• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Silika Tersulfat dari Kaolin Bangka Belitung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sintesis Silika Tersulfat dari Kaolin Bangka Belitung"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak Silika tersulfat telah berhasil dipreparasi dengan metode impregnasi dengan asam sulfat. Proses impregnasi dilakukan dengan variasi raw material yaitu kaolin (SO4/kaolin), metakaolin (SO4/metakaolin), metakaolin yang dicuci dengan asam sulfat (SO4/ metakaolin yang dicuci dengan asam sulfat), dan metakaolin yang dicuci dengan asam klorida (SO4/ metakaolin yang dicuci dengan asam klorida). Padatan dikarakterisasi dengan teknik spektroskopi IR, XRD, dan keasaman permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa silika tersulfat merupakan padatan amorf dengan keasaman tertinggi pada sampel impregnasi metakaolin yang dicuci dengan asam sulfat.

Kata Kuncisilika tersulfat, impregnasi, kaolin, keasaman I. PENDAHULUAN

ATALIS yang digunakan pada reaksi esterifikasi umumnya berupa katalis asam. Katalis asam terdiri dari dua jenis yaitu katalis asam homogen dan heterogen asam. Katalis homogen yang sering digunakan adalah H2SO4, HF, H3PO4, HCl [1]. Namun katalis homogen

berbahaya untuk digunakan karena bersifat korosif dan menghasilkan limbah asam. Sehingga digunakan katalis heterogen asam untuk meminimalisir dampak lingkungan [2]. Katalis heterogen asam yang digunakan berupa katalis padat, katalis ini tidak akan tercampur pada produk sehingga mudah untuk dipisahkan dan digunakan kembali. Contoh katalis heterogen adalah SiO2∙HF, zirkonia tersulfat, zeolit.

Pada penelitian sebelumnya telah banyak diteliti mengenai perlakuan awal SiO2 dengan asam kuat (H2SO4, HCl, HNO3,

dan HF), menghasilkan permukaan sisi asam yang kuat [3], biasanya disebut sebagai silika tersulfat.

Silika tersulfat merupakan silika yang terimpegnasi dengan H2SO4 dengan rumus SO4/SiO2. Preparasi silika

tersulfat selain menggunakan silika murni, dapat juga menggunakan clay seperti klorite, kaolin, metakaolin [4]. Pencucian digunakan untuk mendapatkan silika dan menghilangkan pengotor yang terkandung dalam kaolin seperti K2O [5]. Pencucian dengan asam seperti asam sulfat,

asam klorida, dan asam nitrat dapat digunakan untuk menghilangkan pengotor dalam kaolin [5]. Silika tersulfat dapat digunakan dalam konversi butana [4].

Sintesis silika tersulfat telah banyak digunakan dalam berbagai reaksi dimana menggunakan bahan dasar silika komersial sebagai sumber SiO2. Namun mahalnya harga

silika murni sehingga pada penelitian ini digunakan kaolin yang diperoleh dari Bangka Belitung dimana kaolin ini mengandung 50% SiO2. Silika tersulfat disintesis dengan

kaolin Bangka Belitung yang dikalsinasi sehingga menjadi metakaolin dan dilakukan pencucian dengan H2SO4 [5]

kemudian diimpregnasi dengan H2SO4 [7]. Transformasi

kaolin menjadi silika tersulfat dipelajari dari variasi pencucian asam dan impregnasi. Pada variasi pencucian, pelarut yang digunakan adalah H2SO4 dan HCl, sedangkan

variasi impregnasi yaitu impregnasi pada kaolin, metakaolin, metakaolin yang dicuci dengan H2SO4 dan

metakaolin yang dicuci dengan HCl. Padatan hasil sintesis dikarakterisasi dengan spektroskopi inframerah untuk mengetahui kerangka, penentuan keasaman dari padatan diperoleh dengan metode adsorbsi piridin- FTIR, serta teknik difraksi sinar-X (XRD) untuk mengetahui struktur dari padatan.

