• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya Organisasi

Penggunaan istilah budaya organisasi dengan mengacu pada budaya yang berlaku dalam perusahaan, karena pada umumnya perusahaan itu dalam bentuk organisasi, yaitu kerja sama antara beberapa orang yang membentuk kelompok atau santuan kerja sama tersendiri.

Budaya organisasi dapat didenifisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Budaya organisasi juga disebut budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi (perusahaan). Dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai dan mengimplementasikan dalam diri para anggota, menjiwai orang per orang didalam organisasi. Dengan demikian, maka budaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Kilmann dkk., dalam Sutrisno (2010). Menurut Pabundu (2008) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh

(2)

anggota-9 anggota organisasi kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Sedangkan Robbins (2006) lebih jauh menyatakan bahwa

“Budaya organisasi merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Budaya organisasi-organisasi adalah suatu sisrem nilai yang yang diperoleh dan dikembangkan oleh organisasi dan pola kebiasaan dan falsafah dasar pendirinya, yang berbentuk menjadi aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi kearah perkembangan yang lebih baik.”

Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang didalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Apalagi bila ia sebagai orang baru supaya dapat diterima oleh lingkungan tempat bekerja, ia berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa yang salah; dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan di dalam organisasi tempat bekerja itu. Jadi, budaya organisasi mensosialisasikan dan menginternalisasi pada para anggota organisasi.

Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan-tujuan perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat, nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut, dan diperjuangkan oleh sebagaian besar para anggota organisasi (karyawan perusahaan).

(3)

10 Budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi Robbins dalam Safaria (2004) :

a. Budaya organisasi mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada dalam organisasi.

b. Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi

c. Budaya organisasi mempermudah timbul komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu.

d. Budaya organisasi itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. Kesatuan komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi organisasi relatif stabil.

Budaya organisasi mempunyai sejumlah karakteristik pokok yang disepakati oleh para ahli Luthans dalam Safaria (2004), yaitu :

a. Perilaku yang biasa diobsevasi

Perilaku ini bisa dilihat dari proses interaksi yang terjadi diantara para anggota organisasi, seperti mereka menggunakan bahasa yang sama, cara bersikap yang sama atau ritual-ritual yang berhubungan dengan kegiatan organisasi.

(4)

11 b. Norma

Norma merupakan sejumlah standar perilaku yang menjadi batasan, dan harus dipatuhi oleh para anggota organisasi. Norma mengatur tentang tindakan apa yang dilarang untuk dilakukan dan tindakan apa yang boleh, seperti tidak boleh berlaku curang, membocorkan rahasia perusahaan kepada pihak lain, dan lain sebagainya.

c. Nilai-nilai dominan

Nilai-nilai ini merupakan ciri dari organisasi yang membedakannya dengan organisasi lainnya, organisasi melembagakan nilai-nilai ini dan mengharapkan anggota untuk menjiwainya. Misalnya, nilai-nilai pokok karyawan untuk kualitas produksi tinggi, memberikan pelayanan prima bagi pelanggan atau mencapai kinerja tertinggi.

d. Filosofi

Ini merupakan seperangkat keyakinan dasar dan kepercayaan yang dipegang kuat oleh organisasi. Keyakinan dasar ini turut mempengaruh kebijakan dan aturan didalam organisasi. Seperti keyakinan organisasi untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berusaha menghindarinya, atau keyakinan dasar organisasi untuk bisa memenuhi tanggung jawab sosialnya bagi masyarakat dan negaranya.

(5)

12 Merupakan pedoman yang ketat yang tercantum secara tertulis di dalam kebijakan organisasi. Seperti tetntang penegakan disiplin kerja atau larangan-larangan pokok yang tertuang di dalam aturan personel.

f. Iklim organisasi

Iklim organisasi merupakan suasana umum yang dirasakan oleh anggota organisasi, melalui bangunan fisik, seting ruang kerja, cara anggota adanya berinteraksi satu dengan lainnya, proses komunikasi yang terjadi, dan lain sebagainya.

