BAB II
URAIAN TEORITIS
2.2 Kerangka Teori
Sebelum terjun ke lapangan, seorang peneliti harus terlebih dahulu menyusun suatu kerangka teori. Kerangka teori merupakan kajian tentang bagaimana hubungan teori dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan dalam perumusan masalah yang akan diteliti.
Uraian di dalam kerangka teori merupakan hasil berfikir rasional yang dituangkan secara tertulis meliputi aspek-aspek yang terdapat di dalam masalah atau sub masalah (Nawawi, 2001:39-40). Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini yaitu Komunikasi, Komunikasi Masa, Televisi, dan Uses and Gratification Theory.
2.1.1 Komunikasi
Secara etimologi, kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin, yaitu communis yang berarti sama (Lubis, 2011: 6). Maksudnya ialah dimana membuat kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar kata communis adalah communico, yang berarti berbagi (Vardiansyah, 2004: 3). Di sini berbagi yang dimaksud ialah adanya pemahaman melalui pertukaran pesan yang dilakukan bersama. Jika sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris communicate, komunikasi berarti untuk saling bertukar pikiran, berisikan informasi serta memiliki perasaan dalam sebuah hubungan yang simpatik. Sedangkan kata benda (noun) yaitu communication memiliki arti sebagai proses pertukaran pesan-pesan yang sama melalui sistem simbol-simbol di antara individu-individu atau sebagai seni dalam pengekspresian gagasan atau pendapat.
Harold Laswell (Fajar, 2009: 32) mendefinisikan komunikasi dengan membuat formula “Who Says What in Which channel to Whom with What effect?” (Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan efek bagaimana?). Bahwa dengan pernyataan seperti itu, dapat menggambarkan bagaimana seharusnya berkomunikasi yang baik agar dalam proses komunikasi dapat dipahami.
Paradigma Laswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan, pertanyaan yang di ajukan itu, yakni: 1. Komunikator (communicator, source, sender)
2. Pesan (message)
3. Media (Channel, media)
4. Komunikan (communicant, communicate, receiver, receipent) 5. Efek (effect, impact, influence).
Jadi, berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimmbulkan efek tertentu.
Seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika, Everett M. Rogers mendefinisikan komunikasi pada studi risetnya, yaitu komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Setelah itu definisi komunikasi tersebut dikembangkan lagi bersama D. Lawrence Kincaid sehingga menghasilkan definisi yang baru, bahwa komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Cangara, 2007: 20).
Dari berbagai definisi komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian komunikasi pada umumnya adalah suatu proses pertukaran informasi yang disampaikan oleh komunikator dengan menggunakan media (dapat berupa alat penginderaan, media masa dan sebagainya) kepada komunikan yang pada akhirnya memiliki efek atau umpan balik. Dalam komunikasi, pemahaman makna pesan dari komunikator merupakan suatu hal yang sangat penting. Sebab, jika pesan yang disampaikan diterima begitu saja tanpa diketahui apa yang sebenarnya telah dimasukkan ke dalam pikiran kita, hal itu akan menjadi sia-sia karena kita sulit untuk mencerna makna apa yang dimaksud. Jelas, yang menjadi penentu dalam berkomunikasi ialah adanya pemrosesan pesan.
2.1.1.1 Tujuan dan Fungsi Komunikasi
Pentingnya komunikasi dalam kehidupan memiliki tujuan, sehingga dapat diketahui untuk apa komunikasi dilakukan. Secara umum, tujuan komunikasi (Effendy, 2005:8) ialah:
1) Mengubah sikap (to change the attitude)
2) Mengubah opini/ pendapat/ pandangan (to change the opinion) 3) Mengubah perilaku (to change the behaviour)
4) Mengubah masyarakat (to change the society)
Dengan adanya komunikasi dapat membentuk sikap seseorang serta bagaimana sikap itu dapat berubah, sebab melalui proses komunikasi dapat memengaruhi tindakan seseorang, misalnya seorang anak yang memiliki sikap tidak patuh dan suka melawan kepada kedua orang tuanya, namun bisa saja anak tersebut menjadi patuh dan taat terhadap orang tuanya, karena hasil belajar dari pengalaman dalam faktor lingkungan yang menyebabkan si anak memiliki perubahan dalam sikapnya.
Sama halnya dengan mengubah opini, perilaku dan mengubah masyarakat. Manusia dapat saling mengemukakan opininya dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing individu/kelompok, sehingga melalui komunikasi mereka dapat mengambil keputusan yang tepat serta mengubah perilaku mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Namun tidak mudah untuk mengubah masyarakat, sebab perlu komunikasi yang lebih dekat dan menyeluruh seperti komunikasi penyuluhan mengenai Keluarga Berencana (KB) dalam sebuah desa, agar informasi-informasi mengenai hal tersebut dapat diterima seluruhnya oleh masyarakat bahwa pentingnya untuk ber-KB dalam sebuah keluarga. Begitu juga dengan kegiatan bergotong-royong di sebuah desa, dilakukan demi tercapainya hubungan yang harmonis antar penduduk desa dan menciptakan desa yang bersih nan indah. Adanya ilmu pengetahuan memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat menyebabkan mereka sadar akan fungsi sosialnya sehingga menjadi aktif dalam masyarakat.
