• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG MATA TERHADAP KETAJAMAN PENGLIHATAN PEGAWAI BENGKEL LAS DI WILAYAH TERMINAL BUS WISATA NGABEAN KOTA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG MATA TERHADAP KETAJAMAN PENGLIHATAN PEGAWAI BENGKEL LAS DI WILAYAH TERMINAL BUS WISATA NGABEAN KOTA YOGYAKARTA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG MATA

TERHADAP KETAJAMAN PENGLIHATAN PEGAWAI BENGKEL

LAS DI WILAYAH TERMINAL BUS WISATA NGABEAN

KOTA YOGYAKARTA

Azir Alfanan

ABSTRAK

Latar Belakang : Ketajaman penglihatan

merupakan masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bengkel las. Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007) sebanyak 8 provinsi mempunyai prevalensi low vision di atas prevalensi nasional, salah satunya di Yogyakarta sebanyak 6,7%. Pemakaian alat pelindung mata pada saat pegawai bengkel las melakukan proses pengelasan merupakan faktor yang mempengaruhi ketajaman penglihatan.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan, mengetahui ketajaman penglihatan dan pemakaian alat pelindung mata pegawai bengkel las di wilayah terminal bus wisata Ngabean Kota Yogyakarta.

Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 36 orang. Data penelitian diperoleh dari data primer.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan karakteristik responden terbanyak berdasarkan umur adalah 20 – 30 tahun (41,7%), pendidikan terakhir SMA/SMK (47,2%), jenis las yang digunakan las karbit-listrik (50%), masa kerja lebih dari 2 tahun (83,3%), waktu papar 4 – 6 jam (58,3%), tidak memakai alat pelindung mata (61,1%), ketajaman penglihatan normal (63,9%). Berdasarkan hasil analisa statistik terdapat pengaruh yang signifikan antara pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan (p < 0,05) p = 0,005, OR = 7,636.

Kesimpulan : Ada pengaruh yang signifikan

antara pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan, terdapat 23 orang (63%) pegawai yang mempunyai ketajaman penglihatan normal dan 13 orang (36,1%) pegawai tidak normal, responden yang tidak memakai alat pelindung mata 22 orang (61,1%) dan memakai 14 orang (38,9%).

Kata Kunci : Pemakaian alat pelindung mata, ketajaman penglihaan

Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati Yogyakart

(2)

PENDAHULUAN

Jumlah penduduk usia kerja di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 160 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, terdapat 70% penduduk bekerja di sektor informal dan 30% bekerja di sektor formal. Sektor informal oleh

International Labour Organization (ILO, 2002)

di definisikan sebagai cara melakukan pekerjaan apapun dengan karakteristik mudah dimasuki, bersandar pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, beroperasi pada skala kecil, padat karya dan teknologi adaptif, memiliki keahlian diluar system pendidikan formal, tidak terkena langsung regulasi, dan pasarnya kompetitif3.

Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serius timbul pada sektor informal karena kurangnya pengawasan terhadap sektor ini. Tenaga kerja di sektor informal sebenarnya tidak berbeda prinsip dengan tenaga kerja di sektor-sektor formal, baik resiko untuk mendapatkan gangguan dan penyakit akibat pekerjaan maupun upaya penanggulangannya. Bahkan tidak jarang karena ketidaktahuan, tenaga kerja sektor informal mempunyai resiko yang lebih tinggi kaitannya dengan gangguan kesehatan yang diderita akibat dari pekerjaan2.

Salah satu bidang usaha pada sektor informal adalah bengkel las. Di Indonesia, bengkel las mudah dijumpai di pinggir jalan. Tidak sedikit dari bengkel las tersebut beradapada jalan raya yang ramai dilewati oleh masyarakat umum.

Hal terpenting harus dilindungi dalam

pengelasan adalah keselamatan indra

penglihatan/mata. Organ ini perlu dilindungi dari busur nyala listrik yang berupa sinar ultraviolet dan inframerah yang berintensitas sangat tinggi. Akibat radiasi tersebut retina dan selaput luar mata dapat rusak dan kering. Jika kerusakan telah demikian lanjut maka mata dapat mengalami kebutaan. Oleh karena itu perlindungan mata sewaktu pengelasan adalah mutlak9.

