21
BAB III
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1 Geomorfologi
3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian
Geomorfologi di daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi peta topografi, citra SRTM, dan pengamatan langsung di lapangan. Secara umum, daerah penelitian terdiri dari perbukitan m emanjang d engan a rah relatif b arat-timur, yaitu Bukit Kudobarkatuk dan ut ara-selatan, yaitu B ukit B arlago, Bukit B ual da n B ukit G umpung dengan lembah berupa sungai utama di daerah penelitian yaitu Sungai Ombilin, Batang Parambahan dan Sungai Buluhrotan. Elevasi p ermukaan d i d aerah p enelitian b erada pada 162,5-575 meter d i at as p ermukaan l aut (Gambar 3.1 ). E levasi t erendah b erada p ada l embah Batang O mbilin bagian h ilir d an el evasi tertinggi berada pada Bukit Kudobarkatuk. Kemiringan lereng di daerah penelitian berdasarkan klasifikasi ke miringan l ereng ol eh va n Zuidam (1985) merupakan k emiringan l ereng d engan datar hingga terjal (0%-70%) (Gambar 3.2).
22
3.1.2 Pola Aliran Sungai
Sungai utama di daerah penelitian adalah Sungai Ombilin dan Batang Parambahan yang berarah r elatif b arat-timur d an timu rlaut-baratdaya. S ungai-sungai ke cil s eperti S ungai Air Sigalutgadang dan sungai-sungai kecil lainnya di selatan daerah penelitian bermuara ke Sungai Ombilin, sedangkan sungai-sungai di utara d aerah p enelitian bermuara k e Batang P arambahan yang diteruskan m enjadi Sungai Buluh Rotan. Sungai-sungai yang b erada di daerah p enelitian memperlihatkan pola aliran sungai rektangular, yaitu pola aliran sungai yang dipengaruhi kekar atau sesar (van Zuidam, 1985).
Gambar 3.2. Peta kemiringan lereng daerah penelitian yang dimodifikasi dari peta topografi digital Bakosurtanal dan diklasifikasikan berdasarkan kemiringan lereng oleh van Zuidam (1985).
23
Secara u mum, s ungai-sungai kecil di d aerah p enelitian memiliki le mbah s ungai yang berbentuk “V” yang menunjukkan proses erosi yang berarah vertikal, sedangkan sungai-sungai utama memiliki le mbah s ungai yang berbentuk “ U” yang m enunjukkan pr oses e rosi yang cenderung berarah lateral (Gambar 3.4).
Secara genetik, sungai di daerah penelitian terbagi menjadi empat tipe genetik (Gambar 3.5) yaitu s ungai konsekuen, sungai obsekuen, sungai subsekeun dan sungai resekuen. S ungai
Gambar 3.3 Pola aliran sungai daerah penelitian dengan pola utama rektangular .
Gambar 3.4 (a) Lembah sungai Ombilin yang lebar yang berbentuk “U” dan (b) lembah sungai Air Sigalut Gadang yang sempit dan curam yang berbentuk “V” menunjukkan perbedaan proses erosi.
24
konsekuen adalah sungai yang arah alirannya searah dari hasil kemiringan awal di suatu daerah (Lobeck, 1939 ) dan d apat d ijumpai d i Sungai O mbilin. Sungai o bsekuen adalah s ungai yang mengalir berlawanan arah dengan kemiringan lapisan batuan (Lobeck, 1939) dan dapat dijumpai di sungai-sungai kecil di bagian barat Sungai Air Sigalutgadang. Sedangkan, sungai subsekuen adalah sungai yang arah alirannya searah dengan jurus lapisan batuan (Lobeck, 1939) dan dapat dijumpai pada Batang Parambahan, Sungai Buluhrotan, Sungai Air Sigalutgadang, serta sungai-sungai k ecil d i b agian timur d an s elatan d ari Sungai Air S igalutgadang, s edangkan s ungai resekuen ad alah s ungai y ang al irannya s earah d engan ar ah k emiringan lapisan da n be rmuara pada s ungai s ubsekuen ( Lobeck, 1939) da n dapat di jumpai pa da cabang-cabang B atang Parambahan.
3.1.3 Pola Kelurusan
Berdasarkan da ta ke lurusan pun ggungan, l embah, da n s ungai d ari SRTM (Gambar 3.6) daerah p enelitian, t erdapat d ua p ola u mum yang b erarah barat-timur dan ba ratlaut-tenggara (Gambar 3 .7). P ola um um t ersebut di interpretasikan s ebagai arah ke dudukan pe rlapisan, arah sumbu lipatan dan sesar. Pola yang berarah barat-timur di bagian barat laut peta yang merupakan morfologi lembah diinterpretasikan sebagai arah dari kedudukan perlapisan, sedangkan di bagian punggungan yang m encirikan s uatu gawir di interpretasikan s ebagai adanya s uatu s esar. P ola barat-timur di ba gian t engah baik di ba gian pu nggungan m aupun l embah, di interpretasikan
25
sebagai pola rekahan dan pola-pola seretan yang diakibatkan oleh sesar Tanjung Ampalu. Pola barat-timur dibagian barat daya dengan morfologi lembah diinterpretasikan adanya suatu sesar. Sedangkan, pola yang berarah baratlaut-tenggara di bagian punggungan baik di barat maupun di timur p eta, diinterpretasikan s ebagai arah k edudukan pe rlapisan di da erah pe nelitian dan pol a yang berarah utara-selatan pada bagian tengah peta di bagian lembah, diinterpretasikan sebagai sesar Tanjung Ampalu.