Sedangkan fungsi komunikasi menurut Harold D. Laswell (Effendy, 2003:27) yaitu:
1) Manusia mengamati lingkungannya, baik lingkungan internal maupun eksternal untuk terhindar dari ancaman dan nilai masyarakat yang berpengaruh.
2) Terdapat korelasi unsur-unsur masyarakat dalam menanggapi lingkungannya 3) Penyebaran warisan sosial, dalam hal ini berperan sebagai pendidik dalam
kehidupan rumah tangga maupun sekolah untuk meneruskan warisan sosial pada keturunan selanjutnya.
Lebih singkatnya, fungsi komunikasi itu (Effendy, 2005:8) ialah: 1) Menginformasikan (to inform)
2) Mendidik (to educate) 3) Menghibur (to entertain) 4) Mempengaruhi (to influence)
Penjelasan dari fungsi-fungsi tersebut ialah komunikasi tentunya memberikan informasi mengenai sesuatu hal yang kita inginkan, sehingga kita bisa mengetahuinya. Misalnya, dalam lingkungan sekolah, seorang guru menjelaskan mengenai pelajaran kepada siswa-siswanya, sehingga dalam proses belajar mengajar tersebut para siswa menjadi tahu tentang apa yang diterangkan oleh gurunya. Dan secara langsung, guru telah mendidik sehingga memengaruhi para siswanya untuk rajin belajar, baik di rumah maupun di sekolah. Acara komedi di televisi, buku cerita lucu, perform seorang badut dan pesulap dalam sebuah pesta ulang tahun dan sebagainya, itu semua dilakukan untuk penyegaran semata dan sebagai kesenangan individu maupun kelompok.
2.1.1.2 Gangguan dalam Komunikasi
Dalam berlangsungnya komunikasi, tidak semua pesan dari komunikator pasti diterima oleh komunikan. Hal ini sering kali dialami karena sejumlah gangguan (noise) sehingga pesan tidak bisa dimaknai sebagaimana yang dimaksudkan. Gangguan komunikasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana proses komunikasi berlangsung tidak sebagaimana seharusnya.
Pada umumnya, terdapat dua gangguan utama komunikasi, yaitu gangguan teknis dan gangguan semantik (Vardiansyah, 2004:97). Gangguan teknis ialah gangguan yang terjadi selama proses penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan, yakni mulai proses pengiriman pesan hingga pada proses penerimaan (receive). Dari sinilah gangguan terjadi pada saluran atau media komunikasi. Misalnya, pada saat kita melakukan webcam-an di skype, terjadi gangguan pada jaringan internet sehingga menghasilkan suara yang kurang jelas dan gambar di skype menjadi agak kabur.
Sedangkan gangguan semantik ialah gangguan yang terjadi akibat kesalahan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi, seperti kata-kata yang digunakan terlalu banyak, memakai kata asing serta latar belakang budaya sehingga menyebabkan sulit dipahami oleh khalayak tertentu. Misalnya seorang anak yang merantau dari Medan berkuliah di Universitas Indonesia (UI), Jakarta. Dia ingin mengajak teman-temannya untuk berkeliling kota Jakarta dengan menggunakan kereta. Di daerah Medan, kereta diartikan sebagai sepeda motor. Namun teman-temannya bingung, kenapa berkeliling kota harus menggunakan kereta? Padahal kereta di Jakarta diartikan sebagai kereta api. Hingga pada saat ingin berangkat ke tujuan terjadi kekeliruan, si anak Medan menunggu di basecamp, tempat biasa mereka berkumpul dengan kereta Mionya, sedangkan teman-temannya menunggu di stasiun kereta api.
Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa terjadi gangguan komunikasi dalam penggunaan kata-kata di dua (2) kota yang berbeda arti, sehingga menimbulkan persepsi yang keliru dan salah pengertian.
2.1.2 Komunikasi Masa
Komunikasi masa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonym melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (rakhmat, 1995:189). Komunikasi masa dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya masal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, dan film (Cangara,2002:36).
Komunikasi Masa yang berciri sebagai berikut :
1. Komunikasi ditujukan kepada masa atau orang banyak sebagai komunikasi. 2. Komunikasi dilakukan serentak.
3. Komunikasi merupakan suatu original lembaga atau orang yang dilembagakan.
4. Pesannya bersifat umum.
5. Media yang digunakan adalah media masa artinya bias menjangkau sekaligus banyak orang.
6. Umpan balik atau feed back tidak langsung (sastropoetro, 1990:12).
Komunikasi masa didefenisikan sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi yang interposed ketika antar sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran media masa seperti surat kabar, majalah, radio, film, atau televisi (Wiryanto, 2000:3).
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi masa menghasilkan suatu produk yang berupa pesan-pesan komunikasi untuk disebarkan, didistribusikan kepada khalayak secara berkelanjutan sesuai dengan jarak waktu yang ditetapkan. Adanya teknologi yang semakin berkembang pesat menyebabkan penyampaian pesan komunikasi melalui media masa tersebut dapat dengan mudah untuk disebar. Sama halnya dengan lembaga sebagai komunikator. Namun, dalam komunikasi masa, komunikator cenderung sulit untuk mengetahui umpan balik dengan segera karena umpan balik relatif tidak ada. Untuk mengetahuinya, biasanya komunikator (lembaga maupun bentuk organisasi lainnya) melakukan survey atau penelitian.