Resiko bahaya yang ada pada

pekerjaan las adalah debu, gas, sengatan listrik, cahaya dan sinar, radiasi panas, bahaya ledakan, bahaya kebakaran, dan bahaya percikan las. Pajanan lain yang timbul dari proses las listrik adalah radiasi ultraviolet. Sinar ultraviolet dihasilkan oleh pengelasan suhu tinggi, benda-benda pijar suhu tinggi, lampu-lampu pijar dan lain-lain. Pada mata, sinar tersebut dapat mengakibatkan iritasi dan penyakit mata10.

Trauma sinar ultraviolet (sinar las) biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera membaik setelah beberapa waktu dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.

Pekerja yang terkena sinar ultraviolet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Pekerja akan merasa mata sangat sakit, mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir,

fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik.

(3)

Akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada kornea6.

Pekerja las yang bekerja tanpa menggunakan kacamata rata-rata terpapar radiasi ultraviolet sebesar 2.753 HW/cm2. Nilai ini berada di atas nilai ambang batas 0,239

HW/cm2. Kegiatan pengelasan akan

menghasilkan radiasi non pengion yaitu radiasi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 200-400 nm, radiasi cahaya tampak dengan panjang gelombang 400-700 nm dan radiasi inframerah dengan panjang gelombang antara 700-1400 nm1.

Pada industri las, kondisi lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap pekerja salah satunya yaitu berupa sinar yang ditimbulkan pada proses pengelasan. Sinar tersebut meliputi sinar tampak, sinar infra merah dan sinar ultra violet. Keluhan kelelahan pada mata, seolah-olah mata terisi oleh pasir, penglihatan kabur dan mata terasa sakit yang dirasakan pekerja menunjukkan bahwa pada proses pengelasan terdapat sinar yang membahayakan mata. Ketidakrutinan pekerja

las dalam memakai kacamata las

mengakibatkan mata pekerja las terpapar secara langsung oleh sinar tampak, sinar inframerah serta sinar ultra violet. Akibat dari pemajanan secara langsung oleh sinar-sinar yang bersifat radiasi tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada ketajaman penglihatan pekerja las13.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2007) persentase nasional Low

Vision Penduduk Umur 6 Tahun ke Atas adalah

4,8% (berdasarkan hasil pengukuran, ketajaman penglihatan kurang dari 20/60 – 3/60). Sebanyak 8 provinsi mempunyai prevalensi

Low Vision diatas prevalensi nasional, salah

satunya adalah Provinsi DI Yogyakarta sebanyak 6,3%4.

Ketajaman penglihatan (visus) adalah nilai kebalikan sudut terkecil di mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan5. Berdasarkan hasil penelitian Wijayanti (2005) pada bengkel las di wilayah pinggir jalan D.I Panjaitan Kota Semarang terdapat pengaruh yang signifikan antara pemakaian kacamata las terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las. Selain pemakaian alat pelindung mata, faktor kekuatan penerangan atau pencahayaan, waktu papar, kelainan refraksi dan umur dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan pekerja las8.

Di Yogyakarta terdapat banyak

bengkel las dijumpai di pinggir jalan, salah satunya adalah wilayah Terminal Bus Wisata

Ngabean Kota Yogyakarta. Berdasarkan

observasi studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 10 januari dan 19 februari 2011, terdapat 14 bengkel las di wilayah tersebut dan dari hasil pengamatan terhadap 3 pegawai las, terdapat 1 pegawai las yang tidak memakai alat pelindung mata pada saat melakukan proses

pengelasan, setelah diukur dengan

menggunakan kartu snellen pegawai las yang tidak memakai alat pelindung mata tersebut memiliki ketajaman penglihatan 20/50 yang berarti ketajaman penglihatannya adalah hampir normal.

