• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Motivasi merupakan suatu istilah yang menunjuk pada kekuatan tarikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Motivasi merupakan suatu istilah yang menunjuk pada kekuatan tarikan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI II.A. Motivasi Berprestasi

II.A.1 Definisi Motivasi Berprestasi

Motivasi merupakan suatu istilah yang menunjuk pada kekuatan tarikan dan dorongan, yang akan menghasilkan kegigihan perilaku yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Motivasi dan motif sering dipakai dengan pengertian yang sama (Morgan, dalam Sukadji 1993). Menurut Santrock (2007) motivasi adalah proses yang memberi semangat , arah, dan kegigihan perilaku.

McClelland (dalam Djiwandono, 2002) mengemukakan bahwa manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya sering sekali dipengaruhi oleh berbagai motif. Motif tersebut berkaitan dengan keberadaan dirinya sebagai mahluk biologis dan mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan lingkungannya. Motif yang dikemukakan oleh McClelland salah satunya yaitu motivasi untuk berprestasi.

Motif untuk berprestasi (achievement motive) adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence), baik berasal dari standar prestasinya sendiri (autonomous standards) diwaktu lalu ataupun prestasi orang lain (social

comparison standard).

Berdasarkan uraian di atas motivasi berprestasi yang digunakan dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai motif yang mendorong siswa untuk

(2)

mencapai keberhasilan dalam bersaing di bidang akademis dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence).

II.A.2 Karakteristik Individu dengan Motivasi Berprestasi Tinggi

Menurut McClelland (dalam Sukadji, 2001) Ciri-ciri individu dengan motif berprestasi yang tinggi antara lain adalah:

1. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai suatu kesuksesan maupun dalam berkompetisi, dengan menentukan sendiri standard bagi prestasinya dan yang memiliki arti.

2. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas rutin, tetapi biasanya menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas khusus yang memiliki arti bagi mereka.

3. Cenderung mengambil resiko yang wajar (bertaraf sedang) dan diperhitungkan. Tidak akan melakukan hal-hal yang dianggapnya terlalu mudah ataupun terlalu sulit.

4. Dalam melakukan suatu tindakan tidak didorong atau dipengaruhi oleh

rewards (hadiah atau uang).

5. Mencoba memperoleh umpan balik dari perbuatanya. 6. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan/peluang. 7. Bergaul lebih baik memperoleh pengalaman.

8. Menyenangi situasi menantang, dimana mereka dapat memanfaatkan kemampuannya.

9. Cenderung mencari cara-cara yang unik dalam menyelesaikan suatu masalah.

(3)

10. Kreatif.

11. Dalam bekerja atau belajar seakan-akan dikejar waktu. II.A.3 Aspek-Aspek Motivasi Berprestasi

Menurut Atkinson (dalam Sukadji 2001), motivasi berprestasi dapat tinggi atau rendah, didasari pada dua aspek yang terkandung didalamnya yaitu harapan untuk sukses atau berhasil ( motif of success) dan juga ketakutan akan kegagalan

(motive to avoid failure). Seseorang dengan harapan untuk berhasil lebih besar

daripada ketakutan akan kegagalan dikelompokkan kedalam mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, sedangkan seseorang yang memiliki ketakutan akan kegagalan yang lebih besar daripada harapan untuk berhasil dikelompokkan kedalam mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah. II.A.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

McClelland (dalam Sukadji, 2001) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motif berprestasi, yaitu:

1. Harapan orangtua terhadap anaknya

Orangtua yang mengharapkan anaknya bekerja keras dan berjuang untuk mencapai sukses akan mendorong anak tersebut untuk bertingkahlaku yang mengarah kepada pencapaian prestasi. Dari penilaian diperoleh bahwa orangtua dari anak yang berprestasi melakukan beberapa usaha khusus terhadap anaknya.

2. Pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan

Adanya perbedaan pengalaman masa lalu pada setiap orang sering menyebabkan terjadinya variasi terhadap tinggi rendahnya

(4)

kecendrungan untuk berprestasi pada diri seseorang. Biasanya hal itu dipelajari pada masa kanak-kanak awal, terutama melalui interaksi dengan orangtua dan “significant others”

3. Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan

Apabila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat untuk berprestasi tinggi.