II. URAIAN PENELITIAN A. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas, pengaduk magnetik (stirer), sentrifuge, oven, furnace muffle untuk proses kalsinasi, FT-IR (Shimadzu Instrumen Spectrum One 8400S), adsorpsi piridin, X-ray Diffraction Philips Expert. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin (Bangka Belitung), H2SO4 (Merck, 98,08%), HCl (SAP, 37%),

Piridin (Merck, 99,5%), toluena (Merck, 99,9%), AgNO3

(Sigma-Aldrich, 99%) dan aqua demineralisasi. B. Prosedur Kerja

B.1

Preparasi Kaolin

Pada penelitian ini preparasi kaolin dilakukan dengan pencucian asam sesuai dengan metode [5]. Pada metode ini dilakukan pencucian dengan asam sulfat pada metakaolin. Metakaolin pada penelitian ini diperoleh melalui kalsinasi pada suhu 600°C di dalam muffle furnice sehingga terbentuk metakaolin. Selanjutnya metakaolin sebanyak 1,5 gram dicuci dengan 75 mL H2SO4 2,5 M. Pencucian dilakukan

pada suhu 90°C selama 2 jam disertai pengadukan. Campuran hasil pencucian dengan asam sulfat ditambahkan H2SO4 (0,5 M) sebanyak 5 mL. Kemudian fasa padatan

yang terpisah dengan fasa cairan dipisahkan melalui dekantasi, selanjutnya padatan tersebut dicuci dengan aqua demineralisasi sebanyak tiga kali yang dilakukan dengan sentrifugasi dan pengeringan pada suhu 110°C selama 12 jam. Padatan akhir hasil pencucian dengan aqua demineralisasi dikalsinasi pada suhu 400°C selama 2 jam.

Sementara itu, pencucian metakaolin dengan HCl dilakukan sesuai dengan metode sesuai rujukan [8]. Pada metode ini dilakukan pencucian dengan asam klorida pada metakaolin. Metakaolin pada penelitian ini diperoleh melalui kalsinasi pada suhu 600°C di dalam muffle furnice sehingga terbentuk metakaolin. Selanjutnya metakaolin sebanyak 2 gram dicuci dengan 60 mL HCl 6 M. Pencucian

Sintesis Silika Tersulfat dari Kaolin Bangka

Belitung

Kadek Indah Fitriani dan Didik Prasetyoko

Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail

: didikp@chem.its.ac.id

(2)

dilakukan pada suhu 90°C selama 2 jam di dalam refluks. Campuran hasil refluks dipisahkan melalui dekantasi sehingga diperoleh fasa padatan dan fasa cairan. Selanjutnya padatan tersebut dicuci dengan aqua demineralisasi hingga tidak terdapat ion Cl- (menggunakan tes Ag+). Pencucian

dengan aqua demineralisasi dilakukan dengan sentrifugasi dan pengeringan pada suhu 50°C selama 12 jam.

B.2 Sintesis Silika Tersulfat

Sintesis silika tersulfat diperoleh dengan metode sesuai rujukan [7], yaitu dengan metode impregnasi. Impregnasi dilakukan dengan variasi raw material yaitu kaolin, metakaolin dan metakaolin yang telah dicuci dengan asam sulfat dan metakaolin yang dicuci dengan HCl. Semua sampel masing-masing sebanyak 0,5 gram, ditambahkan 10 mL toluena dan 30 μL H2SO4 selama 1,5 jam pada suhu

50°C sambil diaduk, kemudian dikeringkan pada suhu 130oC selama 12 jam.

B.2 Karakterisasi

Karakterisasi dengan teknik spektroskopi inframerah digunakan untuk identifikasi vibrasi ikatan; difraksi sinar-X (XRD) digunakan untuk mengetahui struktur, dan penentuan keasaman permukaan dengan metode adsorbs piridin-FTIR. Jumlah sisi asam (mmol/gr) = B x L x 10-3

k x g

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Metakaolin dari Kaolin Bangka Belitung

Kaolin yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Bangka Belitung. Kaolin mengandung Al koordinasi 6 dimana reaktifitas terhadap proses pencucian asam sangat kecil, untuk mempermudah proses pencucian maka dilakukan proses kalsinasi sehingga terbentuk metakaolin [9]. Metakaolin dapat terbentuk apabila dikalsinasi pada suhu 400-900°C menurut rujukan [10]. Metakaolin yang dicuci dengan asam sulfat dan asam klorida, terlebih dahulu dikalsinasi pada suhu 600°C [5] dengan kenaikan suhu 25°C/menit [10]. Pada proses kalsinasi juga terjadi perubahan warna yaitu perubahan dari kaolin yang semula berwarna putih, berubah menjadi putih kekuningan.

