• Tidak ada hasil yang ditemukan

JIMVET. 01(3): (2017) ISSN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JIMVET. 01(3): (2017) ISSN :"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

324

EFEKTIVITAS SALEP GETAH JARAK PAGAR (Jatropha curcas, Linn) PADA FASE EPITELISASI PENYEMBUHAN LUKA SAYAT MENCIT (Mus musculus)

Effectivity of Jatropha Sap Ointmen (Jatropha Curcas, Linn) on Epithelialization Phase Of Incision Wound Recovery On mice (Mus muskulus)

Fauzi1, M. Nur Salim2, Nazaruddin2

1Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 2Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda aceh

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas pemberian salep getah jarak pagar 10% (Jatropha curcas, Linn) pada fase epitelisasi penyembuhan luka sayat kulit mencit (Mus muskulus). Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kelompok perlakuan dan tiga kali ulangan. Digunakan 9 ekor mencit jantan, dengan berat badan 30-40 gram diadaptasikan selama 7 hari di dalam kandang percobaan dengan pemberian pakan komersil dan minum secara ad libitum. Pembuatan luka sayat pada daerah punggung sepanjang 2 cm sampai subcutan. Setelah perlakuan dilakukan perawatan luka pada pukul 08.00 dan 18.00 WIB. Pada kelompok kontrol (KI) dioleskan vaselin kuning, kelompok perlakuan (KII) dioleskan salep getah jarak pagar 10% dan pada kelompok perlakuan (KIII) dioleskan gentamisin 0,1%. Sampel kulit diambil pada hari ke-8 dan diamati secara histopatolgi. Rata-rata jumlah fibroblas pada K1, K2, dan K3 adalah 80,33±2,52,

435,00±7,00, dan 247,67±4,04. Hasil uji ANAVA menunjukkan ada pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) antara KI, KII, dan KIII. Dapat disimpulkan bahwa salep getah jarak pagar 10% memiliki potensi mempercepat fase epitelisasi penyembuhan luka sayat pada kulit mencit.

Kata Kunci : Getah jarak pagar, Jatropha curcas, Linn., Luka sayat.

ABSTRACT

This study aimed to determined the effectivity of 10% Jatropha (Jatropha curcas, Linn) sap ointment application on ephitelialization phase of incision wound recovery on mice (Mus muskulus). This study used completely randomized design (CRD) with three treatmant grous in three repetition. This study used 9 mile mice, 30-40 gram wight, and adapted for 7 days in experiment cage and were given commercial feed ad libitum. Along 2 cm subcutan were made on mice back. Wound treatment were started by 08.00 am and 06.00 pm WIB. Control (KI) were rubbed with yellow vaseline, treatment KII were rubbed with 10% Jatropha sap ointment and on KIII were rubbed with 0,1% gentamycin. Skin sample were acquired on 8th days and observed histopatologically. Mean of fibroblast in KI, KII, and KIII were 80.33±2.52, 435.00±7.00, and 247.67±4.04 respectively. Analisys of Variance (ANOVA) showed a significant effect (P<0,01) between KI, KII, and KIII. In conclusion, 10% jatropha sap oinment is potential to accelerate ephitelialization phase on incision wound recovery on mice.

Keywords : Jatropha, Jatropha curcas, Linn., Incision.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Luka merupakan gangguan yang insidentil dan sewaktu-waktu, memerlukan penanganan yang tepat dan segera agar penyembuhan dapat sesuai waktu penyembuhan dan tidak menimbulkan komplikasi seperti adanya hematoma, infeksi, keloid, atau jaringan hipertrofik. Selama ini penanganan standar pada luka di kulit yang dilakukan dalam dunia medis adalah dengan pemberian antiseptik, antibiotik, dan antiinflamasi. Proses penyembuhan luka sendiri merupakan proses yang kompleks, selain memerlukan efek antimikroba dan antiinflamasi, juga memerlukan mekanisme antioksidatif dan pendukung regenerasi serta proliferasi sel dalam sintesis protein dan kolagen (Sjamsuhidajat dan Jong, 2004).

