• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

Pemahaman terhadap pemberdayaan usaha sektor informal terlebih dahulu dilandasi oleh pemahaman terhadap kondisi sistem perekonomian penduduk Kelurahan Campaka. Penduduk Kelurahan Campaka memiliki mata pencaharian pokok sebagai pengusaha, pegawai swasta, pegawai negeri, TNI/Polri, pengemudi beca, pengrajin, penjahit, montir, sopir, tukang kayu, tukang batu, peternak dan pedagang. Mata pencaharian yang dapat digolongkan sebagai sektor informal adalah Pengrajin, Pedagang, Penjahit, Tukang Batu, Tukang Kayu, Peternak, Montir, Sopir, dan Pengemudi Beca (sumber : Profil Kelurahan Campaka Tahun 2004). Sistem Tata Niaga di Kelurahan Campaka lebih berkembang pada sektor non-pertanian terutama di bidang perdagangan dan industri kecil. Perdagangan skala kecil diperlihatkan oleh keberadaan usaha sebagai pedagang kaki lima, pedagang keliling, warungan, dan home industri.

Kajian difokuskan pada pelaku usaha sektor informal yang bergerak di bidang perdagangan yang berjumlah sebanyak 237 orang (sumber : Profil Kelurahan Campaka Tahun 2004) dan sebagian pelaku usaha sektor informal berada pada golongan Keluarga Sejahtera 1. Pelaku usaha sektor informal yang menjadi subyek kajian berjumlah 20 orang. Pelaku usaha sektor informal yang mejadi subyek kajian terdiri dari PKL, Pedagang Keliling, dan Warung. Kajian yang dilakukan terhadap pelaku usaha sektor informal memberikan gambaran sesungguhnya mengenai permasalahan yang dimiliki oleh pelaku usaha sektor informal.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden (pelaku usaha sektor informal Kelurahan Campaka Kecamatan Andir) dikategorikan berdasarkan :

a. Asal dan Usia

Responden dikategorikan dalam penduduk asli setempat dan penduduk pendatang, dan kategori tahun kelahiran (umur). Pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka terdiri dari penduduk pribumi dan penduduk pendatang yang telah menetap cukup lama di Kelurahan Campaka. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain :

(2)

Tabel 3

Responden Menurut Asal dan Usia

ASAL UMUR

PENDUDUK ASLI PENDUDUK

PENDATANG 56 - 60 1 2 51 – 55 3 1 45 – 50 2 1 41 – 55 1 1 36 – 40 1 2 31 – 35 1 3 26 – 30 - 1 21 – 25 1 - JUMLAH 9 11

Sumber : Hasil Penelitian, 2005

Responden yang berasal dari penduduk pendatang lebih banyak jumlahnya dibandingkan penduduk asli dalam rentang usia 21 – 60 tahun. Penduduk pendatang datang ke kota Bandung untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. Data tabel 10 memperlihatkan bahwa penduduk pendatang banyak yang mencari usaha di sektor informal.

b. Jenis Kelamin

Responden dikategorikan dalam kategori jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain :

1) Laki-laki : 8 orang

2) Perempuan : 12 orang

Usaha sektor informal lebih banyak dilakukan oleh perempuan daripada laki-laki, walaupun demikian terdapat saling dukung antara suami dan istri (bagi responden yang berstatus perkawinan ”menikah”) dalam menjalankan usaha sektor informal mereka.

(3)

c. Status Keluarga

Responden dikategorikan dalam kategori jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain : 1) Kepala Keluarga : 8 orang

2) Ibu Rumah Tangga : 12 orang

Status pelaku usaha sektor informal sebagai kepala keluarga atau ibu rumah tangga mengharuskan pelaku usaha sektor informal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

d. Status Perkawinan

Responden dikategorikan dalam kategori menikah, belum menikah, janda dan duda. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain :

1) Menikah : 19 orang

2) Janda : 1 orang

Status perkawinan responden memberikan gambaran bahwa pelaku usaha sektor informal berada dalam ikatan pernikahan dan berkewajiban

memenuhi kebutuhan keluarganya. e. Pendidikan

Responden dikategorikan dalam kategori tamat SD, tamat SMP, dan tamat SMA. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain :

1) Tamat SD : 16 orang

2) Tamat SMP : 3 orang

3) Tamat SMA : 1 orang

Responden sebagian besar hanyalah tamat SD, oleh karena itu tingkat pendidikan responden dikategorikan berada pada tingkat pendidikan rendah. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar responden kurang mampu memahami permasalahan yang dialami dan potensi yang dimilikinya untuk mengembangkan usaha mereka di sektor informal.

f. Pekerjaan

Responden dikategorikan dalam kategori pekerjaan dagang, dan pekerjaan dagang dan memiliki pekerjaan lainnya. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain :

1) Dagang : 17 orang

(4)

Sebagian besar responden berdagang sebagai pekerjaan utama dan hanya sebagian kecil responden yang berdagang dan memiliki pula pekerjaan lainnya. Pekerjaan lain yang dilakukan responden antara lain pekerjaan service barang elektronik, pegawai swasta, dan petani.

g. Jumlah anggota keluarga

Responden dikategorikan dalam kategori jumlah anggota keluarga per satuan keluarga. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain : 1) 2 jiwa : 2 keluarga 2) 3 jiwa : 4 keluarga 3) 4 jiwa : 6 keluarga 4) 5 jiwa : 4 keluarga 5) 6 jiwa : 3 keluarga 6) 7 jiwa : 1 keluarga

Pemenuhan kebutuhan hidup setiap anggota keluarga harus dapat dipenuhi oleh pelaku usaha sektor informal dengan segala keterbatasan pendapatan yang diperolehnya.

h. Jenis Usaha

Responden dikategorikan dalam kategori jenis usaha. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain :

1) PKL : 6 orang

(Pedagang kaki lima adalah pedagang yang menetap sementara pada suatu tempat di pinggiran jalan dengan menggelar alas dagangan/terpal, roda atau meja)

Responden yang berusaha sebagai Pedagang kaki lima antara lain pedagang batagor, pedagang bubur ayam, pedagang nasi kuning, pedagang kupat tahu, dan pedagang mie baso.

Responden yang berusaha sebagai pedagang batagor, pedagang bubur ayam, pedagang kupat tahu, pedagang gorengan, dan pedagang mie baso menggunakan roda dan berjualan di tempat yang tetap. Sedangkan pedagang nasi kuning menggelar dagangannya di atas meja dan berjualan di tempat yang tetap.

(5)

Cara berjualan responden adalah menunggu konsumen datang. Sebagian besar konsumen berasal dari penduduk sekitar tempat usahanya dan sudah mengetahui keberadaan tempat usahanya sehingga memudahkan konsumen untuk membeli produk yang dijualnya.

2) Pedagang Keliling : 4 orang

(Pedagang keliling adalah pedagang yang menjajakan dagangannya ke berbagai tempat dan tidak pernah menetap berdagang di satu tempat. Pedagang keliling menggunakan alat/perlengkapan usaha berupa bakul, roda, atau wadah yang dijinjing).

Responden yang berusaha sebagai Pedagang keliling antara lain pedagang bubur kacang hijau, pedagang masakan, dan pedagang gorengan yang menggunakan jinjingan.

Cara berjualan responden adalah berkeliling ke setiap tempat yang berpenduduk padat dan menawarkan barang dagangannya. Responden yang berjualan dengan cara berkeliling membutuhkan ketahanan fisik dan tidak ada batasan sejauhmana mereka berkeliling. Cara berjualan seperti ini lebih memudahkan konsumen untuk membeli produk yang dijualnya dan konsumen dapat membeli produk yag dijualnya di rumah konsumen.

3) Warung : 10 orang

(Warung adalah pedagang yang menjual barang dagangannya pada suatu tempat yang tetap dan tempat usahanya berstatus hak milik atau pun hak kontrak)

Responden yang berusaha sebagai Pedagang warungan antara lain pedagang warung barang kelontong, pedagang warung sayuran dan barang kelontong, dan pedagang warung nasi.