Pada proses kalsinasi kaolin menjadi metakaolin, massa hasil kalsinasi berkurang menjadi 14%. Massa yang hilang terjadi akibat hilangnya molekul air yang teradsorbsi pada permukaan metakaolin. Menurut rujukan [11] kehilangan massa ini disebabkan oleh putusnya ikatan gugus hidroksi dalam struktur kaolin. Kalsinasi kaolin dengan suhu diatas 500 °C juga terjadi proses penataan ulang ikatan ion Si dan Al serta pembentukan ion Al berkoordinasi 5 dan 4 dengan mengubah Al koordinasi 6. Reaktifitas kaolin meningkat seiring dengan penurunan jumlah Al koordinasi 6 (San Cristóbal dkk., 2010). Reaksi umum pembentukan metakaolin [9] adalah sebagai berikut:

Al2O3∙ 2SiO2 ∙H2O Al2O3∙2SiO2 + 2H2O(g)

Kaolin Metakaolin

C. Pencucian

Proses pencucian dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode sesuai rujukan [5] yaitu pencucian menggunakan asam sulfat pada metakaolin. Metakaolin sebanyak 1,5 gram dicuci dengan H2SO4 (2,5 M) pada suhu 90 °C selama 2

jam, saat ditambahkan H2SO4, padatan berwarna kecoklatan.

Campuran hasil ditambahkan H2SO4 (0,5 M) yang berfungsi

memisahkan fasa cairan dan fasa padatan. Padatan kemudian dicuci dengan aqua demineralisasi sebanyak tiga kali dan dikeringkan selama 12 jam. Selanjutnya sampel dikalsinasi pada suhu 400°C selama 2 jam yang berfungsi untuk menghilangkan H2SO4 pada padatan. Hasil yang

diperoleh setelah kalsinasi adalah 0,8 gram. Padatan berkurang sebesar 46% disebabkan oleh aluminium, besi pada lapisan oktahedral yang tercuci [9].

Pencucian metakaolin dengan HCl dilakukan sesuai dengan metode sesuai rujukan [8]. Pada metode ini metakaolin sebanyak 2 gram dicuci dengan HCl kemudian direfluks, pada saat proses refluks padatan menjadi berwarna kuning. Pencucian dengan HCl berfungsi melarutkan sebagian Al3+ dari lapisan oktahedral dan

meningkatkan prosentase silika dalam padatan. Kemudian padatan dicuci dengan aqua demineralisasi yang dilakukan dengan sentrifugasi hingga tidak terdapat ion Cl-. Ion Cl

-dapat dideteksi dengan tes Ag+. Tes Ag+ dilakukan dengan

cara meneteskan larutan AgNO3 kedalam filtrat, dimana

filtrat yang mengandung ion Cl- pada saat ditetesi AgNO 3

akan berwarna keruh. Ag+

(aq)+ Cl–(aq) AgCl(s)

Sampel yang telah selesai dicuci kemudian dikeringkan. Hasil yang didapat setelah pengeringan adalah 0,5 gram. Pada proses pencucian terjadi kehilangan massa sebesar 75% disebabkan oleh hilangnya kation-kation pada metakaolin seperti aluminium dan besi, serta pada proses pencucian juga menyebabkan prosentase silika bertambah. Berkurangnya massa pada pencucian dengan HCl lebih besar dibandingkan dengan H2SO4 disebabkan oleh proses

pencucian dengan HCl menggunakan refluks sehingga tidak terdapat pelarut yang menghilang.

C Sintesis Silika Tersulfat

Sintesis silika tersulfat dilakukan dengan metode impregnasi [7]. Impregnasi dilakukan dengan variasi raw material yaitu kaolin, metakaolin, metakaolin yang telah dicuci dengan asam sulfat dan metakaolin yang dicuci dengan HCl. Raw material masing-masing sebanyak 0.5 gram ditambahkan toluena dan H2SO4 , pada suhu 50 °C

sambil diaduk agar campuran menjadi homogen. H2SO4

berfungsi sebagai larutan yang akan diimpregnasikan ke dalam padatan, sedangkan toluena berfungsi sebagai pelarut organik yang bersifat hidrofobik sehingga tidak terdapat air dalam sistem. Kemudian padatan dikeringkan pada suhu 130 °C selama 12 jam

D. Karakterisasi

D.1Difraksi Sinar-X (XRD)

Struktur dan fasa dari padatan hasil sintesis dikarakterisasi dengan teknik difraksi sinar-X (XRD) pada sudut 2θ = 5 – 50° dengan sumber radiasi Cu Kα (λ = 1,54 Å). Gambar 3.1 (a). menunjukkan pola difraksi dari Kaolin Bangka Belitung menunjukkan puncak-puncak pada 2θ 12°,

(3)

Gambar 3.1 Pola difaktogram sinar-X sampel (a) Kaolin, (b) Metakaolin, (c) Metakaolin yang dicuci dengan H2SO4,