Berdasarkan pada definisi komunikasi masa yang sudah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi masa adalah suatu proses komunikasi yang menggunakan media masa modern (media cetak dan media elektronik) dalam menyebarkan informasi yang ditujukan pada khalayak yang heterogen dan anonim sehingga pesan dapat diterima secara serentak.
Dari pengertian di atas, jelaslah bahwa komunikasi masa merupakan suatu proses komunikasi yang menggunakan media dimana dalam penelitian ini yang digunakan adalah televisi.
2.1.2.1 Proses Komunikasi Masa
Wilbur Schramm (Komala, dalam Karlina. 1999) mengatakan bahwa untuk berlangsungnya suatu kegiatan komunikasi, minimal memerlukan tiga komponen yaitu source, message, destination atau komunikator, pesan dan komunikan. Apabila salah satu dari ketiga komponen tersebut masih terdapat komponen lainnya yang berfungsi sebagai pelengkap.
Artinya, jika komponen tersebut tidak ada, maka tidak akan berpengaruh terhadaap komponen lainnya. Oleh karena itu, komponen-komponen utama (komunikator-pesan-komunikan) mutlak harus ada pada proses komunikasi, baik itu komunikasi antar personal (interpersonal), kelompok maupun komunikasi masa.
Pengertian proses komunikasi masa pada hakikatnya merupakan proses pengoperan lambang-lambang yang berarti, yang dilakukan melalui saluran (channel), biasanya dikenal dengan media printed (press), media auditif (radio), media visual (gambar, lukisan) atau media audio visual (televisi dan film). Yang di maksud media di sini adalah alat yang dapat digunakan untuk mencapai masa (sejumlah orang yang tidak terbatas).
Pengertian komunikasi masa pada intinya merupakan komunikasi yang menggunakan saluran (media) untuk menghubungkan komunikator dengan komunikasi secara masal, bertempat tinggal jauh, heterogen, anonym dan menimbulkan efek-efek tertentu (Ardianto, 2004:32).
Harold D. Lasswell (komala dalam Karlina. 1999) seorang ahli politik di Amerika Serikat mengemukakan suatu ungkapan yang sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi masa. Ungkapan tersebut merupakan suatu formula dalam menentukan scientific studi dari suatu proses komunikasi masa dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: who (siapa), says what (berkata apa), in which channel (melalui saluran apa), to whom (kepada siapa), dan which what effect (dengan efek apa).
2.1.2.2 Ciri-ciri Komunikasi Masa
Melalui definisi-definisi komunikasi masa tersebut, dapat diketahui ciri-ciri komunikasi masa. Menurut Effendy setidaknya terdapat lima ciri dari komunikasi masa (Fajar, 2009:226) adalah:
1) Komunikasi masa berlangsung satu arah
2) Komunikator pada komunikasi masa melembaga 3) Pesan pada komunikasi masa bersifat umum 4) Media masa menimbulkan keserempakan 5) Komunikan komunikasi masa bersifat heterogen
Dalam komunikasi masa berlangsung satu arah (one-way communication) tidak terdapat arus balik atau arus balik tertunda (delayed feedback) kepada komunikator, karena melalui media masa maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Arus balik tidak dapat diketahui oleh komunikator dengan seketika, hanya dapat diketahui setelah proses komunikasi itu terjadi. Dan jika pun terdapat arus balik, maka hal ini jarang sekali terjadi, sehingga harus melakukan perencanaan dan persiapan. Misalnya, seorang reporter dalam program “Headline News” di Metro TV membawakan berita kepada khalayak. Dalam program itu terdapat selingan “Suara Anda”, yang ditujukan kepada para penonton untuk memberikan tanggapannya secara langsung mengenai berita yang dipaparkan melalui telepon, dengan lama waktu yang ditentukan.
Komunikasi pada komunikasi masa melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks karena media masa sebagai saluran komunikasi. Peranannya dalam proses komunikasi ditunjang oleh orang lain, bukan individual. Misalnya, tulisan seorang penulis dalam sebuah majalah ternama, tentunya didukung oleh redaktur pelaksana, korektor dan yang lainnya supaya tulisan tersebut dapat dimuat dan dibaca oleh khalayak. Maka dari itu komunikator pada komunikasi masa disebut juga komunikator kolektif (collective communicator) karena tersebarnya pesan yang berupa informasi merupakan hasil kerja sama sejumlah kerabat kerja.
Pesan komunikasi masa bersifat umum (berupa fakta, peristiwa atau opini), karena disebarkan melalui media masa yang ditujukan kepada semua orang dan mengenai kepentingan umum.
Media masa dalam menyampaikan pesannya kepada khalayak mengandung ciri keserempakan (simultaneity), yakni disebarkan secara bersama-sama dalam jumlah besar dan jarak jauh.
Dalam proses komunikasi masa, komunikan bersifat heterogen, yaitu di mana mereka tidak saling mengenal satu sama lain dan keberadaanya yang terpencar. Tentunya, dalam setiap individu dari khalayak itu memiliki hal yang berbeda, misalnya jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, kebudayaan, dan lain-lain. Hal ini menjadi sulit bagi seorang komunikator dalam menyebarkan pesannya melalui media masa kepada khalayak, dan setiap khalayak berkehendak agar keinginannya dipenuhi. Untuk mendekati keinginan khalayak sepenuhnya ialah dengan mengelompokkannya menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan,
pendidikan, kebudayaan, serta hobi. Pengelompokkan tersebut dilakukan oleh berbagai media masa dengan membuat acara tertentu, seperti acara kartun
“Si Unyil” yang ditayangkan oleh Trans7 ditujukan secara khusus untuk anak-anak.
