BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian fraktur di indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahunnya dengan jumlah penduduk 238 juta jiwa, merupakan terbesar di Asia Tenggara (wrongdiagnosis, 2011). Kejadian fraktur di indonesia dilaporkan Depkes RI (2007) menunjukan bahwa sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda. Insiden fraktur di indonesia 5,5% dengan rentang setiap profensi antara 2,2-9% (Depkes, 2007).
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas, seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjekyif dimana seseorang memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal maupun non verbal. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur 1.2.2 Tujuan Umum
a) Dapat menjelaskan definisi fraktur b) Dapat mengetahui etiologi dari fraktur c) Dapat memahami klasifikasi fraktur d) Dapat menjelaskan patofisiologi fraktur
e) Dapat mengetahui menifestasi klinis dari fraktur f) Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang pada fraktur
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998).
Fraktur dikenal dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A. Price, 1999).
Pada beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi secara lengkap (Jeffrey M.Spivak et al., 1999).
2.2 Etiologi
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan dan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan membengkok, memutar dan menarik (Chairudin Rasjad, 1998).
Trauma muskulo yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut. 1) Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasa nya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupatekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik; tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal; tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi; kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z; fraktur karena remuk; trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.
2.3 Klasifikasi Fraktur
Chairudin Rasjad (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa keadaan berikut.
2.3.1 Klasifikasi etiologis
1) Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga menjadi patah.
2) Fraktur patologis. Terjadi karena adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
Gambar 2.1 gambaran skematis secara klinis dari fraktur
2.3.2 Klasifikasi klinis
1) Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. 2) Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R. Gustino), yaitu: Derajat I :
- Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk - Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal Derajat II :
- Leserasi > 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi - Fraktur kominutif sedang
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
3) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, de-layed union,non-union, dan infeksi tulang.
Gambar 2.2 gambaran skematis secara klinis dari fraktur tertutup dan terbuka
2.3.3 Klasifikasi radiologis
1) Lokalisasi/letak fraktur: diafisis, metafisis, intra-artikular, dan fraktur dengan dislokasi
2) Konfigurasi/sudut patah dari fraktur
a) Fraktur transfersal: fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur akan stabil biasanya dikontrol dengan bidai gips.
b) Fraktur oblik: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
c) Fraktur spiral: fraktur ini khas pada cidera main ski ketika ujung ski terbenam pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang patah. Fraktu ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
e) Fraktur segmental: dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah. Keadaan ini mungkin memerlukan pengobatan melalui pembedahan.
f) Fraktur impaksi atau fraktur kompresi: ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
3) Ekstensi
Fraktur total, fraktur tidak total (fracture crack), fraktur burcle atau torus, fraktur garis rambut, fraktur greenstick (fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak)
4) Fraktur avulsi. Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendot ataupun ligamen.
5) Fraktur sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu secara bermakna.
pendarahan Kehilangan volume cairan (hipovolemik)Resiko syok Penekanan
pembuluh darah pembuluh darahMenyumbat
Putus vena/arteri integritas kulitKerusakan Resiko infeksi
sekitar Kerusakan fragmen tulang
Pergeseran fragmen
tulang Spame otot
Tek sumsum tulang lebih tinggi dari
kapiler Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis
2.5 Manifestasi klinis
1) Tidak dapt menggunakan anggota gerak 2) Nyeri pembengkakan
3) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orangtua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma olahraga)
4) Gangguan fungsio anggota gerak 5) Deformitas
6) Kelainan gerak
7) Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
Lokalisasi Waktu penyembuhan
Falang/metacarpal/metatarsal/costa 3-6 Minggu
Distal radius 6 Minggu
Diafisis ulna dan radius 12 Minggu
Humerus 10-12 Minggu
Klavikula 6 Minggu
Panggul 10-12 Minggu
Femur 12-16 Minggu
Kondilus femur/tibia 8-10 Minggu
Tibia/fibula 12-16 Minggu
Vertebra 12 Minggu
Sumber: pengantar ilmu bedah ortopedi hal:371
2.6 Pemeriksaan penunjang
1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2) Scan tulang: memperlihatkan faraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
2.7 Penatalaksanaan
1) Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untik mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. Tindakan ini terutama diindikasikan pada fraktur-fraktur tidak bergeser, fraktur-fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang belakang, fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktur yang sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi radiologis.
2) Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
a) Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
b) Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi internal/ORIF (Open Reducion Internal Fixation) atau fiksasi eksternal/OREF (Open Reducion eksternal Fixation).
3) Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, grakan, perkiraan waktu imobilisasi yang di butuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
2.8 Faktor penyembuhan fraktur
Menurut Chairudin Rasjad (1999) fakto-faktor yang menentukan lamanya penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut.
pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktiv. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin berkurang.
b. Lokasi dan konfigurasi fraktur c. Pergeseran awal fraktur
d. Vaskularisasi pada kedua fragmen e. Reduksi dan imobilisasi
f. Waktu imobilisasi
g. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak h. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal
i. Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak
2.9 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT (Capillary refill Time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada ekstremitas disebabkan darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah pada jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi, takipnea dan demam.
d) Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus frakur terbuka, tetapi dapat juga karena menggunakan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat.
e) Nekrosis avaskular terjadi karena aliran darah rusak atau terganggu sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
f) Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigen menurun. 2) Komplikasi Lama
a) Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsulidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.
b) Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-5 bulan dan tidak dapat konsolidasi sehingga terdapat pseudoartosis (sendi palsu). Pseudoartosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoartosis.
Beberapa jenis non-union terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen tulang sebagai berikut.
hipert
pengobatan, osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya trauma.
BAB III
3.1 PENGKAJIAN a) Biodata
Nama :
Umur : kebanyakan terjadi pada usia muda akibat kecelakaan dan usia tua akibat jatuh ( misalnya di kamar mandi)
Jenis kelamin : bisa untuk semua jenis kelamin Status mariental :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan : pekerjaan yang membawa beban berat. Dengan resiko kecelakaan tinggi.
Suku bangsa :
Alamat :
No. Medrec :
No. Rawat :
Dx. Medis : fraktur
Tgl. Masuk :
Tgl. Pengkajian :
Penanggung jawab
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Hubungan dengan pt :
b) Keluhan utama :
Biasanya klien datang dengan keluhan akibat kecelakaan atau trauma lain. d) Riwayat kesehatan masa lalu :
Pengkajian yang perlu di tanyakan, meliputi riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung, apakah pernah mengalami fraktur sebelumnya, pengobatan pada saat sakit.
e) Riwayat kesehatan keluarga :
Faktor genetik tidak termasuk pada timbulnya penyakit fraktur kecuali klien yang menderita diabetes pada keluarga akan menyebabkan komplikasi.
