• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas . Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). ( Williams, 2005)

Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah- daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur tengah, sub benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia. (Kliegam,2012).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya.(Kliegam,2012)

Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen.(Williams,2005)

(2)

dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25 persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai pembawa. Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita penyakit beta thalassemia. (Williams,2005)

Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan thalassemia intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalassemia major atau disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalassemia major mulai menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan pertumbuhannya terlambat.

Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan keperawatan pada anak thalasemia,karena anak yang terkena thalasemia bukan hanya mengalami gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus agar anak tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi thalasemia ? 2. Apa etiologi thalasemia ?

3. Bagaimana patofisiologi thalasemia? 4. Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ? 5. Apa saja Klasifikasi thalasemia ?

6. Apa saja komplikasi pada thalasemia ?

7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ? 8. Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?

9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ? C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada anak yang menderita thalasemia

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia

(3)

c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita thalasemia

d. Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien

thalasemia D. Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis tentang thalasemia 2. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis asuhan

keperawatan thalasemia

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Thalasemia

Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 )

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. (Mansjoer, 2000 )

(4)

Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk, 2006).

Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 )

Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan, dkdikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul hemoglobin(Muscari, 2005)

Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013 )

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010). Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2012).

B. Etiologi

Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.

Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada

(5)

proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya.

Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.

Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.

Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.

Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand dkk,2006)

Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah 1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan

2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa globin

(6)

C. Patofisiologi

Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012)

Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )

Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)

(7)

D. Manifestasi Klinis

Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.

1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak terdeteksi.

2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.

a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.

b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.

3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :

a. Splenomegali

b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.

c. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot jantung.

d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu. e. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.

f. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.

g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.

4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi

(8)

kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis(Doenges,2000) :

1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi. 2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah

merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.

3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. 4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik

tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.

5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl) Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.

6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

 Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)  Thalasemia intermedia

(9)

7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).

8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.

9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.

10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.

E. Klasifikasi Thalasemia

1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)

Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal. Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2) Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalasemia.

b. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)

Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.

c. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)

Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki

(10)

pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.

d. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major) Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah kelahirannya.

2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)

Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11.

a. Thalassemia β o

Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA

b. Thalassemia β +

Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu

a. Thalasemia Mayor

Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalasemia.Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita bercirikan :

 Lemah

(11)

 Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur  Berat badan kurang

 Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.

b. Thalasemia minor/trait

Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.

Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:  Gizi buruk

 Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba

 Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati(Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja

Gejala khas adalah:

 Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.

 Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi

F. Komplikasi

Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia.

1. Komplikasi Jantung

Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmiaatau detak jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.

Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh

(12)

untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.

Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi angiotensin.

2. Komplikasi pada Tulang

Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:

 Nyeri persendian dan tulang  Osteoporosis

 Kelainan bentuk tulang

 Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.

3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)

Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.

Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini.

Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.

4. Komplikasi pada Hati

Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu,

(13)

penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali.

Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.

5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon

Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:

 Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme  Pankreas – diabetes

Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.

G. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.

1. Screening test

Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

a. Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.

b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999).

(14)

Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Maureen,1999).

c. Indeks eritrosit

Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999). d. Model matematika

Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen, 1999).

Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 1997).

2. Definitive test

a. Elektroforesis hemoglobin

Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).

b. Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb

(15)

A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2

c. Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku H. Penatalaksanaan

1. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.

2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).

3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.

2. Penatalaksanaan Perawatan

(16)

b Perawatan khusus :

1 Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.

2 Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.

3 Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi. 4 Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis

yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.

5 Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.

3. Penatalaksanaan Pengobatan

a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai trauma ringan. b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada

organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai keturunan.

c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B, hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak thalassemia menjadi rendah diri.

d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak sakit thalassemia mayor.

(17)

a. Pencegahan primer

penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.

Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

I. Asuhan Keperawatan Pada thalsemia 1 Pengkajian

a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

b. Umur

Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.

c. Riwayat Kesehatan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

d. Pertumbuhan dan Perkembangan

Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya

(18)

keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

e. Pola Makan

Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.

f. Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.

g. Riwayat Kesehatan Keluarga

Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.

h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)

Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia

1 KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.

2 Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.

3 Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan 4 Mulut dan bibir terlihat kehitaman

5 Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.

6 Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).

7 Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal

8 Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.

(19)

9 Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).(Nurarif,2013)

2 Analisa data N

O

DATA PATOFISIOLOGI MASALAH

1. DS :

 Klien mengatakan badannya lemah  Klien mengatakan

mudah lelah jika beraktivitas  Klien mengatakan dingin pada ekstremitas DO :  Anemia  Sianosis  CRT > 3 detik  Pucat  Hb 7  Ekstremitas dingin  Tanda-tanda vital TD : 90/70 Suhu : 350C Nadi : 40 x/i RR : 12 x/i Kelainan genetik Produksi rantai alfa dan

beta Hb berkurang

Kelainan pada eritrosit

Pengikatan O2 berkurang

Kompensator pada rantai α

Rantai β produksi terus menerus

Hb defectif Ketidakseimbangan

polipeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

(20)