2.1.2.3 Fungsi Komunikasi Masa
Komunikasi masa merupakan komunikasi dalam media modern sebagai penyalurnya memberikan pengaruh yang kuat terhadap khalayaknya. Fungsi komunikasi masa menurut Dominick (Ardianto dan Komala, 2004:16) adalah sebagai berikut:
a. Surveilance (Pengawasan)
Pengawasan mengacu pada peranan berita dari media masa. Fungsi pengawasan meliputi pengawasan peringatan (warning or beware surveillance) dan pengawasan instrumental (instrumental surveillance). Fungsi pengawasan peringatan terjadi apabila media menyampaikan informasi kepada kita mengenai ancaman. Misalnya mengenai ancaman dari angin topan, meletusnya gunung berapi, kondisi efek yang memprihatinkan, atau adanya serangan militer.
Sedangkan fungsi pengawasan instrumental merupakan penyebaran informasi yang memiliki kegunaan dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya berita tentang film yang sedang tayang di bioskop, peningkatan atau penurunan harga saham di bursa efek, ide tentang fashion dan sebagainya.
b. Interpretation (Penafsiran)
Media masa memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting dimana industri media memutuskan kejadian atau peristiwa tersebut untuk ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca ataupun pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya dalam komunikasi antarpersonal atau komunikasi kelompok.
c. Linkage (Pertalian)
Media masa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.
d. Transmission of values (Penyebaran Nilai-Nilai)
Fungsi penyebaran ini disebut juga socialization (sosialisasi), dimana mengacu kepada cara bagaimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media masa memperlihatkan kepada kita bagaimana untuk bertindak dan bagaimana pengharapan mereka. Televisi sebagai salah satu media masa yang sangat berpotensi dalam terjadinya sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) pada anak muda, terutama melampaui usia 16 tahun dengan menghabiskan waktu menonton televisi dibanding kegiatan lainnya, kecuali tidur. Kemungkinan terjadinya disfungsi jika televisi menjadikan salurannya terutama sosialisasi (penyebaran nilai-nilai). Sebagai contoh, semakin maraknya tayangan kekerasan di televisi mengakibatkan terbentuknya sosialisasi pada anak muda yang menontonnya sehingga berpikir bahwa metode kekerasan adalah wajar dalam memecahkan persoalan hidup.
e. Entertainment (Hiburan)
Fungsi media masa sebagai fungsi menghibur adalah untuk mengurangi rasa kejenuhan ataupun mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan melihat tayangan di televisi atau membaca berita-berita sehingga dapat membuat pikiran khalayak menjadi kembali segar.
Dari keseluruhan fungsi tersebut, fungsi komunikasi masa ditentukan dalam penggunaannya di media masa. Bagaimana media masa memberikan pengaruh yang baik kepada khalayak untuk dapat menerima pesannya (berupa data, fakta, informasi, berita maupun yang lainnya) sehingga komunikasi masa dapat berlaku sebagaimana yang diharapkan oleh khalayak, sesuai dengan kebutuhan informasi dari masing-masing individu maupun kelompok.
2.1.3 Televisi
Menurut Effendy yang dimaksud dengan televisi adalah siaran yang merupakan media dari jaringan komunikasi dengan cirri-ciri yang dimiliki komunikasi masa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikasinya bersifat heterogen (Effendy,1992:21).
Televisi adalah salah satu media dalam komunikasi. Dalam semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia (Ardianto dkk, 2004:125). Televisi merupakan media yang paling banyak menarik perhatian komunikan karena kelebihannya yang mmampu menyatukan unsur audio visual sekaligus. Televisi memiliki keuntungan atas pesannya yang bisa dilihat serta didengar dalam waktu yang bersamaan (suhandang, 2005:89).
Televisi memiliki keunggulan dibandingkan oleh media elektronik lainnya, karena televisi adalah sebuah media yang mampu memancarkan sebuah siaran yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Televisi juga mampu memberikan sebuah pengaruh yang besar terhadap pemirsanya, dan dapat mengubah pandangan, sikap, persepsi, yang menjadi trend pada saat itu.
Tidak jarang pada kenyataannya televisi menimbulkan sebuah dampak yang negatif maupun positif bagi yang melihatnya. Pada kenyataannya televisi mampu mempengaruhi khalayak secara psikologis dan menyebabkan khalayak yang menonton televisi terhanyut dalam peristiwa yang ditayangkan di televisi yang pada akhirnya mempengaruhi khalayak dalam persepsi, pola pikir dan tingkah laku.
2.1.3.1 Perkembangan Televisi di Indonesia
Sejak teknologi televisi hadir, televisi mulai diperkenalkan di berbagai negara di dunia sebagai sarana yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum. Pada saat televisi diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1962, hal itu bertepatan pada pelaksanaan olahraga se-Asia IV (Asian Games IV) di Jakarta. Televisi dengan nama Televisi Republik Indonesia (TVRI) resmi dibuka oleh Presiden Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1962 (Morissan, 2008:3). Tujuan utama dari pengadaan televisi itu ialah untuk meliput semua kejuaraan dan pertandingan selama pesta olahraga berlangsung.