(d) Metakaolin yang dicuci dengan HCl

33° dan 24°. Hal ini sesuai dengan laporan sesuai rujukan [13] bahwa puncak-puncak karakteristik dari kaolin adalah pada 2θ 12° dan 25° yang merupakan puncak khas kaolinit. Kaolinit merupakan kandungan utama dari kaolin. Mineral lain yang terkandung dalam kaolin selain kaolinit adalah kuarsa. Gambar 3.1 (b) menunjukkan pola diffraktogram sinar-X dari sampel metakaolin dimana terjadi hilangnya air, dan puncak khas dari kaolin tidak muncul, namun terdapat adanya gundukan pada sudut 2θ 15° sampai 35° yang menunjukkan fasa amorf. Gambar 3.1 (c) merupakan pola difraktogram sinar-X dari sampel metakaolin yang dicuci dengan asam sulfat, dimana pada sudut 2θ 15° sampai 35° terdapat gundukan yang menunjukkan fasa amorf. Gambar 3.1 (d) menunjukkan pola difaktogram sinar-X dari sampel metakaolin yang dicuci dengan asam klorida, dimana pada sudut 2θ 15° sampai 35° terdapat gundukan yang menunjukkan fasa amorf. Pada Gambar 3.1 (a) menunjukkan puncak kristalinitas sedangkan pada Gambar 3.1 (b), menunjukkan fasa amorf, perubahan ini menunjukkan adanya perubahan struktur pada sampel kaolin menjadi metakaolin. Pada sampel metakaolin yang mengalami proses pencucian asam klorida dan asam sulfat menunjukkan bahwa perbedaan jenis asam tidak mempengaruhi struktur kristal padatan yang diperoleh [9] 4.4.2 Spektroskopi Inframerah

Pada penelitian ini digunakan spektroskopi inframerah Shimadzu Instrumen Spectrum One 8400S untuk mengetahui gugus fungsi pada sampel sebelum dan sesudah impregnasi. Pada Gambar 3.2 (a) menunjukkan spektra inframerah dari kaolin Bangka Belitung, (b) merupakan spektra inframerah metakaolin, (c) merupakan spektra inframerah dari metakaolin yang dicuci dengan H2SO4, (d)

merupakan spektra inframerah dari metakaolin yang dicuci dengan HCl. Puncak yang muncul ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Pada Tabel 3.1 sampel (a) merupakan Kaolin menunjukkan puncak pada 3695, 3658, 3620 cm-1 yang

menunjukkan vibrasi ulur ikatan OH yang berkoordinasi dengan kation pada lapisan oktahedral. Puncak pada

Gambar 3.2 Spektra inframerah (a) Kaolin, (b) Metakaolin, (c) Metakaolin yang dicuci H2SO4, (d) Metakaolin yang

dicuci HCl

bilangan gelombang 1639 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk

ikatan OH. Pada bilangan gelombang 1110, 1029, 1008, 789, 754 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur ikatan Si-O-Si dan

Si-O-Al, sedangkan bilangan gelombang 912 cm-1

menunjukkan grup silanol[14] . . Pada bilangan 700 cm-1

menunjukkan ikatan Si-O out of plane, 538 cm-1

menunjukkan ikatan Si-O-Al. Al pada ikatan Si-O-Al terdapat pada lapisan oktahedral. Puncak pada bilangan gelombang 470 cm-1 menunjukkan ikatan Si-O-Si in-plane

dan 430 cm-1 menunjukkan ikatan Si-O [8]. Pada sampel (b)

terdapat puncak pada 3456 cm-1 yang menunjukkan vibrasi

ulur ikatan OH dan 1639 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk

ikatan OH. Pada puncak 1074, 810, 459 cm-1 menunjukkan

vibrasi ulur dan tekuk SiO4 dan Si-O-Al.

Sampel (c) merupakan metakaolin yang dicuci dengan H2SO4, dimana muncul puncak pada 3523 cm-1 yang

menunjukkan vibrasi ulur ikatan OH dan puncak pada bilangan gelombang 1757 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk

ikatan OH. Pada puncak 1087, 803 cm-1 menunjukkan

vibrasi ulur ikatan Si-O-Si dan Si-O-Al, sedangkan puncak pada bilangan gelombang 457 cm-1 menunjukkan

vibrasi tekuk ikatan SiO4 tertrahedral. Metakaolin yang

dicuci dengan H2SO4 menunjukkan puncak baru pada 1200

dan 925 cm-1 . Puncak 1200 cm-1 merupakan penambahan

puncak pada 1087 cm-1 yang menunjukkan vibrasi Si-O,

sedangkan puncak 925 cm-1 menunjukkan grup silanol [5].