Denison dalam Sutrisno (2010) menyatakan bahwa, budaya organisasi berpengaruh terhadap efektivitas perusahaan, terutama karena dalam budaya organisasi ada keterlibatan, konsistensi, adaptasi, dan kejelasan misi.

a. Keterlibatan (Involvement)

Keterlibatan adalah faktor kunci yang tampak dan dapat dirasakan dalam setiap budaya organisasi. Bentuk-bentuk keterlibatan itu, misalnya pemberian otonomi, turut memiliki saham perusahaan, dan diberi kesempatan mengambil keputusan. Organisasi yang menerapkan keterlibatan karyawan tinggi sangat menjanjikan, tetapi juga mengandung risiko kegagalan, jika kondisinya tidak dipenuhi, yaitu kekuatan rantai keterlibatan dan diarahkannya ke misi dan tujuan kerja.

b. Konsistensi

Teori konsistensi menekankan adanya pengaruh positif dan budaya kuat terhadap efektivitas, menurut teori ini sistem keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan simbol-simbol, yang dimengerti dan dianut bersama oleh para anggota organisasi

(6)

13 mempunyai dampak positif terhadap pencapaian konsensus dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terkoordinasikan. Konsep dasarnya ialah bahwa sistem kontrol yang implisit didasarkan atas nilai-nilai yang diinternalisasikan adalah alat yang lebih efektif untuk mencapai koordinasi dibandingkan dengan sistem kontrol eksternal yang didasarkan atas aturan formal yang eksplisit. Adanya konsistensi dalam suatu organisasi itu ditandai antara lain oleh: (1) para karyawan merasa terikat (commited) tinggi; (2) ada nilai-nilai inti sebagai kunci; (3) tendensi promosi dari dalam; (4) ada kejelasan tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang harus tidak dilakukan. Ciri-ciri ini mendorong terciptanya budaya organisasi yang kuat dimengerti dengan baik oleh para anggota organisasi. Teori ini juga menjelaskan jika sistem manajemen menghendaki untuk memperoleh koordinasi dan integrasi tinggi, haruslah keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai dan praktik-praktik nyata yang dilakukan. Adanya kesenjangan atau ketidakkonsistensian antara nilai-nilai dan praktik-praktik nyata cenderung merusak arti kebersamaan, integrasi normatif, dan konsisten, yang berkaitan dengan efektivitas organisasional. Jadi harus ada konsistensi antara nilai-nilai dengan perilaku, atau ada konformatif dengan praktik-praktik yang berdasar atas nilai-nilai.

c. Adaptasi

Teori adaptasi yang menempatkan lingkungan sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas organisasi, karena organisasi dituntut untuk menyesuaikannya, demi keberhasilan dan efektivitasnya. Mengenai hubungan

(7)

14 antara budaya organisasi dengan lingkungannya. Oleh karena itu jika suatu organisasi dikonfrotasikan dengan situasi baru, maka cara-cara yang dicobakan oleh organisasi itu ialah cara-cara yang telah diperoleh dari pengalaman belajar masa lalu yang telah menjadi bagian dari sejarahnya. Menurut Schein dalam Sutrisno (2010), proses adaptasi telah memberikan sumbangan budaya kepada suatu sistem sosial, tetapi tidak banyak yang dapat menerangkan bagaimana suatu budaya dari suatu sistem sosial memberi kontribusi kepada adaptasi. Jadi ada tiga aspek adaptasi yang rupa-rupanya berdampak terhadap efektivitas organisasi, yaitu; (1) kemampuannya untuk melihat dan menanggapi lingkungan eksternal, misalnya terhadap pesaing atau pelanggan; (2) kemampuannya untuk menanggapi lingkungan internal, misalnya terhadap karyawan, bagian, atau divisi, dan (3) reaksi terhadap salah satu komponen internal dan eksternal yang menuntut kapasitas penyusunan kembali dan pelembagaan kembali seperangkat perilaku dan proses-proses yang diperlukan oleh organisasi untuk melakukan adaptasi, Zald & Ash,1966 dalam Sutrisno (2010). Tanpa memiliki kemampuan untuk mengimplemtasikan tanggapan-tanggapan adaptif ini, suatu organisasi tidak akan efektif.

d. Misi

Membuat hubungan antara budaya organisasi dan kinerja menjadi efektif karena adanya misi yang jelas. Misi ini dirumuskan bersama antara pimpinan dan para karyawan dalam organisasi, sehingga semuanya jelas apa dan ke mana misi organisasi itu, dan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing anggota. Suatu