Penyembuhan luka diawali dengan proses inflamasi dan dilanjutkan dengan proses epitelisasi yaitu suatu fase dimulainya distribusi fibroblas dan disintesisnya jaringan ikat kolagen yang berfungsi dalam proses penyatuan kedua tepi luka (Korolkovas, 1988; Mutschler, 1991). Hasil terbaik dari proses epitelisasi dapat dicapai jika distribusi fibroblas

(2)

325

berlangsung dengan cepat dan jumlah serabut kolagen yang disintesis lebih banyak, sehingga penyatuan tepi luka berlangsung lebih cepat (Price dan Wilson, 2005).

Keanekaragaman flora Indonesia sangat mendukung dalam penyediaan bahan baku obat tradisonal, terutama berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah lama dikenal dan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat Indonesia. Penggunaannya dalam mengobati suatu penyakit lazimnya berdasarkan pengalaman empiris yang diwariskan secara turun temurun. Dari empat puluh ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, tiga puluh ribu jenis di antaranya tumbuh di Indonesia dan sebagian besar masih tumbuh liar (Anonimus, 1991). Menurut Saifudin dkk. (2011), 68% penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan tradisonal yang mayoritas melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari 80% penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan.

Tanaman jarak merupakan tanaman alami tumbuhan Indonesia (Prihandana dan Hendroko, 2006). Getah jarak dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan pada kulit dan mempunyai sifat antimikrobial melawan bakteri Staphylococcus, Streptococcus, dan

E.coli (Heller, 1996), memecahkan pembengkakan (anti inflamasi) dan dapat juga digunakan

sebagai obat batuk. Air getah dan daun jarak yang digiling dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus, Bacillus, dan Micrococcus (Staubmann dkk., 1997).

Getah jarak pagar sebagai antibakteri sudah dimanfaatkan sebagai obat luka, terutama obat penyembuh luka topikal. Getah jarak mengandung saponin, tannin, dan senyawa

flavonoid. Senyawa ini berfungsi sebagai antiinflamasi, antiseptik, antimikroba, dan lain-lain

(Anonimus, 2005). Menurut Sukri (2013), salep getah jarak pagar 10% memiliki efektivitas paling baik pada penyembuhan luka sayat kulit mencit (Mus musculus).

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas penyembuhan luka sayat pada fase epitelisasi dengan pemberian salep getah jarak pagar 10% pada kulit mencit.

MATERIAL DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Pembuatan salep getah jarak pagar 10% dilakukan di Laboratorium Farmasetika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala. Pemeliharaan mencit dilakukan di kandang hewan percobaan, pembuatan luka sayat pada mencit dan pembuatan preparat histologi dilaksanakan di Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2016.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang mencit, kawat, timbangan digital, scalpel, stopwatch, jangka sorong, saringan, lumpang, kamera digital, mikrotom (Leica RM2235), tissue prossesor, staining jar, mikroskop cahaya (Olympus BX41) yang dilengkapi dengan alat mikrofotografi (DP12), gelas objek, kaca penutup, wadah penyimpanan organ, dan inkubator 37oC.

Bahan yang digunakan adalah 9 ekor mencit jantan dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 30-40 gram, getah jarak pagar, vaselin, pelet, sabun, obat anestesi lokal Emla, alkohol 70%, dan salep gentamisin 0,1%, eter, buffered neutral formalin (BNF) 10%, NaCl fisiologis 0,9 %, parafin, bahan untuk perwarnaan seperti alkohol bertingkat (70, 80 %, 90 %, dan 95 %), silol, pewarna hematoksilin dan eosin, akuades, dan bahan perekat Entellan®.