Pada sampel (d) merupakan metakaolin yang dicuci dengan HCl, dimana terdapat puncak pada bilangan

0 10 20 30 40 50 2θ (°) In ten sitas (c ps) 35 25 1640 11 10 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 Tran sm ita n (% ) 500

a

b

c

d Bilangan Gelombang (cm-1) 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 X Axis Title B 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 25 30 35 40 45 50 55 Y Ax is T itle X Axis Title B a b c a b c d

(4)

gelombang 3442, 1629 cm-1 yang menunjukkan air yang

terikat secara fisisorbsi pada silika. Puncak 3442 cm-1

menunjukkan vibrasi ulur ikatan OH dan 1629 cm-1

menunjukkan vibrasi tekuk ikatan OH. Puncak pada 798 1087 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur ikatan Si-O-Si, Si-O-Al

dan terdapat penambahan pucak pada 1200 cm-1 yang

menunjukkan Si-O. Pada bilangan gelombang 459 cm-1

menunjukkan vibrasi tekuk ikatan Si-O-Si. Puncak Si-O-Si, Si-O, Si-O-Al yang muncul pada spektra inframerah untuk sampel (b), (c) dan (d) menunjukkan struktur silika dan aluminium amorf [15]. Hasil ini didukung dengan difraktogram XRD yang menunjukkan fasa amorf, baik pada metakaolin, metakaolin yang dicuci dengan asam sulfat dan asam klorida .

Tabel 3.1 Puncak yang muncul pada sampel (a) Kaolin (K) , (b) Metakaolin (MK), (c) Metakaolin yang dicuci asam sulfat (MK-SO4) dan (d) Metakaolin yang dicuci asam

klorida (MK-HCl)

Gambar 3.3 Spektra inframerah pada sampel yang telah diimpregnasi (a) SO4/Kaolin , (b) SO4/Metakaolin, (c)

SO4/Metakaolin yang dicuci H2SO4, (d) SO4/Metakaolin

yang dicuci dengan HCl

Gambar 3.3 merupakan spektra inframerah dari sampel (a) SO4/Kaolin , (b) SO4/Metakaolin, (c) SO4/Metakaolin

yang dicuci dengan H2SO4, (d) SO4/Metakaolin yang dicuci

dengan HCl. Puncak pada Gambar 3.3 yang merupakan hasil impregnasi dan secara umum tidak terdapat perubahan dari Gambar 3.2 yang dapat diamati. Puncak yang muncul pada Gambar 3.3 ditunjukkan pada Tabel 3.2. Pada Tabel 3.2 terdapat puncak baru pada bilangan gelombang 1200 cm -1 baik pada metakaolin yang dicuci dengan asam sulfat dan

asam klorida, hal ini menunjukkan bahwa pada proses pencucian baik asam sulfat dan asam klorida muncul vibrasi ikatan Si-O. Vibrasi ikatan Si-O merupakan penambahahan puncak dari vibrasi ulur ikatan Si-O-Si. Kemudian juga terdapat puncak pada 958 cm-1 yang menunjukkan grup

silanol. Puncak ini muncul pada metakaolin yang dicuci dengan asam sulfat dan asam klorida. Hal ini disebabkan pada proses pencucian dengan asam ikatan Si-O-Al berubah menjadi Si-OH sehingga muncul grup silanol [8]. Selanjutnya puncak pada 592 cm-1 yang menunjukkan

adanya ikatan HSO4- (SO2) [16], puncak ini menunjukkan

bahwa impregnasi berhasil dilakukan pada sampel SO4/Metakaolin yang dicuci dengan H2SO4.

Ikatan Sampel Referensi K (cm-1) MK (cm-1) MK-SO4 (cm-1) MK-HCl (cm-1) Vibrasi Ulur OH 3695, 3658, 3620 3456 3523 3523 [14], [5] Vibrasi Tekuk ikatan OH 1639 1639 1757 1629 [14], [5] Vibrasi Si-O - - 1200 1200 [5] Vibrasi Ulur ikatan Si-O-Si 1110, 1029, 1008, 789 1074 1087 1087 [14], [5] Grup Silanol 912 - 925 954 [5] Si-O-Al 754 810 803 789 [8] Si-O out of plane 700 - - - [8] Si-O-Al 538 - - - [8] Si-O-Si in-plane 470 - - - [8] Vibrasi Tekuk - 459 457 459 [5] Si-O-Si Si-O 430 - - - [8] 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 Tr an sm itan (%)

a

b

c

d

339

0

11

10 Bilangan Gelombang (cm-1) 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 X Axis Title B 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 X Axis Title B 3390 1640 1110