26
3.1.4 Satuan Geomorfologi
Berdasarkan p engamatan d ari p eta t opografi, c itra S RTM, d an p engamatan l apangan, satuan geomorfologi di daerah pe nelitian di bagi m enjadi empat satuan dengan m engacu p ada klasifikasi be ntuk m uka bum i ( Brahmantyo d an B andono, 2006 ) yaitu de ngan p enamaan morfologi dan genesa. Satuan geomorfologi di daerah penelitian yaitu:
- Perbukitan Zona Sesar Bukit Barlago - Perbukitan Sinklin Taratakpauh - Perbukitan Lipatan Kotopanjang - Dataran Aluvial Tanjung Ampalu 3.1.4.1 Perbukitan Zona Sesar Bukit Barlago
Satuan ini menempati 39% dari luas keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini memanjang dari utara-selatan di bagian barat daerah penelitian seperti yang terlihat pada peta geomorfologi (lihat Lampiran A.2), dan dicirikan oleh perbukitan yang memanjang dengan arah utara-selatan dibatasi oleh gawir-gawir sesar (Gambar 3.8). Satuan ini memiliki kemiringan lereng 2°-55°(2%-70%) yang termasuk kelas lereng yang relatif landai-terjal (berdasarkan klasifikasi van Zuidam, 1985), dengan ketinggian topografi 200-575 m di atas permukaan laut. Litologi yang menyusun satuan i ni ad alah litologi yang cenderung ke ras be rupa batupasir yang m endominasi el evasi tertinggi pa da s atuan i ni dan litologi yang c enderung relatif lebih l unak be rupa perselingan
Gambar 3.7 Diagram roset pola kelurusan lembah (A) dan pola kelurusan punggungan (B) (pengolahan data menggunakan software Rozeta).
27
batulempung-batupasir d engan s isipan s erpih d an ba tubara yang m enempati el evasi t erendah pada satuan ini. Satuan ini dikontrol oleh struktur geologi berupa sesar geser dan sesar naik.
Pola aliran sungai yang berkembang adalah rektangular. Sungai yang melewati satuan ini adalah Sungai O mbilin ba gian hul u, S ungai A ir S igalutgadang, Batang Parambahan. Bentuk lembah sungai pa da s atuan i ni terbagi m enjadi dua , yaitu S ungai A ir S igalutgadang yang merupakan s ungai ke cil yang be rmuara pa da S ungai O mbilin, yang me miliki lembah s ungai berbentuk “V” dan sempit, erosi cenderung masih bersifat vertikal, berarus deras, terdapatnya air te rjun dan al iran s ungai searah dengan bidang perlapisan b atuan (Gambar 3. 9), s edangkan Sungai O mbilin da n Batang P arambahan me miliki lembah s ungai berbentuk “ U”, erosi cenderung lateral.
Proses-proses eksogenik yang mempengaruhi satuan ini adalah erosi yang bersifat vertikal pada bagian hulu sungai, dan erosi lateral pada bagian hilir, pelapukan dan longsoran (Gambar 3.9). Tahapan geomorfik pada satuan ini berada pada tahap dewasa yang dicirikan dengan proses erosi pada tebing-tebing dan dataran yang membatasi sungai yang cenderung masih vertikal dan lateral, pelapukan dan longsoran.
Gambar 3.8. (a) Satuan perbukitan zona sesar Bukit Barlago yang memanjang dari utara-selatan. Foto menghadap ke arah barat dari daerah Taratakmalintang dan (b) gawir sesar yang membatasi
satuan perbukitan zona sesar Bukit Barlago. Foto menghadap ke selatan dari titik TKP3.
28 Gambar 3.9. (a) Arus sungai yang arah alirannya searah dengan jurus lapisan batuan dan (b) erosi yang masih bersifat vertikal pada daerah hulu . Foto (a) diambil menghadap ke utara atau ke arah hulu dan foto (b) ke arah hilir dari Sungai Air Sigalutgadang.
Gambar 3.10. (a) Longsoran-longsoran pada daerah hilir pada sungai Ombilin (foto diambil dari titik OML 8 ke arah barat) dan (b) pelapukan yang terjadi pada batupasir pada satuan zona sesar Bukit Barlago.
a
b
OML 5