Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan
Fraktur Humerus Tertutup
Fraktur Humerus Tertutup
1.
1. Konsep Dasar MedisKonsep Dasar Medis A.
A. DefinisiDefinisi
Fraktur adalah teFraktur adalah terputusnya kontinuitas trputusnya kontinuitas tulang dan diulang dan ditentukan tentukan sesuai jenis dansesuai jenis dan luasnya. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana luasnya. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan
terdapat tekanan yang yang berlebihan pada berlebihan pada tulang Fraktur tulang Fraktur dapat diklasifikasikadapat diklasifikasikann menurut garis fraktur (transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi menurut garis fraktur (transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi (diafise,
(diafise, metafise, metafise, epifise) dan epifise) dan integritas integritas dari dari kulit kulit serta serta jaringan ljaringan lunak unak yangyang mengelilingi (terbuka atau compound dan t
mengelilingi (terbuka atau compound dan t ertutup).ertutup).
Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi. InsidenFraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi. Insiden terjadinya fraktur shaft humerus adalah 1-4% dari semua kejadian terjadinya fraktur shaft humerus adalah 1-4% dari semua kejadian fraktur. Fraktur shaft humerus dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tengah dan fraktur. Fraktur shaft humerus dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tengah dan distal humerus.
distal humerus.
Fraktur tulang humerus adalah adanya diskontinuitas atau hilangnya struktur dariFraktur tulang humerus adalah adanya diskontinuitas atau hilangnya struktur dari humerus yang terbagi atas :
humerus yang terbagi atas : 1)
1) Fraktur suprakondilar humerusFraktur suprakondilar humerus 2)
2) Fraktur interkonditer humerusFraktur interkonditer humerus 3)
3) Fraktur batang humerusFraktur batang humerus 4)
4) Fraktur kolum humerusFraktur kolum humerus B.
B. KlasifikasiKlasifikasi
Menurut Rosyidi (2013) pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang Menurut Rosyidi (2013) pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu :
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu : 1)
1) Tingkat 0 : Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunakTingkat 0 : Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
sekitarnya. 2)
2) Tingkat 1 : Fraktur dengan abrasi danTingkat 1 : Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit gkal atau memar kulit dan jaringandan jaringan subkutan.
subkutan. 3)
3) Tingkat 2 : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagianTingkat 2 : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
dalam dan pembengkakan. 4)
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata danTingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindrom kompartement.
ancaman sindrom kompartement. C.
C. EtiologiEtiologi
Etiologi Terjadinya Fraktur Menurut Rosyidi (2013) yaitu : Etiologi Terjadinya Fraktur Menurut Rosyidi (2013) yaitu : 1)
1) Kekerasan langsungKekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah kekerasan.Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
melintang atau miring. 2)
2) Kekerasan tidak langsungKekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.Yang patah biasanya adalah bagian yang paling tempat terjadinya kekerasan.Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. 3)
3) Kekerasan akibat tarikan ototKekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,penekukan, dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan pemuntiran,penekukan, dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan
penarikan D.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang. E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala fraktur adalah sebagai berikut :
1) Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang di imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk memanimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2) Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur , Bagian-bagian yang mengalami tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak almiah (Gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstrimitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3) Pemendekan ekstrimitas
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekkan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inci)
4) Krepitus
Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainny. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5) Pembengkakan lokal dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
Secara khusus untuk fraktur humerus menurut Arif Manjoer, Dkk tahun 2015 dapat terjadi :
1) Fraktur suprakondilar humerus
a. Tipe ekstensi. Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi. Hal ini menyebabkan fraktur pada suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi keanterior dari fragmen proksimalnya.
b. Tipe fleksi. Trauma terjadi ketika posisi siku dalam keadaan fleksi, sedang lengan bawah dalam keadaan pronasi. Hal ini megakibatkan fragmen distal humerus mengalami dislokasi keposterior dari fragmen proksimalnya.
Hal ini akan menyebabkan komplikasi jika terjadi penekanan pada arteri brakialis yang disebut dengan iskemia volkmanss. Timbulnya sakit, denyut arteri radialis berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan kelumpuhan.
2) Fraktur interkondilar humerus
Pada fraktur ini bentuk garis patah yang terjadi berupa bentuk huruf Y atau T. Nampak didaerah sibu tampak jejas pembengkakan, kubiti varus atau kubiti valgus.
3) Fraktur batang humerus
Biasanya terjadi pada penderita dewasa, terjadinya karena trauma langsung yang menyebabkan garis patah transversal atau kominutif. Terjadi functio laesa lengan atas yang cedera, untuk menggunakan siku harus dibantu oleh tangan yang sehat
4) Fraktur kolum humerus
Sering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis. Biasanya berupa fraktur impaksi. Ditandai dengan sakit didaerah bahu tetapi fungsi lengan masih baik karena fraktur impaksi merupakan fraktur yang stabil.