(5)

Tabel 3.2 Puncak yang muncul pada sampel yang telah diimpregnasi; (a) SO4/Kaolin (SO4/K), (b) SO4/Metakaolin

(SO4/MK), (c) SO4/Metakaolin yang dicuci dengan H2SO4

(SO4/MK-SO4), (d) SO4/Metakaolin yang dicuci dengan

HCl (SO4/MK-HCl)

4.4.2 Hasil Penentuan Keasaman dengan Metode Adsorbsi Piridin-FTIR

Pada penelitian ini digunakan metode adsorbsi Piridin-FTIR untuk mengetahui jumlah sisi asam Lewis dan Brønsted. Penentuan jumlah sisi asam Lewis dan Brønsted dilakukan dengan adsorpsi piridin dan dianalisis dengan teknik spektroskopi inframerah. Pada proses adsorpsi piridin, sampel dioven pada suhu 110 ºC selama semalam yang berfungsi untuk menghilangkan air yang terikat secara fisis. Tahapan berikutnya adalah proses adsorpsi piridin pada suhu kamar dan dilanjutkan proses desorpsi pada suhu 150 ºC selama 6 jam untuk menghilangkan piridin yang terikat secara fisis, sehingga hanya diperoleh piridin yang terikat secara kimia. Selanjutnya padatan dikarakterisasi dengan spektroskopi inframerah untuk mengetahui jenis dan jumlah sisi asam. Puncak yang muncul menurut rujukan [17] secara berturut-turut yaitu puncak pada 1440-1452 cm-1 dan

1540-1545 cm-1, merupakan sisi asam Lewis dan sisi asam

Brønsted.

Gambar 3.4 merupakan spektra inframerah dari Piridin-FTIR yaitu (a) Kaolin, (b) Metakaolin, (c) Metakaolin yang dicuci dengan H2SO4, (d) Metakaolin yang dicuci dengan

HCl. Pada Gambar 3.5 merupakan spektra inframerah dari Piridin-FTIR hasil impregnasi yaitu (a) SO4/Kaolin

(SO4/K), (b) SO4/Metakaolin (SO4/MK), (c) SO4/metakaolin

yang dicuci dengan H2SO4 (SO4/ MK-SO4), (d)

SO4/metakaolin yang dicuci dengan HCl (SO4/ MK-HCl).

Puncak yang muncul pada Gambar 3.4 dan 4.5 ditunjukkan pada Tabel 3.3.

Pada Tabel 3.3 menunjukkan puncak pada sampel kaolin, metakaolin, metakaolin yang dicuci dengan HCl, tidak terdapat puncak Lewis dan Brønsted. Sementara itu, pada sampel metakaolin yang dicuci dengan H2SO4 dan

sampel hasil impregnasi yaitu SO4/Kaolin (SO4/K),

SO4/Metakaolin (SO4/MK), SO4/metakaolin yang dicuci

Gambar 3.4 Spektra Piridin-FTIR (a) Kaolin, (b) Metakaolin, (c) Metakaolin yang dicuci dengan H2SO4, (d)

Metakaolin yang dicuci dengan HCl

dengan H2SO4 (SO4/MK-SO4), SO4/metakaolin yang dicuci

dengan HCl (SO4/ MK-HCl). menunjukkan puncak pada

1541 cm-1 yang menunjukkan sisi asam Brønsted. Menurut

rujukan [7] sisi asam Brønsted yang muncul disebabkan oleh adanya sulfat (HOSO3-) didalam sampel yang

membentuk ikatan dengan aluminium pada lapisan oktahedral, serta proses impregnasi menggunakan toluena yang merupakan pelarut organik yang bersifat hidrofobik, sehingga mampu melindungi sulfat dan membentuk sisi asam Brønsted.

Pada Tabel 3.3 menunjukkan jumlah sisi asam Brønsted dari sampel yang dihitung dengan persamaan Emeis [18]. Jumlah sisi asam Brønsted tertinggi yaitu SO4/Metakaolin

yang dicuci dengan asam sulfat, SO4/Metakaolin,

metakaolin yang dicuci asam sulfat, SO4/Metakaolin yang

dicuci dengan asam klorida, SO4/Kaolin. SO4/Metakaolin

yang dicuci dengan asam sulfat memiliki jumlah sisi asam Brønsted tertinggi disebabkan oleh pada proses pencucian dengan asam sulfat memiliki kandungan (Al-Si)Ox sebesar

44% dengan sisi asam Brønsted sebesar 0.029 mmol/g dan setelah mengalami proses impregnasi dengan asam sulfat kandungan sulfat pada sampel bertambah sehingga sisi asam Brønsted menjadi 0.084 mmol/g.