Cara berjualan responden adalah berjualan tetap di tempat yang dimilikinya tanpa menawarkan barang dagangannya dan konsumen mengetahui keberadaan dan jenis barang yang dijualnya. Sebagian besar konsumen berasal dari penduduk

(6)

sekitar tempat usahanya dan sudah mengetahui keberadaan tempat usahanya sehingga memudahkan konsumen untuk membeli produk yang dijualnya.

i. Lama Usaha

Responden dikategorikan dalam kategori lama usaha. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain :

0 – 5 tahun : 11 orang 6 – 11 tahun : 6 orang 12 – 17 tahun : 2 orang 18 – 23 tahun : 1 orang

Pelaku usaha sektor informal sebagian besar merupakan pelaku usaha yang telah menjalankan usaha selama bertahun-tahun. Responden yang baru berkecimpung usaha di sektor informal kurang lebih empat bulan berjumlah dua orang dan mereka berupaya menjaga kesinambungan usahanya.

Permasalahan usaha sektor informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal

Ada beragam permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka ditinjau dari perspektif (cara pandang) pelaku usaha sektor informal. Tinjauan akan dianalisis berdasarkan kapasitas kognitif, afektif dan psikomotorik. Analisis kapasitas kognitif berupaya membuka gambaran mengenai tingkat pemahaman terhadap wawasan dan pengetahuan mengenai program pengembangan masyarakat dan kaitannya dengan pemberdayaan usaha sektor informal. Analisis kapasitas afektif berupaya mengungkapkan kepekaan sikap yang dikemukakan pelaku usaha sektor informal dalam menghadapi berbagai situasi, kondisi, dan permasalahan yang terjadi. Analisis kapasitas psikomotorik berupaya mengungkap sejauhmana tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha sektor informal dalam menghadapi permasalahan usaha. Penganalisaan kapasitas kognitif, afektif, dan psikomotorik pelaku usaha sektor informal memberikan pemahaman bahwa permasalahan yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal dapat terjadi karena kekurangmampuan kapasitas kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.

(7)

Permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal yang dianalisis berdasarkan kategori kapasitas kognitif, afektif dan psikomotorik pelaku usaha sektor informal antara lain :

a. Kapasitas kognitif

Permasalahan pelaku usaha sektor informal yang dianalisis menurut aspek kognitif yaitu :

1) Ketidaktahuan pelaku usaha sektor informal terhadap keberadaan program-program pengembangan masyarakat.

Pelaku usaha sektor informal tidak mengetahui nama program dan siapa pihak pemberi program. Oleh karena itu hampir 95 % responden pelaku usaha sektor informal tidak pernah mendapatkan bantuan usaha, baik yang berbentuk hibah atau pun pinjaman modal, responden yang mendapatkan bantuan usaha berupa pinjaman modal hanya berjumlah 5 %.

b. Kapasitas afektif

Permasalahan pelaku usaha sektor informal yang dianalisis menurut aspek afektif yaitu :

1) Kekurangpercayaan pelaku usaha sektor informal terhadap pemerintah setempat karena pemberian bantuan usaha yang tidak tepat sasaran dirasakan sebagai ketidakadilan oleh pelaku usaha sektor informal.

2) Sikap pelaku usaha sektor informal yang memandang keberadaan usaha sejenis dirasakan sebagai persaingan dan dianggap

mengganggu usaha sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan

berusaha.

c. Kapasitas psikomotorik

Kapasitas psikomotorik pelaku usaha sektor informal memperjelas gambaran mengenai keragaan kerja usaha sektor informal. Usaha sektor informal dilaksanakan setiap hari oleh pelaku usaha. Pelaksanaan setiap hari didasarkan pada kenyataan bahwa tidak ada hari yang tidak potensial untuk mencari nafkah dan pelaku usaha harus menafkahi keluarganya

(8)

setiap hari. Permasalahan pelaku usaha sektor informal dianalisis menurut aspek psikomotorik yaitu :

1) Adanya hambatan peluang pemasaran karena persaingan usaha, ketidakstrategisan lokasi usaha dan keterbatasan cakupan sasaran konsumen sebagai obyek pemasaran karena pelaku usaha sektor informal kurang terampil melakukan strategi pemasaran.

2) Adanya keterbatasan pelaku usaha dalam mengembangkan alternatif keterampilan usaha sebagai sumber nafkah tambahan.

Alternatif keterampilan usaha tersebut adalah keterampilan berproduksi barang atau jasa. Pelaku usaha sektor informal tidak memiliki keterampilan lain (80 %) dan hanya sebagian kecil (20 %) yang memiliki keterampilan lain yang dapat dijadikan alternatif usaha dan berfikir peluang usaha tersebut memiliki prospek pemasaran yang baik.

3) Pelaku usaha sektor informal belum dapat mengakses program-program yang dapat membantu kemajuan usaha.

Pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka (85 %) belum pernah berupaya mencari dan berupaya mengakses program-program yang dapat membantu kemajuan usaha, hanya beberapa orang saja (15 %) yang berupaya mencari dan mengakses program bantuan usaha dengan kondisi tidak berhasil dan tidak ada pihak tertentu yang membantu (10 %) dan hanya satu orang (5 %) yang mendapatkan bantuan usaha dari P2KP.

4) Pelaku usaha sektor informal kurang terampil mencari modal.

Pelaku usaha sektor informal belum mampu menjangkau perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. Sebagian kecil pelaku usaha sektor informal menjangkau modal yang berasal rentenir karena kemudahan pengaksesan modal dari rentenir. Kerugian yang dialami pelaku usaha sektor informal yang mendapatkan modal dari rentenir adalah pembayaran bunga pinjaman yang terlalu tinggi. Bunga pinjaman rentenir paling rendah sebesar 20 % per bulan dan hal ini sangat memberatkan pelaku usaha sektor informal. Sebagai contoh,

(9)

pelaku usaha sektor informal meminjam uang kepada rentenir sebesar Rp. 100.000,- maka mereka harus melunasi cicilan Rp. 100.000,- dan bunga sebesar Rp. 20.000,- dalam jangka waktu sebulan.

Dengan demikian berdasarkan analisis ranah kognitif, afektif dan psikomotorik pelaku usaha sektor informal, maka dapat disimpulkan masih ditemui kelemahan-kelemahan yang berasal dari pelaku usaha itu sendiri yaitu : 1) Ketidaktahuan pelaku usaha sektor informal terhadap keberadaan

program-program pengembangan masyarakat.

2) Kekurangpercayaan pelaku usaha sektor informal terhadap pemerintah setempat karena pemberian bantuan usaha yang tidak tepat sasaran dirasakan sebagai ketidakadilan oleh pelaku usaha sektor informal.

3) Sikap pelaku usaha sektor informal yang memandang keberadaan usaha sejenis dirasakan sebagai persaingan dan dianggap mengganggu usaha sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan berusaha.

4) Hambatan peluang pemasaran karena persaingan usaha,

ketidakstrategisan lokasi usaha dan keterbatasan cakupan sasaran konsumen sebagai obyek pemasaran.

5) Keterbatasan pelaku usaha dalam mengembangkan alternatif keterampilan usaha sebagai sumber nafkah tambahan.

6) Pelaku usaha belum dapat mengakses program-program yang dapat membantu kemajuan usaha.

7) Pelaku usaha sektor informal kurang terampil mencari modal.

Permasalahan usaha sektor informal berdasarkan perspektif pelaku usaha sektor informal dianalisa pula berdasarkan permasalahan faktor internal dan eksternal. Penganalisaan permasalahan usaha sektor informal berdasarkan permasalahan faktor internal dan eksternal sebagai hasil wawancara mendalam dengan responden dapat diketahui sebagai berikut :

(10)

1. Faktor internal

Pelaku usaha sektor informal mengalami lima masalah internal usaha sektor informal yaitu :

a) Keterbatasan modal.

Laba usaha seringkali hanya cukup atau bahkan kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sulit untuk menyimpan tabungan sebagai persiapan tambahan modal. Keadaan ini semakin dipertegas dengan kenyataan tanggungan keluarga rata-rata mencapai 4 jiwa, apalagi bila ada salah satu atau lebih anak yang sedang menempuh pendidikan di jenjang pendidikan formal dimana tentunya membutuhkan biaya pendidikan yang tinggi dan memadai. Kondisi permodalan pelaku usaha sektor informal masih kecil dan tidak berkembang. Modal tersebut berasal dari modal sendiri atau pinjaman. Modal usaha untuk usaha warungan yang layak minimal sebesar Rp. 2.000.000,-, sedangkan modal untuk pedagang kaki lima dan pedagang keliling minimal Rp. 500.000,-. Modal pinjaman diperoleh berasal dari keluarga/kerabat, tetangga, atau bahkan rentenir. 30 % responden hanya memanfaatkan pengelolaan modal sendiri, 55 % memanfaatkan modal sendiri dan bantuan dari pihak keluarga atau kerabat, 5 % memanfaatkan modal sendiri dan pinjaman dari koperasi setempat, 5 % memanfaatkan modal sendiri dan bantuan dari P2KP, dan 5 % memanfaatkan modal sendiri dan pinjam ke rentenir. Pinjaman dari rentenir sangat merugikan para pelaku usaha sektor informal dengan beban bunga pinjaman yang tinggi. Bunga pinjaman rentenir paling rendah sebesar 20 % per bulan dan paling tinggi bunga pinjaman sebesar 25 % per minggu.

b) Ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal untuk mengembangkan jejaring usaha.

c) Ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal untuk mengorganisir mereka dalam wadah kelembagaan yang dapat menyatukan aspirasi, harapan dan tujuan bersama.

Pengorganisiran pelaku usaha sektor informal memudahkan mereka dalam membangun kapasitas diri para pelaku usaha sehingga mereka

(11)

dapat diperhitungkan dan diperhatikan oleh pihak lain sebagai kekuatan yang layak dan sejajar dengan pihak lain.

d) Keterbatasan pengetahuan dan wawasan mengenai berbagai informasi kewirausahaan dan berbagai program yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan usaha mereka.

Pelaku usaha sektor informal mengalami ketidaktahuan mengenai keberadaan informasi program pengembangan masyarakat (70 % responden), dan hanya 30 % responden yang mengaku tahu tentang adanya program-program pemberdayaan masyarakat namun kurang mengetahui secara jelas nama program dan pihak pemberi program. e) Keterampilan pelaku usaha sektor informal yang sangat terbatas.

Responden (pelaku usaha sektor informal) yang hanya memiliki keterampilan berdagang dan tidak mempunyai keterampilan usaha lainnya adalah 80 % dan hanya 20 % responden memiliki keterampilan lainnya yang dapat dijadikan alternatif usaha lain misalnya keterampilan service barang elektronika dan keterampilan membuat lemari kayu. Oleh karena, pelaku usaha sektor informal sebaiknya berinisiatif membuka peluang usaha dan mempelajari keterampilan lain yang dapat digunakan sebagai alternatif upaya mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Dengan demikian berdasarkan analisis terhadap permasalahan faktor internal pelaku usaha sektor informal, maka dapat disimpulkan masih ditemui kelemahan-kelemahan yang berasal dari pelaku usaha itu sendiri yaitu :

1. Keterbatasan modal.

2. Ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal untuk mengembangkan jejaring usaha.

3. Ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal untuk mengorganisir mereka dalam wadah kelembagaan yang dapat menyatukan aspirasi, harapan dan tujuan bersama.

(12)

4. Keterbatasan pengetahuan dan wawasan mengenai berbagai informasi kewirausahaan dan berbagai program yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan usaha mereka.

5. Keterampilan pelaku usaha sektor informal yang sangat terbatas.

2. Faktor eksternal

Permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal tidak hanya berasal dari dalam (internal) pelaku usaha, terdapat pula permasalahan yang berasal dari luar (eksternal). Hal ini terjadi karena belum maksimalnya pelaksanaan program pengembangan masyarakat di masyarakat dan kondisi perekonomian negara yang belum kondusif. Pelaku usaha sektor informal mengalami tiga masalah eksternal usaha sektor informal yaitu :

1) Lemahnya sosialisasi yang sangat terbatas mengenai kebijakan pemerintah dan program-program pengembangan masyarakat kepada pelaku usaha sektor informal.

Wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat, ketua RW, ketua RT dan aparat Kelurahan memberikan gambaran adanya ketidakjelasan arah dan kerangka dukungan tokoh masyarakat, kelembagaan sosial di tingkat kelurahan, dan aparat pemerintah setempat terhadap pelaku usaha sektor informal. Mekanisme penyampaian program-program pengembangan masyarakat kepada masyarakat masih kurang komunikatif dan tersebar di kalangan tertentu saja. Oleh karena itu, pemerintah setempat dan kelembagaan sosial di tingkat kelurahan didukung tokoh masyarakat sebaiknya merumuskan pola komunikasi dan informasi secara tepat sasaran dan mempersiapkan data kemasyarakatan secara lengkap dan terperinci. 2) Ketidakstabilan kondisi perekonomian secara makro ternyata

mempunyai dampak negatif terhadap keberhasilan dan keberlangsungan usaha sektor informal yang berada di tataran perekonomian mikro.

Kenaikan harga bahan bakar minyak dan harga bahan baku produk usaha sangat dirasakan membebani biaya pengolahan produk dan pemasaran sehingga mengurangi perolehan keuntungan usaha. Harga

(13)

jual produk menjadi semakin mahal sedangkan daya beli masyarakat semakin berkurang, sedangkan persaingan usaha sejenis kadang-kadang dirasakan sebagai gangguan usaha, sehingga pelaku usaha sektor informal sulit meningkatkan taraf pendapatannya.

3) Lemahnya pendampingan dari pihak luar (LSM, swasta, dan pemerintah)

Keberadaan pihak luar yang beraktivitas membela pelaku usaha sektor informal benar-benar belum dirasakan dan diketahui kehadirannya di masyarakat maupun pelaku usaha sektor informal. Bapak Muhsin (Ketua RT 05 RW 07) mengemukakan :

”Upami pihak anu langsung ngabela sareng ngabimbing pelaku usaha sektor informal mah teu acan aya. Teu acan aya LSM atawa lembaga sejenna anu khusus ngabina atawa ngabantu usaha sektor informal di kalurahan Campaka” (Pihak yang membela dan membimbing secara

langsung pelaku usaha sektor informal belum ada. Tidak ada LSM atau lembaga luar yang mengkhususkan diri membina atau membantu usaha sektor informal di kalurahan Campaka). ”Sedengkeun ayana

P2KP can aya karasa mangpaatna pikeun para pedagang anu aya di RT 05 RW 07, anu menangkeun P2KP malah teu jelas saha-sahana, terang ge mung saliwat. Kuring salaku RT oge teu apal pisan” (Adapun P2KP

yang kami harapkan yaitu P2KP tidak dapat dirasakan manfaatna terutama bagi para pedagang yang ada di RT 05 RW 07, data pemerima P2KP pun tidak jelas data-data tertulisnya bagi saya selaku ketua RT sehingga saya tidak mengetahui siapa saja yang menerima bantuan secara terperinci, saya hanya tahu sepintas).

Dengan demikian bedasarkan analisis terhadap permasalahan faktor eksternal pelaku usaha sektor informal, maka dapat disimpulkan masih ditemui kelemahan-kelemahan yang berasal dari luar pelaku usaha sektor informal yaitu : 1. Lemahnya sosialisasi yang sangat terbatas mengenai kebijakan

pemerintah dan program-program pengembangan masyarakat kepada pelaku usaha sektor informal.

2. Ketidakstabilan kondisi perekonomian secara makro ternyata mempunyai dampak negatif terhadap keberhasilan dan keberlangsungan usaha sektor informal yang berada di tataran perekonomian mikro.

3. Persaingan usaha sejenis dapat mengganggu pengembangan usaha sektor informal.

(14)

Analisis Kewirausahaan Responden Sebagai Pelaku Usaha Sektor Informal

Pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka dianalisa berdasarkan sikap kewirausahaan yang dimilikinya. Penganalisaan dilakukan terhadap sikap-sikap kewirausahaan seperti :

1. Sikap dalam mengambil resiko 2. Sikap terhadap waktu

3. Sikap terhadap kerja keras 4. Sikap menghitung hasil usaha

5. Tangung jawab individu terhadap keberlangsungan usahanya 6. Sikap inovatif

(15)

Tabel 4

Analisis Sikap Kewirausahaan Pelaku Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

NO. ASPEK Kepentingan Pelaku Usaha Kualitas Perhatian Pelaku Usaha Ada Tidak Ada

Tinggi Sedang Rendah

1. Sikap dalam mengambil

resiko

9

-

9

- -

2. Sikap terhadap waktu

9

-

9

- -

3. Sikap terhadap kerja

keras

9

-

9

- -

4. Sikap menghitung hasil

usaha

9

-

9

- -

5. Tangung jawab individu terhadap keberlangsungan usahanya

9

-

9

- - 6. Sikap inovatif -

9

- -

9

Sumber : Hasil Penelitian, 2005 Catatan :

(16)

Data pada Tabel 4 memberikan gambaran bahwa sikap dalam mengambil resiko didasari oleh adanya kepentingan pelaku usaha sektor informal untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga pelaku usaha memberikan perhatian yang tinggi terhadap sikap mengambil resiko usaha. Pelaku usaha sektor informal memberikan perhatian tinggi terhadap pemanfaatan waktu berdasarkan kepentingan pemanfaatan waktu seefesien mungkin untuk mendapatkan hasil usaha yang lebih baik. Pelaku usaha sektor informal memberikan perhatian tinggi terhadap upaya kerja keras dalam melaksanakan usaha dan hal ini berkaitan dengan adanya kepentingan untuk mempertahankan keberlangsungannya usaha. Pelaku usaha sektor informal memberikan perhatian tinggi terhadap perhitungan hasil usaha mereka sebagai suatu kepentingan untuk mengurangi resiko usaha, memperoleh keuntungan usaha dan mempertahankan keberlangsungan usaha. Pelaku usaha sektor informal belum memperlihatkan perhatian yang lebih serius terhadap sikap inovatif karena pelaku usaha sektor informal belum mampu mengembangkan tingkat keterampilan menggunakan teknologi usaha dan strategi pemasaran yang lebih baik untuk menunjang pencapaian kemajuan usaha mereka.