(4)

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las di wilayah Terminal Bus Wisata Ngabean Kota Yogyakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Dalam studi analitik cross sectional, peneliti mempelajari hubungan antara faktor risiko dengan penyakit (efek), observasi atau pengukuran terhadap variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel tergantung (efek) dilakukan sekali dan dalam waktu yang bersamaan. Tentunya tidak semua subyek penelitian harus diperiksa pada hari atau saat yang sama, akan tetapi baik variabel risiko maupun variabel efek dinilai hanya satu kali saja7. Pada penelitian ini menganalisis pengaruh pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las di wilayah Terminal Bus Wisata Ngabean Kota Yogyakarta.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai bengkel las yang melakukan proses pengelasan di wilayah Terminal Bus

Wisata Ngabean Kota Yogyakarta yang

berjumlah 36 orang.

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah

nonprobability sampling dengan teknik Total

Sampling yaitu keseluruhan dari populasi yang

berjumlah 36 orang.

Variabel penelitian terdiri dari variabel

terikat (dependent) adalah ketajaman

penglihatan dan variabel bebas (independent) adalah pemakaian alat pelindung mata.

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah pemakaian alat pelindung mata oleh responden dan ketajaman penglihatan responden sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah gambar dan peta lokasi penelitian.

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini dalam mengumpulkan data yaitu dengan metode pengukuran dan observasi. Observasi dalam penelitian ini menggunakan

check list untuk mengamati pemakaian alat

pelindung mata pada pegawai bengkel las. Observasi dilaksanakan di bengkel las di wilayah terminal bus wisata Ngabean Kota Yogyakarta.

Observasi dilaksanakan oleh peneliti dan orang-orang yang sudah dilatih untuk membantu observasi sebanyak 5 orang dengan kualifikasi mempunyai tingkat pendidikan yang sama dengan peneliti sehingga memudahkan dalam proses observasi.

(5)

Pengukuran ketajaman penglihatan dilakukan oleh peneliti dengan bantuan dokter.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah check list dan alat pengukur ketajaman penglihatan berupa kartu

snellen.

Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi tentang karakteristik responden dan gambaran variabel bebas dan terikat yang diteliti berdasarkan orang, tempat dan waktu. Analisis data bivariat digunakan untuk

mengetahui pengaruh variabel bebas

(pemakaian alat pelindung mata) terhadap variabel terikat (ketajaman penglihatan). Dalam analisis ini digunakan uji Chi square dan perhitungan Odds Ratio (OR) menggunakan tabel 2x2. Dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis berdasarkan tingkat signifikan (nilai α = 0,05) jika nilai p < 0,05 maka secara statistik terdapat pengaruh yang signifikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian meliputi karakteristik responden, pengaruh pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las.

Responden penelitian terdiri dari 36 pegawai las. Karakteristik responden dalam penelitian ini dibedakan menurut kelompok umur, pendidikan, jenis las, masa kerja dan waktu papar. Karakteristik responden penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Karakteristik responden penelitian Umur Responden f % 1 < 20 tahun 2 5,6 2 20-30 tahun 15 41,7 3 31-40 tahun 12 33,3 4 > 40 tahun 7 19,4 Pendidikan 1 SD 7 19,4 2 SMP 10 27,8 3 SMA/SMK 17 47,2 4 Diploma 2 5,6 Jenis Las 1 Karbit 15 41,7 2 Listrik 3 8,3

3 Karbit dan Listrik 18 50

Masa Kerja 1 < 1 tahun 3 8,3 2 1 – 2 tahun 3 8,3 3 > 2 tahun 30 83,3 Waktu papar 1 4 – 6 Jam 21 58,3 2 > 6 Jam 15 41,7

Hasil penelitian menunjukan bahwa umur responden terbanyak adalah 20 – 30 tahun sebanyak 15 0rang (41,7%), pendidikan terakhir

responden terbanyak adalah SMA/SMK

sebanyak 17 orang (47,2%), jenis las yang digunakan oleh responden jenis las karbit dan listrik sebanyak 18 orang (50%), masa kerja responden terbanyak adalah lebih dari dua tahun sebanyak 30 orang (83,3%),

Waktu papar responden dengan las terbanyak adalah 4 - 6 jam setiap hari sebanyak 21 orang (58,3%).