Ikatan Sampel Referensi

SO4/K (cm-1) SO(cm4-1/MK ) SO4/ MK-SO4 (cm-1) SO4/ MK-HCl (cm-1) Vibrasi Ulur OH 3369, 3620, 3695 3392 3379 3448 [11], [5] Vibrasi Tekuk ikatan OH 1639 1647 1639 1647 [5] Vibrasi Si-O - - 1203 1209 [5] Vibrasi Ulur ikatan Si-O-Si 1112, 1031, 1008, 912 1095 1093 1087 [11], [5] Grup Silanol - - 958 956 [5] Vibrasi ulur Si-O-Al 754 813 794 798 [8] Si-O out of plane 698 - - - [8] Ikatan HSO4 -(SO2) - - 592 - [16] Si-O-Al 538 - - - [8] Si-O-Si in-plane 470 - - - [8] Vibrasi Tekuk Si-O-Si - 468 466 459 [5] Si-O 428 - - - [8]

1544

1440

Bilangan Gelombang (cm-1) Ab so rb an si (a. u. )

c

b

a

d

1600 1580 1560 1540 1520 1500 1480 1460 1440 1420 1400

(6)

Gambar 3.5 Spektra Piridin-FTIR pada sampel yang telah diimpregnasi (a) SO4/Kaolin, (b) SO4/Metakaolin, (c)

SO4/Metakaolin yang dicuci dengan H2SO4, (d)

SO4/Metakaolin yang dicuci dengan HCl

Tabel 3.3 Jumlah sisi asam Brønsted dan Lewis dari sampel

IV.KESIMPULAN

Silika tersulfat telah berhasil disintesis dengan metode impregnasi dengan asam sulfat. Karakterisasi terbentuknya silika tersulfat dilakukan dengan teknik spektroskopi IR, XRD, dan keasaman permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa silika tersulfat merupakan padatan amorf dengan keasaman tertinggi pada sampel SO4/

metakaolin yang dicuci dengan asam sulfat dimana memiliki jumlah sisi asam BrØnsted sebesar 0.084 mmol/g.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Didik Prasetyoko selaku dosen pembimbing penulis.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Carmo Jr., A.C., de Souza, L.K.C., Costa, C.E.F., Longo, E., Zamian, J.R. dan Rocha Filho, G.N., (2009), ―Production of biodiesel by esterification of palmitic acid over mesoporousaluminosilicate Al-MCM-4‖, Fuel, 88,461–468. [2] Srilatha, K., Lingaiah, N., Prabhavathi, D. B.L.A., Prasad,

R.B.N., Venkateswar, S. dan Sai, P. P.S., (2009). ―Esterification of free fatty acids for biodiesel production overheteropoly tungstate supported on niobia catalysts‖, Applied Catalysis, A 365, 28–33.

[3] Corro, G., Nallely, T., Nallely, T., Teeresita, J., Armando, T., Fortino, B., dan Odilon, V., (2011), ―Biodiesel from waste frying oil. Two step Process using acidified SiO2 for

esterification Step‖, Catalysis Today, 166, 116-122.

[4] Hino, M., dan Kazushi, A., (1998), ―Superacids by metal oxides, X: Reaction of butane catalyzed sulfated metal oxides, zeolites, or silica aluminas mixed with Pt-ZrO21‖, Applied

Catalysis A; General, 173,121-124.

[5] Okada, K., Akira, S., Takahiro, T, Shigeo, H., Atsuo, Y., Kenneth, J.D. dan MacKenzie., (1998), ―Preparation of microporous silica from metakaolinite byselective leaching method‖, Microporous and Mesoporous Materials, 21, 2X9 296.

[6] Okada, K., Naoki, A., Yoshikazu, K., Akira, N., Kenneth, J.D. dan MacKenzie., (2005), ―Preparation of porous silica from chlorite by selective acid leaching‖, Applied Clay Sience, 30,116-124.

[7] Poh, N. E., Hadi, N., Mohd, N. M. M., Halimaton, H., (2006), ―Sulphated AlMCM-41: Mesoporous solid Bronsted acid catalyst for dibenzoylation of biphenyl‖, Catalysis Today, 114, 257-262.