(3)

326 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperi mental yang dirancang dengan menggunakan 3 kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ekor mencit. Perlakuan I sebagai kontrol, luka sayat dioleskan vaselin (KI); perlakuan II dioleskan salep getah jarak pagar 10% (KII); dan perlakuan III dioleskan gentamisin 0,1% (KIII). Setiap kelompok dilakukan perawatan luka terbuka dengan intensitas yang sama yaitu sehari dua kali pada waktu pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 18.00 WIB

Prosedur Penelitian

Teknik pengambilan getah jarak pagar

Pengumpulan getah dari pohon jarak pagar dilakukan secara purposif. Getah jarak pagar yang diperoleh dari tanaman jarak pagar yang berasal dari daerah sekitar kampus Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Getah diambil dengan mematahkan tangkai daun, lalu getah yang keluar ditampung ke dalam tabung reaksi.

Teknik pembuatan salep getah jarak pagar

Pembuatan salep dilakukan mengikuti metode farmakope (Depkes, 2009). Getah jarak pagar 100 ml dicampur dengan vaselin kuning 900 mg (salap konsentrasi 10%). Vaselin kuning dipanaskan di atas penangas air sampai mencair, kemudian ditambahkan getah jarak pagar sedikit demi sedikit secara kontinyu dan diaduk hingga homogen. Salep dimasukkan kedalam wadah yang tertutup rapat dan steril.

Pembuatan luka sayat

Sebelum dilakukan perlakuan, bulu mencit dicukur dengan diameter sekitar 4 cm. Pada kulit mencit area pembuatan luka sayat dianastesi dengan Emla. Luka sayat dilakukan dengan mengunakan scalpel pada punggung mencit sepanjang 2 cm dengan kedalaman sampai subcutan secara bergantian tiap ekor mencit.

Pengambilan sampel

Pengambilan kulit dilakukan pada hari kedelapan, sebelumnya mencit dietanasi dengan menggunakan larutan eter secara perinhalasi. Daerah punggung yang akan diambil kulitnya dibersihkan dari bulu yang mulai tumbuh kembali, sampel kulit diambil sepanjang 1-1,5 cm. Kulit yang diperoleh kemudian difiksasi dengan larutan buffer neutral formalin (BNF) 10% dibiarkan pada suhu kamar selama ± 48 jam (Febram dkk., 2010).

Pembuatan preparat histopatologi

Sampel yang telah difiksasi dalam larutan BNF 10% dimasukkan ke dalam tissue basket serta diberi label. Sampel jaringan didehidrasi dengan alkohol bertingkat (70, 80%, 90%, dan 95%) dan alkohol absolut (I,II) masing-masing selama 2 jam. Selanjutnya clearing, yaitu dengan memasukkan sampel kedalam silol (I,II, dan III) masing-masing selama 1 jam. Setelah itu dilanjutkan dengan infiltrasi di dalam parafin I, II, III pada suhu 60oC masing-masing selama 1 jam. Kemudian sampel ditanam (embeding) dalam parafin dan blocking jaringan. Blok jaringan disayat menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5µm dan diletakkan di gelas objek yang telah dilapisi bahan perekat (Kiernan, 1990)

Prosedur pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)

Prosedur pewarnaan HE mengacu pada metode Kiernan (1990). Pewarnaan jaringan diawali dengan proses penghilangan parafin (deparafinisasi) menggunakan silol sebanyak tiga kali pengulangan, masing-masing selama 2 menit, dilanjutkan dengan pemasukan air kembali kedalam jaringan (rehidrasi) menggunakan larutan alkohol dengan konsentrasi menurun

(4)

327

(absolut, 95%, 90%, 80%, dan 70%), masing-masing selama 5 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir selama 10 menit. Selanjutnya jaringan diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin selama 5 menit dan dibilas kembali dengan air mengalir selama 10 menit. Lalu jaringan diwarnai dengan pewarnaan eosin selama 2 menit dan diikuti dengan menggunakan larutan alkohol bertingkat, clearing dengan silol, dan diakhiri dengan penutupan slide jaringan dengan kaca penutup (proses mounting) dengan menggunakan bahan perekat Entellan®.

Parameter penelitian

Parameter yang diamati pada fase epitelisasi ini adalah jumlah fibroblas dan kepadatan kolagen pada preparat histopatologi kulit mencit. Jumlah fibroblas dihitung pada 5 lapangan pandang dengan perbesaran 400x. Skoring histopatogi untuk kepadatan kolagen berdasarkan Novriansyah (2008).