4. Peniruan tingkah laku

Melalui “observational learning” anak mengambil atau meniru banyak karateristik dari model, termasuk dalam kebutuhan untuk berprestasi , jika model tersebut memiliki motif tersebut dalam derajat tertentu.

5. Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung

Iklim belajar yang menyenangkan, tidak mengancam, memberi semangat dan sikap optimisme bagi siswa dalam belajar, cenderung akan mendorong seseorang untuk tertarik belajar, memiliki toleransi terhadap suasana kompetisi dan tidak khwatir akan kegagalan.

II.B. Pengembangan Diri dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan II.B.1. Definisi Pengembangan Diri

Pengembangan diri merupakan kegiatan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan

(5)

konseling dan kegiatan ekstrakurikuler. Program pengembangan diri ditentukan sesuai dengan bakat dan minat peserta didik dengan menyebarkan angket kepada peserta didik.

Alokasi waktu pengembangan diri setara (ekuivalen) dengan dua jam pelajaran. Pembimbing dari kegiatan pengembangan diri adalah pendidik, instruktur dan alumni di bawah koordinasi konselor (guru Bimbingan Konseling atau Bimbingan Penyuluhan). Penilaian pengembangan diri dilakukan dengan cara observasi dan bentuk nilainya diberikan secara kualitatif deskriptif. Penilai pengembangan diri dilakukan oleh pembimbing kegiatan pengembangan diri di bawah koordinasi konselor (guru BK/BP).

II.B.1.1. Tujuan Umum Pengembangan Diri

Tujuan umum dari pengembangan diri adalah untuk memberi kesempatan peserta didik mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi, dan perkembangan peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.

II.B.1.2.Tujuan Khusus Pengembangan Diri

Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan :

a. Bakat b. Minat c. Kreativitas

d. Kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan e. Kemampuan kehidupan keagamaan

(6)

f. Kemampuan sosial g. Kemampuan belajar

h. Wawasan dan perencanaan karir i. Kemampuan pemecahan masalah j. Kemandirian

II.B.1.3. Bentuk Pelaksanaan Pengembangan Diri

Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual, kelompok dan atau klasikal melalui penyelenggaraan :

1) Layanan dan kegiatan pendukung konseling

2) Kegiatan ekstra kurikuler, meliputi kegiatan kepramukaan, latihan kepemimpinan, ilmiah remaja, palang merah remaja, seni olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan.

3) Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut :

 Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti : upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.

 Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti : pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran).

(7)

 Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti : berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.

Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah sesuai dengan jadwal kegiatan. Kegitatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah yang diikuti oleh semua peserta didik.

II.B.2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP yang merupakan salah satu bentuk realisasi kebijakan desentralisasi di bidang pendidikan agar kurikulum benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi peserta didik di sekolah yang bersangkutan di masa sekarang dan di masa yang akan datang dengan mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional, dan tuntutan global dengan semanagat manajemen berbasis sekolah (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP, 2006).

KTSP disusun sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidkan di tingkat satuan pendidikan. Tujuan dari pelaksanaan pendidikan tingkat satuan pendidikan adalah tahapan atau langkah mewujudkan visi sekolah dalam jangka waktu tertentu (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP, 2006).

(8)

Waktu pembelajaran efektif dalam satu minggu pada KTSP adalah 32-36 jam pembelajaran, dengan alokasi waktu satu jam pembelajarannya adalah 40 menit. Dengan kebutuhan waktu belajar 1280-1440 menit per/minggu atau setara dengan 21-24 jam per/minggunya maka dibutuhkan rata-rata 5 jam per/hari waktu belajar siswa dalam 5 harinya (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP, 2006) .

Berdasarkan uraian di atas KTSP adalah.kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidkan yang berisi 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.

II.B.2.1. Landasan Pengembangan KTSP

Landasan pengembangan KTSP adalah UU N0 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidkan Nasional, PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), permediknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI no 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, dan permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dan permendiknas no 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, serta memperhatikan panduan penyusunan KTSP yang disusun Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP, 2006).

(9)

II.B.3. Pengembangan Diri dalam KTSP

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan yang berisi 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Pengembangan diri merupakan kegiatan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP, 2006).

