• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN DESAIN AKTIVITAS BELAJAR PEMODELAN POHON DIMENSI DUA SECARA FRAKTAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM LINDENMAYER (L-SYSTEM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAN DESAIN AKTIVITAS BELAJAR PEMODELAN POHON DIMENSI DUA SECARA FRAKTAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM LINDENMAYER (L-SYSTEM)"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS DAN DESAIN AKTIVITAS BELAJAR PEMODELAN

POHON DIMENSI DUA SECARA FRAKTAL DENGAN

MENGGUNAKAN SISTEM LINDENMAYER (L-SYSTEM)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika

MARIANI DIAN 161442021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM MAGISTER JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2018

(2)
(3)
(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam tesis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atu karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Yogyakarta, 26 September 2018

Mariani Dian NIM 161442021

(5)

v

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Mariani Dian

NIM : 161442021

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

ANALISIS DAN DESAIN AKTIVITAS BELAJAR PEMODELAN POHON DIMENSI DUA SECARA FRAKTAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM LINDENMAYER (L-SYSTEM)

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, untuk mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin sayamaupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian ini pernyataan yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 26 September 2018 Yang menyatakan

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Jangan berpikir mengenai yang nanti. Kerjakan saja satu detik setiap kali dan engkau akan menikmati setiap detak itu sepanjang hidupmu”

(Anthony de Mello SJ) Karya ini ku persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan membimbing serta menguatkanku dalam segala perkara.

2. Kedua orang tuaku tercinta yang selalu memberikan kebebasan bagiku dalam memilih, tetapi tetap selalu membimbingku hingga sekarang

3. Ketiga adikku yang terkasih yang selalu mendukung dan memberikan masukan dengan cara mereka masing-masing

4. Semua teman-temanku yang selalu ada dan selalu menyemangatiku juga selalu memberikan masukan kepadaku

(7)

vii ABSTRAK

Dian, Mariani. (2018). Analisis dan Desain Aktivitas Belajar Pemodelan Pohon Dimensi Dua secara Fraktal dengan Menggunakan Sistem Lindenmayer (L-System).

Sistem-L dimengerti sebagai suatu teori matematika dari pertumbuhan tanaman, yang ditekankan pada topologi tanaman. Kelas yang paling sederhana dari Sistem-L adalah yang bersifat deterministik dan bebas konteks (Sistem-DOL). Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisis terkait dengan penyusunan produksi untuk menghasilkan model pohon dimensi dua dengan jenis percabangan monopodial, simpodial dan dikotomus secara fraktal menggunakan Sistem-L. Tujuan lainnya dari penelitian ini adalah untuk menyusun suatu desain pembelajaran dengan materi Sistem Lindenmayer dan memperbaiki rancangan kegiatan pembelajaran (dalam bentuk HLT). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian desain berdasarkan Gravemeijer dan Cobb. Subjek penelitian adalah empat orang mahasiswa program studi Pendidikan Biologi. Hasil dari kegiatan pembelajaran adalah lemmbar kerja dari setiap mahasiswa, hasil observasi terhadap mahasiswa, hasil observasi terhadap kegiatan pembelajaran, lembar kuesioner yang diisi oleh setiap mahasiswa dan hasil wawancara. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, berdasarkan Miles dan Huberman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem-L sederhana (bebas konteks) dapat digunakan untuk memodelkan jenis percabangan monopodial, simpodial dan dikotomus pada pohon. Model pohon yang dikonstruksi dengan menggunakan Sistem-L juga menunjukkan sifat yang ada pada objek fraktal, yaitu sifat keserupaan diri. Dari hasil ujicoba desain aktivitas pembelajaran, terdapat tiga hal yang perlu diperbaiki dalam desain aktivitas pembelajaran, yaitu (1) Pada bagian eksplorasi, perlu diberikan contoh yang lebih banyak dan bervariasi, kemudian mahasiswa juga dilibatkan secara aktif, misalnya ikut mengerjakan contoh soal yang ada di papan tulis; (2) Pada bagian diskusi perlu ditambahkan kegiatan presentasi, sehingga setiap kelompok mahasiswa dapat menguraikan ide serta jawaban yang sudah mereka peroleh dan terjadi diskusi antar kelompok mahasiswa atau antara fasilitator dan kelompok mahasiswa; (3) Perlu diberikan penekanan bahwa dalam kegiatan pembelajaran ini, ingin menunjukkan bahwa dari rangkaian yang sederhana dan dengan perulangan yang tidak terlalu banyak, mahasiswa dapat membuat model pohon dua dimensi yang cukup merepresentasikan bentuk pohon pada umumnya.

Kata kunci: Sistem Lindenmayer, Fraktal, Desain Pembelajaran, Pohon, Dimensi dua, keserupaan diri.

(8)

viii

ABSTRACT

Dian, Mariani (2018). Analysis and Design of Learning Activities for Modeling Two Dimensional Trees by Fractal using The Lindenmayer System (L-System).

The L-System is understood as a mathematical theory of plant growth, which is emphasized in plants topology. The simplest class of the L-Systemis the deterministic and context-free class (DOL-System). This study aims to provide an analysis related to the preparation of productions to construct some two dimensional fractal trees with monopodial, simpodial and dichotomous brancing, using L-System. Another aim of this research is to develop a learning design with the subject is Lindenmayer System and improve the design of learning activities (in the form of HLT). The type of research used is design research based on Gravemeijer and Cobb. The subjects of this research were four students of Biology Education study program. The result of learning activies were the worksheet of each student, observation on the students, observations on learning activities, questionnaires that filled by each student and the result of the interviews. Data analysis used in thisstudy was data reduction, data presentation and conclusion drawing, based on Miles and Huberman.

The results showed that a simple L-System (Context-free) can be used to modeling the trees with monopodial, simpodial and dichotomous branching types. The tree models constructed using the L-System also shows the nature of the fractal object, that is self-similiarity. From the results of learning activity design test, there are three things that need to be improved in the design of learning activities that are (1) In the exploration section, more and varied examples are needed, so thatstudents are also actively involved, for example by working on examples of problems; (2) In the discussion section it is necessary to add presentation activities, so that each group of student can elaborate on the ideas and answers they have obtained and discussions occur between the group or between facilitators and groups; (3) It is necessary to emphasize that in this learning activity, students want to show that from a simple series and with not too many repetitions, students can create a two dimentional tree model that simply represents the shape of the tree in general.

Keywords: Lindenmayer System, Fractal, Learning Design, Tree, Two Dimension,

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Selama menyusun karya ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S. Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika pada Program Magister, Universitas Sanata Dharma, selaku Dosen Pembimbing, terima kasih atas bimbingan dan arahan, serta kesempatan yang sudah diberikan selama proses penulisan karya ini.

3. Para dosen yang sudah memberikan ilmu dan pengalaman belajar yang sangat bermanfaat.

4. Terimakasih kepada para mahasiswa dari Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma, yang bersedia terlibat dan ambil bagian dalam penelitian ini.

5. Terimakasih kepada teman S2 Pendidikan Matematika, dan teman-teman yang satu bimbingan, atas semangat, motivasi dan informasi yang selalu diberikan.

6. Terimakasih kepada kedua orang tua, saudara dan keluarga yang selalu mendorong dan memberikan motivasi untuk menyelesaikan karya ini.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak.Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca dengan berbagai keperluan yang bertujuan untuk mengembangkan atau sekedar mencari informasi yang berkaitan dengan topik dari karya ini.

Penulis Mariani Dian

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tinjauan Pustaka ... 3 C. Rumusan Masalah ... 4 D. Batasan Masalah ... 4 E. Tujuan Penelitian ... 4 F. Manfaat Penelitian ... 4 G. Kebaruan Penelitian ... 5 H. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Batang dan Percabangan Pada Batang ... 7

B. Fungsi Iteratif ... 9

(11)

xi

D. Keserupaan Diri ... 11

E. Sistem Lindenmayer (L-System) ... 12

F. Proses Kognitif ... 16

G. Berpikir Komputasional (Computational Thinking) ... 21

H. Penelitian Desain (Design Research) ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Metode Penelitian dan Jenis Penelitian ... 26

B. Desain Penelitian ... 26

C. Teknik Pengumpulan Data ... 27

D. Instrumen Penelitian ... 29

E. Teknik Analisis Data ... 33

F. Proses Penelitian ... 34

BAB IV ANALISIS PROGRAM ... 35

A. Masukan (Input) Program ... 35

B. Sudut Rotasi ... 37

C. Panjang Ruas Garis ... 43

D. Aksioma dan Produksi ... 44

BAB V DESAIN KEGIATAN PEMBELAJARAN ... 69

A. Desain Pembelajaran ... 69

B. Analisis Hasil Ujicoba Desain Pembelajaran ... 70

C. Perbaikan Desain Pembelajaran ... 78

E. Tanggapan dan Kesan Mahasiswa ... 81

F. Keterbatasan Penelitian ... 81

G. Refleksi ... 82

(12)

xii

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

LAMPIRAN ... 90

A. HLT (Hypotetical Learning Trajectory) ... 91

B. HLT (Hypotetical Learning Trajectory) setelah Ujicoba ... 99

C. Lembar Kerja ... 107

D. Hasil Kerja Mahasiswa ... 114

E. Lembar Evaluasi ... 127

F. Hasil Evaluasi Mahasiswa ... 128

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema Percabangan Monopodial ... 8