Keterkaitan Aspirasi Pelaku Usaha Sektor Informal Dengan Program-program Pengembangan Masyarakat

Program pengembangan masyarakat yang ada di kota Bandung tidak hanya P2KP, program-program pengembangan masyarakat lainnya dimiliki oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung melalui program-program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP), UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga), MUBR (Modal Usaha Bergulir Remaja), Pengembangan Produk Unggul Daerah, Teknologi Tepat Guna, dan Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera. Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung memberikan program Kemitraan Usaha UKM dan BUMN, dan Pemerintah Kota Bagian Perekonomian Kota Bandung memberikan program Kredit Barokah Genah Marenah Tumaninah yang dilandasi prinsip mudah, transparan, manusiawi, halal, dan murah. Kredit Barokah GMT mengupayakan pemerataan pemberian bantuan pinjaman dan pinjaman yang diberikan merupakan pinjaman bergulir dengan sistem syariah.

(17)

Pemerintah berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Pemerintah berupaya menanggulangi kemiskinan dan memberi dukungan kepada masyarakat kecil melalui peningkatan kemampuan usaha pelaku ekonomi kecil khususnya usaha sektor informal untuk memperoleh input sumber daya ekonomi dan kesempatan mencapai peningkatan kondisi sosial-ekonomi. Orientasi pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat ditujukan untuk :

a. Meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat

b. Membantu dana tambahan modal untuk mengembangkan usaha masyarakat miskin yang membutuhkan dengan berbagai kemudahan pengurusan permohonan pinjaman dan keringanan pembayaran cicilan pinjaman.

c. Penyampaian program pengembangan masyarakat secara tepat sasaran. Bapak Nasirul Haq (Sekretariat Kredit Barokah – Bagian Perekonomian Pemerintah Kota Bandung) mengemukakan :

”Pihak kami memiliki program Kredit Barokah yang dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat yang membutuhkan. Kami ingin memberdayakan masyarakat miskin, usaha sektor informal atau home industri sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara layak dan mampu meningkatkan taraf kesejahteraannya. Kendala kami adalah keterbatasan personal kami untuk menjangkau seluruh masyarakat miskin di Kota bandung yang membutuhkan bantuan, oleh karena itu kami mengharapkan adanya inisiatif masyarakat atau kelembagaan sosial di suatu daerah untuk menjalin komunikasi dengan pihak kami. Cara pengajuan permohonan bantuan cukup mudah yaitu pelaku usaha membentuk kelompok-kelompok usaha yang terdiri dari 3 orang dan mengajukan proposal permohonan bantuan diketahui oleh Lurah setempat. Proposal tersebut setelah diketahui Lurah silahkan langsung diajukan kepada kami”.

Orientasi pemerintah yang berkeinginan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut sesuai dengan aspirasi pelaku usaha sektor informal. Aspirasi pelaku usaha sektor informal tersebut antara lain :

a. Peningkatan pendapatan dan kemajuan usaha

b. Kemudahan mendapatkan tambahan modal untuk mengembangkan usaha. c. Program pengembangan masyarakat diketahui keberadaannya dan

dipahami mekanisme pengajuan permohonan bantuan usaha.

(18)

Ma Anih (salah satu pelaku usaha sektor informal) mengemukakan keinginannya untuk meningkatkan pendapatan dan mengembangkan usahanya yaitu :

“Ma butuh pisan bantosan modal kumargi Ma mah hoyong we icalan teh mayeng, lumayan kanggo nutupan kabutuhan sadidinten, komo deui gajina caroge Ma ngan sakedik mung ukur 300 rebu rupia dina sasasih, atuh da ngan damelna ngan janten tukang miceun runtah sareng hansip” (Ma Anih sangat membutuhkan bantuan modal supaya Ma Anih bisa tetap berjualan terus, lumayan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi gaji suami Ma Anih hanya Rp. 300.000,- sebulan hasil kerja sebagai pembuang sampah dan petugas hansip).

Oleh karena itu, keterkaitan aspirasi yang ada harus didukung kesinergisan hubungan antara pihak pemberi bantuan dan penerima bantuan. Keterkaitan antara aspirasi pelaku usaha sektor informal dengan program-program pengembangan masyarakat tersebut dapat dikaji melalui analisa Diagram Venn pada gambar 2 berikut ini :

Keterangan :

A : P2KP

(19)

B : Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER)

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung

C : Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung

D : UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga) Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung

E : MUBR (Modal Usaha Bergulir Remaja)

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung

F : Pengembangan Produk Unggul Daerah

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung

G : Teknologi Tepat Guna

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung

H : Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung

I : Kemitraan Usaha UKM dan BUMN

Sumber : Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung Propinsi Jawa Barat

J : Kredit Barokah GMT (Genah Marenah Tumaninah)

Sumber : Pemerintah Kota Bagian Perekonomian Kota Bandung Propinsi Jawa Barat

Besarnya lingkaran : pentingnya program-program pengembangan masyarakat tersebut

menurut pemahaman pelaku usaha sektor informal, semakin penting suatu lembaga maka semakin besar lingkaran

Jarak dari Pelaku Usaha Sektor Informal

: manfaat program-program pengembangan masyarakat tersebut

menurut pemahaman pelaku usaha sektor informal, semakin dekat dengan lingkaran komunitas usaha sektor informal maka program-program pengembangan masyarakat tersebut semakin bermanfaat.

Gambar 2. Diagram Venn - Keterkaitan Program Pengembangan Masyarakat dengan Pelaku Usaha Sektor Informal

Gambar 2 memperlihatkan bahwa pelaku usaha sektor informal menganggap P2KP, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga), Kredit Barokah GMT, dan Kemitraan Usaha UKM dan BUMN merupakan program-program yang dianggap sangat penting untuk mengembangkan usaha sektor informal. Pelaku usaha sektor informal menganggap Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera cukup penting untuk menunjang program-program lainnya yang disebut di atas. Pelaku usaha sektor

(20)

informal memandang program-program lainnya seperti MUBR (Modal Usaha Bergulir Remaja), Pengembangan Produk Unggul Daerah, dan Teknologi Tepat Guna belum dianggap penting untuk pemberdayaan usaha sektor infornal di Kelurahan Campaka. Pelaku usaha sektor informal mempunyai pemahaman terhadap P2KP, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga), Kredit Barokah GMT, dan Kemitraan Usaha UKM dan BUMN sebagai program-program yang sangat bermanfaat bagi pemberdayaan usaha sektor informal. Pelaku usaha sektor informal juga memahami bahwa Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera merupakan program yang dapat menunjang manfaat yang diperoleh dari P2KP, PER, Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, UP2K, Kredit Barokah GMT, dan Kemitraan Usaha UKM dan BUMN.