Suplai O2 menurun Ketidakseimbangan suplai O2 dengan Kebutuhan Hipoksia Ketidakseimbangan suplai O2 kejaringan perifer Ketidakefektifan Perfusi jaringan Perifer 2. DS :  Klien mengatakan tidak nafsu makan  Klien mengatakan

badannya lemas DO :

 Penurunan berat badan, sebelum sakit : 25 Kg, saat sakit : 15 Kg

 Perut membuncit  Membran mukosa

pucat

 Tonus otot menurun

Dyspneu

Kelelahan

Inteloransi aktivitas

Malas makan

Intake nutrisi menurun

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

3. DS :

 Klien mengatakan badannya lemas  Klien mengatakan

tidak bisa beraktivitas karena nyeri

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis

Anemia berat

Keterlambatan pertumbuhan dan

(21)

DO :  Anemia  Anak melakukan transfusi darah berulang  Perkembangan tidak sesuai umur

 Penumpukan zat besi

 Lemah

 Tampak pucat  Tidak bersemangat

Transfusi darah berulang

Hemosiderosis

Penumpukan Besi

Endoktrin

Tumbuh kembang terganggu

Keterlambatan pertumbuhan dan

perkembangan 3 Nursing Care Plan

No DIAGNOSA

NOC

NIC

AKTIVITAS

1 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan ketidakseimbanga n suplai oksigen dengan kebutuhan

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien tidak merasa lemas dan ekstremitas normal serta bisa beraktivitas seperti biasa dan tand-tanda vital dalam batas normal Kriteria Hasil :

1Mendemontrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan

 Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan Monitor tanda-tanda vital Terapi oksigen Peripheral sensation management 

Monitor tanda-tanda vital 1 Monitor tekanan darah,nadi,suhu dan pernafasan 2 Catat adanya fluktasi tekanan darah 3 Monitor adanya tanda-tanda hipotermi 4 Monitor kualitas nadi 5 Monitor kuat/lemahnya tekanan nadi 6 Monitor irama dan

(22)

 Tidak ada ortostatik hipertensi

 Tidak ada tanda-tanda peningkatan

intrakranial ( tidak lebih dari 15 mmHg) 2 Mendemonstrasikan

kemampuan kognitif yang ditandai dengan  Berkomunikasi dengan

jelas dan sesuai kemampuan  Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi  Memproses informasi  Membuat keputusan dengan benar 3 Menunjukkan fungsi

sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik , tidak ada gerakan involunter

7 Monitor bunyi jantung

8 Monitor frekuensi dan irama nafas 9 Monitor suara paru-paru 10 monitor adanya abnormalitas pola nafas 11 monitor suhu,warna dan kelembaban kulit 12 identifikasi faktor penyebab perubahan tanda-tanda vital.

Manajemen sensasi perifer 1 monitor adanya

daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam /tumpul 2 monitor adanya paretase 3 instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi 4 diskusikan

mengenai

(23)

Terapi oksigen 1 Jaga kepatenan jalan nafas 2 Sediakan peralatan oksigen,system humidifikasi 3 Pantau aliran oksigen 4 Pantau posisi peralatan yang menyalurkan oksigen pada pasien 5 Pantau jumlah oksigen secara teratur sesuai indikasi 6 Pantau tanda-tanda keracunan oksigen atau terjadi hipoventilasi yang dipengaruhi oksigen 7 Pantau kecemasan pasien terhadap pemasangan oksigen

8 Cek oksigen secara teratur untuk meyakinkan bahwa konsentrasi oksigen yang dianjurkan sudah megalir 9 Hentikan

(24)

pemberian okisgen jika pasien sudah tidak mengalami sesak nafas 2. Ketidakseimbanga n nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

se setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan nafsu makan klien meningkat dan berat badan sesuai dengan tinggi badan.

Kritria hasil

1 Adanya peningkatan berat badan

2 Bebrat badan ideal sesuai tinggi badan 3 Mampu

mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4 Tidak ada tanda-tanda

malnutrisi 5 Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 6 Tidak terjadi

penurunan berat badan yang berarti

Manajemen nutrisi Monitor nutrisi

Manajemen nutrisi 1 Kaji adanya alergi

makanan

2 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien 3 Anjurkan pasien untuk

meningkatkan intake Fe

4 Anjurkan untuk meningkatkan protein dan vitamin C

5 Berikan substansi gula 6 Yakinkan diet yang

dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 7 Berikan makanan yang

terpilih

8 Ajarkan bagaimana membuat catatan makanan harian

9 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10 Berikan infomasi tentang kebutuhan nutrisi 11 Kaji kemampuan pasien mendapatkan nutrisi yang

(25)

dibutuhkan Monitor nutrisi

1 BB dalam batas normal 2 Monitor adanya

penurunan berat badan 3 Monitor tipe dan

jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4 Monitor lingkungan

dan selera makan 5 Jadwalkan pengobatan

dan tindakan selama tidak jam makan] 6 Monitor turgor kulit 7 Monitor kadar albumin, protein,hb,ht 8 Monitor tumbuh kembang 9 Monitor pucat,kemerahan dan kekringan konjungtiva 3 Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan efek ketidakberdayaan fisik