Gambar 2.2. Skema Percabangan Simpodial ... 9

Gambar 2.3. Skema Percabangan Dikotomus ... 9

Gambar 2.4. Kurva von Koch ... 13

Gambar 2.5. Skema Sistem-OL ... 14

Gambar 4.1. Algoritma Perulangan Program ... 35

Gambar 4.2. Tampilan Bagian Input Program ... 36

Gambar 4.3. Model Pohon dengan Percabangan Monopodial dan Sudut Percabangan tertentu ... 38

Gambar 4.4. Model Pohon dengan Percabangan Monopodial dan Sudut Percabangan Tertentu ... 39

Gambar 4.5. Model Pohon dengan Percabangan Simpodial dan Sudut Percabangan Tertentu ... 41

Gambar 4.6. Model Pohon dengan Percabangan Dikotomus dan Sudut Percabangan Tertentu ... 43

Gambar 4.7. Model Pohon dengan Percabangan Monopodial dengan Berbagai Kemungkinan Panjang Ruas Garis A dan B ... 44

Gambar 4.8. Representasi Rangkaian dengan Produksi 𝑝: 𝐴 → 𝐴[+𝐴] ... 47

Gambar 4.9. Konstruksi Percabangan Monopodial ... 50

Gambar 4.10. Konstruksi Percabangan Monopodial ... 52

Gambar 4.11. Konstruksi Percabangan Simpodial ... 54

Gambar 4.12. Konstruksi Percabangan Dikotomus ... 57

Gambar 4.12. Konstruksi Percabangan Monopodial ... 60

Gambar 4.13. Konstruksi Percabangan Monopodial ... 62

Gambar 4.14. Konstruksi Percabangan Simpodial ... 65

(14)
(15)
(16)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Matematika dan ilmu pengetahuan alam dalam perkembangannya memiliki keterkaitan. Matematika seringkali digunakan untuk merepresentasikan dan lebih jauh lagi, juga digunakan untuk menganalisis fenomena-fenomena yang terjadi dalam bidang ilmu pengetahuan alam. Dalam beberapa bidang, penggunaan matematika dalam analisis ilmu pengetahuan alam dapat dikatakan cukup berhasil dan manfaatnya dapat dirasakan sampai sekarang.

Di alam, ada banyak sekali objek-objek yang menggambarkan fenomena ketidak teraturan, yang terlihat sulit atau bahkan hampir tidak memungkinkan jika direpresentasikan menggunakan fungsi dalam matematika. Sebagai contoh, struktur dari permukaan jalan berbatu yang tidak rata, sungai yang berkelok-kelok, bentuk berbagai jenis tumbuhan, dan lain sebagainya. Selanjutnya yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah objek-objek tersebut dapat dimodelkan secara matematis, mengingat objek-objek geometris yang umum diketahui dalam matematika adalah objek-objek Geometri Euklid.

Sekitar 1960an akhir, analisis tentang objek-objek yang menggambarkan ketidakteraturan mulai berkembang dengan cara yang sistematik. Perkembangan ini tidak lepas dari pengaruh Benoit Mandelbrot (1924-2010). Dalam bukunya The Fractal Geometry of Nature (1982), ia berpendapat bahwa objek-objek yang terlihat tidak beraturan dalam matematika dapat dianggap sebagai hal yang umum dan tidak dianggap sebagai pengecualian. Mandelbrot memperkenalkan kata fraktal sebagai deskripsi umum untuk himpunan objek-objek tidak beraturan.

Sejak 1980an fraktal sudah menyebar dan menarik perhatian banyak kalangan. Secara virtual, setiap bidang dalam ilmu pengetahuan alam dapat diteliti dari sudut pandang fraktal. Selanjutnya, geometri fraktal menjadi salah satu bidang dalam matematika, yang digunakan baik dalam analisis sifat-sifatnya

(17)

2

maupun sebagai ‘alat’ perluasan aplikasinya. Fraktal juga terkenal dengan tampilannya, dengan bentuk dan warna yang menarik. Gambar-gambar fraktal banyak ditampilkan di majalah, buku, pameran kesenian, dan bahkan digunakan untuk pemandangan pada film-film fiksi. Hal ini juga didukung dengan kemajuan teknologi, yang memungkinkan fraktal dapat dipelajari oleh siapa saja, terutama yang sudah mengenal dasar-dasar pemrograman yang bersifat iteratif, karena gambar fraktal dapat diperoleh dengan mengaplikasikan suatu ekspresi matematika sederhana secara berulang-ulang (rekursif).

Salah satu sifat utama dari geometri fraktal adalah sifat keserupaan diri (self-similarity) yang ada pada objek-objek fraktal. Salah satu ilustrasi dari sifat keserupaan diri dapat dijumpai pada pohon, dimana dahan pohon tersebut memiliki kemiripaan dengan pohon itu sendiri, atau dengan kata lain merupakan miniatur dari pohon itu sendiri. Selain pada pohon, sifat keserupaan diri juga dapat ditemukan pada objek-objek yang lebih besar, contohnya sungai. Struktur sungai yang rumit dan berkelok-kelok tersusun dari kumpulan ruas garis yang memiliki susunan yang sama, yang kemudian ditransformasikan sehingga memiliki skala dan posisi yang berbeda. Sifat keserupaan diri dalam geometri fraktal memungkinkan visualisasi objek-objek alam secara matematis.

Dari penjabaran yang sudah disampaikan terkait dengan geometri fraktal dan sifat keserupaan diri, maka geometri fraktal dapat digunakan untuk memodelkan berbagai jenis tumbuhan dengan struktur morfologi yang berbeda-beda. Dalam bidang biologi, pada bidang morfologi pada tumbuhan, terdapat berbagai jenis sketsa bunga majemuk. Selanjutnya, sketsa-sketsa ini dengan bantuan program dan dengan menggunakan sifat keserupaan diri dalam geometri fraktal dapat dikembangkan dan dimodifikasi menjadi berbagai jenis sketsa pohon yang menyerupai struktur pohon yang ada di alam.

Seperti yang sudah dijabarkan di atas, geometri fraktal dengan sifat keserupaan diri nya, merupakan alternatif yang baik untuk merepresentasikan objek-objek alam. Objek-objek fraktal umumnya terbentuk dari suatu ekspresi

(18)

3

matematis sederhana yang dilakukan berulang-ulang kali, sehingga sangat membantu untuk membuat representasi yang terlihat rumit dengan langkah-langkah yang lebih sederhana. Hal ini tentunya memberikan kemudahan dalam hal pemodelan dan analisis model. Oleh sebab itu, geometri fraktal patut untuk diperkenalkan ke dalam dunia pendidikan, ditambah lagi dengan adanya perkembangan teknologi, sehingga seharusnya pengenalan geometri fraktal dapat dilakukan dengan lebih mudah. Proses yang tidak terlalu rumit dan hasil yang sangat menarik bisa menjadi motivasi belajar yang baik bagi orang-orang yang ingin mempelajari lebih jauh tentang geometri fraktal.

B. Tinjauan Pustaka

Sudah ada tulisan yang membahas tentang representasi tumbuhan menggunakan geometri fraktal, seperti tulisan dari Anne M. Burns dalam The Beauty of Fractal, Six different Views (2010), dengan judul Mathscapes-Fractal Scenery.

Selain buku, ada pula program-program yang sudah dibuat untuk menggambarkan atau merepresentasikan bentuk pohon secara fraktal, salah satunya adalah program yang disusun oleh Marko Grob dan Wiebke Heidelberg dengan nama L_system_2D yang menyusun atau mengkonstruksi bentuk pohon dengan menggunakan iterasi rangkaian, yang dinamakan L-system. Program ini akan digunakan untuk dianalisis pada bagian selanjutnya.

Dalam beberapa buku yang berkaitan dengan geometri fraktal, sudah ada beberapa bagian yang memberikan aktivitas pembelajaran, berkaitan dengan geometri fraktal secara umum, termasuk pada buku The Beauty of Fractal, Six Different Views (2010), termasuk pula tulisan dari Anne M. Burns yang sudah memberikan sugesti dan aktivitas seperti menggabar dan memperkirakan pola selanjutnya berdasarkan pola sebelumnya. Dalam tulisan-tulisan lain yang ada dalam buku ini, juga diberikan aktivitas-aktivitas belajar, sebagian besar dalam membuktikan teorema-teorema yang berkaitan dengan materi geometri fraktal yang dibahas dalam tulisan tersebut. Selanjutnya ada pula buku dari Robert L. Devaney dengan judul A First Course in Chaotic Dynamical System, Theory and

(19)

4

Experiment yang memberikan aktivitas-aktivitas belajar berupa eksperimen-eksperimen yang terutama berkaitan dengan Himpunan Mandelbrot (Mandelbrot Set) dan Himpunan Julia (Julia Set).