Pelaku usaha sektor informal mengharapkan program yang dapat membantu usaha mereka dengan berbagai kemudahan dalam mengaksesnya, selain itu mudah pula mekanisme peminjaman dan pembayarannya. Program-program yang ada pada saat ini di Kota Bandung dapat diakses oleh pelaku usaha sektor informal yang ada di Kelurahan Campaka, namun hal tersebut dapat dicapai dengan baik apabila ada tata hubungan yang sinergis antara masyarakat/pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah kota, dan pihak swasta. Pembentukan mekanisme jejaring stakeholder (tata hubungan secara sinergis antar berbagai pihak terkait) akan memudahkan terjadinya mekanisme komunikasi dan informasi mengenai program-program pengembangan masyarakat yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh pelaku usaha sektor informal, sehingga program pengembangan masyarakat dapat dilaksanakan secara tepat sasaran. Wawancara mendalam dengan berbagai pihak (pelaku usaha sektor informal, ketua RW, ketua RT, dan aparat Kelurahan) mengemukakan kenyataan bahwa aspirasi pelaku usaha sektor informal untuk mendapatkan bantuan tidak dapat terpenuhi karena adanya kesalahan prosedur yang dilakukan oleh oknum tertentu dalam pelaksanaan P2KP. Kesalahan prosedur tersebut adalah pemberian bantuan pinjaman modal kepada salah satu pengusaha setempat berskala menengah yang tidak termasuk kategori miskin. Bapak Toni (Ketua RT 04 RW 07) mengemukakan :

(21)

”Sim Kuring mah heran naha penduduk RT 04 anu daragang teu kabagean dana P2KP padahal loba anu ngabutuhkeun keur ngembangkeun usahana, kalahka pengusaha mie ayam anu menang duit bantuan P2KP padahal manehna kaitung geus beunghar” (Saya merasa heran mengapa penduduk RT 04 yang berdagang tidak mendapatkan dana P2KP untuk mengembangkan usahanya, malah pengusaha mie ayam yang sudah maju dan mapan yang mendapatkan dana tersebut). ”Keur kuring mah kaayaan kitu teh matak ngecewakeun warga kuring oge kuring” (keadaan tersebut sungguh mengecewakan bagi warga saya dan saya selaku ketua RT).

Anggota masyarakat yang menjalani usaha sektor informal berkeinginan untuk mengembangkan usahanya namun mengalami keterbatasan modal dan mengharapkan adanya pinjaman dana yang bersyarat ringan dan mudah pengurusannya. Pada kenyataannya program yang dapat memberikan bantuan atau pinjaman belum dapat menjangkau seluruh subyek sasaran penerima bantuan atau pinjaman. Inisiatif dan keterlibatan Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan Campaka dalam memberdayakan para pelaku usaha sektor informal sangat diperlukan untuk memberikan jaminan kepercayaan bagi pihak-pihak pemberi bantuan, menjembatani komunitas usaha sektor informal dengan berbagai sistem sumber (lembaga keuangan formal dan informal, pihak-pihak pemberi pelatihan teknis, komunitas pasar), meningkatkan kualitas SDM para pelaku usaha, menginformasikan berbagai informasi usaha dan program-program pengembangan masyarakat kepada usaha sektor informal, dan membantu pemasaran hasil usaha.

Kemampuan Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan Campaka dalam memberdayakan masyarakat dapat diperoleh melalui restrukturisasi dan reorganisasi LPM Kelurahan Campaka, mengadakan pelatihan peningkatan SDM bagi pengurus dan anggota LPM Kelurahan, dan melakukan pendataan terhadap para pelaku usaha sektor informal. Kerangka LPM Kelurahan Campaka sebagai pusat bisnis usaha sektor informal dapat diketahui pada tabel berikut :

(22)

Tabel 5

Pusat Bisnis Usaha Sektor Informal

No. Item Penjelasan

1. Pelaksana Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan Campaka

2. Tujuan a. Tujuan Umum

Pengabdian kepada masyarakat untuk membantu pemberdayaan masyarakat Kelurahan Campaka.

b. Tujuan Khusus

(1) Pemberdayaan usaha sektor informal (2) Pengelolaan usaha sektor informal secara

profesional, menguntungkan, dan terencana.

3. Langkah-langkah a. Penyiapan dan penyediaan update database pelaku usaha sektor informal

b. Perencanaan kegiatan pemberdayaan usaha sektor informal secara jelas dan terencana, serta pengevaluasian berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan.

c. Pengembangan SDM pengurus dan anggota LPM Kelurahan, dan pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka.

4. Peranan a. Peranan informasional (1) Pengawasan

- Pengawasan perkembangan dan kondisi usaha sektor informal. - Penerimaan informasi dan analisis

tentang kondisi eksternal usaha sektor informal.

- Penganalisisan perkembangan trend usaha dan pemikiran-pemikiran terbaru pengembangan usaha sektor informal.

(23)

Penyampaian informasi yang diterima dari pihak luar kepada para pelaku usaha sektor informal secara jelas dan tepat sasaran.

(3) Juru bicara

Pemberian penjelasan kepada berbagai pihak terkait mengenai kondisi usaha sektor informal dan kebutuhan yang diperlukan untuk memecahkan permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal dalam suatu pertemuan formal.

b. Peranan penentu keputusan (decisional

roles)

(a) Orientasi sosial-ekonomi yang menguntungkan

Pemusatan kegiatan pemberdayaan usaha sektor informal diorientasikan untuk menciptakan keuntungan sosial-ekonomi bagi pelaku usaha sektor informal, masyarakat, dan LPM kelurahan. (b) Pemecahan masalah

Pemecahan masalah persaingan usaha, kesulitan bahan baku dan modal dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dapat diakses LPM Kelurahan (c) Pengalokasian sumber daya

Pengaksesan dan pengelolaan berbagai sumber daya yang ada di Kelurahan Campaka, dan pemanfaatan pula sumber daya kelembagaan LPM Kelurahan. (d) Negosiator

Perantara/mediator pengaksesan bantuan/program pengembangan masyarakat.

Pertemuan dan pembahasan dengan pihak-pihak luar pemberi program pengembangan masyarakat.

(24)

Pertemuan dan pembahasan dengan berbagai pihak yang dapat

memberikan keuntungan

kelembagaan baik secara materi, immaterial dan pengakuan eksistensi kelembagaan dan melakukan

kerjasama dengan berbagai pihak secara pro-aktif dan menguntungkan bagi pengembangan usaha sektor informal.

c. Peranan interpersonal dan antar

kelembagaan

(a) Wakil resmi masyarakat

Mewakili dan memperjuangkan

kepentingan pelaku usaha sektor informal untuk dapat mengakses berbagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha sektor informal.

(b) Pemimpin masyarakat

Memotivasi dan mengarahkan pelaku usaha sektor informal untuk

mengembangkan kemandirian usaha dengan memanfaatkan berbagai sumber daya.

(c) Penghubung

− Membentuk jaringan hubungan internal dan eksternal dilandasi mekanisme informasi tepat sasaran kepada para pelaku usaha sektor informal

− Menjalin kerjasama menguntungkan dengan pihak luar, dengan keuntungan dapat mengembangkan usaha sektor informal dan membantu LPM Kelurahan untuk mendapatkan keuntungan

kelembagaan dan personal anggota LPM Kelurahan sebagai jasa yang sepadan. − Penghubung untuk mengakses

permodalan, manajemen, teknologi, dan pasar sehingga pelaku usaha dapat memperoleh akses kepada

informasi/peluang pasar, standardisasi, perbankan, teknologi dan manajemen, dan peluang permodalan.

(25)

5. Tempat

Operasional Kantor Kelurahan Campaka Kecamatan Andir 6. Showroom Kantor Kecamatan Andir Kota Bandung

7. Pendamping a. Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung

b. Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung c. Pemerintah Kecamatan Andir Kota Bandung

d. Pemerintah Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

8. Dukungan a. Ketua RW

b. Ketua RT

c. Pengurus dan anggota Karang Taruna d. Pengurus dan anggota PKK

Kerangka LPM Kelurahan Campaka sebagai pusat bisnis usaha sektor informal perlu didukung adanya pembentukan mekanisme jejaring stakeholder (tata hubungan secara sinergis antar berbagai pihak terkait). Mekanisme tersebut diperlukan dalam penyampaian informasi tentang program-program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan oleh LPM Kelurahan Campaka dalam suatu manajemen sistem informasi (Management of Information System). Skema manajemen sistem informasi pada mekanisme jejaring stakeholder digambarkan pada gambar berikut ini :

(26)

Gambar 3. Skema manajemen sistem informasi pada mekanisme jejaring stakeholder LPM Kelurahan Campaka.

Gambar 3 menjelaskan bahwa manajemen sistem informasi pada mekanisme jejaring stakeholder dapat dilakukan melalui :

1. Pemutakhiran data jumlah pelaku usaha sektor informal di setiap RT di Kelurahan Campaka oleh LPM Kelurahan Campaka bekerja sama dengan setiap Ketua RT dan RW dibantu personal kelembagaan yang ada di daerah setempat. Data yang telah di-update disimpan dalam komputer kantor Kelurahan Campaka dengan proteksi dan back up data khusus.