[8] Belver, C., Miguel, A. B., Ares, M. dan Miguel, A.V., (2002), ―Chemical Activation of a Kaolinite under Acid and Alkaline Conditions‖, Chemistry of Material, 14, 2033-2043.

[9] Lenarda, M., L. Storaro, A.Talon, E. Moretti, P. Riello, (2007), ―Solid acid catalysts from clays: Preparation of mesoporous catalysts by chemical activation of metakaolin under acid conditions‖, Journal of Colloid and Interface Science, 311,537–543.

[10] Rashad, A. M., (2013), ―Metakaolin as cementitious material: History, scours, production and composition –A comprehensive overview‖, Construction and Building Materials, 41, 303–318.

[11] Prasad, M.S., Reid, K.J., Murray, H.H., (1991), ―Kaolin: processing, properties and applications‖, Applied Clay Science, 6, 87-119.

[12] San Cristóbal, A.G., Castelló, R., Martin Luengo, M.A., Vizczyno, C., (2010), ―Zeolites Prepared from Calcined and Mechanically Modified Kaolins: A Comparative Study‖, Applied Clay Science, 49, 239-246.

[13] Panda, A. K., Mishra, B. G., Mishra, D. K., Singh, R. K., (2010), ―Effect of Sulphuric Acid Treatment on the Physicochemical Characteristics of Kaolin Clay‖, Coloid and Surface A. Physiscochem, Engginering Aspect, 363, 98-104. [14] Chandrasekhar, S., (1996), ―Influence of Metakaolinization

Temperature on the Formation of Zeolite 4A from Kaolin‖, Clay Minerals, 31, 253-261.

Sampel Lewis (cm-1) Brønsted (cm-1)

Area Brønsted (cm-1) Jumlah Asam Brønsted (mmol/g) K - - - - MK - - - - MK-SO4 - 1544 1.2 0.029 MK-HCl - - - - SO4/Kaolin - 1541 0.9 0.021 SO4/Metakaol in - 1541 1.19 0.033 SO4/Metakaol in yang dicuci dengan asam sulfat - 1541 3.11 0.084 SO4/Metakaol in yang dicuci dengan asam klorida - 1541 0.96 0.025

1440

1541

Bilangan Gelombang (cm-1) (cm-1)

a

b

c

d

Ab so rb an si (a. u. ) 1600 1580 1560 1540 1520 1500 1480 1460 1440 1420 1400

(7)

[15] Shukla, D. B., Padya, V. P., (1989), ―Estimation of Crystalline Phase in ZSM-5 Zeolites by Infrared spectroscopy‖, Journal Chemical Technology Biotechnol, 44,147-154.

[16] Selvaraj M., Sinha P.K., Pandurangan A., (2004), ―Synthesis of dypnone using SO4-2 /Al-MCM-41 mesoporous molecular

sieves‖ , Microporous and Mesoporous Materials , 70 , 81– 91.

[17] Platon, A. dan Thomson, W.J., (2003), ―Quantitative Lewis/ Brønsted Rasios using DRIFTS‖, Appl. Catal. Ind. Eng. Chem. Res, 42, 5988-5992

[18] Emeis, C. A., (1993), ―Determination of Integrated Molar Extinction Coefficients for Infrared Absorption of Pyridine Adsorbed on Solid Acid Catalysts‖, Journal of Catalysis, 141, 347-354.

Referensi

Dokumen terkait

Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu karena sumber N berupa kandungan bahan organik dalam tanah yang tergolong rendah sampai sangat rendah,

Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH

bahwa dalam rangka menindaklanjuti Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 04 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dankuantitatif, untuk mencari informasi mengenai tata rias, busana, dan aksesoris tokoh Minakjinggo danpenilaian

Anggota stakeholder yang terlibat dalam proyek aplikasi Sistem Informasi Persediaan Barang pada Alberindo Graha Cemerlang ini terdiri dari tim proyek, dan pengguna

Model akuntansi keuangan yang digunakan saat ini masih dapat digunakan oleh organisasi-organisasi dalam era informasi karena model akuntansi keuangan yang digunakan

Berdasarkan resume kasus maupun pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Ny. S dengan post partum normal atau spontan

Keadaan Sarana dan Prasarana Unit Kerja SMA Negeri 3 Nganjuk Nilai Prestasi Semester I Kelas XI Data Hasil Angket Pengaruh Latar Belakang Keluarga Distribusi Frekuensi Tentang Orang