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah hasil analisis dari program yang digunakan untuk

mengkonstruksi pohon secara fraktal?

2. Bagaimanakah desain pembelajaran yang digunakan untuk mengkonstruksi pohon secara fraktal?

D. Batasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi, maka peneliti membatasi ranah penelitian sebagai berikut.

1. Memodelkan berbagai jenis pohon dengan menggunakan Sistem Lindenmayer yang bersifat deterministik dan bebas konteks (Sistem-DOL). 2. Membuat desain pembelajaran dan lembar kerja siswa yang mengarah pada

prinsip-prinsip proses kognitif, yaitu menganalisis, mengevaluasi dan mencipta (high-order thinking skill).

E. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis sifat-sifat dari konstruksi pohon melalui masukan-masukan pada program.

2. Membuat desain pembelajaran yang sesuai untuk memperkenalkan sistem dan algoritma-algoritma fraktal dalam mengkonstruksi pohon.

F. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk lebih memperkenalkan geometri fraktal serta sifat-sifatnya (dalam penelitian ini secara khusus peran geometri fraktal dalam memodelkan topologi tumbuhan, menggunakan Sistem Lindenmayer) serta mengembangkan desain

(20)

5

pendekatan pembelajaran dengan materi yang berkaitan dengan geometri fraktal.

2. Praktis

a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti terkait dengan geometri fraktal serta pembuatan desain kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan geometri fraktal.

b. Bagi siswa: menambah wawasan siswa tentang kegunaan dari geometri fraktal untuk membuat berbagai macam model pohon.

G. Kebaruan Penelitian

Dalam penulisan tesis ini, penulis akan menganalisis program yang sudah ada sebelumnya, kemudian membuat aktivitas pembelajaran berbasis desain riset untuk memperkenalkan algoritma-algoritma yang digunakan dalam konstruksi tumbuhan secara fraktal.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tinjauan pustaka, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan kebaruan penelitian.

Bab kedua adalah landasan terori, yang memuat teori-teori dasar yang terkait dengan isi penulisan, sehingga mempermudah pembaca untuk memahami pembahasan tesis.

Bab ketiga adalah metode penelitian, yang meliputi jenis penelitian, objek penelitian, subjek penelitian, jenis data, instrumen pengambilan data dan analisis data yang akan dilakukan dalam tesis ini.

Bab keempat adalah hasil analisis terhadap program, yang meliputi analisis masukan-masukan program berupa sudut rotasi, panjang ruas garis, aksioma dan produksi.

(21)

6

Bab kelima adalah desain kegiatan pembelajaran, yang meliputi uraian dari desain pembelajaran yang digunakan, analisis hasil uji coba desain pembelajaran, perbaikan desain pembelajaran, tanggapan dan kesan para mahasiswa selama mengikuti proses pembelajaran dan refleksi penulis selama menyusun tesis.

Bab keenam adalah kesimpulan dan saran dari analisis-analisis yang sudah dilakukan.

(22)

7 BAB II

LANDASAN TEORI A. Batang dan Percabangan Pada Batang

Batang merupakan bagian tubuh tumbuhan yang amat penting. Mengingat tempat serta kedudukan batang bagi tubuh tumbuhan, batang dapat disamakan dengan sumbu tubuh tumbuhan (Tjitrosoepomo, 1985). Bentuk batang umumnya bulat, walaupun ada beberapa tumbuhan yang memiliki bentuk batang tidak bulat. Pada tumbuhan yang tergolong kelas monokotil, besar batang biasanya dianggap tidak berubah dari pangkal sampai ke ujung. Sedangkan pada tumbuhan yang tergolong pada kelas dikotil, bentuk batang pada umumnya mengecil pada bagian atas, yang kemudian dianggap sebagai bentuk kerucut. Bentuk batang sendiri biasanya dilihat dari penampang melintangnya. Berdasarkan hal ini, bentuk batang tumbuhan dibedakan menjadi bulat, bersegi dan pipih. Batang bulat, jika penampang melintangnya menunjukkan bangun lingkaran. Batang bulat dapat ditemukan pada kebanyakan tumbuhan. Contoh batang bulat dapat ditemukan pada tumbuhan bambu. Pada batang bersegi, penampang melintang batang menunjukkan bangun segitiga dan segiempat. Batang segitiga dapat ditemukan pada tumbuhan jenis Cyperus sp. Tumbuhan berbatang segiempat dapat ditemukan pada tumbuhan markisa, anggur dan sebagainya. Pada batang pipih, penampang melintang batang yang terlihat biasanya berbentuk elips atau setengah lingkaran. Batang pipih biasanya melebar menyerupai daun, sehingga mengambil alih tugas daun. Batang dengan sifat seperti ini disebut filokladia dan kladodia. Batang bersifat filokladia jika bentuk batang sangat pipih dan mempunyai pertumbuhan yang terbatas, misalnya pada tumbuhan jakang (Muehlnbeckia platyclada). Sedangkan batang bersifat kladodia jika batang masih tumbuh terus dan mengadakan percabangan, misalnya pada jenis-jenis kaktus (Opuntia microdasys) (Rosanti, 2013).

Pertumbuhan batang dapat dilihat dari percabangannya. Kebanyakan tumbuhan melakukan percabangan, walaupun sedikit. Batang yang tidak melakukan percabangan kebanyakan dari golongan tumbuhan monokotil,

(23)

8

misalnya jagung, bambu, tebu, kelapa, dan sebagainya. Cara percabangan biasanya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu secara monopodial, simpodial, dan menggarpu. Cara menentukan percabangan pada batang adalah dengan melihat posisi batang pokok terhadap cabang-cabangnya. Percabangan secara monopodial terjadi jika batang pokok selalu tampak jelas, karena batang pokok lebih besar dan lebih panjang. Percabangan ini dapat ditemukan, misalnya pada cemara, kapuk, durian dan pinus.

Gambar 2.1. Skema Percabangan Monopodial

Pada percabangan simpodial, batang pokok sukar ditemukan. Hal ini disebabkan karena batang pokok menghentikan pertumbuhannya, sehingga pertumbuhan cabang lebih dominan. Batang pokok hanya terlihat di bagian bawah saja, karena pada bagian atas tumbuhan sudah merupakan cabang-cabang. Percabangan simpodial dapat ditemukan pada tumbuhan sawo manila, bougenvil, jeruk, dan sebagainya.

(24)

9

Gambar 2.2. Skema Percabangan Simpodial

Pada percabangan menggarpu atau dikotom, setiap cabang akan terbagi menjadi dua cabang yang sama besarnya (Rosanti, 2013).

Gambar 2.3. Skema Percabangan Dikotomus B. Fungsi Iteratif

Iterasi artinya mengulangi suatu proses secara terus menerus. Dalam dinamika, proses perulangan seperti ini diaplikasikan ke dalam suatu fungsi. Untuk mengiterasikan suatu fungsi, artinya mengevaluasi fungsi tersebut terus menerus. Secara matematis, proses iterasi adalah proses komposisi fungsi secara berulang-ulang dengan dirinya sendiri (Devaney, 1992).

(25)

10

Untuk suatu fungsi 𝐹, 𝐹2(𝑥) adalah iterasi kedua dari 𝐹, yang dinamakan 𝐹(𝐹(𝑥)), 𝐹3(𝑥) adalah iterasi ketiga, yaitu 𝐹 (𝐹(𝐹(𝑥))), dan secara umum 𝐹𝑛(𝑥) adalah 𝑛-kali komposisi dari 𝐹. Sebagai contoh, jika 𝐹(𝑥) = 𝑥2+ 1 maka

𝐹2(𝑥) = (𝑥2+ 1)2+ 1 𝐹3(𝑥) = ((𝑥2+ 1)2+ 1)2+ 1. Secara analog, jika 𝐹(𝑥) = √𝑥, maka

𝐹2 = √√𝑥

𝐹3 = √√√𝑥.

Sebagai catatan, arti dari 𝐹𝑛(𝑥) disini bukan memangkatkan fungsi 𝐹 sebanyak 𝑛 kali, tetapi mengiterasikan fungsi 𝐹 sebanyak 𝑛 kali (Devaney, 1992).

C. Geometri Fraktal

Sekitar tahun 1970an, Benoit Mandelbrot mendeskripsikan objek yang memiliki sifat keserupaan diri (self-similiar) dengan memberikan nama “fraktal”, yang bersumber dari bahasa Latin fractus yang artinya “dipatah-patahkan” atau pecah. Dimana, jika kita “mematahkan” sebagian kecil dari objek fraktal, maka patahan tersebut akan terlihat seperti suatu objek sepenuhnya. Banyak objek alam memiliki sifat kemiripan dengan dirinya sendiri, dan sifat ini menjadi sumber ketertarikan baik dalam seni maupun dalam bidang ilmu pengetahuan (Frantz dan Crannel, 2011).

Kegunaan fraktal, bagaimanapun berjalan dengan baik bersama dengan sifat visualnya yang atraktif. Yang membuat fraktal sangat berguna dalam penelitian ilmiah saat ini adalah fraktal memberikan cara dan pandangan baru untuk memodelkan alam. Fraktal memberikan bidang ilmiah sebuah “alat” yang berguna yang mana digunakan untuk memahami proses dan struktur-struktur yang

(26)

11

ada sampai sekarang, yang mana hanya dideskripsikan sebagai “ketidakteraturan”, “putus-putus”, “kasar” atau “kompleks” (Gordon, 2010).

Sebagai salah satu pandangan umum, fraktal adalah bentuk geometri yang memiliki detail struktur dalam jangkauan skala yang luas. Bayangkan lereng berbatu dari sebuah gunung, daun pakis yang berkembang, dan guratan lembut dari awan. Semua hal tersebut adalah objek fisik, sedangkan fraktal adalah konsep matematis, dan konsep tersebut dihubungkan pada bentuk bumi dan hubungan “spiral” pada bentuk cangkang kerang. Fraktal matematis mengidealkan kerumitan dari bebatuan dan awan, yang mana memiliki struktur yang detail dalam setiap skala. Bagaimanapun, jika diperbesar terus, struktur tersebut tidak akan menjadi bentuk sederhana dari garis atau bidang (Gordon, 2010).

D. Keserupaan Diri

Konsep keserupaan dapat ditemui dalam geometri klasik. Dua objek geometri serupa jika keduanya memiliki bentuk yang sama, walaupun ukurannya berbeda, sehingga dengan begitu, salah satu dari kedua objek geometri tersebut dapat diperoleh dari objek geometri lainnya, dengan menskalakan, menggeser dan merotasikannya, bisa juga dengan mencerminkan. Dengan kata lain, dua objek dalam suatu bidang dikatakan serupa jika dimungkinkan untuk membuat salinan yang lebih kecil atau lebih besar dari salah satu objek dan memposisikan objek tersebut secara tepat. Jika tidak dilakukan penskalaan, dengan kata lain salinan objek tersebut memiliki ukuran yang sama, maka kedua objek tersebut dikatakan saling kongruen. Selainnya, faktor pembesaran dan penyusutan yang diperlukan untuk menghasilkan salinan yang serupa disebut skala atau perbandingan skala dari salinan, yang mana dapat dinyatakan dalam pecahan atau persen (Falconer, 2013).

Sebuah objek fraktal yang memiliki keserupaan bentuk geometri disebut self-similarity (Mandelbrot, 1983). Transformasi keserupaan dalam Ruang Euklidean adalah pemetaan linear untuk 𝑥 ∈ ℝ𝑑

(27)

12

dimana 𝜆 ≥ 0 adalah faktor skala, 𝑅 adalah matriks rotasi dan 𝑏 adalah vektor translasi. Pencerminan juga merupakan transformasi keserupaan. Dalam bidang (dimensi dua) ini dituliskan dalam notasi kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 dengan 𝑇(𝑧) = 𝑎𝑧 + 𝑏 (atau 𝑇(𝑧) = 𝑎ž + 𝑏) dimana 𝑎 = 𝜆𝑒𝑖𝜃 ∈ 𝐶, 𝜆 = |𝑎| adalah panjang vektor dan 𝜃 adalah argumen dari 𝑎. 𝑇 kemudian didilatasikan oleh 𝜆 diikuti oleh rotasi dengan sudut 𝜃 dan kemudian ditranslasikan oleh 𝑏 ∈ 𝐶. Sebuah himpunan 𝐴 ∈ 𝑅𝑑 memiliki sifal self-similar jika ada sebuah transformasi kesamaan 𝑇 yang mengidentifikasi bagian dari 𝑆 ⊂ 𝐴 dengan dirinya sendiri 𝑇(𝑆) = 𝐴 (Treibergs, 2016).

E. Sistem Lindenmayer (L-System)

Sistem Lindenmayer dipahami sebagai suatu teori matematis dari perkembangan tanaman. Awalnya, sistem ini tidak memasukkan detail yang cukup untuk memodelkan secara luas tanaman-tanaman dengan tingkat yang lebih tinggi. Penekanannya adalah pada topologi tanaman, yang merupakan hubungan antara bagian-bagian tanaman yang lebih besar. Aspek geometri tanaman-tanaman tersebut berada di luar lingkup teori. Secara bertahap, beberapa interpretasi geometri dari sistem-L disampaikan dengan suatu pandangan untuk mengubah sistem ini menjadi suatu alat yang berguna untuk memodelkan tanaman.Konsep utama dari sistem-L adalah perulangan rangkaian. Secara umum, perulangan rangkaian adalah teknik untuk mendefinisikan objek-objek yang kompleks dengan mengganti bagian dari suatu objek awal yang sederhana secara berturut-turut menggunakan sebuah himpunan ‘aturan perulangan jaringan’ atau ‘produksi’. Salah satu contoh klasik dari sebuah objek grafis yang disusun dalam bentuk aturan perulangan rangkaian adalah kurva keping salju yang dikenalkan oleh von Koch pada tahun 1905(Prusinkiewicz dkk, 1990).

Pada awalnya dimulai dengan dua bentuk, sebuah inisiator dan sebuah generator. Hasil akhirnya adalah daerah yang dibentuk dari ruas-ruas garis dengan 𝑁 sisi dengan panjang setiap sisinya sama, yaitu 𝑟. Setiap tahap dari konstruksi dimulai dengan suatu ruas garis yang tersusun dengan mengganti setiap interval lurus dengan sebuah salinan dari generator, mengurangi dan mengganti,

(28)

13

sedemikian sehingga memiliki titik ujung yang sama dengan interval yang sebelumnya (Prusinkiewicz dkk, 1990).

Gambar 2.4. Kurva von Koch

Operasi Perulangan rangkaian yang paling banyak dipelajari dan paling dipahami adalah operasi sistem pada rangkaian karakter. Definisi formal yang pertama sebagai sebuah sistem awalnya diberikan oleh Thue, tetapi ketertarikan yang besar terhadap perulangan rangkaian mulai tumbuh pada akhir 1950an dengan pekerjaan Chomsky pada tata tulis formal. Ia mengaplikasikan konsep penulisan ulang untuk menggambarkan sifat-sifat sintaksis dari bahasa alami. Pada 1968, seorang biolog, Aristid Lindenmayer, memperkenalkan suatu jenis baru dari mekanisme perulangan rangkaian, yang kemudian disebut sistem-L (L-system). Perbedaan mendasar antara tata bahasa Chomsky dan sistem-L terletak pada metode mengaplikasikan produksi. Pada tata bahasa Chomsky, produksi diaplikasikan secara berurutan, sedangkan dalam sistem-L produksi diaplikasikan secara paralel dan secara simultan mengganti semua huruf dalam sebuah bahasa yang diberikan (Prusinkiewicz dkk, 1990).

Kelas paling sederhana dari sistem-L, yang mana bersifat deterministik dan bebas konteks, disebut sistem-DOL. Untuk mengenalkan ide utama dalam bentuk yang intuitif, diberikan contoh. Misalkan rangkaian (kata-kata) disusun menggunakan huruf 𝑎 dan 𝑏, yang mana dapat melibatkan banyak susunan dalam

(29)

14

rangkaian. Perintah𝑎 → 𝑎𝑏 berarti bahwa huruf 𝑎 diganti dengan rangkaian 𝑎𝑏, dan perintah 𝑏 → 𝑎 berarti bahwa huruf 𝑏 digantikan dengan huruf 𝑎. Proses penulisan ulang dimulai dari sebuah rangkaian berbeda yang disebut aksioma. Diasumsikan bahwa aksioma tersebut memuat suatu huruf, yaitu 𝑏. Pada tahap pertama (penulisan ulang) aksioma 𝑏 digantikanoleh 𝑎 menggunakan produksi 𝑏 → 𝑎. Pada tahap kedua 𝑎 digantikan dengan 𝑎𝑏 menggunakan produksi 𝑎 → 𝑎𝑏. Kata 𝑎𝑏 memuat dua huruf, keduanya secara simultan digantikan pada tahap penurunan selanjutnya. 𝑎 digantikan oleh 𝑎𝑏, 𝑏 digantikan oleh 𝑎, menghasilkan rangkaian 𝑎𝑏𝑎. Dengan cara serupa, rangkaian 𝑎𝑏𝑎 menghasilkan 𝑎𝑏𝑎𝑎𝑏 yang akan menghasilkan rangkaian 𝑎𝑏𝑎𝑎𝑏𝑎𝑏𝑎, kemudian 𝑎𝑏𝑎𝑎𝑏𝑎𝑏𝑎𝑎𝑏𝑎𝑎𝑏, dan seterusnya (Prusinkiewicz dkk, 1990).

Gambar 2.5. Skema Sistem-OL

Ilustrasi lain yang menggambarkan mekanisme kerja sistem-L adalah sebagai berikut berikut; dimulai dengan sebuah rangkaian awal yang disebut aksioma, dan himpunan aturan yang disebut produksi. Setiap produksi memiliki ruas kiri dan ruas kanan. Untuk kasus yang lebih sederhana, ruas kiri dari setiap produksi dapat dibuat menjadi satu karakter dan ruas kanan terdiri dari suatu rangkaian karakter. Penulisan ulang melalui tahap-tahap diskrit. Rangkaian awal akan memuat sebuah karakter, yaitu aksioma. Untuk beranjak dari satu tahap ke tahap selanjutnya pada perkembangan rangkaian, rangkaian karakter ini akan dipindahkan dari kiri ke kanan. Kapanpun kita menjumpai karakter pada ruas kiri produksi, kita mengganti karakter tersebut dengan ruas kanan produksi. Secara

(30)

15

konvensional, ketika kita menemukan suatu karakter yang tidak berada pada ruas kiri dari setiap produksi, kita mengganti karakter tersebut dengan dirinya sendiri. Sebagai contoh, suatu alfabet akan memuat himpunan dengan karakter {I, [,], (,)} dan aksiomanya adalah karakter I. Produksi dari sistem-L adalah I→I[I]I(I)I. Artinya kita akan memulai (pada tahap 0) dengan karakter I. Pada tahap 1 kita mengganti I dengan I[I]I(I)I. Pada tahap kedua kita mengganti setiap I pada tahap pertama dengan I[I]I(I)I. Berikut adalah prekembangan rangkaian setelah tahap 1 dan 2:

Aksioma: I Tahap 1: I[I]I(I)I

Tahap 2: I[I]I(I)I[I[I]I(I)I]I[I]I(I)I(I[I]I(I)I)I[I]I(I)I

Pada tahap ketiga, rangkaian akan memuat 249 karakter (Burns, 2010).

Berdasarkan contoh dan ilustrasi yang sudah diberikan, maka definisi formal dari sistem-L adalah sebagai berikut; misalkan 𝑉 menyatakan sebuah huruf, 𝑉∗ adalah himpunan semua kata dari 𝑉, dan 𝑉+ adalah himpunan dari semua kata tak kosong dari 𝑉. Sebuah rangkaian sistem-OL adalah sebuah triplet berurutan 𝐺 = 〈𝑉, 𝜔, 𝑃〉 dimana 𝑉 adalah huruf dari sistem, 𝜔 ∈ 𝑉+adalah kata tak kosong yang disebut aksioma dan 𝑃 ⊂ 𝑉 × 𝑉∗ adalah himpunan berhingga produksi-produksi. Suatu produksi (𝑎, 𝒳) ∈ 𝑃 dituliskan sebagai 𝑎 → 𝒳. Huruf 𝑎 dan 𝒳 masing-masing disebut pendahulu dan pewaris dari produksi. Diasumsikan bahwa untuk setiap huruf 𝑎 ∈ 𝑉, paling tidak terdapat satu kata 𝒳 ∈ 𝑉∗ sedemikian sehingga 𝑎 → 𝒳. Jika tidak ada produksi yang secara eksplisit ditentukan untuk pendahulu 𝑎 ∈ 𝑉, identitas produksi 𝑎 → 𝑎 diasumsikan sebagai bagian dari himpunan produksi-produksi 𝑃. Suatu sistem-OL deterministik (sistem-DOL) jika dan hanya jika untuk setiap 𝑎 ∈ 𝑉 ada tepat satu 𝒳 ∈ 𝑉∗ sedemikian sehingga 𝑎 → 𝒳(Prusinkiewicz dkk, 1990).

(31)

16 F. Proses Kognitif

1. Mengingat

Ketika tujuan dari instruksi adalah untuk mengembangkan daya ingat terhadap materi yang disampaikan dalam bentuk yang sama seperti yang sudah diajarkan, kategori proses yang relevan adalah mengingat. Mengingat melibatkan pengambilan kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. Untuk menilai kegiatan pembelajaran siswa dalam kategori proses yang paling sederhana, siswa diberikan tugas untuk megingat kembali dalam kondisi yang sangat mirip dengan apa yang sudah dipelajarinya. Sebagai contoh, jika seorang siswa mempelajari Bahasa Inggris yang setara dengan 20 kata Bahasa Spanyol, sebuah tes mengingat dapat melibatkan meminta siswa untuk memasangkan kata-kata dalam Bahasa Spanyol dengan kata Bahasa Inggris yang memiliki arti yang sama, atau menuliskan kata-kata Bahasa Inggris yang berkorespondensi dengan setiap kata-kata-kata-kata Bahasa Spanyol yang diberikan.

Mengingat pengetahuan merupakan hal yang penting untuk pembelajaran dan pemecahan masalah, karena pengetahuan itu digunakan dalam tugas yang lebih kompleks. Sebagai contoh, pengetahuan tentang pengejaan yang benar dari kata-kata Bahasa Inggris sesuai pada tingkat kelas siswa adalah hal yang perlu jika tujuan pembelajaran adalah supaya siswa dapat menguasai tugas menulis esai. Mengingat meliputi proses mengenal (mengidentifikasi) dan mengingat (mengumpulkan). Proses mengenal atau mengidentifikasi adalah proses menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang, sedangkan proses mengingat adalah proses mengumpulkn pengetahuan-pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang.

2. Memahami

Ketika tujuan dari instruksi adalah untuk mengembangkan proses transfer ilmu pengetahuan, fokus dari proses kognitif bergeser menuju memahami melalui menciptakan. Siswa dikatakan memahami ketika mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesan instruksional, meliputi komunikasi oral, tertulis maupun grafis yang disampaikan kepada siswa selama kegiatan

(32)

17

pembelajaran, dalam buku atau pada layar komputer. Contoh dari pesan instruksional yang potensial meliputi demonstrasi fisika dalam kelas, formasi geologikal yang terlihat ketika melakukan field trip, simulasi komputer dari sebuah perjalanan ke museum seni, dan pekerjaan musikal yang dilakukan oleh seorang orkestra, sebagaimana sejumlah kata, gambar dan simbol direpresentasikan pada uraian.

Siswa mengerti ketika mereka membangun koneksi antara pengetahuan yang ‘baru’ untuk didapatkan dengan pengetahuan utama mereka. Secara lebih spesifik, pengetahuan yang masuk diintegrasi dengan skema yang sudah ada dan kerangka kerja kognitif. Karena konsep adalah unit dasar dari skema dan kerangka kerja ini, pengetahuan konseptual memberikan dasar padi pemahaman. Proses kognitif dalam kategori memahami, meliputi mengintrpretasi, memberikan contoh, mengklasifikasi, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.

3. Menerapkan

Penerapan melibatkan penggunaan prosedur-prosedur untuk melakukan suatu tugas atau memecahkan suatu masalah. Penerapan seringkali dikaitkan dengan pengetahuan prosedural. Sebuah pekerjaan adalah tugas yang prosedur pengerjaannya sudah diketahui oleh siswa, sehingga siswa sudah mengembangkan pendekatan yang rutin terhadap tugas tersebut. Suatu masalah adalah tugas yang prosedur pengerjaannya pada awalnya tidak diketahui oleh siswa, sehingga siswa harus merancang suatu prosedur untuk memecahkan masalah tersebut. Kategori menerapkan memuat dua proses kognitif, yaitu proses eksekusi, ketika tugasnya adalah pekerjaan (familiar) dan implementasi, ketika tugasnya adalah sebuah masalah (tidak familiar).

Ketika tugas yang diberikan adalah pekerjaan yang familiar, siswa secara umum tahu pengetahuan prosedural apa yang digunakan. Ketika diberikan tugas, siswa menunjukkan prosedur dengan sedikit pemikiran. Sebagai contoh, seorang siswa pada pelajaran aljabar diajak mengerjakan 50 soal yang melibatkan persamaan kuadratik yang secara sederhana ‘memasukan bilangan-bilangan dan menjalankan persamaan’.

(33)

18

Ketika tugas yang diberikan berupa masalah yang tidak familiar, siswa harus menentukan pengetahuan apa yang akan mereka gunakan. Jika tugas bertujuan untuk untuk melihat pengetahuan prosedural dan tidak ada prosedur yang sesuai dengan situasi permasalahan, maka modifikasi dalam pengetahuan prosedural yang dipilih mungkin diperlukan. Bersifat kontras dengan proses eksekusi, proses implementasi memerlukan beberapa tahap pemahaman tentang permasalahan sebaik pemahaman tentang prosedur solusi. Pada proses implementasi, memahami pengetahuan konseptual merupakan syarat untuk mengaplikasikan pengetahuan prosedural.

4. Menganalisis

Analisis melibatkan membagi meterial menjadi bagian-bagian yang saling berkaitan dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan satu dengan yang lain. Kategori proses ini melibatkan proses kognitif dari diferensiasi, organisasi, dan penghubungan. Tujuan klasifikasianalisis meliputi belajar menentukan bagian-bagian yang relevan atau penting dari sebuah pesan (diferensiasi), bagaimana potongan-potongan pesan di tata (organisasi), dan tujuan yang mendasari pesan tersebut (hubungan).

Mengembangkan keterampilan siswa dalam menganalisis komunikasi edukasional adalah tujuan dari banyak bidang studi. Guru Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kemanusiaan dan Seni seringkali mengadakan ‘belajar menganalisis’ sebagai tujuan penting mereka. Mereka mungkin, sebagai contoh berharap untuk mengembangkan kemampuan siswa mereka dalam:

a. membedakan fakta dan pendapat (atau kenyataan dan fantasi);

b. menghubungkan kesimpulan dengan pernyataan-pernyataan yang membantu;

c. mencari informasi yang relevan dari informasi yang asing;

d. menentukan bagaimana ide-ide berhubungan satu dengan yang lain; e. memastikan asumsi yang belum diketahui kebenarannya yang terlibat

(34)

19

f. menentukan pokok itama dari sub-ide atau tema dalam lukisan atau musik, dan

g. menemukan bukti yang mendukung tujuan penulis,

Kategori proses memahami, menganalisis dan mengevaluasi salig berhubungan dan seringkali digunakan secara turun temurun dalam memberikan tugas kognitif. Pada saat yang sama, menjaga agar ketiganya tetap terpisah juga merupakan hal yang penting. Orang yang memahami suatu komunikasi bisa jadi tidak mampu menganalisis komunikasi tersebut dengan baik. Sama halnya dengan seseorang yang pandai dalam menganalisis suatu komunikasi bisa saja mengevaluasinya dengan kurang bagus.

5. Mengevaluasi

Evaluasi didefinisikan sebagai pembuatan keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria yang sering kali digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi. Kriteria-kriteria ini dapat ditentukan oleh siswa atau oleh pihak lain. Standar bisa bersifat kuantitatif atau bersifat kualitatif. Kategori evaluasi meliputi proses kognitif pemeriksaan (keputusan tentang konsistensi internal) dan kritik (penilaian berdasarkan kriteria eksternal).

Perlu ditekankan bahwa tidak semua keputusan merupakan evaluasi. Sebagai contoh siswa membuat keputusan tentang apakah sebuah contoh yang spesifik sudah sesuai dengan suatu kategori. Mereka membuat keputusan tentang kesesuaian dari suatu prosedur untuk suatu masalah khusus. Mereka membuat keputusan tentang apakah dua objek serupa atau berbeda. Sebagian besar proses kognitif, faktanya , memerlukan beberapa bentuk keputusan. Apa yang paling membedakan evaluasi dari keputusan yang dibuat oleh siswa adalah penggunaan standar kinerja yang memiliki kriteria yang jelas. Apakah mesin ini bekerja seefektif yang seharusnya? Apakah metode ini merupakan metode yang paling baik digunakan untuk mencapai tujuan? Apakah pendekatan ini lebih efektif daripada pendekatan lainnya? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini digunakan oleh orang-orang yang mengevaluasi.

(35)

20

Mencipta melibatkan penempatan elemen-elemen dalam satu wadah yang sama untuk membentuk sesuatu yang koheren atau fungsional. Tujuan dari mencipta adalah siswa membuat suatu produk baru dengan secara mental mengatur kembali beberapa elemen atau bagian menjadi sebuah pola atau struktur yang tidak seperti yang sudah disampaikan sebelumnya. Proses yang dilibatkan dalam mencipta secara umum adalah koordinasi dengan pembelajaran yang sudah dilakukan siswa sebelumnya. Walaupun mencipta memerlukan pemikiran yang kreative dari siswa, pemikiran ini tidak seluruhnya hanya ekspresi kreatif yang tidak terikat dengan efek tugas belajar atau situasi.

Untuk beberapa orang, kreatifitas adalah memproduksi produk yang tidak biasa, sering kali disebut sebagai kemampuan spesial. Mencipta, dalam konteks ini, walaupun bertujuan memerlukan produksi yang unik, juga merujuk pada tujuan penggunaan produksi yang dapat dan akan dilakukan oleh semua siswa. Tanpa hal lain, dalam melihat tujuan ini, banyak siswa akan menciptakan dalam rangka memproduksi sintesis informasi mereka atau material untuk menciptakan suatu hal yang benar-benar baru, dalam menulis, meluksi, mengukir, membangun, dan seterusnya.

Walaupun banyak tujuan dalam kategori mencipta menyaratkan kekhususan (atau keunikan), pendidik harus menentukan apa yang khusus atau unik. Penting untuk dicatat bahwa banyak tujuan dalam kategori mencipta yang tidak terpaku pada kekhususan atau keunikan. Maksud guru dengan tujuan ini adalah siswa dapat mensintesis material menjadi keseluruhan. Sintesis ini sering kali diperlukan dalam uraian dimana siswa diharapkan mengumpulkan material yang sebelumnya diajarkan menjadi presentasi yang terorganisir.

Tidak seperti mencipta, kategori lainnya melibatkan bekerja dengan menggunakan himpunan elemen yang sudah diberikan; yaitu merupakan bagian dari struktur yang lebih besar yang sedang dicoba untuk dimengerti oleh siswa. Dalam mencipta, dilain pihak, siswa harus menggambarkan elemen-elemen dari banyak sumber dan meletakkannya bersama-sama dalam

(36)

21

struktur suatu cerita atau pola yang berkaitan dengan pengetahuan utamanya. Mencipta menghasilkan produk baru, yaitu sesuatu yang dapat diobservasi dan melebihi material awal yang dipelajari oleh siswa. Sebuah tugas yang memerlukan proses mencipta cenderung memerlukan aspek dari setiap kategori proses kognitif sebelumnya sampai pada tahap tertentu, tapi tidak selalu dalam urutan seperti pada tabel taksonomi.

Proses mencipta dapat dibedakan menjadi tiga fase: representasi masalah, dimana siswa mencoba untuk memahami tugas dan menentukan solusi yang memungkinkan; rencana pemecahan masalah, dimana siswa menyeleksi kemungkinan dan membuat rencana kerja; dan eksekusi solusi, dimana siswa menjalankan rencana kerja. Selanjutnya proses mencipta dapat dianggap sebagai memulai dengan fase yang berbeda dimana suatu jenis solusi yang memungkinkan dipertimbangkan sebagai percobaan siswa untuk memahami tugas (generating_. Hal ini diikuti dengan suatu fase konvergen, dimana siswa menentukan suatu metode solusi dan mengubahnya menjadi sebuah rencana (planning). Pada akhirnya rencana dieksekusi sesuai dengan konstruksi solusi yang dibuat oleh siswa (producing). Oleh sebab itu mencipta diasosiasikan dengan tiga proses kognitif:menentukan, merencanakan dan memproduksi.

G. Berpikir Komputasional (Computational Thinking)

Ketika seseorang menggunakan komputer untuk memecahkan masalahnya, proses berpikir meliputi memetakan masalah, sehingga komputer dapat memecahkannya, ini yang disebut berpikir komputasional. Berpikir komputasional memerlukan sekumpulan keterampilan khusus yang dikembangkan. Istilah “Berpikir Komputasional” diciptakan oleh Jeannete M. Wing (2006). Menurut Jeanette, berpikir komputasional akan menjadi keterampilan dasar yang digunakan oleh setiap orang pada abad ke-21 ini: dengan tambahan konvensional ‘Membaca, menulis dan aritmatika’. Ia mendefinisikan berpikir komputasional sebagai proses berpikir yang terlibat di dalamnya merumuskan masalah dan solusi-solusinya sehingga solusi dihadirkan dalam

(37)

22

sebuah bentuk yang dapat secara efektif diangkut oleh sebuah agen proses-informasi (information-processing agent). Solusi dapat dibawa oleh seseorang atau mesin, atau secara lebih umum dengan kombinasi antara manusia dan mesin. Teknik proses berpikir komputasional meliputi dekomposisi masalah, pengenalan pola, abstraksi serta desain algoritma (Soman dkk, 2012).

Berpikir komputasional melibatkan pemecahan masalah, mendesain sistem dan memahami sifat manusia, dengan menggambarkan konsep-konsep dasar dalamilmukomputer. Berpikir komputasional melibatkan sebuah daerah dari peralatan-peralatan mental yang mencerminkan luasnya wilayah dari ilmu komputer. Dalam memecahkan suatu masalah secara efisien, kita secara lebih jauh bertanya apakah sebuah solusi pendekatan sudah cukup baik, apakah kita dapat menggunakan randomisasi, dan kapan kesalahan positif atau kesalahan negatif dapat digunakan. Berpikir komputasional memformulasikan kembali suatu masalah yang terlihat sulit menjadi sesuatu yang kita tahu apa penyelesaiannya, mungkin dengan cara reduksi, mencocokkan, transformasi, atau simulasi (Wing, 2006).

Berpikir komputasional adalah berpikir secara rekursif. Berpikir komputasional menginterpretasikan data sebagai kode, dan kode sebagai data. Berpikir komputasional menggunakan abstraksi dan dekomposisi ketika menghadapi sistem yang besar dan rumit. Berpikir komputasional memecah masalah, menggunakan representasi yang sesuai untuk sebuah masalah atau memodelkan aspek-aspek yang relevan dari suatu masalah, untuk membuat masalah tersebut dapat dikerjakan. Berpikir komputasional menggunakan ketetapan untuk mendeskripsikan sifat dari sistem secara ringkas dan deklaratif (Wing, 2006).

Menurut Jeannette M. Wing (2006), berpikir komputasional kemudian memiliki karakterstik sebagai berikut:

a. Membuat konsep, bukan membuat program. Ilmu komputer bukan pemrograman komputer. Berpikir seperti seorang ahli ilmu komputer berarti

(38)

23

lebih dari sekedar membuat program komputer. Dibutuhkan proses berpikir pada sejumlah tahap abstraksi.

b. Keterampilan dasar, bukan keterampilan hafalan. Keterampilan dasar adalah sesuatu yang setiap manusia harus tahu fungsinya dalam kehidupan masa kini. Hafalan berarti rutinitas mekanis.

c. Suatu cara manusia berpikir, bukan komputer. Berpikir komputasional adalah suatu cara manusia memecahan masalah-masalahnya; tidak menyebabkan manusia untuk berpikir seperti komputer.

d. Melengkapi dan mengkombinasikan pemikiran matematika dan teknik. Ilmu komputer secara inheren mengacu pada berpikir matematika, mengingat seperti semua ilmu ilmu, fondasi formalnya terletak pada matematika.

e. Ide-ide, bukan artefak. Berpikir komputasional bukan hanya software dan hardware yang kita produksi, yang akan ditunjukan secara fisik dimanapun dan menyentuh hidup kita sepanjang waktu. Berpikir komputasional akan menjadi konsep yang kita gunakan untuk mendekati dan memecahkan masalah, mengelola kehidupan sehari-hari kita serta komunikasi dan interaksi kita dengan orang lain.

f. Untuk setiap orang, dimana saja. Berpikir komputasional akan menjadi realitas ketika ia begitu integral dengan usaha manusia dan menjadi sebuah filosofi yang eksplisit.

Menurut Cuny, Snyder dan Wing (dalam Soman, dkk, 2012) ada banyak keuntungan dari berpikir komputasional. Berpikir komputasional bagi setiap orang berarti memungkinkan untuk:

a. Menemukan aspek-aspek yang berbeda dari sebuah masalah yang sesuai untuk komputasi.

b. Mengevaluasi perangkat-perangkat dan teknik-teknik komputasional.

c. Mengaplikasikan atau mengadaptasikan suatu perangkat atau perangkat komputasional pada suatu kegunaan baru.

d. Mengenali kesempatan untuk menggunakan komputasi dengan cara yang baru.

(39)

24

e. Mengaplikasikan strategi komputasional seperti memisah dan menguasai dalam setiap domain.

H. Penelitian Desain (Design Research)

Gravemeijer & Van Eerde (2009) mengatakan bahwa design research merupakan suatu metode penelitian yang bertujuan mengembangkan Local Instruction Theory (LIT) dengan kerjasama antara peneliti dan tenaga pengajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Design research dianggap sebagai paradigma penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan urutan kegiatan dan memahami sebuah pemahaman empiris tentang bagaimana suatu pembelajaran bekerja (Cobb, dkk. 2001;Cobb, dkk. 2003; Edelson, 2003; Gravemeijer, 2004; Research Advisory Comitee, 1996;Widjaja, 2008). Design research meliputi suatu pembelajaran yang sistematis mulai dari merancang, mengembangkan dan mengevaluasi seluruh intervensi yang berhubungan dengan pendidikan, seperti program, proses belajar, lingkungan belajar, bahan ajar, produk pembelajaran, dan sistem pembelajaran. Oleh sebab itu design research dapat dikatakan sebagai suatu metode penelitian untuk suatu masalah yang kompleks dalam praktik pendidikan atau untuk mengembangkan atau memvalidasi suatu teori tentang proses belajar, lingkungan belajar dan sejenisnya.

Gravemeijer & Cobb (2006) membagi design research menjadi tiga fase utama, yaitu persiapan untuk percobaan, percobaan desain, dan analisis retrospektif. Tahapan analisis retrospektif berperan untuk pengembangan LIT dan mengajukan isu atau inovasi selanjutnya (Gravemeijer & Cobb, 2006).Gravemijer & van Eerde (2009) menyatakan bahwa terdapat dua karakteristik yang menonjol dalam design research, yaitu peran khusus dari desain dan peran khusus dari eksperimen. Terdapat dua aspek penting yang berkaitan dengan design research, yaitu Hypotetical Learning Trajectory (HLT) dan Local Instruction Theory (LIT). Secara keseluruhan, tahapan yang dilalui dalam penelitian design research adalah sebagai berikut:

(40)

25

Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk mengembangkan urutan aktivitas pembelajaran dan mendesain instrumen untuk mengevaluasi proses pembelajaran tersebut (Widjaja, 2008).

2. Tahap II: Design Experiment (Percobaan Desain)

Pada tahap kedua ini, peneliti mengujicobakan kegiatan pembelajaran yang telah didesain pada tahap pertama. Uji coba ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menduga strategi dan pemikiran siswa selama proses pembelajaran yang sebenarnya. Tahap percobaan desain dibagi menjadi dua tahapan, yaitu percobaan pengajaran dan percobaan rintisan.

3. Tahap III: Retrospective Analysis (Analisis Retrospektif)

Setelah kegiatan percobaan desain dalam pembelajaran, data yang diperoleh dari aktivitas pembelajaran dikelas dianalisis secara retrospektif. Tujuan dari retrospective analysis secara umum adalah untuk mengembangkan local instruction theory.

(41)

26 BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan (Library research) dan penelitian desain (design research). Penelitian pustaka memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian (Zed, 2010). Design research adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan Local Instruction Theory (LIT) dengan kerjasama antara peneliti dan tenaga pendidik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (Gravemeijer & van Eerde, 2009, dalam Prahmana, 2017).

B. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat empat tahap yang dilakukan, meliputi satu tahap analisis program untuk membuat model pohon secara fraktal dan tiga tahap penelitian desain.

1. Analisis Program Fraktal

Dalam penelitian ini, digunakan suatu program untuk membuat model pohon secara fraktal, mengunakan Sistem Lindenmayer. Cara kerja dan input yang dimasukkan ke dalam program akan dianalisis lebih lanjut, untuk melihat gejala-gejala atau dampak-dampak yang terjadi pada model yang dihasilkan. Analisis dilakukan dengan menggunakan informasi-informasi yang sudah ada pada landasan teori, terkait aplikasi fungsi iteratif, aspek fraktal, terutama sifat keserupaan diri yang ditemukan pada model pohon, serta cara kerja Sistem Lindenmayer dalam program.

2. Penyusunan Desain Pembelajaran

Dalam penelitian ini, desain pembelajaran yang akan disusun berupa Hypotetical Learning Trajectoy (HLT), dimana dalam HLT ini terdapat aktivitas-aktivitas pembelajaran yang berkaitan dengan proses pemodelan pohon secara fraktal,serta melibatkan penggunaan program dan lembar kerja sebagai media yang membantu dalam kegiatan pembelajaran. Selain aktifitas

(42)

27

pembelajaran, dalam HLT ini juga terdapat kemungkinan-kemungkinan respon dari siswa terkait dengan aktivitas pembelajaran yang diberikan. 3. Ujicoba Desain Pembelajaran

HLT yang sudah dirancang kemudian diujicobakan kepada beberapa beberapa siswa, dimana penguji sendiri yang mendemonstrasikan proses pembelajaran kepada para siswa. Proses pembelajaran akan dilakukan dengan menggunakan bantuan lembar kerja dan para siswa melakukan percobaan dan eksplorasi sesuai dengan instruksi yang ada pada lembar kerja.

4. Analisis Hasil Ujicoba

Hasil ujicoba HLT yang sudah dilakukan, dianalisis kekurangan dan kelebihannya, kemudian digunakan untuk memperbaiki rancangan HLT yang sudah disusun sebelumnya. Selanjutnya proses berpikir dan hasil pekerjaan siswa akan dianalisis untuk melihat apakah proses kognitif yang diharapkan dari proses pembelajaran sudah tercapai atau belum. Hasil analisis ini juga kemudian digunakan sebagai masukan untuk rancangan HLT.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah memperoleh data. Metode pengumpulan data sangat diperlukan dalam setiap penelitian, agar nantinya data yang didapat benar-benar valid dan reliabel. Selain itu kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik penyusunan data sangat berpengaruh terhadap kelengkapan dan objektivitas dari hasil penelitian (Sugiyono, 2013).

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dalam rangka menjawab rumusan masalah pertama, yaitu menyampaikan hasil analisis yang diperoleh dengan menjelaskan cara kerja program, dikaitkan dengan Sistem Lindenmayer, kemudian dikaji pula sifat keserupaan diri yang ada pada grafik yang dihasilkan oleh program, dan

(43)

28

gejala-gejala serta dampak-dampak yang terjadi untuk setiap masukan yang diberikan pada program.

2. Observasi

Adler & Adler (dalam Hasanah, 2016) menyebutkan bahwa observasi merupakan salah satu dasar fundamental dari semua metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, khususnya menyangkut ilmu-ilmu sosial dan perilaku manusia. Morris (dalam Hasanah, 2016) mendefinisikan observasi sebagai aktivitas mencatat suatu gejala dengan bantuan instrumen-instrumen dan merekamnya dengan tujuan ilmiah atau tujuan lainnya. Observasi dikatakan sebagai kumpulan kesan tentang dunia sekitar berdasarkan semua kemampuan daya tangkap pancaindera manusia. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dalam rangka melengkapi dan menambahkan informasi yang berkaitan dengan tanggapan para mahasiswa terhadap kegiatan pembelajaran dan efektivitas dari kegiatan pembelajaran yang sudah diterapkan berdasarkan rancangan HLT.

3. Tes Tertulis

Tes merupakan salah satu jenis tugas yang menggunakan aneka prosedur spesifik untuk memperoleh informasi dan kengkonversikan atau mengubah informasi tersebut ke dalam skor atau bilangan (Friedenberg, 1995 dalam Supratiknya, 2012). Dari segi ranah kemapuan yang diukur, tes bisa dibedakan menjadi dua golongan besar; (1) maximal performance test atau tes yang bertujuan untuk mengukur kinerja maksimal, dan (2) typical performance tests atau tes yang bertujuan mengukur kinerja khas. Tes golongan pertama sesuai untuk tugas-tugas tentang semua kemampuan dalam dimensi kognitif mulai dari pengehuan faktual sampai ke pengetahuan metakognitif dalam ranah kognitif, serta beberapa kemampuan psikomotor. Tes golongan kedua sesuai untuk tugas-tugas yang berkaitan dengan cara atau kebiasaan dalam berpikir, merasa dan berperilaku yang bersifat khas pada masing-masing siswa (Supratiknya, 2012).

Dalam penelitian ini, tes yang akan digunakan adalah tes untuk melihat kemampuan kognitif siswa, berkaitan dengan kemampuan berpikir tingkat

(44)

29

tinggi (high-order thinking skills), yang pada tingkatan taksonomi proses kognitif berada pada kategori analisis, evaluasi dan mencipta. Dari hasil tes ini peneliti dapat melihat apakah siswa mampu melakukan proses kognisi yang diharapkan dengan menggunakan aktivitas belajar yang sudah disusun. Hasil tes selanjutnya akan digunakan sebagai masukan untuk perbaikan HLT yang sudah disusun.

4. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Lerbin, dalam Hadi, 2007). Wawancara dapat bersifat terbuka atau tertutup, sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan kepada siswa untuk memverifikasi hasil tes dan melengkapi hal-hal yang tidak dapat disampaikan siswa tentang proses pembelajaran. Wawancara dilakukan secara sistematis, dengan mengikuti panduan wawancara yang sudah disusun, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa pertanyaan dalam wawancara berkembang sesuai dengan jawaban responden. Hasil wawancara kemudian dikoombinasikan dengan hasil tes dan digunakan untuk perbaikan HLT.

5. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pengambilan data, gambar dan rekaman oleh peneliti untuk memperkuat hasil penelitian. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental seseorang (Sugiyono, 2013). Pada penelitian ini dokumentasi berbentuk uraian kegiatan pembelajaran dalam bentuk tulisan dan foto-foto kegiatan pembelajaran serta hasil kerja para siswa. Metode ini digunakan untuk mendukung data yang diperoleh dari hasil tes dan wawancara.

D. Instrumen Penelitian

Beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Hypotetical Learning Project (HLT)

(45)

30

Gravemeijer (2004) menyatakan bahwa HLT terdiri dari tiga komponen utama, yaitu (1) tujuan pembelajaran bagi siswa; (2) aktivitas pembelajaran dan (3) konjektor proses pembelajaran bagaimana mengetahui pemahaman dan strategi mahasiswa yang muncul dan berkembang ketika aktivitas belajar dilakukan di kelas (Prahmana, 2017).

Pada tahap preliminary design, HLT berfungsi sebagai pedoman materi pengajaran yang akan dikembangkan. Selanjutnya, pada tahap uji coba pengajaran, HLT berfungsi sebagai pedoman bagi tenaga pendidik dan peneliti dalam aktivitas pembelajaran, wawancara, dan observasi (Aljupri, 2008) (Prahmana, 2017).

Tujuan pembelajaran yang terdapat Hypothetical Learning Trajectory (HLT) pada penelitian ini adalah (1) Siswa dapat menyusun aturan atau produksi yang akan digunakan dalam program, untuk memodelkan percabangan monopodial, simpodial, dan dikotomus. (2) Siswa dapat memodifikasi masukan-masukan program sehingga dapat menghasilkan model pohon tertentu. Berikut adalah garis-garis besar langkah-langkah pembelajaran dalam HLT.

No Aktivitas Pembelajaran

1 Fasilitator memberikan pengenalan dan penjelasan terhadap perulangan rangkaian, Sistem Lindemayer dan pengenalan karakter-karakter yang akan digunakan dalam program.

2 Siswa mengerjakan soal-soal yang diberikan dalam lembar kerja 1 secara individu

3 Siswa memodifikasi masukan dalam program yang sudah disediakan secara berkelompok, kemudian menguraikan hasil modifikasi tersebut kedalam lembar kerja 2.

4 Siswa menyusun aksioma dan produksi-produksi yang diperlukan untuk membuat percabangan monopodial, simpodial dan dikotomus, serta menguraikan ide pembentukannya dalam lembar kerja 2, secara berkelompok. 5 Siswa memodifikasi masukan-masukan dari program untuk menghasilkan

bentuk pohon tertentu, kemudian menguraikan langkah-langkah kerjanya dalam lembar kerja 3, secara individu.

(46)

31 2. Lembar Kerja

Lembar kerja digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil belajar siswa, dalam bentuk strategi dan ide yang digunakan oleh siswa dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penyusunan aksioma dan rangkaian produksi untuk membuat model pohon dengan berbagai jenis percabangan. Lembar kerja dibagi menjadi tiga bagian. Berikut adalah kisi-kisi dari ketiga lembar kerja tersebut.

No Materi Pokok Teknik Berpikir Komputasional yang Dilihat Proses Kognisi yang Diharapkan Lembar kerja

1 Garis besar langkah kerja menggunakan Sistem-L untuk memperoleh suatu rangkaian. pemahaman akan pola perulangan pada rangkaian (pengenalan pola) dan mekanisme kerja untuk aturan yang lebih bervariasi (dekomposisi). Siswa dapat memahami dan menerapkan informasi yang sudah mereka peroleh ke dalam masalah yang diberikan (tingkat 2 dan 3). Lembar kerja 1 2 Modifikasi masukan pada program pemahamandan analisis pola-pola gejala yang terjadi karena perubahan masukan yang diberikan (pengenalan pola). Siswa dapat menganalisis gejala-gejala yang terjadi dari perubahan masukan yang dilakukan pada program (4). Lembar kerja 2 3 Menyusun aksioma dan rangkaian produksi Pengaitan pola-pola yang rangkaian yang dihubungkan dengan pola-pola Siswa dapat menganalisis perbedaan-perbedaan dari setiap produksi Lembar kerja 2

Gambar

Gambar 2.1. Skema Percabangan Monopodial
Gambar 2.2. Skema Percabangan Simpodial
Gambar 2.4. Kurva von Koch
Gambar 2.5. Skema Sistem-OL
+7

Referensi

Dokumen terkait