II.C. Sikap

II.C.1. Definisi Sikap

Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu tindakan. Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang kita hadapi, bahkan terhadap diri kita sendiri. Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh ingatan akan masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap apa yang sedang kita hadapi saat ini (Azwar, 2005).

Morgan (dalam Sukadji, 1993) menyatakan sikap adalah suatu evaluasi, yang merupakan predisposisi perolehan belajar. Predisposisi mengarahkan prilaku yang evaluatif yang konsisten terhadap orang, sekelompok orang, suatu objek, atau sekelompok objek. Pernyataan evaluatif dapat bermacam-macam, seperti senang-tidak senang, pro-anti, setuju-tidak setuju, positif-negatif, dan sebagainya.

Azwar (2005), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.

(10)

Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, sikap merupakan semacam kesiapan

untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

Berdasarkan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

II.C.2. Komponen Sikap

Sikap dibagi menjadi tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap (dalam Azwar, 2005).

Mann (dalam Azwar, 2005) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotype yang dimilki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

(11)

Kompoenen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkutr masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagi komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecendrungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu cara-cara tertentu.

II.C.3. Pembentukan Sikap

Sikap terbentuk dari adanya interaksi yang dialami oleh individu. Sikap dibentuk sepanjang perkembangan hidup manusia. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, seseorang membentuk sikap tertentu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain. Melalui interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 2005).

II.C.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan dan agama, dan pengaruh faktor emosional (Azwar, 2005).

II.C.5. Perubahan Sikap

Proses perubahan sikap selalu dipusatkan pada cara-cara manipulasi atau pengendalian situasi dan lingkungan untuk menghasilkan perbahan sikap ke arah yang dikehendaki. Dasar-dasar manipulasi diperoleh dari pemamahaman

(12)

mengenai organisasi sikap, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan proses perubahan sikap.

Pada teori Kelman (dalam Azwar, 2005) ditunjukkan bagaimana sikap dapat berubah melaui tiga proses yaitu kesediaan, identifikasi, dan internalisasi. Kesediaan erjadi ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau dari kelompok lain dikarenakan individu berharap untuk memperolah reaksi atau tanggapan positif dari pihak lain tersebut. Identifikasi terjadi saat individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok lain dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggap individu sebagai bentuk hubugan yang menyenangkan antara individu dengan pihak lain termaksud. Internalisasi terjadi saat individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menurut pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dipercayai individu dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya (Azwar, 2005).

Kelman (dalam Azwar, 2005) mengatakan bahwa proses mana yang akan terjadi dari ketiga proses tersebut banyak bergantung pada sumber kekuatan pihak yang mempengaruhi, berbagai kondisi yang mengendalikan masing-masing proses terjadinya pengaruh, dan implikasinya terhadap permanensi perubahan sikap. II.C.6. Fungsi Sikap

Baron (2004) mengatakan; Pertama, sikap berfungsi sebagai skema kerangka kerja mental yang membantu individu untuk menginterpretasi dan memproses berbagai jenis informasi. Kedua, sikap memiliki fungsi harga diri

(13)

meningkatkan perasaan harga diri. Ketiga, sikap berfungsi sebagai motivasi untuk menimbulkan kekaguman atau motivasi impresi (impression motivation function). II.C.7. Sikap dan Perilaku Manusia

Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Dampaknya hanya terbatas pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma subjektif. Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu (Azwar, 2005).

II.D. Siswa

Siswa adalah anak didik yang sedang menempuh pendidikan pada strata tertentu mulai dari Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), menengah pada Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTS) atau setara paket C, pada Sekolah Menengah Umum (SMU)/ Madrasah Aliyah (MA) atau setara paket B (UU No 20 tahun 2003). Dalam penelitian ini yang dimaksud siswa adalah siswa SMP yaitu setiap anak didik yang sedang menempuh pendidikan di SMP.

II.E. Hubungan Sikap Siswa Terhadap Program Pengembangan Diri Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP dengan Motivasi

Berprestasi.