(8)

15 misi menunjukkan arti dan maksudnya, merumuskan peran sosial dan tujuan eksternal, dan merumuskan peran-peran individual dalam kaitannya dengan peran organisasional. Melalui proses ini perilaku diberi arti intrinsik, bahkan spiritual, melampaui peran yang dirumuskan secara birokratis. Proses internalisasi dan identifikasi ini menyumbang pada komitmen jangka pendek dan jangka panjang, dan menghasilkan kineja yang efektif. Pengaruh utama dari sense of mission ialah bahwa rasa misi yang kuat terhadap organisasi memberikan kejelasan dan arah. Pada tingkat individual ada bukti yang meyakinkan bahwa keberhasilan dimungkinkan apabila individu-individu itu terarah pada tujuan. Pada tingkat organisasional dampaknya dapat dirasakan melalui koordinasi yang diperoleh dari perumusan tujuan secara bersama. Dua faktor tersebut tadi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja. Arti misi juga menuntut organisasi untuk menerapkan pemikiran dan masa depan yang sempurna. Menggunakan cara pemikiran seperti ini berdampak pada perilaku dan memberi kesempatan kepada organisasi untuk membentuk perilaku yang sedang berjalan dengan menunjukkan sekaligus keadaan masa depan yang diinginkan.

2.1.2 Kepemimpinan

Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya,

(9)

16 pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.

Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita. Ada beberapa faktor yang dapat menggerakan orang yaitu karena ancaman, penghargaan, otoritas, dan bujukan.

Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan anggota kelompok. Kepemimpinan itu pada hakikatnya adalah :

a. Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

b. Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.

c. Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

d. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut dan situasi tertentu.

e. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sumber pengaruh dapat secara formal atau tidak formal. Pengaruh formal ada

(10)

17 bila seorang pemimipin memiliki posisi manajerial di dalam sebuah organisasi. Sedangkan pengaruh tidak formal muncul di luar struktur organisasi.

Teori kepemimpinan : a. Teori Sifat

Teori yang berusaha untuk mengindentifikasikan karakteristik khas (fisik, mental, kepribadian) yang dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinan. Teori ini menekankan pada atribut-atribut pribadi dari para pemimpin. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa beberapa orang merupakan pemimpin alamiah dan dianugerahi beberapa ciri yang tidak dipunyai orang lain seperti energi yang tiada habis-habisnya, intuisi yang mendalam, pandangan masa depan yang luar biasa dan kekuatan persuasif yang tidak ditertahankan. Teori kepemimpinan ini menyatakan keberhasilan manajerial disebabkan karena memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa dari seorang pemimpin.

b. Teori Kepribadian Perilaku

Di akhir 1940-an para peneliti mulai mengeksplorasikan pemikiran bahwa bagaimana perilaku seseorang dapat menentukan keefektifan kepemimpinan seseorang. Dan mereka menemukan sifat-sifat, mereka meneliti pengaruhnya pada prestasi dan kepuasan dari pengikut-pengikutnya.

1) Kepemimpinan yang dilakukan pada pusat riset Universitas of Michigan, dengan sasaran melokasi karakteristik perilaku kepemimpinan yang tampaknya dikaitkan dengan ukuran keefektifan kinerja. Melalui penelitian mengindentifikasikan dua gaya kepemimpinan yang berbeda, disebut sebagai

(11)

18 job-centered yang berorientasi pada pekerjaan yang tugasnya menerapkan pengawasan ketat sehingga bawahan melakukan tugasnya dengan menggunakan prosedur yang telah ditentukan dan employee-centered pada karyawan. Pemimpin yang job-centered, pemimpin yang berorientasi pada tugas menerapkan pengawasan ketat sehingga bawahan melakukan tugasnya dengan menggunakan prosedur yang telah ditentukan. Pemimpin ini mengandalkan kekuatan paksaan, imbalan, dan hukuman untuk mempengaruhi sifat-sifat and prestasi pengikutnya. Pemimpin yang berpusat pada bawahan, mendelegasikan pengambilan keputusan pada bawahan dan membantu pengikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang suportif. Pemimpin yang berpusat pada karyawan memiliki perhatian terhadap kemajuan, pertumbuhan dan prestasi pribadi pengikutnya.