Tabel 1. Deskripsi skor kepadatan kolagen

Skor Keterangan

0 Tidak ditemukan adanya serabut kolagen pada daerah luka

1 Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka rendah (kurang 10% per lapangan pandang)

2 Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka sedang (10 s/d 50% per lapangan pandang)

3 Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka rapat (50 s/d 90 % per lapangan pandang)

4 Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka sangat padat (90 s/d 100 % per lapangan pandang)

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANAVA) rancangan acak lengkap pola searah. Apabila hasil ANAVA menunjukan ada pengaruh perlakuan, maka analisis dilanjutkan menggunakan uji Duncan (Gaspersz, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Fibroblas

Data rata-rata jumlah fibroblas ditampilkan pada Gambar 2, pada kelompok perlakuan yang diberikan vaselin kuning (KI) fibroblas tidak teratur dan masih sedikit dengan rata-rata 80,33±2,52: kelompok perlakuan yang diberikan salep getah jarak pagar 10% (KII) fibroblas sudah teratur dan rapat dengan rata-rata 435,00±7,00 dan kelompok perlakuan yang diberikan gentamisin 0,1% (KIII) fibroblas sudah mulai teratur dengan rata-rata 247,67±4,04.

(5)

328

Gambar 2. Rata-rata (±SD) fibroblas pada fase epitelisasi penyembuhan luka sayat kulit mencit (Mus muskulus)

Berdasarkan uji statistik ANAVA menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah fibroblas pada setiap kelompok perlakuan. Uji Duncan menunjukan jumlah fibroblas pada pemberian salep getah jarak pagar 10% (KII) berbeda dengan kelompok perlakuan pemberian vaselin kuning (KI) dan kelompok perlakuan pemberian gentamisin 0,1% (KIII). Kelompok perlakuan pemberian vaselin kuning (KI) berbeda dengan kelompok perlakuan pemberian salep getah jarak pagar 10% (KII) dan kelompok perlakuan pemberian gentamisin 0,1% (KIII). Kelompok perlakuan pemberian gentamisin 0,1 (KIII) berbeda dengan kelompok perlakuan pemberian salep getah jarak pagar 10 % (KII) dan kelompok perlakuan pemberian vaselin kuning (KI).

Kepadatan Kolagen

Data rata-rata skor distribusi kolagen disajikan pada Gambar 3, pada kelompok perlakuan yang diberikan vaselin kuning (KI) menunjukkan distribusi kolagen di daerah luka yang rendah dengan rata-rata 1,33±0,58: kelompok perlakuan yang diberikan salep getah jarak pagar 10% (KII) menunjukkan distribusi kolagen yang sangat padat dengan rata-rata 4,00±0,00 dan kelompok perlakuan yang diberikan gentamisin 0,1% (KIII) menunjukkan distribusi kolagen yang padat dengan rata-rata 2,66±0,58. Gambar histopatologi distribusi kolagen setiap kelompok perlakuan disajikan pada Gambar 4, 5, dan 6.

80,33 ± 2,52 435,00 ± 7,00 247,67 ± 4,04 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 500.00

KI (Vaselin Kuning) KII (Salap Jarak Pagar 10%) KIII (gentamicin 0,1 %) R ata -r ata Ju m lah Fi b ro b las Perlakuan

(6)

329

Gambar 3. Rata-rata (±SD) skor kepadatan kolagen fase epitelisasi penyembuhan luka sayat kulit mencit (Mus muskulus)

Berdasarkan uji statistik ANAVA menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kepadatan kolagen setiap kelompok perlakuan. Uji Duncan menunjukan skor kepadatan kolagen pada pemberian salep getah jarak pagar 10% (KII) berbeda dengan kelompok perlakuan pemberian vaselin kuning (KI) dan kelompok perlakuan pemberian gentamisin 0,1% (KIII). Kelompok perlakuan pemberian vaselin kuning (KI) berbeda dengan kelompok perlakuan pemberian salep getah jarak pagar 10% (KII) dan kelompok perlakuan pemberian gentamisin 0,1% (KIII). Kelompok perlakuan pemberian gentamisin 0,1 (KIII) berbeda dengan kelompok perlakuan pemberian salep getah jarak pagar 10 % (KII) dan kelompok perlakuan pemberian vaselin kuning (KI).

