupsi yang telah merajalela di negeri tercinta, Indonesia.

Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang benar-benar mengakar dan sulit diberantas. Salah satu penyebab korupsi menjadi sangat sulit diberantas adalah karena aktor-aktor utama korupsi kebanyakan adalah pejabat pemerintah itu sendiri. Sebagaimana ungkapan Lord Acton, “Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely”. Sebuah kekuasaan itu cenderung kepada perbuatan korupsi, kekuasaan yang absolut pasti terjadi korupsi merupakan arti dasar ungkapan Lord Acton tersebut.

Peningkatan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia menyebabkan pemerintah memberikan respon secara berkelanjutan dalam melakukan perbaikan-perbaikan khususnya terkait pengaturan tindak pidana korupsi. Hal tersebut dapat terlihat melalui pembaruan peraturan perundang – undangan korupsi yang telah bebebrapa kali perubahan maupun pergantian. Dimulai dari Perpu No.24/Prp/1960 yang kemudian disahkan menjadi Undang – Undang Nomor 24/1960 (Era Orde Lama), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 (Era Orde Baru) yang menggantikan Undang-Undang sebelumnya, yang kemudian

(6)

diganti lagi dengan Undang – Undang No.31 Tahun 1999 yang selanjutnya dilakukan perubahan melalui Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Korupsi bukan lagi sekedar masalah negara berkembang seperti Indonesia, tetapi telah menjadi masalah dunia. Majelis Umum Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) memandang perlu mengadopsi “United Nations Convention Against Corruption” (UNCAC) untuk memerangi korupsi. Tidak hanya dalam perundang – undangan nasional sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam memerangi korupsi, Indonesia juga turut menjadi salah satu negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption.

Keberadaan UNCAC telah memberikan terobosan baru dalam upaya pemberantasan korupsi. Konvensi ini misalnya mengkodifikasi perjanjian – perjanjian bilateral antar negara menjadi prinsip – prinsip multilateral yang berlaku universal. Negara – negara yang meratifikasi konvensi ini tidak saja memiliki kewajiban membantu penyelidikan keberadaan suatu aset yang diduga didapat atau terlibat dalam kasus korupsi, menyita dan mengembalikannya kepada negara bersangkutan, tetapi juga berkewajiban membantu menyelidiki keberadaan atau bahkan menangkap pelakunya.10

10 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI, 2009, Naskah Akademik

(7)

UNCAC (United Nations Convention Against Corruption) atau yang sering disebut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi merupakan suatu konvensi anti korupsi yang mencakup ketentuan-ketentuan kriminalisasi, kewajiban terhadap langkah-langkah pencegahan dalam sektor publik dan privat, kerjasama internasional dalam penyelidikan dan penegakan hukum, langkah-langkah bantuan teknis serta ketentuan mengenai pengembalian asset.11

Konvensi ini dirumuskan pertama kali di Merida, Meksiko pada tanggal 9 -11 Desember 2003. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menandatangani Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2006 pada tanggal 18 April 2006 sebagai bentuk ratifikasi terhadap UNCAC (United

Nations Convention Against Corruption).12

Dengan diratifikasinya UNCAC oleh Indonesia, maka kewajiban pemerintah Indonesia adalah melakukan penyesuaian peraturan perundang – undangan (harmonisasi) dibidang pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia agar sesuai dengan ketentuan – ketentuan yang terdapat dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Dengan kata lain pemerintah harus merubah atau mengganti Undang – Undang Nomor 31

11 Lucinda A. Low Partner, Steptoe & Johnson LLP. The United Nations Convention Against

Corruption: The Globalization of Anticorruption Standards. Conference of The International Bar

Association International Chamber of Commerce Organization for Economic Cooperation and Development. “The Awakening Giant of Anticorruption Enforcement”, London, England 4-5 May 2006. hlm.3

12Fathan Qorib, “Rapor Biru Implementasi UNCAC di Indonesia”,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4daeb43d3eee3/rapor-biru-implementasi-uncac-indonesia, Diakses pada tanggal 16 November 2015 Pukul 15.34

(8)

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang – Undang Nomor 31 Tahuan 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UNCAC memiliki maksud dan tujuan umum yaitu unutk memajukan dan meningkatkan / memperkuat tindakan pencegahan dan pemberantasan koupsi yang lebih efisien dan efektif; unutk memajukan dan memfasilitasi dan mendukung kerjasama internasional dan bantuan teknis dalam mencegah dan memerangi korupsi terutama pengembalian aset serta meningkatkan integritas, akuntabilitas dan manajemen publik dalam pengelolaan kekayaan negara.13 Arti penting Ratifikasi UNCAC bagi Indonesia:

1. Meningkatkan kerjasama internasional khususnya dalam melacak, membekukan, menyita, dan mengembalikan aset-aset hasil korupsi yang ditempatkan diluat negeri;

2. Meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik;

3. Meningkatkan kerjasama internasional dalam pelaksanaan perjanjian ekstradisi, bantuan hukum timbal balik, penyerahan narapidana, pengalihan proses pidana, dan kerjasama penegakan hukum;

13 Kerangka Acuan Seminar Sehari Sensitisasi Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC), Stranas

(9)

4. Mendorong terjalinnya kerjasama teknik dan pertukaran informasi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dibawah paying kerjasama pembangunan ekonomi dan bantuan teknis pada lingkup bilateral, regional dan multilateral;

5. Harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan konvensi ini.14

Terdapat suatu hal yang baru pasca diratifikasinya UNCAC, yakni dimasukkannya rumusan trading in influence yang tercantum dalam Article 18 UNCAC. Namun, bagi beberapa negara-negara di Eropa, istilah trading in influence bukan hal yang baru karena sudah terlebih dahulu melaksankan konvensi anti korupsi yang disebut the Council of Europe Criminal Law Convention on Corruption yang disahkan pada tahun 1999. Dalam konvensi juga mencantumkan trading in influence dalam Article 12. UNCAC memuat delapan bagian (chapter) yakni:

1. Chapter I General Provisions 2. Chapter II Preventive Measures

3. Chapter III Criminalization and Law Enforcement 4. Chapter IV International Cooperation (Article 43-50) 5. Chapter V Asset Recovery

14 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nations

Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Anti Korupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, 2003), Pnejelasan Umum huruf B Lembar Negara Tahun 2006 No.32 T.L.N Nomor 4620.

(10)

6. Chapter VI Technical Assistance and Information Exchange 7. Chapter VII Mechanisms for Implementation

8. Chapter VIII Final Provisions

Beberapa negara telah memberikan pengaturan khususnya terhadap tindakan trading in influence. Negara- negara tersebut meliputi Prancis, Spanyol, Italia, Belgia, Kanada dan Amerika Serikat. Namun, beberapa negara tersebut memiliki penyebutan yang berbeda-beda terkait dengan tindakan trading in influence. Italia menyebutnya dengan illicit traffic of influence. Sedangkan, Kanada dan Spanyol menyebutnya dengan sebutan influence peddling. Amerika Serikat khususnya di negara bagian Washington menyebutnya dengan istilah trading special influence.

Di Perancis, trading in influence diatur dalam Nouveau Code Penal (KUHP) tahun 1994. Pasal 435 – 2 dan Pasal 435-4 KUHP Perancis mengatur secara khusus trading in influence, baik pasif maupun aktif (traffic d’influence)

Di Indonesia, belum ada pengaturan yang cukup jelas khususnya mengenai tindakan perdagangan pengaruh atau trading in influence. Bahkan pasca ratifikasi UNCAC, Indonesia belum pernah sekalipun melakukan perubahan atau penggantian terhadap Undang – Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(11)

Modus dan operandi kejahatan korupsi selalu berganti secara cepat. Laju perubahan perundang-undangan selalu terlambat beberapa langkah dibelakang kejahatan itu sendiri sehingga banyak perbuatan yang sejatinya jahat namun tidak bisa dijerat dengan proses hukum karena ketiadaan regulasi yang memadai untuk menjerat pelaku tersebut. Salah satunya ada perdagangan pengaruh atau trading in influence. Seringkali orang-orang yang berada di lingkungan kekuasaan namun bukan menjadi seorang penyelenggara Negara memanfaatkan kedekatannya dengan kekuasaan. Kedekatannya tersebut digunakan untuk mengendalikan proyek-proyek pemerintahan. Masalah timbul ketika mereka bukanlah penyelenggara negara sehingga Undang – Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak bisa digunakan untuk menjerat pelaku perdagangan pengaruh atau trading in influence.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis kemudian tertarik untuk melakukan pembahasan terhadap permasalahan ini. Berdasarkan hal tersebut, penulis kemudian membuat penulisan hukum terkait dengan permasalahan ini ialah “Kriminalisasi Trading in Influence dalam

United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) terhadap Upaya

(12)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, Penulis merumuskan rumusan masalah yang akan diangkat dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kriminalisasi Trading in Influence dalam UNCAC terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia ?