f) Pemeriksaan fisik : 1) Tanda-tanda vital
a. Keadaan umum : compos mentis
b. Kesadaran : *kualitatif : CM s/d Coma, *kuantitatif: GCS c. Tekanan darah : normalnya tekanan darah 120/80
d. Nadi : nadi normalnya 60-100x/mnt (biasanya nadi meningkat) e. Suhu : suhu normalnya 36−37,5oC
f. RR : pernafasan normalnya 16-24x/mnt (tergantung jenis frakturnya apabila klien trauma panggul terjadi sesak nafas, karena adanya perubahan pada sistem pernafasan di sertai banyaknya perdarahan dan syok, klien trauma panggul berat biasanya akan mengalami ARDS atau gagal nafas akut)
2) Antropometri BB= kg TB= cm
3) Pemeriksaan sistematika/persistem A) Sistem pernafasan
B) Sistem kardiovaskuler
-Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak terdapat kelenjar getah bening, tidak terdapat distensi vena jugularis, tidak terdapat clubbing finger. -Palpasi : CRT<2 detik, biasanya nadi meningkat
-Perkusi : bunyi ICS 1-6 sebelah kiri pekak
-Auskultasi : S1 dan S2 tidak terdapat suara tambahan
-Apabila pada klien fraktur cidera panggul sedang dan berat hasil pemeriksaan
C) Sistem pencernaan
-Inspeksi : mukosa bibir ananemis, tidak terdapat stomatitis, turgor kulit abdomen elastis, bentuk abdomen simetris
-Auskultasi: bunyi bising usus normal 8-12x/menit
-Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen, tidak terdapat asites
-Perkusi: Bunyi perkusi abdomen timpani D) Sistem persyarafan
Nervus I (olfaktorius) : klien dapat mencium bau-bauan Nervus II (optikus) : klien dapat melihat pada jarak 2m Nervus III (okula motorius) : klien dapat menggerakan bola
mata kesamping atas
Nervus IV (traklearis) : klien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan kebawah normal Nervus V (trigeminus) : pada kornea mata mengkibatkan
kurang/ hilangnya reflek kedip Nervus VI (abdusen) : klien dapat menggerakkan bola
mata ke samping
Nervus VII (facialis) : klien dapat membedakan rasa manis dan asin
Nervus VIII (akustikus) : pendengaran klien baik saat ditanya oleh pengkaji
Nervus X (vagus) : klien dapat membuka mulutnya dengan baik
Nervus XI (spinal accesory) : klien lemah mengangkat bahu kanan dan kiri (jika terjadi pada fraktur klavikula)
Nervus XII (hipoglesal) :pergerakan klien lemah dan tidak bebas
E) Sistem penglihatan
Bentuk mata simetris,warna sklera putih, tidak adanya kelainan pada mata, kurangnya reflek mengedipkan mata, tidak dapat merapatkan mata (lagophthalmos).
F) Sistem pendengaran
Bentuk telinga simetris, tidak adanya nyeri tekan, tidak terdapat serumen, fungsi pendengaran baik
G) Sistem perkemihan Tidak adanya nyeri tekan H) Sistem muskuloskeletal
Kerusakan fungsi motorik kekuatan otot yang terjadi trauma dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) jika tidak langsung di tangani dengan baik.
I) Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran getah bening, dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
J) Sistem integumen
Biasanya pada fraktur terbuka terdapat luka, perdarahan
Pola kebiasaan sehari-hari
Frekuensi Alergi
Makanan yang tidak disukai Alat bantu makan 2. Istirahat dan tidur
Siang
5. Pola aktivitas Terbaring
A. Data Psikologis 1. Status emosi
Klien mampu mengontrol emosinya, jika marah klien memilih untuk diam 2. Kecemasan klien
3. Konsep diri
a. Citra tubuh : klien menyukai bagian bentuk tubuhnya yaitu mata b. Identitas diri : klien merasa senang menjalani profesinya
c. Peran : peran klien di dalam keluarganya ( mis: ayah , ibu, anak) d. Ideal diri : klien berharap penyakit di deritanya bisa cepat sembuh e. Harga diri:
B. Data Sosial
1. Pola komunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan jelas 2. Pola interaksi
Pasien berinteraksi dengan keluarga dan perawat dengan baik dan jelas C. Data Psikospiritual
Kaji apakah ada dampak yang timbul pada klien, seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
D. Data penunjang
1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur a) Tomografi
b) Mielografi c) Artrografi
2) Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan 5) Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal 6) Elektromiograf: terdapat kerusakan kondusif saraf akibat fraktur
8) Indium imaging: pada pemeriksaan ini adanya di dapatkan infeksi pada tulang
9) MRI: Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
E. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1. DS:
pasien mengatakan nyeri DO:
Pasien terlihat meringis dengan skala nyeri 0 – 10
Fraktur
Tekanan darah pasien rendah <100 mmHg
Kerusakan fragmen tulang
Tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari kapiler
Melepaskan ketekolamin
Metabolisme asam lemak
Bergabung dengan trombosit emboli cemas karna terdapat luka pada kulitnya yang tidak normal.