Untuk melihat pengaruh pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las maka dilakukan analisis bivariat dengan melihat nilai Odds Ratio (OR), CI 95% dan p-value, yang dilakukan dengan uji

(6)

Chi Square. Hasil analisis bivariat dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 2. Pengaruh pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las di wilayah Terminal Bus Wisata Ngabean Kota Yogyakarta

Alat Pelindung Mata Ketajaman Penglihatan Normal Tidak Normal Total f % f % f % Tidak Memakai 10 27,8 12 33,3 22 61,1 Memkai 13 36,1 1 2,8 14 38,9 Total 23 63,9 13 36,1 36 100 Sig 0,005 OR 15,60 CI 1,728 - 140,8

Nilai Contingency Coefficient = 0,434 (Kuat) Berdasarkan hasil uji Chi Square diketahui nilai probabilitas (p) sebesar 0,005, nilai p < 0,05 (p = 0,005 < 0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las di wilayah Terminal Bus Wisata Ngabean Kota Yogyakarta. Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa OR > 1 (OR = 15,600) yang berarti bahwa responden yang tidak memakai alat pelindung mata beresiko mempunyai ketajaman penglihatan tidak normal 15,600 kali lebih besar daripada responden yang memakai alat pelindung mata. Nilai CI > 1 (lower = 1,728 dan upper = 140,829) yang berarti bahwa memang benar pemkaian alat pelindung mata merupakan faktor yang memengaruhi ketajaman penglihatan pegawai bengkel las di wilayah Terminal Bus Wisata Ngabean Kota Yogyakarta. Nilai Contingency

Coefficient = 0,434, tingkat keeratan pengaruh

antara dua variabel tergolong dalam kategori kuat.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan karena nilai p < 0,05 (p = 0,005 < 0,05). Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ada pengaruh pemakaian alat pelindung maa terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las di wilayah Terminal Bus Wisata Ngabean Kota Yogyakarta diterima. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Wijayanti (2005) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemakaian kacamata las terhadap ketajaman penglihatan pekerja las di Jalan D.I Panjaitan Kota Semarang13. Berdasarkan penelitian dari Angelina dan Oginawati (2009) di dapatkan hasil bahwa intensitas radiasi UV-B pada proses pengelasan di jalan Bogor sangat tinggi dan jauh melampaui NAB baik untuk kondisi tanpa memakai ataupun memakai kacamata las. Penggunaan kacamata pekerja belum dapat meredam intensitas UV-B sesuai NAB yang ditetapkan. Pekerja las yang kadang-kadang memakai alat pelindung mata mempunyai resiko yang sama dengan pekerja yang tidak memakai alat pelindung mata (1). Hal ini juga di dukung oleh penelitian dari Wahab (2002) bahwa paparan radiasi sinar ultraviolet merupakan faktor potensial yang menyebabkan terjadinya keluhan mata akut pekerja las di PT. Bukaka Teknik Utama Bogor. Alat pelindung mata harus selalu digunakan selama melakukan pengelasan walaupun proses pengelasan hanya

(7)

untuk waktu yang pendek sekali. Oleh karena itu, penggunaan alat pelindung mata pada saat melakukan proses pengelasan adalah mutlak harus dilaksanakan secara terus menerus untuk mengurangi resiko penurunan ketajaman penglihatan12.

Responden yang paling banyak adalah responden yang menggunakan jenis las karbit dan listrik sekaligus yaitu 18 orang (50%) dan 5

orang (13,9%) mempunyai ketajaman

penglihatan tidak normal. Menurut

Wiryosumarto dan Okumura (1991) dalam proses pengelasan akan timbul radiasi dari cahaya dan sinar yang dapat membahayakan mata. Tingkat radiasi yang di pancarkan pada proses pengelasan berbeda sesuai dengan jenis las yang digunakan14.

Masa kerja responden lebih dari dua tahun yaitu 30 orang (83,3%) dan sebanyak 11

orang (30,6%) mempunyai ketajaman

penglihatan tidak normal. Menurut

Setyaningsih. Dkk (2007) bahwa masa kerja dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan pekerja las8.