Gambar 4. Gambaran histopatologi distribusi kolagen pada fase epitelisasi penyembuhan luka sayat kulit mencit, kelompok perlakuan pemberian vaselin kuning, fibroblas ( ) dan ( ) kolagen (hematoksilin dan eosin, 400x)

1,33 ± 0,58 4,00 ± 0,00 2,67 ± 0,58 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 KI KII KIII R ata -r ata sko r k e p ad atan ko lag e n Perlakuan

(7)

330

Gambar Gambar 5. Gambaran histopatologi distribusi kolagen pada fase epitelisasi penyembuhan luka sayat kulit mencit, kelompok perlakuan salep getah jarak pagar 10%, fibroblas ( ) dan kolagen ( ) (hematoksilin dan eosin, 400x)

Gambar 6. Gambaran histopatologi distribusi kolagen pada fase epitelisasi penyembuhan luka sayat kulit mencit, kelompok perlakuan pemberian gentamicin 0,1%, fibroblas ( ) dan kolagen ( ) (hematoksilin dan eosin, 400x)

Peran fibroblas sangat besar pada proses penyembuhan luka yaitu bertanggung jawab pada persiapan mengahasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekontruksi jaringan. Fibroblas akan berpindah ke daerah luka setelah 24 jam terjadinya luka. Pada jaringan normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya terdapat pada matriks jaringan penunjang. Setelah terjadinya luka fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronektin dan proteoglikan) yang bereperan dalan rekontruksi jaringan baru (Lawerence, 2002).

Fibroblas berfungsi membantu sintesis vitamin B, vitamin C, dan asam amino pada jaringan kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadinya luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil

(8)

331

kemungkinan luka akan terbuka dan kedua tepi luka akan cepat menyatu (Novriansyah, 2008).

Jumlah fibroblas kelompok perlakuan salap getah jarak pagar 10% (K1) menunjukan hasil yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok perlakuan vaselin kuning (K2) dan kelompok perlakuan gentamicin 0,1% (K3). Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan sel makrofag pada fase peradangan penyembuhan luka, karena makrofag menghasilkan faktor-faktor pertumbuhan, seperti platelet-derived growth factor (PDGF), fibroblast growth factor (FGF), epidermal growth factor (EGF), dan transforming growth factor-β (TGF-β). Faktor-faktor ini mempengaruhi proliferasi fibroblas dan pembuluh darah (Vegad, 1996). Selain itu menurut Sudirga (2012), kondisi ini disebabkan karena getah jarak pagar mengandung tannin,

senyawa alkaloid, seperti jatrophin, jatropham, jatrophone dan kursin, flavonoid, dan saponin (Wahono, 2012). Senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam salap getah

jarak pagar ini berfungsi sebagai antimikroba, antiinflamasi dan juga merangsang pertumbuhan kolagen, sedangkan gentamisin 0,1% hanya berfungsi sebagai antibakteri untuk mencegah infeksi akibat rusaknya jaringan kulit pada penanganan luka (Morar dkk., 2006).

Senyawa tannin berfungsi sebagai antimikroba sedangkan Saponin berguna untuk memacu pertumbuhan kolagen yaitu struktur protein yang berperan dalam penyembuhan luka (Harborne, 1987). Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Wahono (2012), yang menyatakan getah jarak pagar memiliki potensi terhadap proses penyembuhan luka sayat pada mencit dan hasil penelitian yang dilakukan Sukri (2013) menyatakan salap getah jarak pagar 10% memiliki efektifitas penyembuhan luka sayat pada mencit.