Semakin maraknya perkembangan pertelevisian Indonesia, ditandai sejak pemerintah mengizinkan kehadiran televisi swasta untuk mengudara pada tahun 1989. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) sebagai stasiun televisi pertama
yang mengudara secara nasional pada tanggal 24 Agustus 1989. Kemudian secara berturut-turut berdiri stasiun Televisi Surya Citra Televisi (SCTV) yang mengudara pada Agustus 1989. Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) mengudara pada 23 Januari 1991, yang kini sudah mengganti nama menjadi MNC TV, Andalas Televisi (ANTV) pada tahun 1993 dan Indosiar pada Januari 1995. Dengan tambahan televisi swasta yang baru mengudara sejak tahun 2001, yakni meliputi Metro TV, Trans TV, TV 7 (Trans7), Global TV, dan Lativi (TVOne). Selain itu, banyak bermunculan stasiun televisi daerah yang dikelola oleh daerah masing-masing, seperti JTV di Jawa Timur, CTV di Banten, Bali TV di Bali, Borobudur TV di Semarang, dan Deli TV di Sumatera Utara (http://davenirvana1.wordpress.com).
2.1.3.2 Fungsi Televisi
Televisi melakukan berpikir dalam gambar, yakni mengenai visualisasi (penerjemahan kata-kata terhadap suatu objek sehingga mengandung suatu makna) dan penggambaran (kegiatan merangkai gambar-gambar individual sehingga mengandung makna tertentu). Untuk dapat melakukan fungsinya, maka pengoperasian dalam televisi melibatkan banyak orang sehingga lebih kompleks. Berikut fungsi televisi bagi masyarakat (Ardianto dan Komala, 2004: 128), yaitu:
a) Sebagai media informasi b) Sebagai media pendidikan c) Sebagai media menghibur d) Sebagai media membujuk
Televisi sebagai media informasi ialah untuk menyiarkan berita bagi pendengar atau pemirsa sesuai dengan kepentingannya. Televisi sebagai media pendidikan dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat luas melalui penayangannya tentang sesuatu hal yang belum dan ingin diketahui, sehingga menambah pengetahuan mengenai hal yang baru dan sebagai kontrol sosial masyarakat terhadap fenomena yang sedang terjadi di masyarakat. Tentu saja masyarakat diharapkan untuk berpikir kritis serta menyaring hal-hal demi kemajuan manusia.
Televisi sebagai media menghibur, selalu menghadirkan berbagai macam hiburan, seperti acara konser musik, acara komedi, ataupun acara lainnya yang tentu saja menghibur. Televisi sebagai media komunikasi untuk membujuk khalayak dapat kita lihat pada sisi iklan komersial yang terdapat pada celah acara, yakni membujuk para khalayak untuk melihat, memahami serta mengetahui maksud dari iklan tersebut, misalnya untuk mau membeli produk yang ditawarkan oleh iklan. Tetapi bukan itu saja, dalam kejadian ataupun peristiwa yang ditayangkan di televisi dapat membangkitkan sikap-sikap tertentu. Misalnya terdapat berita bencana alam, hal ini dapat menggugah hati pemirsa untuk ikut membantu para korban dengan cara-cara tertentu.
2.1.4 Uses and Gratification Theory
Model ini menentukan fungsi komunikasi masa dalam khalayak. Herbert Blumer dan Elhu Katz adalah orang pertama yang mengenalkan model ini. Model Kegunaan dan Kepuasan ini dikenalkan pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses of Mass Communication: Current Perspectives on Gratification Research (Nurudin, 2004:191).
Teori Uses and Gratifications ini lebih menekankan pada pendekatan manusiawi di dalam melihat media. Artinya manusia itu punya otonomi, wewenang untuk memperlakukan media. Blumer dan Katz percaya bahwa tidak hanya ada satu jalan bagi khalayak untuk menggunakan media. Menurut pendapat teori ini, konsumen media mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana (lewat media mana) mereka menggunakan media dan bagaimana media itu akan berdampak pada dirinya (Nurudin, 2004:192).
Teori Uses and Gratification merupakan teori dan pendekatan dalam penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (gratification) atas kebutuhan seseorang. Namun dalam teori dan pendekatan ini tidak semua yang mencakup tentang proses komunikasi saja, karena berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan (interest) oleh sebagian besar perilaku para audience merupakan suatu fenomena mengenai proses penerimaan (pesan media), sehingga pendekatan Uses and Gratification ini memiliki tujuan untuk menggambarkan proses penerimaan dalam komunikasi masa dan menjelaskan penggunaan media oleh individu (Bungin, 2006:286).
Pendekatan Uses and Gratification pertama kali dipaparkan oleh Elihu Katz (1959) dalam suatu artikel mengenai reaksinya terhadap pernyataan Bernad Berelson (1959) bahwa penelitian komunikasi tampaknya akan mati. Katz mengemukakan bahwa bidang kajian yang sedang sekarat itu adalah studi komunikasi masa sebagai persuasi, sebab kebanyakan penelitian komunikasi diarahkan kepada penyelidikan efek kampanye persuasi kepada khalayak. Dalam dekade 1940-an dan 1950-an para pakar melakukan penelitian mengapa khalayak terlibat dalam berbagai jenis perilaku komunikasi (Effendy, 2003: 289).
Teori Kegunaan dan Gratifikasi (Uses and Gratification Theory) menyatakan bahwa orang secara aktif mencari media tertentu dan muatan (isi) tertentu untuk menghasilkan kepuasan atau hasil tertentu (West dan Turner, 2008:101). Dikatakan orang aktif, karena mereka mampu untuk mempelajari dan
mengevaluasi berbagai jenis media untuk mencapai tujuan komunikasi. Orang aktif memilih dan menggunakan media untuk memuaskan kebutuhannya,
dengan menekankan posisi pengaruh yang terbatas.
Dalam teori ini melihat media memiliki pengaruh terbatas karena pengguna mampu memilih dan mengendalikan. Orang-orang memiliki kesadaran diri serta mampu memahami dan menyatakan alasan kenapa mereka menggunakan media. Mereka melihat media sebagai salah satu cara untuk memuaskan kebutuhan yang mereka miliki.
Model ini dimulai dengan adanya lingkungan sosial (social environment) yang tentunya akan menentukan kebutuhan kita, dimana terdapat ciri-ciri afiliasi kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Kebutuhan individual (individual’s needs) dikategorisasikan sebagai cognitive needs, affective, personal integrative needs, social integrative needs, dan escapist needs. Berikut penjelasannya:
1. Cognitive needs (Kebutuhan kognitif)
Kebutuhan ini didasari pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, serta memuaskan rasa penasaran kita akan dorongan untuk penyelidikan kita.
2. Affective needs (Kebutuhan afektif)
Kebutuhan ini berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan dan emosional.
3. Personal integrative needs (Kebutuhan pribadi secara integratif)
Kebutuhan ini berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas dan status individual, yang diperoleh dari hasrat akan harga diri. 4. Social integrative needs (Kebutuhan sosial secara integratif)
Kebutuhan ini berkaitan peneguhan kontak dengan keluarga, teman dan dunia yang didasarkan pada hasrat untuk berafiliasi.
5. Escapist needs (Kebutuhan pelepasan)
Kebutuhan ini berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan dan hasrat akan keanekaragaman.
Menurut para pendirinya Elihu Katz; Jay G. Blumler; dan Michael Gurevitch (dalam Jalaludin Rakmat,1984), uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial yang menimbulkan harapan tertentu dari media masa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain.
Ada beberapa asumsi yang mendasari teori ini, baik yang dikemukakan oleh Katz, Gurevitch dan Hass (1974), Dominick (1996) maupun oleh McQuail (2005). Asumsi-asumsi dasar tersebut anatara lain adalah:
1. Khalayak merupakan sekelompok konsumen aktif yang secara sadar menggunakan media sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan personal maupun kebutuhan sosial yang diubah menjadi motif-motif tertentu.
2. Pemilihan media dan isinya merupakan sebuah tindakan yang beralasan serta memiliki tujuan dan kepuasan tertentu sesuai dengan inisiatif khalayak.
3. Seluruh faktor yang ada pada formasi khalayak aktif seperti motif, gratifikasi yang diharapkan dan gratifikasi yang diterima secara prinsip dapat diukur karena khalayak memiliki kesadara diri yang memadai mengenai penggunaan media, kepentingan dan motivasinya sehingga dapat menjadi bukti bagi peneliti.
Menurut para pendirinya, Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevitch (dalam Rakhmat, 2005), uses and gratifications
1. Audiens dianggap aktif, dan penggunaan media berorientasi pada tujuan. Artinya khalayak sebagai bagian penting dari penggunaan media masa diasumsikan mempunyai tujuan.
meneliti asal mula motif secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media masa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan motif dan akibat-akibat lain (Jalaludin Rakhmat, 1984:65). Asumsi-asumsi dasar dari Uses and Gratification Media sebagai berikut :
2. Inisiative yang menghubungkan antara kebutuhan kepuasan dan pilihan media spesifik terletak di tangan audiens.
3. Media bersaing dengan sumber-sumber lain dalam upaya memuaskan kebutuhan audiens, kebutuhan yang dipenuhi media lebih luas, bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media amat bergantung pada perilaku audiens yang bersangkutan.
4. Tujuan pemilih media masa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak atau audiens, artinya orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.
5. Penilaian tentang artikultular dari media masa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.
Kita menaruh perhatian pada peranan televisi dalam menanamkan mentalitas pembangunan, sehingga kita bersedia meminjam uang untuk satelit komunikasi. Semua didasarkan pada asumsi bahwa komunikasi masa menimbulkan efek pada diri khalayaknya.
Pentingnya pendekatan Uses and Gratifications ialah bahwa orang-orang berbeda dapat menggunakan pesan komunikasi masa yang sama untuk tujuan berbeda (Tommy Suprapto, 2006:41). Maka penjabaran uses and gratification digambarkan sebagai berikut (Rakhmat, 1993:66) :
Anteseden Motif Penggunaan Media Efek - Variabel Individual - Personal - Hubungan - Kepuasan - Variabel Lingkungan - Diversi - Macam Isi - Pengetahuan
- Personal - Hubungan Identity dengan Isi
Teori Uses and Gratification beroperasi dalam beberapa cara yang bisa dilihat dalam bagan di bawah ini :
Gambar 2.2
Uses and Gratification
Sumber : Kriyantono, 2009:208 Pemuasan media (fungsi) : 1. Pengamatan lingkungan 2. Diversi/hiburan 3. Identitas personal 4. Hubungan sosial Penggunaan Media Masa : 1. Jenis-jenis media, SK, majalah, radio, TV dan film 2. Isi media 3. Terpaan media 4 Konteks sosial Sumber pemuasan kebutuhan yang berhubungan dengan non media : 1. Keluarga 2. Komunikasi interpersonal 3. Hobi 4. Tidur 5. Obat-obatan, dan lain-lain Kebutuhan khalayak : 1. Kognitif 2. Afektif 3. Integratif Personal 4. Interatif Sosial 5. Pelepasan ketegangan Lingkungan Sosial : 1. Ciri-ciri demografis 2. Afiliasi kelompok 3. Ciri-ciri personal
Elemen dasar yang mendasari pendekatan teori ini Kebutuhan dasar tertentu, dalam interaksinya dengan berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan struktur masyarakat, termasuk struktur media, menghasilkan berbagai percampuran personal individu, dan persepsi mengenai solusi bagi persoalan tersebut, yang menghasilkan berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian persoalan, yang menghasikan perbedaan pola konsumsi media dan (perbedaan pola perilaku lainnya, yang menyebabkan perbedaan pola konsumsi, yang dapat memengaruhi kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu, sekaligus akan memengaruhi pula struktur media dan berbagai struktur politik, kultural, dan ekonomi dalam masyarakat
Kita menaruh perhatian pada peranan televisi dalam menanamkan mentalitas pembangunan, sehingga kita bersedia meminjam uang untuk satelit komunikasi. Semua didasarkan pada asumsi bahwa komunikasi masa menimbulkan efek pada diri khalayaknya. Pentingnya pendekatan Uses and Gratifications ialah bahwa orang-orang berbeda dapat menggunakan pesan komunikasi masa yang sama untuk tujuan berbeda (Tommy Suprapto, 2006:41).
2.1.5 Paradigma Pencarian Informasi
Paradigma pencarian informasi menitikberatkan pada prilaku pencarian informasi dari individual untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan perilaku itu. Denis Mc quail (1981:84) mengemukakan bahwa pencarian informasi dapat diteliti dari berbagai segi, model-model difusi dalam beberapa hal dimana ada keinginan untuk mengetahui masalah bagaimana orang mencari informasi
Severin dan Tankard Jr (1979) mengemukakan bahwa paradigm ini mencerminkan perubahan secara tajam dari penekanan pada komunikator masa atau pesan yang terdapat pada riset terdahlu menjadi penekanan pada penerima.
Salah satu dari artikel pertama menggunakan istilah”pencarian informasi” terdapat dalam studi Bruce Westley dan Lionel C. Parrow Jr pada 1959, yang mengembangkan dua cara pengukuran terhadap prilaku pencarian berita-berita. Dan memperlihatkan bahwa kedua ukuran tersebut berhubungan dengan retensi atau ingatan terhadap berita-berita radio. Meskipun demiikian, Westley dan Barrow tidak memperlakukan pencarian informasi sebagai variabel dependen dan mencoba untuk menemukan variabel-variabel yang mempengaruhi seperti yang dilakukan oleh sebagian besar peneliti yang muncul kemudian.
Menurut Donohew dan Tipton dalam McQuail (1981:87) mengemukakan bahwa model pencarian, penolakan, dan pengelolaan informasi dapat di anggap sebagai model yang berakar pada tradisi psikologi sosial tentang sikap. Salah satu asumsi utamanya adalah individu cenderung menghindari informasi yang tidak sesuai dengan citranya tentang realitas karena terasa terlampau mengancam. Fred dan Sears (1966) melakukan studi bahwa pencarian informasi banyak dipengaruhi oleh kerja terpaan selektif dimana orang akan memilih informasi yang mendukung sikap mereka yang tampak. Kecendrungan ini juga yang telah disimpulkan oleh hasil riset yang dilakukan oleh Festinger (1957) yang mengemukakan teori disonasi kognitif dimana keputusan-keputusan, pilihan-pilihan informasi baru sangat memungkinkan menciptakan perasaan’tidak mantap’ dalam diri seseorang bahwa disonasi ini secara psikologis kurang nyaman dan akan
memotivasi individu untuk mencari informasi yang mendukung pilihan-pilihan informasi yang telah diambilnya.
Para peneliti mulai menyadari bahwa faktor lainnya dapat mempengaruhi pemilihan pesan-pesan dan kadang kala faktor-faktor ini lebih penting dan menentukan dari pada keinginan untuk memperoleh informasi yang mendukung. Beberapa faktor lainnya ini adalah kegunaan informasi, kepentingan hakiki (intrinsic interest) dalam topik-topik khusus, nilai hiburan, kebudayaan akan variasi, dan karakteristik-karakteristik kepribadian seperti dokmatisme
Penelitian terhadap pencarian informasi ini telah mengawalinya. Seperti yang dikemukakan Donohew dan Tipton (1973) pengembangan langsung model-model yang lebih kompleks yang mencoba untuk mencari hubungan antara pencarian informasi dengan sejumlah variabel-variabel yang mempengaruhinya. Paradigma ini dapat dimasukkan di bawah pendekatan Uses dan gratifications yang tampaknya hampir serupa.
2.2 Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai yang dapat menghantarkan perumusan pada hipotesa (Nawawi, 1995:40). Teori yang telah dikumpulkan dan diuraikan pada landasan teori akan menghasilkan beberapa konsep. Apabila konsep ini dihubungkan satu sama lain untuk dapat memberikan suatu gambaran atau suatu fenomena, maka hubungan antar konsep inilah yang disebut dengan kerangka konsep (Kountour, 2001:89).