2. Penyebaran dan update data jumlah pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka kepada setiap Ketua RT, Ketua RW, Lurah Campaka, Camat Andir, Wali Kota Bandung, Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, dan KADIN Kota Bandung, dan lembaga publik terkait lainnya.

3. Informasi dari pihak luar diterima oleh LPM Kelurahan Campaka sebagai pusat Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal. Informasi dari pihak luar

(27)

diterima oleh LPM Kelurahan Campaka disampaikan dalam bentuk surat khusus dan formal kepada berbagai pihak yang terkait di lingkungan Kelurahan Campaka. Informasi harus diketahui dan disahkan oleh Lurah Campaka, Ketua RW dan Ketua Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal Tingkat RW, dan selanjutnya disampaikan langsung kepada setiap Ketua RT dan Ketua Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal Tingkat RT untuk disebarkan kepada setiap pelaku usaha sektor informal di setiap RT.

4. LPM Kelurahan Campaka melakukan komunikasi secara pro-aktif dengan Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kota Bagian Perekonomian Kota Bandung dan KADIN Kota Bandung, dan lembaga publik terkait lainnya. Komunikasi dan pertemuan terbuka secara informal dilakukan secara berkala sesuai kesepakatan dengan berbagai stakeholder.

Potensi Lokal Yang Dapat Dimanfaatkan Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal

Pemberdayaan usaha sektor informal berkaitan dengan pemanfaatan potensi lokal yang ada di Kelurahan Campaka. Potensi lokal di Kelurahan Campaka yang dapat dimanfaatkan dalam pemberdayaan usaha sektor informal antara lain terdiri dari potensi sumber daya manusia dan sumber daya kelembagaan dan modal sosial. Pengamatan langsung di lokasi penelitian memberikan gambaran mengenai potensi usaha yang dapat digunakan dalam pengembangan usaha sektor informal antara lain 1) kondisi lingkungan yang aman, 2) kepadatan penduduk cukup tinggi sehingga konsumen dapat diperkirakan berjumlah banyak, 3) rumah kontrakan banyak tersebar di dekat lokasi usaha, dan adanya 4) koperasi/usaha simpan pinjam di sekitar tempat tinggal pelaku usaha.

a. Sumber daya manusia

Penduduk Kelurahan Campaka sejumlah 11.346 orang merupakan pasar potensial bagi pemasaran hasil usaha sektor informal. Selain itu, sumber daya manusia berkualitas yang ada di Kelurahan ini dapat dimobilisasi untuk membantu pelaksanaan program pengembangan masyarakat. Data kependudukan berdasarkan pendidikan di Kelurahan Campaka (sumber : Profil

(28)

Kelurahan Campaka Tahun 2004) memperlihatkan bahwa penduduk yang melanjutkan pendidikan ke D-1 hingga D-3 berjumlah 176 orang, S-1 berjumlah 279 orang, dan tamat S-2 sebanyak 25 orang. Data tersebut memperlihatkan potensi sumber daya manusia yang dapat diandalkan dalam pelaksanaan upaya pengembangan masyarakat berjumlah cukup besar, namun kenyataannya inisiatif dan partisipasi mereka belum dapat dioptimalkan dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal. Kelembagaan sosial yang ada di Kelurahan Campaka masih dikuasai oleh wajah-wajah lama dan sebagian kecil yang berpendidikan tinggi. Kondisi tersebut diperkirakan akibat intensitas kesibukan kerja yang cukup tinggi yang dilakukan penduduk kelurahan Campaka (7.197 orang) dimana 4.873 orang (67 %) bekerja sebagai pegawai swasta, 1.240 orang (17 %) bekerja sebagai pegawai negeri, 215 orang (3 %) bekerja sebagai anggota TNI/Kepolisian RI, dan 16 orang (0,2 %) bekerja sebagai pengusaha sehingga tidak memiliki waktu luang untuk berkecimpung secara optimal dalam kegiatan kemasyarakatan. Kemungkinan lain adalah ketidaksinambungan regenerasi dan kaderisasi kepemimpinan di lingkungan masyarakat.

Keberadaan pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka yang berkecimpung di bidang perdagangan sebesar 237 orang merupakan potensi yang perlu dikembangkan baik secara kuantitas maupun kualitas. Potensi yang dapat dimanfaatkan dari diri pelaku usaha sektor informal antara lain motivasi tinggi (keinginan kuat pelaku usaha sektor informal untuk mendapatkan taraf

pendapatan dan kesejahteraan yang lebih baik), keuletan berusaha, semangat

dan pengalaman usaha yang dapat digunakan untuk melakukan pengembangan usaha. Pemanfaatan potensi tersebut dilakukan dengan mencari lokasi usaha yang potensial dan strategis, membuka usaha lain secara berkeliling, dan menambah jenis barang dagangan.

b. Sumber daya kelembagaan dan modal sosial

Kelembagaan sosial yang ada di Kelurahan Campaka antara lain Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Kelurahan, PKK, koperasi, usaha simpan pinjam, kelompok arisan, Karang Taruna, kelompok pengajian/majelis taklim, kelompok tani dan peternak, Wirakarya, kelompok pemuda Babakan Cianjur, dan forum Ngadu Bako. LPM Kelurahan adalah lembaga yang berasal

(29)

dari perubahan nama dan struktur LKMD. Kelembagaan sosial yang ada merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan perekonomian lokal dan menyukseskan pelaksanaan program-program pengembangan masyarakat. Hanya saja sangat disayangkan potensi ini belum dimanfaatkan secara efektif. Potensi yang dapat dimanfaatkan dari diri pelaku usaha sektor informal antara lain motivasi tinggi, keuletan, semangat dan pengalaman usaha yang dapat digunakan untuk melakukan pengembangan usaha.

Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal

Keberhasilan upaya pemberdayaan usaha sektor informal sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pendukung dan penghambat. Penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal sebaiknya didasarkan pada penganalisaan faktor pendukung dan penghambat upaya pemberdayaan usaha sektor informal. Kehadiran adanya faktor pendukung dan penghambat dapat diketahui dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh pelaku usaha sektor informal, tokoh masyarakat, aparat pemerintah setempat, dan instansi-instansi terkait yang memiliki perhatian terhadap pemberdayaan usaha sektor informal.

Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh pelaku usaha sektor informal, tokoh masyarakat, aparat pemerintah setempat, dan instansi-instansi terkait memberikan gambaran tentang apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung pemberdayaan usaha sektor informal antara lain adanya program-program penanggulangan kemiskinan yang berorientasi

pada pemberdayaan usaha sektor informal, adanya peluang mengakses pinjaman dari lembaga keuangan mikro, adanya peluang pelatihan kewirausahaan, dan keinginan kuat dari pelaku usaha sektor informal untuk mendapatkan taraf pendapatan dan kesejahteraan yang lebih baik. Faktor

penghambat pemberdayaan usaha sektor informal antara lain ketidakjelasan

mekanisme penyampaian informasi secara tepat sasaran mengenai program-program pengembangan masyarakat kepada pelaku usaha sektor informal, ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal dalam mengorganisir dirinya.

(30)

kekurangberfungsian kelembagaan dan modal sosial yang ada, dan kekurangmampuan pelaku usaha sektor informal dalam mengakses pasar dan keterbatasan modal.

Penganalisaan terhadap faktor pendukung dan penghambat dijelaskan melalui analisis objek, analisis kegiatan, dan analisis sumber informasi. Penganalisaan terhadap faktor pendukung dapat diketahui pada tabel berikut :

Tabel 6

Penganalisaan Faktor Pendukung Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal

No. Faktor Pendukung Analisis Kegiatan Analisis Sumber

Informasi 1 2 3 4 1. Ketersediaan program-program penanggulangan kemiskinan yang berorientasi pada pemberdayaan usaha sektor informal

Pelaku usaha sektor informal sebaiknya berinisiatif mengakses program yang dapat dimanfatkan dalam pemberdayaan usaha sektor informal.

Sumber informasi yang perlu diakses oleh pelaku usaha sektor informal antara lain :

a. Surat Kabar, Majalah, Internet (Multimedia) b. Pihak pemerintah kota,

LSM, Perbankan, Lembaga Keuangan Mikro, pihak swasta, dan perguruan tinggi 2. ketersediaan peluang

mengakses pinjaman dari lembaga

keuangan mikro

Pelaku usaha sektor informal dilatih untuk membuat proposal dan dapat mengajukan permohonan dengan syarat dan akses yang mudah

Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses :

Perbankan dan

(31)

3. adanya peluang pelatihan

kewirausahaan

Pelaku usaha sektor informal melakukan pemilahan terhadap berbagai pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan usaha dan siapa saja yang potensial untuk diberi pelatihan.

Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses :

Pemerintah Kota, KADIN, dan LSM

4. keinginan kuat pelaku usaha sektor informal untuk mendapatkan taraf pendapatan dan kesejahteraan yang lebih baik

Pelaku usaha sektor informal sebaiknya berinisiatif mengakses berbagai program pemberdayaan usaha sektor informal

Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses :

Pemerintah Kota, Perbankan dan

(32)

Tabel 7

Penganalisaan Faktor Penghambat Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal

No. Faktor Penghambat Analisis Kegiatan Analisis Sumber

Informasi 1 2 3 4 1. Ketidakjelasan mekanisme penyampaian informasi tepat sasaran mengenai program pengembangan masyarakat kepada pelaku usaha sektor informal Pemerintah Kelurahan dan Lembaga Pengembangan Masyarakat Kelurahan sebaiknya melakukan sinergi kegiatan.

Sumber informasi yang perlu diakses oleh pelaku usaha informal antara lain : Pemerintah Kelurahan, LPM Kelurahan, Ketua RW, Ketua RT.

2. ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal dalam mengorganisir dirinya

Pelaku usaha sektor informal sebaiknya melakukan

pembentukan jaringan informasi antar pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka

Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses : pemerintah kota, LPM Kelurahan, LSM, pihak swasta 3. Kekurangberfungsian kelembagaan dan modal sosial yang ada

LPM Kelurahan sebaiknya menata kembali agenda kerja dan struktur

kepengurusan

Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses :

Pemerintah Kelurahan Campaka, Tokoh Masyarakat, Ketua RW dan Ketua RT

(33)

1 2 3 4 4. kekurangmampuan

pelaku usaha sektor informal dalam mengakses pasar dan keterbatasan modal

Pelaku usaha sektor informal sebaiknya menyatukan visi dan kegiatan dalam

kerangka yang jelas dan terencana

Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses :

Pemerintah Kota, Pemerintah Kecamatan, pemerintah Kelurahan, Ketua RW dan Ketua RT.

Penentuan Strategi Program dengan Analisis SWOT

Perencanaan strategi program yang tepat sasaran harus didukung keterlibatan pelaku usaha sektor informal sebagai subyek aktif dalam berinisiatif dan berpartisipasi untuk mengembangkan usaha mereka melalui program pemberdayaan usaha sektor informal, sehingga mereka diharapkan mampu mengidentifikasi potensi, permasalahan, dan kebutuhan mereka serta mampu merancang sendiri program pemberdayaan usaha sektor informal yang sesuai dengan harapan, minat, dan tujuan mereka.

Analisis SWOT dalam kajian pemberdayaan usaha sektor informal berupaya mengidentifikasi berbagai faktor internal maupun eksternal secara sistematis agar dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threath). Penggunaan Analisis SWOT didasarkan atas pertimbangan bahwa analisis terhadap faktor-faktor strategis kelembagaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) atau disebut dengan analisis situasi diperlukan dalam proses pengambilan keputusan strategis.

Analisis SWOT dalam kajian ini menggunakan data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara langsung dan diskusi kelompok serta data kuantitatif yang diperolah melalui kuesioner yang diisi oleh responden yang telah ditetapkan sebagai stakeholder utama. Tahapan penggunaan analisis SWOT dalam pemberdayaan usaha sektor informal antara lain penetapan stakeholder utama, identifikasi SWOT, dan pemilihan strategi hasil analisis SWOT. Pemilihan strategi hasil analisis SWOT dapat dilihat pada tabel berikut :

(34)
(35)
(36)
(37)
(38)

Penetapan Stakeholder Utama

Pemberdayaan usaha sektor informal memerlukan keterlibatan berbagai stakeholder, tetapi banyaknya stakeholder yang terlibat tersebut masing-masing memiliki tujuan berbeda sehingga dapat menyebabkan kerancuan dalam penentuan S dengan O atau O dengan W yang dapat saling bertukar, maka pemilihan stakeholder dilakukan untuk mempersempit domain dokumen perencanaan agar mudah dikelola (manageable) (Soesilo, 2002).

Strategi yang akan dirancang dimaksudkan untuk memperkuat keberdayaan usaha sektor informal agar dapat memajukan usaha mereka dilakukan secara mandiri dan hasilnya diharapkan dapat diimplementasikan oleh mereka sendiri, sehingga dari berbagai stakeholder yang terlibat (reponden dan informan) dipilih stakeholder utama sebagai unit analisis SWOT. Stakeholder utama unit analisis SWOT adalah seluruh responden pelaku usaha sektor informal sebanyak 20 orang.

Identifikasi SWOT

Secara khusus identifikasi SWOT atau perumusan faktor internal (strength dan weakness) dan faktor eksternal (opportunity dan threath) dilaksanakan melalui diskusi kelompok, tetapi secara umum seluruh data yang diperoleh melalui teknik-teknik pengumpulan data lainnya juga digunakan dalam memperkaya data yang diperlukan dalam identifikasi SWOT tersebut.

Pelaksanaan diskusi kelompok dihadiri pelaku usaha sektor informal sebagai stakeholder utama dan setiap peserta diskusi diberi kebebasan mengungkapkan pemikirannya berkaitan dengan permasalahan faktor internal dan eksternal dan pengevaluasian terhadap pelaksanaan program pengembangan masyarakat yang ada di Kelurahan Campaka, kebutuhan melakukan pengembangan usaha melalui pemberdayaan usaha sektor informal, permasalahan internal dan eksternal usaha sektor informal, dan perancangan suatu program yang mudah dilaksanakan oleh pelaku usaha sektor informal. Akumulasi data yang telah diperoleh selanjutnya dijadikan dasar pengidentifikasian faktor internal dan eksternal. Strategi-strategi yang diperlukan (SO, ST, WO, WT) didasarkan pada perumusan faktor internal dan eksternal. Hasil identifikasi SWOT digambarkan dalam matriks analisis SWOT berikut ini :

(39)

Tabel 12 . Matriks Analisis SWOT terhadap Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Faktor Internal Faktor Eksternal Strength (S) Weakness (W)

1. Motivasi untuk mengatasi permasalahan usaha 2. Keuletan dan semangat mengembangkan usaha 3. Pemanfaatan pengalaman usaha dalam

mengembangkan usaha

4. Adanya kepercayaan, solidaritas, gotong royong

1. Kesulitan menambah modal/modal terbatas 2. Belum terbentuknya organisasi antar pelaku usaha

sektor informal dan jaringan usaha

3. Belum adanya pihak-pihak yang benar-benar membela secara langsung kepentingan usaha sektor informal untuk memperkuat posisi usaha sektor informal

4. Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan usaha 5. Belum adanya perbaikan sarana dan prasarana

penunjang kegiatan usaha

6. Kesulitan mendapatkan Informasi usaha dan peluang pemasaran

Opportunity (O) Strategi (S → O) Strategi (W → O)

1. Kebijakan pemerintah memberikan program-program bantuan usaha

2. Dukungan program, regulasi dan anggaran dari pemerintah kota

3. Bantuan teknis pengembangan usaha dari pemerintah/pihak lain

4. Pengembangan sarana dan prasarana oleh pihak pemerintah/pihak lainnya

5. Pemberian informasi dan strategi, dan keterampilan usaha dari pemerintah/pihak lainnya

6. Perhatian dari pemerintah/swasta/ lembaga swadaya masyarakat terhadap keberlangsungan usaha

1. Pengembangan kesiapan mental pelaku usaha dalam menghadapi pemberian bantuan usaha dari berbagai pihak pemberi bantuan

2. Penguatan kapasitas kepercayaan, solidaritas, dan kegotongroyongan antar pelaku usaha

3. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan usaha bagi pelaku usaha

4. Memberikan keleluasaan dan ketenangan berusaha di sektor informal

1. Mengembangkan tata hubungan kelembagaan yang sinergis antara masyarakat/pelaku usaha sektor informal, pihak swasta, dan pemerintah.

2. Meningkatkan akses terhadap sumber daya dan

pemasaran.

3. Meningkatkan akses terhadap pengetahuan dan keterampilan.

4. Meningkatkan kualitas kondisi sarana dan prasarana usaha.

5. Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha.