DO:
Terdapat luka di kulit yang di akibatkan oleh fraktur terbuka.
Pasien mengatakan kaku atau sulit menggerakan
tubuhnya. DO:
Pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari
Hambatan mobilisasi fisik nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Diagnosa pre op
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang edema, cedera jaringan lunak pemasangan traksi.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan b. Diagnosa post op
1) Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
2) Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
3.3 RENCANA KEPERAWATAN a. Rencana keperawatan pre
NO Dx Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang edema, cedera jaringan lunak pemasangan traksi. - Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - Gunakan komunikasi
- Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan status sirkulasi yang di tandai dengan :
Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang di harapkan
Tidak ada ortostatik hipertensi
Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang di tandai dengan : Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan kemampuan
Menunjukan perhatian, konsentrasi, dan orientasi.
-Menunjukan fungsi sensori motori cranial yang utuh: tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan gerakan involunter
-Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
b. Rencana keperawatan post
NO Dx Keperawatan NOC NIC
1. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tissue integrity :
skin and mucous Membranes
Hemodyalis akses
Kriteria hasil :
- Integritas kulit yang baik bisa kulit dan mencegah terjadinya cidera ulang
- Jaga kebersihan kulit agar tetap kering dan bersih
- Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Ganti balutan, bersihkan area sekitar jahitan atau staples , menggunakan lidi kecil
2. Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri,
- Pasien meningkat dalam aktivitas fisik - Mengerti tujuan dari
- Monitoring vital sign
sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan - Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
- Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
mobilisasi
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dalam kemampuaan berpindah
3.4 IMPLEMENTASI No
.
Tanggal/waktu Implementasi Paraf
1. - melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- mengajarkan Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien - memberian analgetik untuk mengurangi nyeri sesuai resep
dokter
2. -memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
-membatasi gerakan pada kepala, leher dan punggung 3. - menjaga kebersihan kulit agar tetap kering dan bersih
- menganjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar - memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- mengganti balutan, bersihkan area sekitar jahitan atau staples , menggunakan lidi kecil
- memonitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
- mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
penuhi kebutuhan
- memberikan alat bantu jika klien memerlukan
3.5 EVALUASI No
.
Tanggal/waktu Evaluasi Paraf
1. S : pasien mengatakan nyeri berkurang O: skala nyeri 0-10
A: nyeri akut belum teratasi P: intervensi dilanjutkan
-Kolaborasi pemberian analgetik 2. S: pasien mengatakan masih pusing
O: tekatan darah <100 mmHg
A: ketidakefektifan perfusi jaringan belum teratasi P: intervensi dilanjutkan
3. S: Pasien mengatakan cemas karna terdapat luka pada kulitnya yang tidak normal.
O: luka fraktur terbuka
A: Kerusakan integritas kulit belum teratasi P: intervensi dilanjutkan
-Mengganti balutan setiap hari
4. S: Pasien mengatakan kaku atau sulit menggerakan tubuhnya.
O: klien sulit melakukan aktivitas A: Hambatan mobilisasi fisik P: intervensi dilanjutkan
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
penatalaksanaan yang sesuai, yaitu dengan mempertimbangkan faktor usia, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi, dan keadaan sosial ekonomi klien secara individual. Ada beberapa penatalaksanaan, yaitu penatalaksanaan fraktur tertutup, fraktur terbuka, dislokasi dan amputasi.
4.2 Saran
Sebagai seorang perawat harus berhati-hati dalam menangani asuhan keperawatan pada klien fraktur, agar menjauhi resiko terjadinya komplikasi pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Mutaqqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal jilid 2. Jakarta: EGC