• Tidak ada hasil yang ditemukan

Executive Summary STUDI TENTANG STRUKTUR BIAYA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Executive Summary STUDI TENTANG STRUKTUR BIAYA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Executive Summary

STUDI TENTANG STRUKTUR BIAYA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

A. Pendahuluan

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah menghitung standar biaya satuan pendidikan tahun 2008, tetapi baru satu dari empat komponen besar biaya satuan pendidikan, yaitu biaya satuan operasional bukan pendidik dan tenaga kependidikan. Sedangkan tiga komponen biaya satuan pendidikan lainnya, yakni biaya satuan operasional pendidik dan tenaga kependidikan, biaya investasi pendidik dan tenaga kependidikan, dan biaya investasi sarana dan prasarana belum dihitung. Jadi diperlukan studi yang menghitung keseluruhan empat komponen biaya satuan pendidikan tersebut.

Selain biaya satuan pendidikan yang standar, perlu juga dilakukan studi untuk menghitung biaya satuan pendidikan faktual yaitu biaya satuan pendidikan yang sedang terjadi di satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Dengan diketahuinya biaya satuan pendidikan menurut standar dan secara faktual, maka dapat diketahui posisi atau tingkat pencapaian biaya satuan pendidikan faktual terhadap biaya satuan pendidikan standar.

Studi ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang:

(1) biaya satuan pendidikan dasar dan menengah secara factual yang dikeluarkan oleh sekolah,

(2) tingkat pencapaian biaya pendidikan secara factual dibandingkan dengan biaya standar, Ruang lingkup studi mencakup biaya satuan pendidikan yang dikeluarkan oleh satuan pendidikan SD, SMP, dan SMA negeri.

Studi dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif melalui survey. Populasi studi adalah seluruh satuan pendidikan dasar dan menengah dibawan binaan Kementerian Pendidikan Nasional, yaitu SD, SMP, dan SMA negeri. Sampel sekolah ditentukan dengan menggunakan metode kombinasi cluster sampling (pembagian wilayah geografis), dan stratified sampling (IPM kabupaten/ kota, rata-rata nilai UN sekolah/madrasah). Berdasarkan metode tersebut dipilih lima wilayah, yaitu Wilayah 1 Sumatera, Wilayah 2 Jawa dan Bali, Wilayah 3 Kalimantan, Wilayah 4 Sulawesi, dan Wilayah 5 Nusa Tenggara, dan Maluku. Dari kelima wilayah tersebut dipilih 17 provinsi. Di setiap provinsi dipilih 2 – 6 kabupaten/kota secara proporsional, sehingga total sampel 56 kabupaten/kota. Di setiap kabupaten/kota dipilih rata-rata 7 sekolah (3 SDN, 2 SMPN, 2 SMAN), sehingga total sampel 392 sekolah (168 SDN, 112 SMPN, 112 SMAN). Responden studi adalah kepala Sekolah, Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten/Kota, LPMP Provinsi, dan P4TK.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengisian kuesuioner, wawancara, dan studi dokumen. Data dari sekolah dianalisis dengan menggunakan metode penghitungan biaya pendidikan yaitu biaya satuan pendidikan per sekolah dan biaya satuan pendidikan per peserta didik yang meliputi: biaya operasional personalia, biaya operasional non personalia, biaya investasi personalia, dan biaya investasi non personalia. Data dari Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota dianalisis untuk menghitung biaya investasi personalia dan non

(2)

personalia (rekrutmen pegawai).

B. Temuan

Bagian ini menjelaskan hasil perhitungan empat jenis biaya satuan pendidikan, yakni biaya satuan operasional personalia, biaya satuan operasional non personalia, biaya satuan investasi personalia (pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan), serta biaya satuan investasi bukan personalia (sarana dan prasarana). Selain itu dihitung juga biaya pribadi yang dikeluarkan oleh orangtua untuk menyekolahkan anaknya, serta daya beli masyarakat (orangtua) terhadap pendidikan.