6. Pengembangan jejaring komunikasi dan informasi dengan berbagai pihak (pemerintah/swasta/ lembaga swadaya masyarakat).

Treath (T) Strategi (S → T) Strategi (W → T)

1. Ketidakmengertian aparat setempat terhadap mekanisme pelaksanaan program pengembangan masyarakat

2. Ketidakberfungsian Lembaga Pengabdian

Masyarakat Kelurahan dan koperasi setempat

3. Pengaruh rentenir

4. Persaingan usaha sejenis

5. Ketidaksampaian informasi pengembangan usaha

6. Kenaikan harga-harga bahan baku produk usaha

1. Pemantapan kesiapan mental pelaku usaha dan aparat setempat dalam melaksanakan program

pengembangan masyarakat.

2. Pemberfungsian lembaga pengabdian masyarakat Kelurahan dan koperasi setempat didasari solidaritas, saling percaya, dan gotong royong.

3. Penciptaan iklim persaingan usaha yang wajar (tidak mengganggu dan menjatuhkan usaha yang sudah ada) 4. Pengembangan mekanisme penyampaian informasi

secara tepat sasaran

5. Penyempitan/penghapusan ruang gerak rentenir. 6. Pengefektifan penggunaan bahan baku.

1. Meningkatkan pemahaman aparat setempat

mengenai pentingnya pemberian bantuan usaha kepada pelaku usaha sektor informal.

2. Meningkatkan kinerja dan perhatian lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan dan Koperasi terhadap pengembangan usaha sektor informal. 3. Pengembangan mekanisme penyampaian informasi

secara tepat sasaran.

4. Mengupayakan iklim persaingan usaha yang wajar disertai pengawasan dari pemerintah setempat.

(40)

Pemilihan Strategi Hasil Identifikasi SWOT

Pengidentifikasian SWOT menghasilkan empat alternatif strategi antara lain SO (menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan kesempatan atau disebut juga strategi agresif), ST (Menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman atau disebut juga strategi diversifikasi), WO (mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan kesempatan atau disebut juga strategi putar balik) dan WT (mengatasi kelemahan untuk meminimalkan ancaman atau disebut juga strategi defensif).

Salah satu strategi akan muncul sebagai salah satu strategi yang akan dikembangkan berdasarkan perhitungan nilai bobot dan urgensi penanganan dari setiap faktor melalui kuesioner yang telah diisi oleh responden, sehingga melalui perhitungan kuesioner, akan didapatkan rata-rata jawaban responden dalam faktor internal untuk strategi jangka pendek dan jangka panjang maupun rata-rata jawaban responden dalam faktor eksternal untuk strategi jangka pendek dan jangka panjang. Hasil dari analisis SWOT dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha sektor informal, antara lain :

a. Analisa terhadap kekuatan yang ada, perlu diadakan pembinaan terus menerus terhadap usahanya.

b. Analisa terhadap kelemahan yang ada, perlu melakukan segala daya upaya untuk dapat mengatasi/menyelesaikan masalah yang terjadi dalam usahanya.

c. Analisa terhadap peluang yang ada, perlu memanfaatkan sebaik-baiknya dan seluas-luasnya guna mendukung keberhasilan usahanya.

d. Analisa terhadap ancaman yang ada, perlu mewaspadai dan berjaga-jaga, serta melakukan pengawasan terhadap hal-hal yang dapat menghambat keberhasilan usahanya.

Rata-rata jawaban responden dalam tabel perhitungan kuesioner SWOT memberikan gambaran mengenai :

1. Kekuatan internal terbesar yang dimiliki oleh pelaku usaha sektor informal sekarang ini adalah semakin kuat keuletan dan semangat untuk mengembangkan usaha (bobot : 7,90), sedangkan kelemahan terbesar sekarang ini adalah tidak adanya kemampuan mengembangkan jaringan usaha (bobot : 9,23). Masalah yang memerlukan urgensi penanganan paling

(41)

penting segera dilaksanakan adalah penguatan posisi usaha sektor informal terhadap kepentingan pihak lain (urgensi :3,65).

2. Peluang terbesar dari faktor eksternal sekarang ini adalah adanya peluang perhatian dari pihak pemerintah/pihak lainnya untuk memelihara keberlangsungan usaha para pelaku usaha sektor informal (bobot : 7,45), sedangkan ancaman terbesar sekarang ini adalah ketidakberfungsian Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan (bobot : 9,44). Masalah yang memerlukan urgensi penanganan paling penting segera dilaksanakan adalah pemberian informasi dan strategi usaha dari pemerintah/pihak lainnya (urgensi :3,70).

3. Hasil perhitungan kuesioner pada faktor internal dan eksternal untuk jangka pendek mengemukakan strategi yang perlu dikembangkan sekarang ini adalah Strategi WO (bobot terbesar : 421,15) dengan mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 4. Kekuatan internal terbesar yang dapat dikembangkan untuk masa yang akan

datang adalah keuletan dan semangat pelaku usaha sektor informal untuk mengembangkan usaha (bobot : 8,85), sedangkan pengembangan jaringan usaha diharapkan secara bertahap mencapai kemandirian (bobot : 7,75). Masalah yang memerlukan urgensi penanganan paling perlu segera diantisipasi pada masa yang akan datang adalah penguatan posisi usaha sektor informal terhadap kepentingan pihak lain (urgensi: 3,65).

5. Peluang terbesar dari faktor eksternal pada masa yang akan datang adalah peluang perhatian dari pihak pemerintah/pihak lainnya untuk memelihara keberlangsungan usaha para pelaku usaha sektor informal (bobot : 8,65), sedangkan ancaman terbesar pada masa yang akan datang adalah apabila ketidakmengertian aparat setempat terhadap mekanisme pelaksanaan program pengembangan masyarakat ternyata belum mengalami perubahan kesadaran dan perbaikan (bobot : 9.63). Masalah yang memerlukan urgensi penanganan paling perlu segera diantisipasi pada masa yang akan datang adalah pemberian informasi dan strategi usaha dari pemerintah dan pihak lainnya sehingga usaha sektor informal dapat mengembangkan usaha mereka dengan baik (urgensi :3,70).

6. Hasil perhitungan kuesioner pada faktor internal dan eksternal untuk jangka panjang diperoleh strategi yang perlu dikembangkan untuk masa yang akan

(42)

datang adalah Strategi SO (bobot terbesar : 433,92) dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang untuk mengoptimalkan peluang yang mungkin dapat dicapai.

Pelaksanaan strategi WO perlu dikembangkan terlebih dahulu untuk mendukung pelaksanaan strategi SO di masa yang akan datang. Pelaksanaan strategi SO pada masa yang akan datang memerlukan upaya-upaya pemeliharaan kekuatan yang ada sekarang ini dan mengubah kelemahan-kelemahan sekarang ini menjadi kekuatan di masa yang akan datang, sehingga hal tersebut perlu didukung oleh upaya-upaya mengatasi kelemahan sekarang ini agar dapat memanfaatkan peluang yang ada.

Gambar

Gambar 3.  Skema manajemen sistem informasi pada mekanisme jejaring  stakeholder LPM Kelurahan Campaka
Tabel 12 .  Matriks Analisis SWOT terhadap Pemberdayaan Usaha Sektor Informal                                                                                                                                       Faktor Internal

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tentang pengaruh Green Competitive Strategies terhadap pelaksanaan Green banking sejalan dengan penelitian Tonmoy (2013) menjelaskan bahwa Green

$1 Sangat baik  (ika menunjukkan suda- kritis bertan.a dan memberikan pendapat dalam kegiatan kelompok se0ara terus menerus dan ajeg/konsisten1. Indikator sikap Bertan,,!n,

Perusahaan atau produsen penghasil green skincare yang menunjukkan dukungan pada kondisi lingkungan mempengaruhi penilaian individu dalam preferensi melakukan kegiatan

Rencana yang akan dilakukan pada rencana tindakan adalah menyiapkan silabus, materi, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa, lembar observasi

Larva instar akhir yang terinfeksi juga akan mengalami mumifikasi dan setelah beberapa hari akan tumbuh koloni jamur bewarna putih disekitar tubuh larva

Sesuai dengan latar belakang di atas, ru- musan masalah yang dapat diangkat adalah : (1)apakah dengan penerapan strategi active learning dapat meningkatkan minat belajar

BANK PEMBANGUNAN DAERAH SUMATERA SELATAN DAN BANGKA BELITUNG yang menyetujui permohonan kerja praktek mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Program Studi

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aplikasi instant messaging yang dibangun dengan Node.js di sisi server memiliki CPU usage yang lebih kecil 79.16 %