F. Komplikasi
Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri: pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cianosis bagian distal, hematoma yang lebar dan dingin pada ekstermitas
b. Kompartement syndrom Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. c. Fat embolism syndrom Yang paling sering terjadi pada fraktur tulang panjang.
Terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk kealiran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, tachypnea, demam
d. Infeksi: jika sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. e. Avaskuler nekrosis Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang f. Shock : karena kehilangan banyak darah
Komplikasi dalam waktu lama
a. Delayed union Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung karena penurunan suplai darah ke tulang.
b. Nonunion Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Ditandai dengan pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthritis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion Penyembuhan tulang yang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimmobilisasi yang baik.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Rosyidi, 2013) pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebagai berikut : 1) Pemeriksaan Rontgen: Menentukan lokasi atau luasnya Fraktur atau trauma, dan
jenis fraktur.
2) Sken tulang, tomogram, CT SCAN/MRI: memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3) Arteriogram:dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan va skuler.
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multiple trauma).Peningkatan jumlah SDP adalah proses stress normal setelah trauma. 5) Kreatinin : Trauma otot meningkat beban kreatinin untuk klien ginjal.
6) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple atau cidera hati
H. Penatalaksanaan
1) Reduksi fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis
a. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
b. Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam yang dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2) Imobilisasi fraktur, mempertahnkan reduksi sampai terjadi penyembuhan. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai trejadi penyatuan. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator eksterna. Sedangkan fiksasi interna dapat digunakan implant logam yang dapat berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3) Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan imobilisasi
I. Prognosis
Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada berat ringannya trauma yang dialami, bagaimana pengananan yang tepat dan usia penderita. Pada anak prognosis sangat baik karena proses penyembuhan sangat cepat, sementara pada orang dewasa prognosis tergantung dari penanganan, jika penaganan baik maka komplikasi dapat diminamilasir, begitupun sebaliknya
2. Konsep Dasar Keperawatan A. Pengkajian
1) Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang meliputi: nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, dan tanggal pengkajian serta siapa yang bertanggung jawab terhadap klien
2) Keluhan utama : Penderita biasanya mengeluh nyeri.
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu : Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah mengalami tindakan operasi apa tidak.
b. Riwayat kesehatan sekarang : Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka (pre/post op).
c. Riwayat kesehatan keluarga : Didalam anggota keluarga tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur / penyakit menular.
4) Keadaan umum
Kesadaran: compos mentis, somnolen, apatis, sopor koma dan koma dan apakah klien paham tentang penyakitnya.
5) Pengkajian Kebutuhan Dasar
a. Rasa nyaman/nyeri
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
b. Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Kebersihan Perorangan
Klien fraktur pada umumnya sulit melakukan perawatan diri. d. Cairan
Perdarahan dapat terjadi pada klien fraktur sehingga dapat menyebabkan resiko terjadi kekurangan cairan.
e. Aktivitas dan Latihan
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena dimana Aktifitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat adanya luka sehingga perlu dibantu. f. Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
g. Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
h. Neurosensory
Biasanya klien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan. Gejala : Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan, kelemahan.
i. Keamanan
Tanda dan gejala : laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan local
j. Seksualitas
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
k. Keseimbangan dan Peningkatan Hubungan Resiko serta Interaksi Sosial Psikologis : gelisah, sedih, terkadang merasa kurang sempurna.
Sosiologis : komunikasi lancar/tidak lancar, komunikasi verbsl/nonverbal dengan orang terdekat/keluarga, spiritual tak/dibantu dalam beribadah. 6) Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang , berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a. Sistem integument:terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, odema, nyeri tekan.
b. Kepala:tidak ada gangguan yaitu semetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c. Leher:tidak ada gangguan yaitu semetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
d. Muka:Wajah terlihat menahan sakit , lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk, tidak ada lesi, simetris, tidak odema.
e. Mata:Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan).
f. Telinga: tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g. Hidung:tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung h. Mulut dan faring: tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan , mukosa mulut tidak pucat.
j. Paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, regular atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tidak ada redup, suara tambahan lainnya. Auskultasi : Suara napas normal, tidak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi
j. Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba Perkusi : Sonor
Auskultasi: Suara s1 dan s2 tunggal, tidak ada mur-mur k. Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar , simetris,tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler (nyeri tekan pada seluruh lapang abdomen), hepar tidak teraba
Perkusi : Suara timpani, ada pantulan gelembang cairan
Auskultasi : Peristaltik usus normal kurang lebih 20 kali permenit. l. Inguinal-Genetalia-Anus : Tak ada hernia , tak ada pembesaran limfe,
tak ada kesulitan BAB. B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera fisik.
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilisasi dan penurunan sensabilitas (neuropati).