Usia responden terbanyak adalah pada rentang usia lebih dari 30 tahun yaitu sebanyak 19 orang (52,8%) dan sebanyak 9 orang (25%) mempunyai ketajaman penglihatan tidak normal. Secara alamiah dengan bertambahnya umur yang semakin tua, ketajaman penglihatan akan semakin berkurang. Menurut Setyaningsih, dkk. (2007) ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia. Maka dari itu kontras dan ukuran benda perlu lebih besar untuk melihat dengan ketajaman yang sama 8.

Sebagian besar responden mempunyai waktu papar lebih dari 6 jam yaitu sebanyak 21 orang (58,3%) dan sebanyak 12 orang (33,3%) mempunyai ketajaman penglihatan tidak normal. Pekerja las yang mempunyai waktu papar dengan las lebih dari 6 jam setiap hari lebih beresiko mengalami penurunan ketajaman penglihatan. Hal ini di dukung oleh teori yang dikemukakan oleh Setyaningsih. Dkk (2001) bahwa waktu papar terhadap las dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan pekerja las (8). Menurut Angelina dan Oginawati (2009) Salah satu organ tubuh yang sangat sensitif dalam menanggapi respon dari sekitarnya

terutama dalam menanggapi rangsangan

intensitas cahaya yang terlalu lemah ataupun terlalu kuat adalah mata. Untuk seorang pekerja di bidang pengelasan, terlalu sering berhadapan dengan cahaya intensitas tinggi akan memberi dampak pada sistem kerja matanya. Seorang pengelas tidak akan terus-menerus mampu melihat sinar ultraviolet yang ada di depannya.

Kecenderungan pengelas mampu

menatap sinar tersebut kurang dari 2 menit untuk satu titik yang di las. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pekerja menatap sinar las tersebut maka akan semakin merasa lelah matanya1. Menurut Wiryosumarto dan Okumura (1991) paparan sinar ultraviolet pada proses pengelasan dalam waktu 6 - 12 jam akan kengakibatkan mata menjadi sakit selama 12 - 24 jam14. Menurut Undang-Undang (UU Nomor 13 Tahun 2003) tentang tenaga kerja, jam kerja untuk 6 hari dalam seminggu adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu.

(8)

Sedangkan jam kerja untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu adalah 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Oleh karena itu pekerja las di harapkan mengurangi waktu paparan dengan las dan selalu menggunakan alat pelindung mata pada saat melakukan proses pengelasan untuk mengurangi resiko penurunan ketajaman penglihatan11.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemakaian alat pelindung mata mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las di Wilayah Terminal Bus Wisata Ngabean Kota Yogyakarta. Upaya - upaya yang dapat

dilaksanakan untuk mengurangi resiko

penurunan ketajaman penglihatan adalah dengan selalu memakai alat pelindung mata pada saat melakukan proses pengelasan. Selain upaya-upaya tersebut, para pekerja yang sudah mengalami penurunan ketajaman penglihatan harus memeriksakan matanya secara periodik untuk menjaga ketajaman penglihatan dan mencegah kerusakan yang lebih berat.

Perilaku penggunaan alat pelindung mata akan bermanfaat bagi pegawai bengkel las itu sendiri yaitu mencegah terjadinya kecelakaan kerja dalam melaksanakan pekerjaan dan terhindar dari gangguan penyakit akibat kerja. Hal ini akhirnya akan berpengaruh positif dalam meningkatkan derajat kesehatan dan produktifitas kerjanya. Produktifitas kerja merupakan komponen penting dalam perbaikan pendapatan dan kesejahteraan guna menuju kehidupan kerja yang berkualitas dan

selanjutnya dapat mencapai kehidupan yang layak.

KESIMPULAN

Ada pengaruh yang signifikan antara pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las di wilayah Terminal Bus Wisata Ngabean Kota Yogyakarta (p = 0,005).

SARAN

1. Bagi Kelompok Kerja Bengkel Las

a. Kelompok kerja bengkel las hendaknya lebih sering memperingatkan dan menegur para pegawai bengkel las yang tidak memakai alat pelindung mata agar sadar akan pentingnya pemakaian alat

pelindung mata sehingga dalam

melakukan proses pengelasan selalu memakai alat pelindung mata untuk

menjaga keselamatan indera

penglihatan.

b. Kelompok kerja bengkel las di harapkan mengurangi waktu paparan dengan las maksimal 6 jam dalam sehari serta selalu memakai alat pelindung mata pada saat melakukan proses pengelasan untuk mengurangi resiko penurunan ketajaman penglihatan.

c. Kelompok kerja bengkel las Perlu meningkatkan kesadaran pekerja las agar memeriksakan matanya secara periodik untuk menjaga ketajaman penglihatan dan mencegah kerusakan yang lebih berat.