2. Bagaimana prospek penerapan Trading in Influence terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah diatas, Penulis menentukan Tujuan Penelitian yang akan diangkat dalam Penulisan Hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui bentuk kriminalisasi Trading in Influence dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia

b. Untuk mengetahui perkembangan prospek penerapan tindakan Trading in Influence terhadap upaya peningkatan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia

(13)

2. Tujuan Subyektif

Untuk memperoleh data yang relevan dengan topik yang diteliti dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjan Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran terhadap beberapa penelitian terdahulu, penulisan hukum dengan judul “Kriminalisasi Trading in Influence Dalam United Nations Convention Against Corruption Terhadap Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia” belum pernah dilakukan. Namun demikian, Penulis menemukan beberapa penulisan hukum yang mempunyai relevansi atau mempunyai kesamaan dengan tema mengenai jasa penilai yang diangkat dalam penulisan hukum ini, antara lain:

1. Penelitian untuk penulisan Tesis tahun 2014 di Program Studi Magister Litigasi Universitas Gadjah Mada tentang Penerapan Trading in Influence Dalam United Nations Convention Against Corruption Terhadap Tindak Pidana Korupsi di Indonesia yang dilakukan oleh Amelia Dewi Anggini dengan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaturan trading in influence di beberapa negara di dunia?

(14)

b. Apakah tindakan trading in influence dalam UNCAC dapat diterapkan dalam RUU PTPK di Indonesia ?

2. Penelitian untuk penulisan hukum/skripsi tahun 2011 di Program Studi Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada tentang Ancaman Pidana Mati Pada Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Dalam Hubungannya Dengan United Nations Convention Against Corruption yang dilakukan oleh Muhammad Fatahillah Akbar dengan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah penerapan pidana mati masih relevan di Indonesia ? b. Bagaimana urgensi dan relevansi penerapan ancaman pidana

mati pada tindak pidana korupsi di Indonesia dalam hubungannya dengan UNCAC?

Dari seluruh penelitian diatas, terdapat perbedaan yang menonjol dalam hal ruang lingkup pembahasan dan rumusan masalah yang diangkat. Kedua, penelitian tersebut mempunyai persamaan tema dengan penulisan hukum ini mengenai pembahasan terhadap UNCAC, namun terdapat perbedaan fokus bahasan dimana penelitian pertama membahas mengenai penerapan trading ini influence di beberapa negara dan penelitian kedua membahas mengenai aturan pidana mati dalam hubungannya dengan UNCAC. Hal ini berbeda dengan Penulisan Hukum yang dilakukan oleh Penulis, dimana fokus bahasan yang diangkat adalah mengenai

(15)

kriminalisasi tindakan trading in influence dalam UNCAC terhadap upaya peningkatan efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Perbedaan fokus bahasan ini tentunya akan menghasilkan rumusan masalah yang berbeda pula, sehingga rumusan masalah yang diangkat oleh Penulis dalam Penulisan Hukum ini tentunya berbeda dengan rumusan masalah pada penelitian sebelumnya sehingg dapat memperlihatkan keaslian penelitian yang Penulis lakukan dalam Penulisan Hukum ini.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum pidana terutama yang berkaitan dengan perkembangan modus dan pelaku kejahatan korupsi terkait dengan tindakan trading in influence dalam upaya meningkatkan efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

(16)

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian – penelitian yang sejenis dan berkaitan dengan penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang ilmu hukum terutama hukum pidana mengenai perkembangan modus dan pelaku kejahatan korupsi terkait dengan tindakan trading in influence dalam upaya meningkatkan efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

b. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan tambahan informasi mengenai perkembangan modus dan pelaku kejahatan korupsi yang erat kaitannya dengan tindakan trading in influence dalam upaya meningkatkan efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapat keseragaman, pada kongres European Perinatal Medicine II di London (1970) telah diusulkan defenisi berikut: 1) Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan

Sentra Peternakan Rakyat merupakan pusat pertumbuhan komoditas peternakan dalam suatu kawasan peternakan sebagai media pembangunan peternakan dan kesehatan hewan yang

Baja A (V- 4) Budi Suswanto & Isdarmanu Metode Perbaikan Tanah (VIII-2) Noor Endah, Indrasurya, Putu Tantri Kuliah Struktur Bang.. Baja D (V-4) Heppy &

Musdah Mulia, Menafsir Ulang Pernikahan beda agama, didalam buku Tafsir Ulang Perkawinan Beda Agama; Persfektir P e rempuan Dan Pluralisme. melindungi, prinsip mu ' asyarah bit

Pascasarjana Magister Perencanaan Kota & Daerah (MPKD), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.. Tesis

Berdasarkan analisa data diperoleh bahwa efisiensi pada motor kapasitor start dan motor kapasitor run dengan torsi yang sama diperoleh bahwa efisiensi dan faktor

Jalan menuju salib tersebut merupakan jalan setapak berukuran ± 2 meter dimana jalur menuju salib berbeda dengan ketika pengunjung pulang menuju tempat parkir.. Akses menuju tugu

Namun perlahan Keke mulai menyadari dirinya bukan sakit biasa, ia sadar hidupnya tak mungkin akan bertahan lama dengan pandangan mata yang mulai buta oleh kanker. Walau akhirnya ia