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal.
4) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajanan pathogen.
5) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan akses terhadap makanan terbatas.
6) Defisit perawatan diri : mandi/hygiene berhubungan dengan nyeri, kelemahan. 7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan
Tujuan dan Indikator (NOC) Intervensi (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera fisik.
NOC
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, klien mampu mengontrol nyeri, nyeri berkurang dan tingkat kenyamanan meningkat.
Indikator :
Klien dapat melaporkan nyeri, frekuensi nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis.
TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/menit, S : 36-36,5°C, P : 16-20x/menit.
NIC
1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
4. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan. 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
6. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll)
7. Evaluasi tindakan pengurangan nyeri/kontrol nyeri.
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
2 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilisasi dan penurunan sensabilitas (neuropati).
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, terjadi penyembuhan pada luka dan keutuhan struktur maupun fungsi fisiologis normal kulit.
Indikator :
1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulkus. 2. Bersihkan dengan cairan anti bakteri.
3. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%.
4. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan 5. Lakukan pembalutan
6. Amati setiap perubahan pada balutan
pada luka
8. Berikan posisi terhindar dari tekanan 3 Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan klien menunjukkan mobilitas optimal. Indikator :
Mempertahankan posisi fungsional.
Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cidera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
2. Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing.
3. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
4. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000-3000 ml/hari, termasuk air asam/jus. 5. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin,
dan mineral. Pertahankan penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama.
6. Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
7. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
8. Kolaborasi, konsul dengan ahli terapi fisik 4 Risiko terhadap infeksi
berhubungan dengan
pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajanan pathogen.
Tujuan ; Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, diharapkan tidak terjadi infeksi pada luka
Indikator :
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
1. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi
2. Perhatikan keluhan klien terhadap keluhan peningkatan nyeri, rasa terbakar, eritema atau bau tak sedap.
3. Observasi luka terhadap pembentukan bula, perubahan warna luka, bau drainase yang tidak
Bebas drainase purulen, eritem dan demam
sedap.
4. Lakukan perawatan luka sesuai protocol dengan tehnik steril.
5. Lakukan perlindungan infeksi.
6. Berikan therapy obat-obatan sesuai indikasi; anti biotic, TT dll.
5 Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan akses terhadap makanan terbatas
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Indikator :
Berat badan dan tinggi badan ideal.
Tidak ada tanda-tanda
hiperglikemia/hipoglikemia.
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
2. Beri dorongan individu untuk makan bersama orang lain
3. Pertahankan kebersihan mulut yang baik (sikat gigi) sebelum dan sesudah mengunyah makanan 4. Timbang berat badan setiap seminggu s ekali. 5. Identifikasi perubahan pola makan.
6. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat 6 Defisit perawatan diri :
mandi/hygiene berhubungan dengan nyeri, kelemahan.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, klien mampu melakukan atau mmenuhi aktivitas mandi/hygiene.
Indikator :
Klien mampu mengakses kamar mandi
Klien mampu mengambil perlengkapan mandi
Klien mampu membersihkan tubuh
1. Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu. 2. Kaji kemampuan mukosa oral dan kebersihan
tubuh setiap hari.
3. Anjurkan klien/keluarga penggunaan metode alternative untuk mandi dan hygiene oral. 4. Dukung kemandirian klien dalam melakukan
mandi dan hygiene oral, bantu klien hanya jika diperlukan.
5. Tawarkan untuk mencuci tangan setelah eliminasi dan sebelum makan.
6. Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan.
7 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan ansietas pasien dapat diatasi
1. Kaji tingkat ansietas dan diskusikan penyebabnya bila mungkin.
Indikator :
Pasien tampak rileks
jadwal dan aktivitas. Perkenalkan pada teman sekamar dan staf. Berikan penjelasan tentang peran-peran.
3. Berikan informasi tertulis atau rekaman.
4. Berikan waktu untuk mendengarkan pasien mengenai masalah dan dorong ekspresi perasaan yang bebas, misalnya marah, ragu atau takut.
Daftar Pustaka
Adi Mahartha Gde Rastu, Dkk. 2013. Manajemen Fraktur Pada Trauma Muskuloskeletal. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Brunner, Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta Mansjoer Arif, dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Price S.A, Wilson L.M. 2006. Patofifisiologi Konsepklinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Nurarif & Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. Jilid 2.Yogyakarta:EGC
Http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14484&val=970 diakses senin 03-04-2018 (12:20)
Herdman, T. Heather (2015) Nanda International Inc. diagnosis keperawatan : definisi & klasifikasi 2015 ed 10, jakarta : EGC
Bulechek Gloria, Butcher Howard,dkk (2016) Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition, Elsevier Singapore Pte Ltd
Moorhead Sue, Marion Johnson, dkk (2016) Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th edition, Elsevier Singapore Pte Ltd