(9)

2. Bagi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lebih memperhatikan penerapan K3 pada usaha sektor informal seperti bengkel las.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan dengan mengendalikan variabel pengganggu seperti waktu papar, kelainan refraksi, umur, masa kerja, radiasi las, dan kekuatan penerangan atau pencahayaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Angelina, C., Oginawati, K. 2009. “Paparan Fisis Pencahayaan Terhadap Mata Dalam Kegiatan Pengelasan Studi Kasus Pengelasan di Jalan Bogor”.

Laporan Penelitian Fakultas Teknik Sipil

dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung. (Tidak dipublikasikan)

2. Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja

Berbagai Penyakit Akibat Lingkungan Kerja dan Upaya Penanggulangannya.

Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 3. Depkes RI. 2008. Kajian Kondisi Kerja

pada Sektor Informal/UKM dan Dampaknya Pada Kesehatan Pekerja.

Jakarta: Departemen Kesehatan.

4. Depkes RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar

Laporan Nasional 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan

5. Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 6. Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi

Ketiga. Jakarta: FK UI

7. Sastroasmoro, S., Ismael, S. 1995. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.

8. Setyaningsih, dkk. 2007. “Perbedaan Gangguan Penglihatan Akibat Radiasi

Berdasarkan Kebiasaan Pemakaian

Kacamata Las dan Karakteristik Pekerja Las Sektor Informal”. Laporan Penelitian

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Muhammadiyah Semarang. (Tidak dipublikasikan)

9. Sriwidharto. 1996. Petunjuk Kerja Las. Jakarta: Pradnya Paramita.

10. Suma’mur. 1996. Higene Perusahaan dan

Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko

Gunung Agung.

11. UU RI. 2003. Internet. Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja. www.hukor.depkes.go.id. 17 Juli 2011

12. Wahab. 2002. “Analisa Paparan Radiasi Sinar Ultraviolet Pekerja Las di PT.

Bukaka Teknik Utama Kabupaten

Bogor”.Tesis Program Studi Magister

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia. (Tidak

dipublikasikan)

13. Wijayanti. 2005. “Pengaruh Pemakaian

Kacamata Las Terhadap Ketajaman

Penglihatan Pada Pekerja Las Karbit Di Wilayah Pinggir Jalan D. I. Panjaitan Kota Semarang”. Skripsi Universitas Negeri Semarang. (Tidak dipublikasikan)

(10)
(11)

Referensi

Dokumen terkait

Alasan yang kedua adalah karena hubungan sosial dilihat dalam bentuk hierarki kekuasaan, bahwa biasanya kaum pria mempunyai posisi yang lebih kuat atau di atas dibandingkan

Hal ini disebabkan oleh lipatan pada bagian tengah bawah kerangka yang tidak sesuai dengan beban yang ditanggung, sehingga ketika diberi beban terlalu berat

life, helping them develop an informed curiosity and a lasting passion for learning..  Nearly a million students

So, kalo ada orang bisa jatuh cinta pada saat ketemuan pertama kali, sebenarnya bukan sedang jatuh cinta tuh, tapi sedang tertarik satu sama lain dengan ketertarikan yang amat

Pasal tersebut mengatur tentang pidana denda dalam hukum materil yang dijatuhkan kepada terpidana anak haruslah diganti dengan pidana pelatihan kerja, karena anak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur dan perangkat yang dibutuhkan dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan model pembelajaran metode

Oleh karena itu, dalam penelitian untuk tugas akhir ini akan dianalisa kekuatan dari Tower pada Catwalk dan Chain Conveyor dengan tinggi 33 m tersebut.. Salah satu

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki seorang atlet akan banyak menentukan kualitas penampilannya, baik dalam konteks latihan, maupun dalam pertandingan atau