Menurut Santrock (2007) motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Dalam dunia pendidikan, motivasi yang berasal dari

(14)

dalam diri seseorang (intrinsik) cenderung akan memberikan hasil positif dalam proses belajar dan meraih prestasi yang baik. Walaupun demikian, bukan berarti motivasi dari luar diri (ekstrinsik) tidak penting (dalam Sukadji, 2001) dan motivasi yang memiliki peran paling penting dalam psikologi pendidikan adalah motivasi berprestasi, dimana siswa cenderung berjuang untuk mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses atau gagal (McClelland & Atkinson, dalam Djiwandono 2002). Motivasi berprestasi menghadirkan kesediaan siswa untuk belajar dan kesediaaan ini merupakan hasil dari beragam faktor. Mulai dari kepribadian siswa dan kemampuan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah, hadiah yang didapat, situasi belajar, dan sebagainya (Djiwandono, 2002).

Setiap orang memiliki pandangan dan perasaan tertentu terhadap segala sesuatu yang dihadapinya dalam lingkungan dan situasi sosial sekitarnya. Selalu saja ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap individu lain atau sesuatu yang sedang dihadapi, bahkan terhadap diri sendiri. Pandangan dan perasaan yang dimiliki dipengaruhi oleh ingatan dari masa lalu, oleh apa yang individu ketahui dan kesan terhadap apa yang sedang dihadapi saat ini (Azwar, 2005).

Program pengembangan diri dalam KTSP merupakan suatu hal yang baru. Program ini memberi kesempatan berprestasi yang lebih besar kepada siswa, baik di bidang akademis maupun di luar bidang akademis. Sebagai suatau objek baru bagi siswa tentunya menimbulkan respons yang berbeda dari masing-masing

(15)

siswa. Respons siswa terhadap program pengembangan diri, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rosenberg dan Hovland (dalam Sukadji, 2001) didasari oleh perbedaan sikap siswa terhadap program tersebut. Sikap siswa merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran. Hal ini penting karena sikap siswa tersebut dapat digolongkan menjadi unsur dari lingkungan tempat proses belajar berlangsung, yang menurut McClelland (dalam Sukadji, 2001) termasuk dalam salah satu faktor yang yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Pengembangan diri selain menghadirkan kesempatan berprestasi, program ini juga apabila dijalankan sesuai dengan panduan pelaksanaan kurikulum oleh pihak sekolah, yang seharusnya bersifat ekspresif dan bebas sesuai dengan minat dan bakat siswa akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan motivasi berprestasi bagi siswa yang mengikutinya. Kecenderungan siswa dalam ikut berpartisipasi dalam program pengembangan diri tentunya terlebih dahulu bergantung pada sikap siswa akan program tersebut.

II.F. Hipotesis

Berdasarkan uraian teori-teori yang telah dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini, diajukan hipotesis sebagai berikut :

“Ada hubungan antara sikap siswa mengenai program pengembangan diri dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP dengan motivasi berprestasi ”

Referensi

Dokumen terkait

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi peternakan di kawasan usaha Peternakan Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang terkait guci ini dapat dijadikan bahan ajar matematika pada konsep lingkaran, selain itu juga dapat diajarkan dalam

Kami menilai baik atas ekspansi bisnis ASII ke bidang property sebagai  bentuk  diversifikasi  di  tengah  tren  melemahnya  lini  bisnis  pertambangan,  alat 

Maka dari itu alangkah baiknya jika kita bisa dengan bijak menggunakan fasilitas ini dengan sebaik-baiknya dalam hal yang positif demi kemajuan diri dan pribadi kita, dan

Pada saat Peraturan Bupati ini mulai belaku, Peraturan Bupati Nomor 28 Tahun 2013 tentang Prosedur Tetap (Protap) Pelaksanaan Mekanisme Administarsi dan Koordinasi Serta

24 MAHMUD AZIS Jambur P.Matinggi, 07 Juli 1985 Jambur Padang Matinggi Wiraswasta S1 LULUS 25 NELLI JUNITA Huta Siantar, 21 Juni 1978 Mompang Julu Wiraswasta SMU LULUS 26 RAFIKAH

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan pada ranah kognitif antara siswa yang menggunakan metode pemecahan

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang dibuat oleh luar negeri, tujuan dan sasaran K3, identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko,