• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indikator Sensitif Bagi Penilaian Kualitas Hidup Manusia : Tinjauan Dari Aspek Kesehatan Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indikator Sensitif Bagi Penilaian Kualitas Hidup Manusia : Tinjauan Dari Aspek Kesehatan Masyarakat"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

of Human Immunodeficiency Virus, Type 1 Escape Variants. Journal of Virologi, 2006;80(13):6525-33.

Samuel, P., Jian, Z., Hideki, K., Fabian, A-V., Michal, A. E. 2006. Transcytosis of human immunodeficiency virus 1 across the placenta is enhanced by treatment with tumour necrosis factor alpha. Journal of General Virology, 87, pp. 2269-78.

Shey Wiysonge C, Shehu Shey M, Judith S, Eugene JK, Peter B. Vaginal microbicides for preventing mother-to-child transmission of HIV infection-no evidence of an effect or evidence of no effect? S Afr Med J 2007; 97: 530-3.

Shetty Avinash K, Marangwanda C, Stranix-Chibanda L, Chandisawera W, Chirapa E, Mahomva A, et al. The feasibility of preventing mother-to-child trnasmission of HIV using peer counselors in Zimbabwe. AIDS Research and Therapy 2008; 5(17): 1-8.

Siegfried, N., Iriam, J. H., Visser, M. E., Rollins, N. N. 2012. Micronutrient supplementation in pregnant women with HIV infection. Cochrane Database Syst Rev, 14(3), pp. 1-10.

Slyker JA, Chung MH, Dara AL, James K, John K, Sarah H, et al. Incidence and correlates of HIV-1 RNA detection in the breast milk of women receiving HAART for the prevention of HIV-1 transmission. PloS ONE. 2012; 7(1): 1-9.

Valea D, Tuaillon E, Al Tabaa Y, Rouet F, Pierre-Alain R, Nicholas M. CD4+ T cells spontaneously

producing human

immunodeficiency virus type I

in breast milk from women with or without antiretroviral drugs. Retrovirology 2011; 8(34): 1-12. Valeriane L, Didier KE, Renaud B, Ida

V, Laurence D-M, Besigin T-G, et al. 18-month effectiveness of short-course antiretroviral regimens combined with alternatives to breastfeeding to prevent HIV mother-to-child transmission. PloS ONE 2008; 3(2): 1-11.

Xueling Wu, Adam B. Parast, et al. Nautralization Escape Variants of Human Imunodeficiency Virus Type 1 Are Transmitted from Mother to Infant. Journal of Virology, 2006;80(2):835-44. WHO: Rapid Advice: use of

antiretroviral drugs for treating pregnant women and preventing HIV infection in infants version 2. WHO 2009; Switzerland. WHO. Guidelines on HIV and infant

feeding 2010 principles and recommendations for infant feeding in the context of HIV and a summary of evidence. WHO, UNAIDS, UNFPA, UNICEF 2010 Geneva.

WHO. Antiretroviral drugs for treating pregnant women and preventing HIV infection in infants; recommendations for a public health approach. WHO 2010 Austria.

.

Tinjauan Dari Aspek Kesehatan Masyarakat

Tinjauan Pustaka

INDIKATOR SENSITIF

BAGI PENILAIAN KUALITAS HIDUP MANUSIA : TINJAUAN DARI ASPEK KESEHATAN MASYARAKAT

A.L. Slamet Ryadi Yudhiakuari Sincihu SENSITIVE INDICATOR

FOR HUMAN LIFE QUALITY ASSESSMENT : STUDY FROM PUBLIC HEALTH ASPECT

ABSTRACT

Gross National Product (GNP) is one indicator of the socio-economic development system. Its influence on people’s health status, including quality of life, there are still many disputed, especially on the implementation in the region. Some of the indicator that could be used againts the public health impact assessment, among others Human Development Index (HDI), Physical Quality of Life Index (PQLI), and etc. effect of GNP on health effect, among others depending on how far equitable distribution of quality among the various strata of the population. The article with the above title aims to discuss the effectiveness of GNP effect on improvement public heatlh in general.

Keyword : GNP, HDI, PQLI

Fakultas Kedokteran, Unit Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Widya Mandala

Jalan. Dinoyo 42-44 Surabaya, 60265, Telp (031)5661059, Fax. (031)5687362, Hp. 08881936090

109

108 109

(2)

INDIKATOR SENSITIF

BAGI PENILAIAN KUALITAS HIDUP MANUSIA : TINJAUAN DARI ASPEK KESEHATAN MASYARAKAT

A.L. Slamet Ryadi Yudhiakuari Sincihu

ABSTRAK

Gross National Product (GNP) merupakan salah satu indikator dalam sistem pembangunan sosial ekonomi. Pengaruhnya terhadap status kesehatan masyarakat, termasuk kualitas hidup manusia masih banyak dipertentangkan terutama pada implementasi di daerah. Beberapa indikator yang bisa dipenggunakan terhadap penilaian dampak kesehatan masyarakat antara lain Human Development Index (HDI), Physical Quality of Life Index (PQLI), dan sebagainya. Pengaruh GNP terhadap dampak kesehatan antara lain tergantung sejauh mana kualitas pemerataan penyebarannya diantara berbagai strata penduduk. Artikel dengan judul di atas bertujuan untuk membahas efektivitas pengaruh GNP terhadap peningkatan kesehatan masyarakat secara umum.

Kata kunci : GNP, HDI, PQLI

Beberapa ahli ekonomi pembangunan berpendapat bahwa penggunaan tolak ukur Gross National Product (GNP) pertahun sebagai indikator keberhasilan pembangunan bagi penilaian kualitas hidup manusia perlu dipertimbangkan kembali dengan hati-hati. Penilaian kualitas tersebut dalam operasionalisasi sesungguhnya tidak mudah untuk bisa di implementasikan, karena memiliki dua dimensi penilaian yang harus diklarifikasi, diantaranya yaitu apakah dimaksudkan sebagai “standart kehidupan” (standard of living), ataukah menggunakan penilaian

“tingkat kehidupan” (level of living)?. Jangan sampai pada perdebatan awal sudah memicu timbulnya kesulitan dalam pembahasan mancari pemilihan indikator atau indeks sensitif mana yang perlu dipilih.

Sementara korelasi keberhasilan pembangunan yang diukur dengan menggunakan GNP terhadap kualitas hidup manusia belum merupakan dalil yang mantap, melainkan banyak berangapan masih sebagai suatu hipotesa yang secara lokal perlu dibuktikan, atas beberapa pertimbangan karena ternyata masih terdapat banyak variabel yang bisa ikut berpengaruh

terhadap bentuk korelasinya jika ditelaah dari segi pendekatan hipotetik. Ditingkat makro (nasional), bisa saja korelasi ini dibuktikan dengan menggunakan model matematis. Namun sebaliknya sulit bisa di implementasikan oleh pelaksana di lapangan karena hambatan adanya kesulitan mendapatkan sumber data setempat yang bisa diperoleh secara valid.

Beberapa perangkat indikator atau indeks kesehatan maupun “Health Related Indicators” memang bisa dimanfaatkan sebagai sumber kepustakaan untuk dipertimbangkan. Perangkat indikator atau indeks tersebut diatas antara lain adalah (a) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI), (b) Indeks Kualitas Kehidupan Fisik atau Physical Quality of Life Index (PQLI), dan (c) Perangkat “Conventional Health Status Indicators”, baik secara tunggal terpisah-pisah maupun dikembangkan sebagai suatu indeks yang komposit. Peta Distribusi GNP

Distribusi GNP bila ditelaah pada peta apa yang disebut Kurva Lorenz bisa digambarkan dalam tiga

keadaan sekaligus (Suherman Rosyadi,1982), yakni :

a. Dampak keadaan yang benar-benar

merata dari proses distribusinya (absolut or perfect income distrubution).

b. Dampak keadaan yang aktual

dengan kenyataan tidak pernah merata (actual inequality income distribution), dan

c. Dampak keadaan benar-benar tidak

merata sama sekali (absolute or perfect inequality income distribution).

Dari gambaran tiga kemungkinan keadaan tersebut, justru pemasalahan (b) dan (c) bisa menimbulkan dampak terhadap masalah kesehatan masyarakat, yakni apa yang disebut sebagai “Health Inequality” dan “Health Inequities” (Bhisma Murti,2012). Health Inequality merupakan kondisi ketidaksetaraan kondisi kesehatan antara penduduk mampu dengan penduduk urban pinggiran atau miskin. Hal ini menimbulkan jurang perbedaan yang tajam dan keragaman tentang status kesehatan antara kedua kelompok sosial tersebut.

Bila perbedaan dan keragaman tersebut kita teliti, kita juga dihadapkan Tinjauan Dari Aspek Kesehatan Masyarakat

111

110 111

(3)

INDIKATOR SENSITIF

BAGI PENILAIAN KUALITAS HIDUP MANUSIA : TINJAUAN DARI ASPEK KESEHATAN MASYARAKAT

A.L. Slamet Ryadi Yudhiakuari Sincihu

ABSTRAK

Gross National Product (GNP) merupakan salah satu indikator dalam sistem pembangunan sosial ekonomi. Pengaruhnya terhadap status kesehatan masyarakat, termasuk kualitas hidup manusia masih banyak dipertentangkan terutama pada implementasi di daerah. Beberapa indikator yang bisa dipenggunakan terhadap penilaian dampak kesehatan masyarakat antara lain Human Development Index (HDI), Physical Quality of Life Index (PQLI), dan sebagainya. Pengaruh GNP terhadap dampak kesehatan antara lain tergantung sejauh mana kualitas pemerataan penyebarannya diantara berbagai strata penduduk. Artikel dengan judul di atas bertujuan untuk membahas efektivitas pengaruh GNP terhadap peningkatan kesehatan masyarakat secara umum.

Kata kunci : GNP, HDI, PQLI

Beberapa ahli ekonomi pembangunan berpendapat bahwa penggunaan tolak ukur Gross National Product (GNP) pertahun sebagai indikator keberhasilan pembangunan bagi penilaian kualitas hidup manusia perlu dipertimbangkan kembali dengan hati-hati. Penilaian kualitas tersebut dalam operasionalisasi sesungguhnya tidak mudah untuk bisa di implementasikan, karena memiliki dua dimensi penilaian yang harus diklarifikasi, diantaranya yaitu apakah dimaksudkan sebagai “standart kehidupan” (standard of living), ataukah menggunakan penilaian

“tingkat kehidupan” (level of living)?. Jangan sampai pada perdebatan awal sudah memicu timbulnya kesulitan dalam pembahasan mancari pemilihan indikator atau indeks sensitif mana yang perlu dipilih.

Sementara korelasi keberhasilan pembangunan yang diukur dengan menggunakan GNP terhadap kualitas hidup manusia belum merupakan dalil yang mantap, melainkan banyak berangapan masih sebagai suatu hipotesa yang secara lokal perlu dibuktikan, atas beberapa pertimbangan karena ternyata masih terdapat banyak variabel yang bisa ikut berpengaruh

terhadap bentuk korelasinya jika ditelaah dari segi pendekatan hipotetik. Ditingkat makro (nasional), bisa saja korelasi ini dibuktikan dengan menggunakan model matematis. Namun sebaliknya sulit bisa di implementasikan oleh pelaksana di lapangan karena hambatan adanya kesulitan mendapatkan sumber data setempat yang bisa diperoleh secara valid.

Beberapa perangkat indikator atau indeks kesehatan maupun “Health Related Indicators” memang bisa dimanfaatkan sebagai sumber kepustakaan untuk dipertimbangkan. Perangkat indikator atau indeks tersebut diatas antara lain adalah (a) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI), (b) Indeks Kualitas Kehidupan Fisik atau Physical Quality of Life Index (PQLI), dan (c) Perangkat “Conventional Health Status Indicators”, baik secara tunggal terpisah-pisah maupun dikembangkan sebagai suatu indeks yang komposit. Peta Distribusi GNP

Distribusi GNP bila ditelaah pada peta apa yang disebut Kurva Lorenz bisa digambarkan dalam tiga

keadaan sekaligus (Suherman Rosyadi,1982), yakni :

a. Dampak keadaan yang benar-benar

merata dari proses distribusinya (absolut or perfect income distrubution).

b. Dampak keadaan yang aktual

dengan kenyataan tidak pernah merata (actual inequality income distribution), dan

c. Dampak keadaan benar-benar tidak

merata sama sekali (absolute or perfect inequality income distribution).

Dari gambaran tiga kemungkinan keadaan tersebut, justru pemasalahan (b) dan (c) bisa menimbulkan dampak terhadap masalah kesehatan masyarakat, yakni apa yang disebut sebagai “Health Inequality” dan “Health Inequities” (Bhisma Murti,2012). Health Inequality merupakan kondisi ketidaksetaraan kondisi kesehatan antara penduduk mampu dengan penduduk urban pinggiran atau miskin. Hal ini menimbulkan jurang perbedaan yang tajam dan keragaman tentang status kesehatan antara kedua kelompok sosial tersebut.

Bila perbedaan dan keragaman tersebut kita teliti, kita juga dihadapkan Tinjauan Dari Aspek Kesehatan Masyarakat

111

110 111

(4)

pada perbedaan kondisi yang disebut Health Inequities yang lebar terhadap perbedaan status kesehatan untuk memperoleh akses karena perbedaan status kesehatan, semata-mata ditimbulkan karena adanya perbedaan sosial dan ketidakadilan sosial tersebut. Sedangkan berdasarkan pertimbangan hak azasi manusia (Dany Wiradharma, 1996), setiap manusia memiliki hak dasar kesehatan, baik secara sosial maupun individual. Secara sosial ia memiliki “the right to health care”, yaitu hak atas pelayanan kesehatan sebagai warga negara. Hak ini penting untuk diperjuangkan agar dapat dimasukkan dalam Human Development Index, disamping perangkat indikator lain yang tergabung dalam indeks Kualitas Kehidupan Fisik atau Physical Quality Of Life (PQLI). Human Development Index (HDI)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ini semula dikembangkan oleh UNDP yang dipublikasikan berturut-turut pada tahun 1990, 1991, dan 1993 sebagai suatu indeks komposit yang terdiri atas tiga indikator tunggal, masing-masing yaitu : (a) Angka Pendapatan Nasional (GNP), (b) Angka Melek Huruf atau Literacy Rate pada

orang dewasa dan (c) Umur Harapan Hidup atau Life Expectancy of Life at Birth.

Di Indonesia, HDI khusus pengaruhnya terhadap Life Expectancy pernah dijabarkan oleh BPS dari pengumpulan sumber data tujuh variabel, meliputi data kependudukan, pendidikan, kesehatan, gizi, angkatan kerja, perumahan dan lingkungan serta konsumsi dan pengeluaran keluarga. Masih tetap dipertanyakan, apakah pengaruh keberhasilan GNP terhadap kualitas hidup manusia (quality of man’s life) merupakan keberhasilan GNP yang valid sehingga tidak perlu lagi diragukan? Ada dan tidak ada dampak sesungguhnya tergantung pada proses kualitas distribusi hasil pembangunan itu sendiri secara merata atau tidak.

Klasifikasi tingkat nilai Human Development Index bisa dibedakan dalam tiga kategori, yakni HDI Low (0,5), Medium (0,5-0,8), dan High (0,8-1,0). Sedangkan di Indonesia pernah terjadi selama 30 tahun, dari tahun 1960-1990 dicatat sebagai anggota ASEAN yang sempat mengalami Low HDI, namun kemudian mampu bangkit kembali menjadi Medium HDI. Data ini diperoleh berdasarkan laporan dari

UNDP, sebagaimana pernah disampaikan oleh Marsetyo Donoseputro (1996) yang menjabat sebagai anggota DPR dan anggota Pertimbangan Kesehatan Nasional pada waktu itu.

Pada kurun waktu tersebut, Pembangunan Nasional Indonesia belum terpola dengan baik pada tahap-tahap pertama Rencana Pembangunan Lima Tahun, dimana kedudukan kita hanya mampu mencapai HDI 0,586. Tingkat ini masih dibawah Philipina (0,621), Thailand (0,798), Brunai Darussalam (0,829), dan Singapura (0,836).

Bagi Indonesia, penggunaan indikator Umur Harapan Hidup dalam Human Development Index masih “complicated” mengingat kemampuan sistem registrasi belum dapat diandalkan benar. Karenanya dicoba terobosan baru dengan menggunakan data Angka Kematian Spesifik menurut umur (Age Specific Death Rate) yang harus dikumpulkan bertahun-tahun untuk memungkinkan membuat tabel data kematian.

Physical Quality Of Life Index (PQLI) Sebagai social composit index ia pertama kali dikembangkan dan

diperkenalkan oleh US Overseas Development Council pada tahun 1970 (Grant,1978). Dengan lahirnya PQLI bersama HDI, berdua merupakan sebagai “beyond GNP Indicators”.

Indeks PQLI ini terdiri dari tiga indikator tunggal sebagaimana HDI, namun dengan komposisi agak berbeda, yaitu (a) Umur Harapan Hidup, (b) Angka Kematian bayi (Infant Mortality Rate), dan (c) Angka Kemampuan Membaca (Literacy Rate). Perbedaan HDI dengan PQLI terletak bahwa pada HDI indikator GNP-nya diganti dengan Infant Mortality Rate. Sebagai indikator kesehatan yang termasuk sensitif, indikator IMR ini sangat peka digunakan pada perubahan faktor sosial ekonomi yang tidak mendukung. Kesehatan bayi tidak akan mampu bertahan (survive) dalam kondisi sosial ekonomi yang tidak memadai.

Dibandingkan dengan HDI, PQLI sebagai suatu indeks justru lebih peka dan sangat korelatif terhadap status kesehatan masyarakat umum yang dari ketiga komponennya cukup diwakili oleh indikator Infant Mortality Rate sebagai pengganti GNP. Sebenarnya PQLI lebih mampu dalam menunjukan korelasi positif, hanya saja Tinjauan Dari Aspek Kesehatan Masyarakat

113

112 113

(5)

pada perbedaan kondisi yang disebut Health Inequities yang lebar terhadap perbedaan status kesehatan untuk memperoleh akses karena perbedaan status kesehatan, semata-mata ditimbulkan karena adanya perbedaan sosial dan ketidakadilan sosial tersebut. Sedangkan berdasarkan pertimbangan hak azasi manusia (Dany Wiradharma, 1996), setiap manusia memiliki hak dasar kesehatan, baik secara sosial maupun individual. Secara sosial ia memiliki “the right to health care”, yaitu hak atas pelayanan kesehatan sebagai warga negara. Hak ini penting untuk diperjuangkan agar dapat dimasukkan dalam Human Development Index, disamping perangkat indikator lain yang tergabung dalam indeks Kualitas Kehidupan Fisik atau Physical Quality Of Life (PQLI). Human Development Index (HDI)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ini semula dikembangkan oleh UNDP yang dipublikasikan berturut-turut pada tahun 1990, 1991, dan 1993 sebagai suatu indeks komposit yang terdiri atas tiga indikator tunggal, masing-masing yaitu : (a) Angka Pendapatan Nasional (GNP), (b) Angka Melek Huruf atau Literacy Rate pada

orang dewasa dan (c) Umur Harapan Hidup atau Life Expectancy of Life at Birth.

Di Indonesia, HDI khusus pengaruhnya terhadap Life Expectancy pernah dijabarkan oleh BPS dari pengumpulan sumber data tujuh variabel, meliputi data kependudukan, pendidikan, kesehatan, gizi, angkatan kerja, perumahan dan lingkungan serta konsumsi dan pengeluaran keluarga. Masih tetap dipertanyakan, apakah pengaruh keberhasilan GNP terhadap kualitas hidup manusia (quality of man’s life) merupakan keberhasilan GNP yang valid sehingga tidak perlu lagi diragukan? Ada dan tidak ada dampak sesungguhnya tergantung pada proses kualitas distribusi hasil pembangunan itu sendiri secara merata atau tidak.

Klasifikasi tingkat nilai Human Development Index bisa dibedakan dalam tiga kategori, yakni HDI Low (0,5), Medium (0,5-0,8), dan High (0,8-1,0). Sedangkan di Indonesia pernah terjadi selama 30 tahun, dari tahun 1960-1990 dicatat sebagai anggota ASEAN yang sempat mengalami Low HDI, namun kemudian mampu bangkit kembali menjadi Medium HDI. Data ini diperoleh berdasarkan laporan dari

UNDP, sebagaimana pernah disampaikan oleh Marsetyo Donoseputro (1996) yang menjabat sebagai anggota DPR dan anggota Pertimbangan Kesehatan Nasional pada waktu itu.

Pada kurun waktu tersebut, Pembangunan Nasional Indonesia belum terpola dengan baik pada tahap-tahap pertama Rencana Pembangunan Lima Tahun, dimana kedudukan kita hanya mampu mencapai HDI 0,586. Tingkat ini masih dibawah Philipina (0,621), Thailand (0,798), Brunai Darussalam (0,829), dan Singapura (0,836).

Bagi Indonesia, penggunaan indikator Umur Harapan Hidup dalam Human Development Index masih “complicated” mengingat kemampuan sistem registrasi belum dapat diandalkan benar. Karenanya dicoba terobosan baru dengan menggunakan data Angka Kematian Spesifik menurut umur (Age Specific Death Rate) yang harus dikumpulkan bertahun-tahun untuk memungkinkan membuat tabel data kematian.

Physical Quality Of Life Index (PQLI) Sebagai social composit index ia pertama kali dikembangkan dan

diperkenalkan oleh US Overseas Development Council pada tahun 1970 (Grant,1978). Dengan lahirnya PQLI bersama HDI, berdua merupakan sebagai “beyond GNP Indicators”.

Indeks PQLI ini terdiri dari tiga indikator tunggal sebagaimana HDI, namun dengan komposisi agak berbeda, yaitu (a) Umur Harapan Hidup, (b) Angka Kematian bayi (Infant Mortality Rate), dan (c) Angka Kemampuan Membaca (Literacy Rate). Perbedaan HDI dengan PQLI terletak bahwa pada HDI indikator GNP-nya diganti dengan Infant Mortality Rate. Sebagai indikator kesehatan yang termasuk sensitif, indikator IMR ini sangat peka digunakan pada perubahan faktor sosial ekonomi yang tidak mendukung. Kesehatan bayi tidak akan mampu bertahan (survive) dalam kondisi sosial ekonomi yang tidak memadai.

Dibandingkan dengan HDI, PQLI sebagai suatu indeks justru lebih peka dan sangat korelatif terhadap status kesehatan masyarakat umum yang dari ketiga komponennya cukup diwakili oleh indikator Infant Mortality Rate sebagai pengganti GNP. Sebenarnya PQLI lebih mampu dalam menunjukan korelasi positif, hanya saja Tinjauan Dari Aspek Kesehatan Masyarakat

113

112 113

(6)

oleh karena adanya hambatan teknis dilapangan dalam penggalian data empirik karena lemahnya sistem registrasi dan pencatatannya, maka penggunaan GNP untuk latihan perhitungan oleh dunia kesehatan dinegara-negara berkembang ditinggalkan yang justru berbeda dengan kemampuan lembaga Badan Pusat Statistik (BPS).

Beberapa pihak ada yang menambahkan indikator ke empat pada indeks PQLI. Antara lain dengan menampilkan indikator demografis, yaitu Fertility Rate. Mungkin ini dikait-kaitkan dengan korelasinya pada peranan distribusi keberhasilan pembangunan sosial ekonomi dengan angka pertumbuhan penduduk alamiah sehingga akronimnya berubah menjadi PQLI-Plus.

Conventional Public Health Status Kelompok indikator ini berfungsi sendiri-sendiri dan tidak tergabung sebagai indeks komposit. Berbagai indikator statistik tersebut antara lain meliputi :

1. Infant Mortality Rate 2. Maternal Mortality Rate 3. Crude Birth Rate

4. Crude Dead Rate

5. Life Expecrancy at Birth

6. Berbagai Operational Indicator, seperti

a. % Gizi Bayi Jelek b. % Gizi Balita Jelek

c. % Penduduk yang menikmati air

bersih

d. % Keluarga memiliki fasilitas

sanitasi

e. dan sebagainya.

Berbagai indikator statistik di atas bila dimanfaatkan bagi penilaian kualitas penduduk di suatu daerah bisa menggunakan pendekatan “trend”nya, apakah kondisinya makin tahun makin baik atau jelek. Dengan makin membaiknya distribusi keberhasilan pembangunan sosial ekonomi, sudah barang tentu dengan sendirinya akan makin meningkatnya trend nilai-nilai indikator kesehatan setempat.

Timbullah pertanyaan apakah beberapa indikator statistik terpilih bisa dikembangkan dalam suatu indeks yang peka terhadap korelasi perbaikan sosial ekonomi pada dampak status kesehatan? Keuntungan pemanfaatan indikator konvensional didalam implementasinya mudah bisa diperoleh melalui sumber registrasi yang sudah berjalan, asal dengan pengawasan survailens yang berkelanjutan.

Pernah pada tahun 2010 Kementrian Kesehatan R.I melakukan penelitian melalui gabungan tiga sumber data, yakni dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007), Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas,2007), dan Survai Potensi Desa 2008 untuk mencari kemungkinan mendapat pasangan indikator yang bisa menggantikan Indeks Makro HDI dan PQLI bagi penggunaan lokal didaerah. Tetapi efektivitasnya masih dipertanyakan. Tujuan tinjauan adalah sebaiknya pemilihan perangkat indikator yang akan dipilih sebelumnya harus disusun terlebih dahulu dalam suatu rangkaian dengan diberikan pembobotan. Baru kemudian dipilih beberapa yang mempunyai pembobotan yang ideal untuk dipertimbangkan bisa tidaknya dimasukan dalam suatu indeks komposit.

Bagi kemudahan implementasi di lapangan oleh dokter puskesmas, beberapa indikator yang mungkin dapat dikembangkan dalam suatu indeks, antara lain :

(a). Angka kematian balita (AKB) (b). % Balita dengan gizi jelek

(c). % Rumah tangga tanpa fasilitas air bersih

(d). % Rumah tangga tanpa fasilitas sanitasi dasar

(e). Angka kematian ibu bersalin (AKI)

Masing-masing indikator dalam indeks harus diberikan “weighting factor” yang dapat dilakukan melalui pendekatan Delphi. Kemudian perkembangan indeks di atas tiap tahun dicatat melalui perkembangan “epidemiological trand”-nya. Demikian pula alokasi anggaran daerah kecamatan, sehingga dapat disosialisasikan secara kualitatif pengaruh alokasi anggaran terhadap perbaikan indeks indikator kesehatan.

Hasil akhir dari upaya ini masih harus kita tunggu apakah masih bisa dicapai pengembangannya dan ada pasangan indikator yang sesuai sebagai upaya peningkatan kesehatan masyarakat secara umum. Ini merupakan suatu tantangan bagi kita semua untuk terus diteliti dan diwujudkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahluwalia, Menteks S. Pembagian Pendapatan dan Pembangunan, Beberapa Fakta Pokok Dalam Buku Thee Kian Wie, Editor Buku Pembangunana Ekonomi dan Pemerataan, LP3ES, hal.68-79.

Grant, J. P. 1978. Disparity Reduction Rates In Social Indicators. Overseas Development Council. Washington,DC

Tinjauan Dari Aspek Kesehatan Masyarakat

115

114 115

(7)

oleh karena adanya hambatan teknis dilapangan dalam penggalian data empirik karena lemahnya sistem registrasi dan pencatatannya, maka penggunaan GNP untuk latihan perhitungan oleh dunia kesehatan dinegara-negara berkembang ditinggalkan yang justru berbeda dengan kemampuan lembaga Badan Pusat Statistik (BPS).

Beberapa pihak ada yang menambahkan indikator ke empat pada indeks PQLI. Antara lain dengan menampilkan indikator demografis, yaitu Fertility Rate. Mungkin ini dikait-kaitkan dengan korelasinya pada peranan distribusi keberhasilan pembangunan sosial ekonomi dengan angka pertumbuhan penduduk alamiah sehingga akronimnya berubah menjadi PQLI-Plus.

Conventional Public Health Status Kelompok indikator ini berfungsi sendiri-sendiri dan tidak tergabung sebagai indeks komposit. Berbagai indikator statistik tersebut antara lain meliputi :

1. Infant Mortality Rate 2. Maternal Mortality Rate 3. Crude Birth Rate

4. Crude Dead Rate

5. Life Expecrancy at Birth

6. Berbagai Operational Indicator, seperti

a. % Gizi Bayi Jelek b. % Gizi Balita Jelek

c. % Penduduk yang menikmati air

bersih

d. % Keluarga memiliki fasilitas

sanitasi

e. dan sebagainya.

Berbagai indikator statistik di atas bila dimanfaatkan bagi penilaian kualitas penduduk di suatu daerah bisa menggunakan pendekatan “trend”nya, apakah kondisinya makin tahun makin baik atau jelek. Dengan makin membaiknya distribusi keberhasilan pembangunan sosial ekonomi, sudah barang tentu dengan sendirinya akan makin meningkatnya trend nilai-nilai indikator kesehatan setempat.

Timbullah pertanyaan apakah beberapa indikator statistik terpilih bisa dikembangkan dalam suatu indeks yang peka terhadap korelasi perbaikan sosial ekonomi pada dampak status kesehatan? Keuntungan pemanfaatan indikator konvensional didalam implementasinya mudah bisa diperoleh melalui sumber registrasi yang sudah berjalan, asal dengan pengawasan survailens yang berkelanjutan.

Pernah pada tahun 2010 Kementrian Kesehatan R.I melakukan penelitian melalui gabungan tiga sumber data, yakni dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007), Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas,2007), dan Survai Potensi Desa 2008 untuk mencari kemungkinan mendapat pasangan indikator yang bisa menggantikan Indeks Makro HDI dan PQLI bagi penggunaan lokal didaerah. Tetapi efektivitasnya masih dipertanyakan. Tujuan tinjauan adalah sebaiknya pemilihan perangkat indikator yang akan dipilih sebelumnya harus disusun terlebih dahulu dalam suatu rangkaian dengan diberikan pembobotan. Baru kemudian dipilih beberapa yang mempunyai pembobotan yang ideal untuk dipertimbangkan bisa tidaknya dimasukan dalam suatu indeks komposit.

Bagi kemudahan implementasi di lapangan oleh dokter puskesmas, beberapa indikator yang mungkin dapat dikembangkan dalam suatu indeks, antara lain :

(a). Angka kematian balita (AKB) (b). % Balita dengan gizi jelek

(c). % Rumah tangga tanpa fasilitas air bersih

(d). % Rumah tangga tanpa fasilitas sanitasi dasar

(e). Angka kematian ibu bersalin (AKI)

Masing-masing indikator dalam indeks harus diberikan “weighting factor” yang dapat dilakukan melalui pendekatan Delphi. Kemudian perkembangan indeks di atas tiap tahun dicatat melalui perkembangan “epidemiological trand”-nya. Demikian pula alokasi anggaran daerah kecamatan, sehingga dapat disosialisasikan secara kualitatif pengaruh alokasi anggaran terhadap perbaikan indeks indikator kesehatan.

Hasil akhir dari upaya ini masih harus kita tunggu apakah masih bisa dicapai pengembangannya dan ada pasangan indikator yang sesuai sebagai upaya peningkatan kesehatan masyarakat secara umum. Ini merupakan suatu tantangan bagi kita semua untuk terus diteliti dan diwujudkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahluwalia, Menteks S. Pembagian Pendapatan dan Pembangunan, Beberapa Fakta Pokok Dalam Buku Thee Kian Wie, Editor Buku Pembangunana Ekonomi dan Pemerataan, LP3ES, hal.68-79.

Grant, J. P. 1978. Disparity Reduction Rates In Social Indicators. Overseas Development Council. Washington,DC

Tinjauan Dari Aspek Kesehatan Masyarakat

115

114 115

(8)

Kian Wie, Thee. 1981. Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan ;

Beberapa Pendekatan

Akternatif. LP3ES. Jakarta. hal.3-35.

Murti, Bhisma. (6 November 2012). “Ketidaksetaraan Kesehatan dan Ketidakadilan Kesehatan, Dalam Proceeding Epidemiologi Sosial”. Kongres National ke-14 Jaringan Epidemiologi Nasional. Surakarta. (6-8 November 2012).

Rosyidi, Suherman. 1982. Redistribusi Pendapatan Nasional. Airlangga

University Press. Surabaya. hal.9.

Soekirman & Idrus Jus’at. 1994. Beberapa Catatan Tentang Human Development Index. MGI. 19 (1-2) : 47-53

United Nation Development Program. 1991. Human Development Report. New York : Oxfort Press. 1991-1993.

Wiradharma, Dany. 1996. Penuntun Hukum Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta. hal.36-41.

PB 116

Referensi

Dokumen terkait

Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dari proses pengendapan material material yang diangkut oleh air proses pengendapan material-material yang diangkut oleh

12.1 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/ Kota di Kalimantan Tengah, 2014. Comparison of Human Development Index (HDI) of Regencies/ Municipality in

Antiseptik yang paling efektif menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah antiseptik A (sunlight) dengan diameter zona hambat paling besar daripada kedua jenis

Dalam pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam tindak pidana penganiayaan rumusan deliknya dititik beratkan terhadap akibat yang dialami oleh korban yang dilakukan oleh

43 PURWANTO SD NEGERI 1 SUNGAPAN Galur SMP N 1 LENDAH. 44 WAHYU SUDARMOKO SD NEGERI PLERET KIDUL Panjatan SMP N

Judul proyek ini adalah Kantor sewa di Central Park Kualanamu yang berfungsi sebagai kantor sewa dengan coffe shop sebagai fasilitas penunjang.. Pengertian dari judul proyek

(3) Apabila dalam masa pembekuan pengusaha izin usaha peternakan dan/atau tanda daftar usaha peternakan rakyat telah memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan

Sementara itu, bila kita merujuk pada akar makna Islam yang berarti menyelamatkan ataupun menyerahkan diri, maka bisa jadi yang namanya seni Islam adalah