Dalam penelitian ini diterapkan kerangka konsep metodologi penelitian sebagai berikut :
1. Variabel Bebas
Variabel ini adalah sejumlah gejala atau faktor unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain (Nawawi, 2001:56). Atau dengan kata lain merupakan variabel yang diduga sebagai penyebab atau pendahulu dari variabel yang lain (Rakhmat, 1995:12). Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah acara wide shot 2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain (Nawawi, 2001:57). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah upaya pemenuhan informasi pada mahasiswa Komunikasi FISIP USU angkatan 2011
3. Variabel Antaseden
Variabel anteseden mempunyai kesamaan dengan variabel antara yakni merupakan hasil yang lebih mendalam dari penelusuran hubungan kausal antara variabel. Variabel anteseden mendahului variabel pengaruh (Singarimbun, 2008:66). Posisi variabel ini sangat menentukan terhadap motif. Variabel anteseden dalam penelitian ini adalah karakteristik responden yang meliputi:
• Jenis kelamin • Program Studi • Stambuk • Usia • Hobi Gambar 2.3 Model Teoritis Efek : 1. Kepuasan 2.Pengetahuan Penggunaan Media: 1.Hubungan 2.Macam Isi 3.Hubungan dengan Isi Motif : 1. Orientasi Kognitif : • Informasi • Surveillence (pengawasan) • Eksplorasi media 2.Personal Diversi Kebutuhan pelepasan dari tekanan kebutuhan akan informasi Variabel Antaseden : -Jenis Kelamin -Program Studi -Stambuk -Hobi -Usia
2.3 Variabel Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka untuk memudahkan penelitian, perlu dibuat variabel penelitian sebagai berikut:
Tabel 2.1 Variabel Penelitian
Variabel Teoritis Variabel Operasional
1. Variabel Antaseden 1. Variabel Individual: - Jenis Kelamin - Hobi - Usia 2. Variabel Lingkungan: - Program Studi - Stambuk 2. Variabel Bebas (X)
Penggunaan Media Televisi
1. Intensitas Menonton Wide Shot Metro TV
2. Rangkuman acara yang menarik
3. Bahasa yang digunakan mudah dimengerti
4. Informasi yang lengkap dan bermanfaat
3. Variabel Terikat (Y)
Tingkat Kepuasan dan Pemenuhan Kebutuhan Informasi
1. Kepuasan
2. Pemenuhan Kebutuhan Informasi dalam acara Wide Shot
2.4 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Defenisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbum, 2008:46).
Definisi Operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah:
Anteseden:
1. Variabel individu, yakni yang terdiri dari beberapa data demografis:
- Jenis Kelamin : yakni dilihat dari jenis kelamin mahasiswa Komunikasi FISIP USU Angkatan 2011. Pada Penelitian ini responden seluruhnya berjenis kelamin Laki-laki dan perempuan. - Hobi : yakni hal yang disukai oleh seseorang sehingga
mempengaruhi informasi yang dicarinya.
- Usia : yakni usia seseorang sehingga mempengaruhi pilihan informasi yang dicarinya.
2. Variabel Lingkungan, yakni terdiri dari:
- Program Studi : yakni dilihat dari program studi mahasiswa yang diteliti yaitu Komunikasi FISIP USU Angkatan 2011.
- Stambuk : yakni dilihat dari stambuk mahasiswa yang diteliti yaitu Stambuk 2011.
Motif :
1. Orientasi kognitif adalah kebutuhan mahasiswa akan informasi dan pemahaman akan suatu kondisi atau keadaan.
- Yaitu informasi yang di dapat mahasiswa Komunikasi FISIP USU setelah menonton acara Wide Shot di Metro TV
- Surveillance (pengawasan), yakni menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai hal-hal yang di dapat pada saat menonton acara Wide Shot di Metro TV
- Eksplorasi realitas, yakni melihat kesesuaian antara informasi yang di dapat dari menonton acara Wide Shot di Metro TV dengan realitas.
2. Personal diversi, yakni kebutuhan akan pemenuhan informasi pada saat menonton Wide Shot Metro TV.
Efek :
1. Kepuasan, yakni kemampuan media untuk memberikan kepuasan. Dalam hal ini apakah acara Wide Shot Metro TV dapat memberikan kepuasan terhadap mahasiswa Komunikasi FISIP USU
2. Pengetahuan, yakni apa yang diketahui mahasiswa Komunikasi FISIP USU perihal persoalan tertentu.
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah generalisasi atau kesimpulan yang bersifat tentatif (sementara), yang hanya akan berlaku apabila setelah terbukti kebenarannya (Nawawi, 2001:161).
Hipotesis ini merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja yang kita amati dalam usahaa untuk memahaminya. Dengan hipotesis, peneliti menjadi tidak mengambang, karena dibimbing oleh hipotesis tersebut.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha : Terdapat hubungan antara acara Wide Shot di Metro TV dengan upaya pemenuhan informasi pada mahasiswa Komunikasi FISIP USU Angkatan 2011.
Ho : Tidak terdapat hubungan antara acara Wide Shot di Metro TV dengan upaya pemenuhan informasi pada mahasiswa FISIP USU.