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan anak dapat tumbuh normal dan mampu berinteraksi dengan

lingkungan sekitarnya

Kriteria Hasil

1 Anak berfungsi optimal sesuai tingkatnya  Peningkatan perkembangan anak dan remaja  Terapi nutrisi Peningkatan

perkembangan anak dan remaja

1 Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak 2 Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal 3 Berikan perawatajn yang konsisten

(26)

2 Keluarga dan anak mampu menggunakan koping karena adanya ketidakmampuan 3 Keluarga mapu mendapatkan sumber-sumber sarapa komunitas 4 Kematangan fisik 4 Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi takstil

5 Berikan instruksi berulang dan sederhana

6 Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak 7 Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok 8 Ciptakan lingkungan yang aman Terapi nutrisi 1 Menyelesaikan

penilaian gizi, sesuai memantau makanan / cairan tertelan dan menghituing asupan kalori harian

2 Memantau kesesuaian perintah diet untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari

3 Kolaborasi dengan ahli gizi,jumlah jenis nutrisiyang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi yang sesuai

4 Pilih suplemen gizi yang sesuai

(27)

BAB III PENUTUP Kesimpulan

A. Definisi Thalasemia

Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 )

B. Etiologi

Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. C. Patofisiologi

Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012)

D. Manifestasi Klinis

Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.

(28)

1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak terdeteksi.

2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.

c. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.

d. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.

3. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.

E. Klasifikasi Thalasemia

1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α) 2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)

Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu

a. Thalasemia Mayor b. Thalasemia minor/trait F. Komplikasi

1. Komplikasi Jantung 2. Komplikasi pada Tulang

3. Pembesaran Limpa (Splenomegali) 4. Komplikasi pada Hati

5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon G. Pemeriksaan Penunjang

(29)

1. Screening test 2. Definitive test H. Penatalaksanaan

Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.

2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).

3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia, A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC

(30)

Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC

Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta :

MediaCtion Publishing

Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U Pandit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta : PT. Fajar Interpratama

LEMBAR PARTISIPASI KELOMPOK

N O

NAMA NPM PARTISIPASI AKTIF

1 ROBBY HARDIAN 2014 21 040 Mencari jawaban no 1 

2 PRIYANA 2014 21 042 Mencari jawaban no 1 

3 RESTIA MELLA 2014 21 046 Mencari jawaban no 2 

4 NESPA LIZMA .O. 2014 21 048 Mencari jawaban no 2,menyusun

laporan diskusi

5 AHMAD GUSNANDA 2014 21 050 Mencari jawaban no 3 

6 DESI OKTAFIANI 2014 21 054 Mencari jawaban no 3 

7 NURDWI MARSETI 2014 21 056 Mencari jawaban no 4 

8 YULIA WIDI .S. 2014 21 058 Mencari jawaban no 4 

9 KHOIRUL BARIAH 2014 21 060 Mencari jawaban no 5,6 

10 MIFTAHUL JANNAH 2014 21 064 Mencari jawaban no 5,6 

(31)

12 MARCY ZULELAWATI 2014 21 070 Mencari jawaban no 7,8 

13 NURSAFITRI 2014 21 072 Mencari jawaban no 9 

14 HERRY ERFANS 2014 21 074 Mencari jawaban no 9 

15 ANDI GUNAWAN 2014 21 076 Mencari jawaban no 9 

Referensi

Dokumen terkait

Penyebab paling umum sebagian besar cacat fisik di masa anak-anak adalah CP, yang didefinisikan sebagai “Sekelompok gangguan perkembangan gerak dan postur menyebabkan

memerlukan penyesuian diri yang lebih dibandingkan siswa yang memilih untuk sekolah di islamic boarding school, dimana anak yang memilih sekolah islamic boarding school

menyebabkan kepunahan suatu bangsa. Beberapa suku bangsa Indian telah punah akibat wabah, terutama penyakit cacar, yang dibawa oleh kolonis Eropa. Meskipun sebenarnya diragukan

Sehingga dalam permasalahan pendidikan, tidak ada perbedaan antara anak yang normal perkembangan jasmani dan rohaninya, dengan anak - anak yang mengalami

Tindak pidana pencurian yang disertai kekerasan baik yang menyebabkan kematian atau tidak, di dalam hukum pidana Islam disebut dengan jarimah hirabah (pencurian

Kanker disebut juga neoplasma, adalah suatu penyakit pertumbuhan sel karena di dalam organ tubuh timbul dan berkembang biak sel-sel baru yang tumbuh abnormal, cepat, dan

Penelitian di Cina menunjukkan bahwa faktor ibu merupakan faktor resiko penyebab anak pendek diantaranya ibu dengan kadar hemoglobin yang rendah atau biasa disebut anemia

Sehingga pada pengobatan kembali pada pasien ini memerlukan pemantauan dan pendampingan jangka panjang baik dari sisi medis maupun dari sisi psikologis agar pasien dapat