Senyawa alkaloid berperan dalam proses regenarasi sel (Harborne, 1987). Saponin berguna untuk memacu pertumbuhan kolagen yang merupakan struktur protein yang berperan dalam penyembuhan luka. Kolagen berfungsi untuk membentuk jaringan granulasi bersama fibroblas. Fibroblas mensintesis kolagen dari permukaan selnya kemudian menghubungkan tepi luka sehingga luka dapat menutup. Pertautan tepi luka sangat erat hubungannya dengan pembentukan fibroblas. Fibroblas dapat dibentuk oleh berbagai jenis sel anatara lain fibrosit, sel endotel, sel makrofag, dan limfosit (Reksoprodjo, 1995).

PENUTUP Kesimpulan

Sediaan salap getah jarak pagar (Jatrpha curcas, Linn) 10% efektif untuk meningkatkan kepadatan kolagen sehingga mempercepat fase epitelisasi penyembuhan luka sayat mencit (Mus muskulus).

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2007. Farmasetika. Edisi 5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anonimus. 1991. Inventaris tanaman obat Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonimus. 2005. Jarak Pagar (Jatropha curcas L), Potensi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Bisono. 2003. Operasi Kecil. EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Brodell, L.A dan K.S. Resenthal. 2010. Skin Structure and Function the Body’s Primary Defense Againt Infection in Infectious. Disease in Clinical Practice. 16(2):7.

Carol, D. 1996. Epithelization–the care of wounds.Blackwell Science, Oxford. Depkes. 2009. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Febram, B., I.Wientarsih dan B. Pontjo. 2010. Aktivitas Sediaan Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus albinus). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(9)

332

Gaspersz, V. 1989. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung. Graham, dan R. Brown. 2005. Dermatologi. Erlangga, Jakarta.

Gunawan, I.W, I, Bawa, N. L, Sutrisnayanti. 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Terpenoid yang Aktif Antibakteri pada Herbal Maniran (Phyllanthus nururu, Linn).

Jurnal Indonesia. 5(4).

Guyton, A.C., E. Hall, dan Jone. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta.

Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Institut Pertanian Bogor Press, Bandung.

Heller, J. 1996. Physic Nut Jatropha curcas L.http://www.ipgri.cgiar.org. 02 Desember 2015. Hirrerra, J., M, Siddhuraju, and P, Francis, G. 2011. Chemical composition,toxic, and effect of different treatmenton their levels, in four provenances of jatropha curcas, L from mexico, Elsevier.

Ibrahim, R. 2000. Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Syiah Kuala University Press, Banda Aceh.

Kiernan, J.A. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory and Practice. 2nd ed. Pergamon Press, Oxford.

Korolkovas, A. 1988. Essentials of Medicinal Chemistry. A Wiley lnterscience Publ, New York.

Kuemar dan R. Hall. 2007. Buku Ajar Patologi. Edidi 7. EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Lawerence, W. 2002. Wound healing Biology and Its aplication wound management. In O’leary, Philadelpia

Leeson, C dan Roland. 2000. Buku Ajar Histologi. Edisi 6. EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Moenadjat, Y. 2003. 2000.Luka Bakar, Pengetahuan Klinik Praktis. Edisi 2. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Morar, N., S.A.G. Willis, M.F. Moffatt, and W.O. Cookson. 2006. The Genetics of Atopic Dermatitis. J Allergy Clin Immunol. 118(3):559.

Mutschler, E. 1991. Arzneimittelwirkungen. (Diterjemahkan oleh: Mathilda, B. dan S.R. Anna). ITB, Bandung.

Novriansyah, R. 2008. Perbedaan Kepadatan Kolagen disekitar Luka Insisi Tikus Wistar yang Dibalut Kasa Konvensional dan Penutup Oklusif Hidrokoloid selama 2 dan 14 Hari. Tesis. Biomedikdan Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah. Universitas Deponegoro, Semarang.

Price, S.A. dan M.L. Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Edisi 6. EGC, Jakarta.