1. Biaya Satuan Operasional Personalia (BSOP) a. BSOP di SD Negeri

BSOP di SD negeri rerata nasional mencapai Rp2.028.880 per siswa per tahun. Biaya ini dihitung dari total biaya operasional personalia dalam setahun yang meliputi gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan baik PNS maupun non PNS di setiap sekolah dibagi dengan jumlah siswa. Bila dibandingkan antara kabupaten dengan kota, rata-rata BSOP SD negeri di wilayah kabupaten mencapai Rp2.084.239, sedangkan di wilayah kota rata-ratanya adalah Rp1.929.233, atau terdapat perbedaan sebesar Rp155.006 dimana BSOP SD negeri wilayah kabupaten lebih tinggi dibandingkan BSOP SD negeri di kota. Tingginya BSOP SD negeri di wilayah kabupaten disebabkan oleh jumlah siswa (sebagai bilangan pembagi untuk menghitung biaya satuan) jauh lebih kecil dibandingkan dengan di kota, sehingga menyebabkan penghitungan BSOP di kabupaten menjadi lebih besar. Selain itu bisa juga disebabkan oleh sedikitnya perbedaan antara gaji dan tunjangan di kabupaten dibandingkan dengan di kota, sehingga pengaruh perbedaan jumlah siswa sebagai bilangan pembagi memberikan kontribusi yang lebih besar daripada perbedaan besaran gaji dan tunjangan. Secara rinci lihat Tabel 1.

(3)

Tabel 1. Biaya Satuan Operasional Personalia SD Negeri Wilayah Jumlah siswa Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Jumlah Tendik PNS Jumlah Tendik Non PNS Total biaya operasional personalia Biaya satuan opersional personalia Kabupaten Mean 186 9 3 1 2 305,675,202 2,084,239 N 109 110 103 36 54 111 108 Kota Mean 324 13 4 1 3 524,256,885 1,929,233 N 60 64 59 28 50 64 60 Total Mean 235 10 4 1 2 385,613,646 2,028,880 N 169 174 162 64 104 175 168 b. BSOP di SMP Negeri

Rata-rata nasional BSOP di SMP negeri mencapai Rp3,162,226 per siswa per tahun.

Bila dibandingkan antara kabupaten dan kota, rata-rata BSOP SMP negeri di wilayah kabupaten mencapai Rp2,814,396, sedangkan di wilayah kota Rp3,802,964, atau terdapat perbedaan sebesar Rp988.568 dimana BSOP SMP negeri wilayah kota lebih besar dibandingkan BSOP SMP negeri di kabupaten. Tidak seperti pada SD negeri, pada BSOP SMP negeri di kabupaten walupun jumlah siswa (sebagai bilangan pembagi untuk menghitung biaya satuan) jauh lebih kecil dibandingkan dengan di kota, tetapi BSOP SMPN wilayah tetap lebih tinggi. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan yang cukup tinggi antara gaji dan tunjangan antara kabupaten dan kota, sehingga pengaruh perbedaan jumlah siswa sebagai bilangan pembagi tidak sebesar pengaruh perbedaan perbedaan besaran gaji dan tunjangan. Secara rinci lihat Tabel 2.

Tabel 2. Biaya Satuan Operasional Personalia SMP Negeri

Wilayah Jumlah siswa Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Jumlah Tendik PNS Jumlah Tendik Non PNS Total biaya operasional personalia Biaya satuan opersional personalia Kabupaten Mean 558 28 7 5 7 1,378,965,200 2,814,396 N 70 70 69 66 68 70 70 Kota Mean 765 49 6 7 6 2,608,654,232 3,802,964 N 38 40 37 39 39 40 38 Total Mean 631 36 7 6 6 1,826,124,848 3,162,226 N 108 110 106 105 107 110 108

c. BSOP di SMA Negeri

Rata-rata nasional BSOP di SMA negeri mencapai Rp3,489,472per siswa per tahun.

Bila dibandingkan antara kabupaten dan kota, BSOP SMA negeri di wilayah kabupaten mencapai Rp2,900,332, sedangkan di wilayah kota Rp4,520,465 atau terdapat perbedaan cukup besar yakni Rp1.620.133 dimana BSOP SMA negeri wilayah kota jauh lebih besar dibandingkan BSOP SMA negeri di kabupaten. Pola yang terjadi pada BSOP SMA negeri hampir sama dengan pola pada BSOP SMP negeri, yakni walaupun jumlah siswa (sebagai bilangan pembagi untuk menghitung biaya satuan) di kabupaten jauh lebih kecil dibandingkan dengan di kota, tetapi BSOP

(4)

yang cukup tinggi antara gaji dan tunjangan antara kabupaten dan kota, sehingga pengaruh perbedaan jumlah siswa sebagai bilangan pembagi tidak sebesar pengaruh perbedaan perbedaan besaran gaji dan tunjangan. Secara rinci lihat Tabel 2.

Tabel 3. Biaya Satuan Operasional Personalia SMAN Negeri

Wilayah Jumlah siswa Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Jumlah Tendik PNS Jumlah Tendik Non PNS Total biaya operasional personalia Biaya satuan opersional personalia Kabupaten Mean 614 36 9 6 8 1,762,232,494 2,900,332 N 63 66 59 57 63 66 63 Kota Mean 861 59 9 8 11 3,436,586,922 4,520,465 N 36 37 33 37 31 37 36 Total Mean 704 44 9 6 9 2,363,699,619 3,489,472 N 99 103 92 94 94 103 99

2. Biaya Satuan Operasional Non Personalia (BSONP) a. BSONP di SD Negeri

Rata-rata nasional BSONP di SD negeri mencapai Rp372.220 per siswa per tahun. Biaya ini diperoleh dari total biaya operasional non personalia dalam setahun yang meliputi biaya: alat dan bahan tulis sekolah, penggandaan dan pencetakan, daya dan jasa, pemeliharaan dan perbaikan ringan, pelaksanaan kurikulum, konsumsi, perjalanan dinas, kegiatan siswa, bahan praktikum, bahan olahraga, kebersihan, dan penyusunan rencana dan pelaporan. BSNOP dihitung dari hasil pembagian total biaya operasional non personalia dengan jumlah siswa. Bila dibandingkan antara kabupaten dengan kota, BSONP SD negeri di wilayah kabupaten mencapai Rp358.322, sedangkan di wilayah kota Rp397.237, atau terdapat perbedaan sebesar Rp38.914 dimana BSONP SD negeri wilayah kota lebih tinggi dibandingkan BSONP SD negeri di kabupaten. Tingginya BSONP SD negeri di wilayah kota disebabkan oleh perbedaan yang cukup besar dalam biaya operasional non personalia di kota dibandingkan dengan di kabupaten, sehingga walaupun jumlah siswa (sebagai bilangan pembagi) di kota lebih besar dibandingkan dengan di kabupaten, namun tidak mempengaruhi terhadap tingginya BSONP di kota. Secara rinci lihat Tabel 4. Tabel 4. Biaya Satuan Operasional Non Personalia SD Negeri

Wilayah Jumlah siswa Total biaya operasonal non personalia Biaya satuan opersional non personalia Kabupaten Mean 186 62,887,083 358,322 N 109 111 108 Kota Mean 324 125,525,788 397,237 N 60 64 60 Total Mean 235 85,794,953 372,220 N 169 175 168

(5)

b. BSONP di SMP Negeri

BSONP di SMP negeri secara total (nasional) mencapai Rp449,289 per siswa per tahun. Bila dibandingkan antara kabupaten dengan kota, BSONP SMP negeri di

wilayah kabupaten mencapai Rp395,886, sedangkan di wilayah kota Rp547,663, atau

terdapat perbedaan sebesar Rp151.777 dimana BSONP SMP negeri wilayah kota lebih tinggi dibandingkan BSONP SMP negeri di kabupaten. Pola yang terjadi pada BSONP SD negeri terjadi juga pada BSONP SMP negeri, yaitu BSONP di kota lebih besar dibandingkan dengan BSONP di kabupaten. Tingginya BSONP SMP negeri di wilayah kota bisa memiliki alasan yang sama dengan pola yang terjadi pada BSONP SD negeri yaitu disebabkan oleh perbedaan yang cukup besar dalam biaya operasional non personalia di kota dibandingkan dengan di kabupaten, sehingga walaupun jumlah siswa (sebagai bilangan pembagi) di kota lebih besar dibandingkan dengan di kabupaten, namun tidak mempengaruhi terhadap tingginya BSONP di kota. Secara rinci lihat Tabel 5.

Tabel 5. Biaya Satuan Operasional Non Personalia SMP Negeri

Wilayah Jumlah siswa Total biaya operasonal non personalia Biaya satuan opersional non personalia Kabupaten Mean 558 217,967,539 395,886 N 70 70 70 Kota Mean 765 403,001,612 547,663 N 38 40 38 Total Mean 631 285,252,656 449,289 N 108 110 108

c. BSONP di SMA Negeri

BSONP di SMA negeri secara total (nasional) mencapai Rp549,742 per siswa per tahun. Bila dibandingkan kabupaten dengan kota, BSONP SMA negeri di wilayah

kabupaten mencapai Rp475.326, sedangkan di wilayah kota Rp679.969, atau terdapat

perbedaan sebesar Rp204.642 dimana BSONP SMA negeri wilayah kota lebih tinggi

dibandingkan BSONP SMA negeri di kabupaten. Pola yang terjadi pada BSONP SD negeri dan BSONP SMP negeri, juga terjadi pada BSONP SMA negeri, yaitu BSONP SMA negeri di kota lebih besar dibandingkan dengan di kabupaten. Tingginya BSONP SMA negeri di wilayah kota bisa memiliki alasan yang sama dengan pola yang terjadi pada BSONP SD negeri dan BSONP SMP negeri, yaitu disebabkan oleh perbedaan yang cukup besar dalam biaya operasional non personalia di kota dibandingkan dengan di kabupaten, sehingga walaupun jumlah siswa (sebagai bilangan pembagi) di kota lebih besar dibandingkan dengan di kabupaten, namun tidak mempengaruhi terhadap tingginya BSONP di kota. Secara rinci lihat Tabel 6.

(6)

Wilayah Jumlah siswa Total biaya operasonal non personalia Biaya satuan opersional non personalia Kabupaten Mean 614 281,601,062 475,326 N 63 66 63 Kota Mean 861 566,923,181 679,969 N 36 37 36 Total Mean 704 384,095,416 549,742 N 99 103 99

3. Biaya Satuan Investasi Personalia (BSIP)

Bagian ini menjelaskan biaya pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan berdasarkan data yang diperoleh dari sepuluh LPMP provinsi, yakni Sumut, Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Kalbar, Sulsel, dan Maluku. Pengelompokan hanya bisa didasarkan pada peserta pelatihan/workshop, yakni guru, kepala sekolah, dan tenaga tata usaha termasuk laboran, teknisi, dan tendik lainnya.

a. BSIP Guru

Berdasarkan data tahun 2009 dari sepuluh LPMP, total dana yang dikeluarkan untuk pengembangan guru dalam bentuk pelatihan/workshop/seminar atau jenis

pengembangan lainnya mencapai Rp26,235,661,329. Jumlah total guru yang menjadi

sasaran sebanyak 9.410 orang. Dengan demikian rata-rata biaya satuan investasi per guru sebesar Rp2.788.062. Jika hasil pengembangan guru tersebut memiliki manfaat dalam jangka waktu 35 tahun (asumsi total masa kerja guru), maka satuan biaya investasi personalia per guru per tahun mencapai Rp79.659.

Biaya satuan investasi guru bisa juga dihitung ke dalam biaya satuan per siswa per tahun. Dari hasil studi ini diperoleh total jumlah siswa SD, SMP, SMA, SMK yang akan dilayani oleh guru rata-rata mencapai 2.332 orang. Sementara itu, total biaya investasi pengembangan guru per tahun mencapai Rp749.590.324 (dari hasil pembagian Rp26.235.661.329 / 35; 35 tahun adalah asumsi nilai manfaat). Dengan demikian BSIP guru sebesar Rp321.390 per siswa per tahun.

b. BSIP Kepala Sekolah

Dengan cara yang sama seperti pada perhitungan BSIP guru, maka diperoleh total

dana yang dikeluarkan untuk pengembangan kepala sekolah sebesar

Rp9.983.820.950, dengan jumlah sasaran kepala sekolah sebanyak 4.790 orang. Dengan demikian rata-rata biaya satuan investasi per kepala sekolah sebesar Rp2.084.305. Jika hasil pengembangan kepala sekolah tersebut memiliki manfaat dalam jangka waktu 35 tahun (asumsi total masa kerja kepala sekolah), maka satuan biaya investasi personalia per kepala sekolah mencapai Rp59.552 per tahun.

Biaya satuan investasi kepala sekolah bisa juga dihitung ke dalam biaya satuan per siswa per tahun. Dari hasil studi ini diperoleh total jumlah siswa SD, SMP, SMA, SMK yang akan dilayani oleh kepala sekolah rata-rata mencapai 2.332 orang.

(7)

Sementara itu, total biaya investasi pengembangan kepala sekolah per tahun mencapai Rp285.252.027 (dari hasil pembagian Rp9.983.820.950 / 35; 35 tahun adalah asumsi nilai manfaat). Dengan demikian BSIP kepala sekolah sebesar Rp122.303 per siswa per tahun.

c. BSIP Tata Usaha dan Tendik Lainnya

Dengan cara yang sama seperti pada perhitungan BSIP guru dan BSIP kepala sekolah, diperoleh total dana yang dikeluarkan untuk pengembangan tenaga TU dan tendik lainnya sebesar Rp5.741.516.100, dengan jumlah sasaran TU/tendik lainnya

sebanyak 2.562 orang. Dengan demikian rata-rata biaya satuan investasi per

TU/tendik lainnya sebesar Rp2.241.029. Jika hasil pengembangan TU/tendik lainnya memiliki manfaat dalam jangka waktu 35 tahun (asumsi total masa kerja TU/tendik lainnya), maka satuan biaya investasi personalia per TU/tendik lainnya mencapai Rp64.029 per tahun.

Sementara itu, total biaya investasi pengembangan TU/tendik lainnya per tahun mencapai Rp164.043.317 (dari hasil pembagian Rp9.983.820.950 / 35; 35 tahun adalah asumsi nilai manfaat). Dengan mengasumsikan jumlah siswa yang akan dilayani dari SD, SMP, SMA, SMK sebanyak 2.332 orang, maka BSIP TU/tendik lain sebesar Rp70.334 per siswa per tahun.

4. Biaya Satuan Investasi Non Personalia (BSINP)

Biaya investasi non personalia di sini mencakup biaya investasi untuk pengadaan lahan, bangunan gedung (ruang kelas, guru, kepala sekolah, TU, serbaguna, UKS, perpustakaan, laboratorium, ibadah, gudang, WC), lapangan olahraga, pagar, halaman, parkir, perabot/mebeler, dan peralatan pendidikan (komputer, laptop, infokus, OHP, TV, VCD player, radio, dan kamera).

a. BSINP SD Negeri

Total biaya pengadaan lahan SD negeri rata-rata mencapai Rp1.303.883.262. Total biaya pengadaan gedung rata Rp1.303.883.262. Total pengadaan mebelair rata-rata Rp40.676.246. Total biaya pengadaan peralatan pendidikan rata-rata-rata-rata Rp23.225.000. Total investasi sarana prasarana untuk keempat komponen tersebut rata-rata mencapai Rp2.589.775.292. Dengan mengasumsikan umur pakai ekonomis lahan dan bangunan 25 tahun, mebelair 10 tahun, dan peralatan pendidikan 5 tahun, maka diperoleh biaya investasi sarana prasarana per sekolah per tahun rata-rata mencapai Rp109.747.585. Dari hasil perhitungan sebelumnya diperoleh rata-rata jumlah siswa SD negeri 235 orang. Dengan demikian BSINP SD negeri per siswa per tahun mencapai Rp467.011.

(8)

b. BSINP SMP Negeri

Total biaya pengadaan lahan SMP negeri rata-rata mencapai Rp16.391.191.995. Total biaya pengadaan gedung rata-rata Rp3.912.486.611. Total pengadaan mebelair rata-rata Rp217.233.390. Total biaya pengadaan peralatan pendidikan rata-rata Rp69.579.413. Total investasi sarana prasarana untuk keempat komponen tersebut rata-rata mencapai Rp20.590.491.410. Dengan mengasumsikan umur pakai ekonomis lahan dan bangunan 25 tahun, mebelair 10 tahun, dan peralatan pendidikan 5 tahun, maka diperoleh biaya investasi sarana prasarana per sekolah per tahun rata-rata mencapai Rp847.786.366. Dari hasil perhitungan sebelumnya diperoleh rata-rata-rata-rata jumlah siswa SMP negeri 631 orang. Dengan demikian BSINP SMP negeri per siswa per tahun mencapai Rp1.343.560.

C. Rekomendasi

Biaya operasional bukan personalia secara faktual masih lebih rendah dibanding dengan alokasi dana dari BOS (yang peruntukannya meliputi biaya operasional non personal dan personal, serta investasi). Untuk itu perlu kontribusi dari sumber dana lain untuk memenuhi kebutuhan operasional, yakni melalui tambahan dari pemerintah daerah dan sumbangan dari orangtua yang mampu secara ekonomi dan sifatnya bukan pungutan wajib.

Penentuan alokasi dana BOS sebaiknya tidak sepenuhnya didasarkan pada jumlah siswa per sekolah. Bagi sekolah yang memiliki jumlah siswa yang sedikit maka tentunya jumlah dana yang diterima tidak akan mencukupi untuk kebutuhan operasional sekolah. Untuk itu, pemerintah perlu menentukan batasan minimal untuk pemberian bantuan dana ke sekolah/madrasah terutama yang memiliki jumlah siswa yang sedikit. Alternatif lain adalah perlu dikebangkan formula penentuan dana BOS yang diasarkan atas jumlah rombongan belajar.

Selain itu penggunaan variabel jumah siswa sebagai penentu besaran dana BOS menyebabkan penerimaan sekolah-sekolah di kota jauh lebih besar (hampir dua kali lipat) dibanding dengan di kabupaten. Untuk itu diusulkan agar satuan dana BOS yang diberikan untuk kabupaten lebih besar dibandingkan dengan kota untuk mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antara kabupaten dan kota yang disebabkan oleh perbedaan penerimaan sekolah di kabupaten dan kota.

Gambar

Tabel 1. Biaya Satuan Operasional Personalia SD Negeri   Wilayah      Jumlah siswa   Jumlah  Guru PNS   Jumlah  Guru Non PNS  Jumlah Tendik PNS  Jumlah  Tendik Non PNS  Total biaya  operasional personalia  Biaya satuan opersional personalia  Kabupaten  Mea
Tabel 3. Biaya Satuan Operasional Personalia SMAN Negeri     Wilayah     Jumlah siswa   Jumlah Guru PNS   Jumlah Guru  Non PNS  Jumlah Tendik PNS  Jumlah Tendik  Non PNS  Total biaya  operasional personalia  Biaya satuan opersional personalia  Kabupaten  M

Referensi

Dokumen terkait

Tetapi bila pada keyboard ditekan angka desimal 1, maka output akhir sirkit gating akan berlogika 1, hal ini akan mengaktifkan sirkit one shot multivibrator sehingga sirkit

kompensasi terhadap kinerja karyawan menunjukkan bahwa kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil pengujian ini memberikan arti bahwa

Benua Pangea kemudian terpecah menjadi dua benua, yaitu Benua Laurasia (di bagian utara) dan Benua Gondwana (di bagian selatan). Proses pecahnya benua Pangea ini terjadi

Design Web yang akan dikembangkan dalam kerangka Customer Relationship Management adalah aplikasi web sebagai front end untuk jenis kegiatan yeng terintegrasi antara

Oleh sebab itu mahasiswa pondok pesantren sunan drajat lamongan yang sedang menyelesaikan skripsi serta sesorang penghafal al-qur’an regulasi diri nya lebih tinggi

Al- Qur‟an bagi umat Islam pada umumnya merupakan sumber ajaran yang paling otoritatif, tidak mendiskriminasi perempuan kendatipun kenyataan sejarah yang pahit dan

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Pada Materi Komposisi Fungsi..

Sentriol adalah organel yang berperan penting dalam pembelahan sel melalui proses yang disebut mitosis.. Sentriol hanya ditemukan pada