Prihandana, R dan R. Hendroko. 2006. Petunjuk Budi Daya Jarak Pagar. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Reksoprodjo, R. 1995. Buku Ajar Ilmu Bedah.Universitas Indonesia Press, Jakarta

Ridwan, A. 2012. Teknologi Formulasi Sediaan Semi Solid Salap. Skripsi. FK Airlangga, Surabaya.

Saifudin, A, V. Rahayu, dan H.Y. Teruna. 2011. Standardisasi Bahan Obat Alami. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Sjamsuhidajat, R. dan W. de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Soetan, K.O. 2010. Evaluation of the antimicrobial activity of saponins extract of sorghum bicolor, L. Biotechnology Jurnal. 10 (23):2405.

Staubmann, R., M. Schubert-Zsilavecz, A. Hierman dan T. Kartnig. 1997. The

Antiinflammatory Effect of Jatropha curcas leaves. Proceeding Symposium

(10)

333

Sudirga, S. 2012. Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Obat Tradisional di Desa Trunyan Kecematan Kintamani Kabupaten Bangli. Skripsi. Fakultas MIPA. Universitas Udayana, Bali.

Sukri, Z. 2013. Efikasi Salep Getah Jarak Pagar (Jatropha curcas, Linn) terhadap Penyembuhan Luka Sayat pada Kulit Mencit (Mus musculus). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Syarfati, K. Eriani, dan A. Damhoeri. 2011. The Potential of Jarak Cina (Jatropha multifida,

L) Secretion in Healing New-Wounded Mice.Jurnal Natural. Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala Press, Banda Aceh. 11(1). Syarif, M. dan A. Wasita. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Penerbit FKUI, Jakarta. Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-Efek

Sampingnya. Edisi 5. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Vegad, J.L. 1996. A Textbook of VeterinaryGeneral Pathology. 1st Ed. Vikas Publishing. New Delhi.

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Wahono. 2012. Potensi Getah Jarak Pagar (Jatropha curcas, Linn) terhadap Proses Penyembuhan Luka pada Mencit (Mus musculus)galur balb C. Tesis. Pasca Sarjana, Universitas Negri Malang, Malang.

Gambar

Gambar 2. Rata-rata (±SD) fibroblas pada fase epitelisasi penyembuhan luka sayat kulit mencit (Mus muskulus)
Gambar 4. Gambaran histopatologi distribusi kolagen pada fase epitelisasi penyembuhan luka sayat kulit mencit, kelompok  perlakuan pemberian vaselin kuning,   fibroblas (     ) dan (     ) kolagen (hematoksilin dan eosin, 400x)
Gambar 6. Gambaran histopatologi distribusi kolagen pada fase epitelisasi penyembuhan luka sayat kulit mencit, kelompok  perlakuan pemberian gentamicin 0,1%, fibroblas (     ) dan kolagen (      ) (hematoksilin dan eosin, 400x)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa satu sampel positif tercemar Escherichia coli, sedangkan sembilan sampel negatif sementara pada Staphylococcus aureus

Prinsip kerja dari metode observasi visual adalah berdasarkan profil hormon progesteron yang sering digunakan sebagai indikator status kebuntingan, apabila ternak betina bunting

formalin secara intraperitoneal dengan dosis 5 mg/Kg bb per hari, sel-sel tubulus ginjal mengalami degenerasi dan nekrosis yang lebih parah dari kelompok perlakuan 1 dan

Akan tetapi, pengaruh waktu penyimpanan susu sapi pasteurisasi terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada suhu kamar belum pernah diteliti.. Oleh

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemberian salep getah jarak pagar 10% terbukti mampu meningkatkan jumlah sel-sel fibroblast,

Hasil penelitian pada 20 ekor ikan patin (Pangasius spp.) yang diambil dengan teknik sampling proporsional di Tambak Budidaya Ikan desa Lampeuneurut ditemukan

Hasil penelitian terhadap 45 responden menunjukkan bahwa persentase terbesar pengetahuan pemilik rumah makan terhadap kehalalan olahan pangan asal hewan di Kota

Lebih tingginya nilai hematokrit darah ayam peranakan dan ayam bangkok dibandingkan dengan ayam kampung pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan jumlah