2) Penelitian kepemimpinan yang dipimpin oleh Fleishman dan rekan-rekannya di Ohio State University menghasilkan perkembangan teori dua faktor dari kepemimpinan. Suatu seri penelitian mengisolasikan dua faktor kepemimpinan, disebut sebagai membentuk struktur dan konsiderasi. Membentuk struktur melibatkan perilaku di mana pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan-hubungan di dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, dan menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas yang benar. Pemimpin yang memiliki kecenderungan membentuk struktur yang tinggi, akan berorientasi

(12)

19 pada tujuan dan hasil. Konsiderasi melibatkan perilaku yang menunjukkan persahabatan, saling percaya, menghargai, kehangatan, dan komunikasi antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin yang memiliki konsiderasi tinggi menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan partisipasi.

c. Teori Kepemimpinan Situasional

Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin untuk memiliki keterampilan diagnostik dalam perilaku manusia. d. Pendekatan Terbaru Dalam Kepemimpinan

Suatu teori atribusi kepemimpinan, kepemimpinan karismatik, dan kepemimipinan transaksional lawan transformasional.

1) Teori Atribusi Kepemimpinan

Teori ini mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata suatu atribusi yang dibuat orang mengenai individu-individu lain.

2) Teori Kepemimpinan Karismatik

Teori kepemimpinan karismatik merupakan suatu perpanjangan dari teori-teori atribusi. Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut membuat atribusi (penghubung) dari kemampuan kepemimpinan yang heroik atau luar biasa bila mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu.

(13)

20 Pemimpin transaksional, pemimpin yang memandu atau memotivasi pengikut

mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas. Pemimpin transformasional, pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan, dan yang memiliki karisma.

Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan sesuatu hal atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi.

Secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu :

a. Fungsi instruksi

Fungsi bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan di mana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk mengarahkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.

b. Fungsi konsultasi

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada

(14)

orang-21 orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. c. Fungsi partisipasi

Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.

d. Fungsi delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan.

e. Fungsi pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalan koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

Gaya artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak-gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar

(15)

22 sasaran dan organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.

Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang. Gaya kepemimpinan yang menunjukkan, secara langsung maupun tidak langsung, tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya.

Sehingga gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi.

Gaya kepemimpinan merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Gaya kepemimpinann memiliki tiga pola dasar yaitu yang mementingkan pelaksanaan tugas, yang mementingkan hubungan kerja sama, dan yang mementingkan hasil yang dapat dicapai.

Dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, maka akan berlangsung aktivitas kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut dipilah-pilah, akan terlihat gaya kepemimpinan dengan pola masing-masing. Gaya kepemimpinan tersebut merupakan

(16)

23 dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu :

a. Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanaan tugas. b. Gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan kerja sama c. Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang dicapai

Berdasarkan ketiga pola dasar tersebut terbentuk perilaku kepemimpinan yang berwujud pada kategori kepemimpinan yang terdiri dari tiga tipe pokok kepemimpinan, yaitu :

a. Tipe Kepemimpinan Otoriter

Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Kedudukan dan tugas anak buah semata-mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkann dengan bawahannya. Kemampuan selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah.

b. Tipe Kepemimpinan Demokratis

Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya. Seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, kretivitas, inisiatif, yang berbeda-beda dan dihargai disalurkan secara wajar. Tipe pimpinan ini selalu

(17)

24 berusaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Kepemimpinan demokratis adalah kepempinan yang aktif, dinamis, dan terarah. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing.

c. Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perorangan maupun kelompok-kelompok kecil. Pimpinan hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat.

2.1.3 Komitmen Karyawan

Robbins dan Judge (2007) mengemukakan bahwa komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi. Sedangkan Mathis dan Jackson dalam Sopiah (2008) mengemukakan bahwa komitmen organisasional sebagai derajad dimana karyawan percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasinya).

Richard M. Steers dalam Sri Kuntjoro (2002) mengemukakan bahwa komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan

(18)

25 organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.

Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Rendahnya komitmen mencerminkan kurangnya tanggung jawab seseorang dalam menjalankan tugasnya. Mempersoalkan komitmen sama dengan mempersoalkan tanggung jawab, dengan demikian, ukuran komitmen seorang pimpinan yang dalam hal ini adalah kepala sekolah adalah terkait dengan pendelegasian wewenang (empowerment). Dalam konsep ini pimpinan dihadapkan pada komitmen untuk mempercayakan tugas dan tanggung jawab ke bawahan. Sebaliknya, bawahan perlu memiliki komitmen untuk meningkatkan kompetensi diri.

Dari beberapa definisi yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen merupakan suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi ditandai

(19)

26 dengan adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi.

Mowday dalam Sopiah (2008) menyatakan ada tiga aspek komitmen antara lain :

a. Affective commitment, yang berkaitan dengan adanya keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to.

b. Continuance commitment, adalah suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to). c. Normative Commitment, adalah komitmen yang didasarkan pada norma yang ada

dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ought to).

Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers dalam Sopiah (2008) menyatakan bahwa tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara lain :

a. Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.

(20)

27 b. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan

sekerja.

c. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang organisasi.

Sementara itu, Minner dalam Sopiah (2008) mengemukakan bahwa empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan:

a. Faktor personal

Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan kepribadian. b. Karakteristik pekerjaan

Misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

c. Karakteristik struktur

Besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjaan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

d. Pengalaman kerja

Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.

(21)

28 2.1.4 Kajian Riset Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti dan Tahun Lokasi Metode Penelitian

Variabel dan atau Hubungan antar Variabel Hasil Riset 1 Anita Sophia Delima, 2009 Jakarta Pendekatan Kuantitatif diolah dengan SPSS Independen : Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Dependen : Komitmen Organisasional Terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi dan kepuasa kerja terhadap komitmen organisasional pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Dua 2 Chaterina Melina Taurisa dan Intan Ratnawati, 2012 Semarang Menyebarkan kuesioner diolah dengan SEM Independen : Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Dependen : Komitmen Organisasional Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang searah antara budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional

(22)

29 No Peneliti dan Tahun Lokasi Metode Penelitian

Variabel dan atau Hubungan antar Variabel Hasil Riset 3 Mohammad Ghozali, 2008 Jakarta Kuesioner MLQ (Multifactor Leadership Questionnaire) untuk kepemimpinan dan OCS (Organization Commitment Scale) untuk mengukur komitmen organisasi diolah dengan SPSS Independen : Kepemimpinan dengan Kepemimpinan Transaksional dan Kepemimpinan Transformasional Dependen : Komitmen Organisasi Tidak terdapat perbedaan komitmen organisasi, continuance commitment dan normative commitment yang signifikan antara karyawan yang dipimpin oleh pemimpin transaksional dengan karyawan yang dipimpin oleh pemimpin transformasional Terdapat perbedaan affective commitment yang signifikan antara karyawan yang dipimpin oleh pemimpin

transaksional dengan karyawan yang dipimpin oleh pemimpin

(23)

30 No Peneliti dan Tahun Lokasi Metode Penelitian

Variabel dan atau Hubungan antar Variabel Hasil Riset 4 Nasrul Latif, 2009 Depok Penelitian Kuantitatif yang bersifat korelasional diolah dengan SPSS Independen : Budaya Organisasi Dependen : Komitmen Organisasi Hubungan yang positif dan signifikan antara nilai budaya organisasi dengan komitmen organisasi afektif dan normatif

5 Nurjanah, 2008 Semarang Metode Proporsional random sampling dan data yang digunakan adalah data primer berupa kuesioner Independen : Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Dependen : Komitmen Organisasi Gaya kepemimpinan dan budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi

Sumber : Kajian riset terdahulu

2.2 Rerangka Pemikiran

Berdasarkan pada kajian teori dan hasil riset terdahulu, maka dapat diuraikan rerangka pemikiran secara logis yaitu variabel budaya organisasi dan kepemimpinan yang mempengaruhi komitmen karyawan, sebagaimana ditunjukkan pada gambar sebagai berikut :

(24)

31 Gambar 2.1

Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Komitmen Karyawan

Sumber : Hasil Pengolahan Data

2.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan atau prediksi tentang fenomena atau hubungan antar fenomena. Berdasarkan hubungan teori, rerangka pemikiran, dan fenomena serta masalah yang ada dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Budaya Organisasi (X1) :

- Keterlibatan - Konsistensi - Adaptasi - Misi

Komitmen Karyawan (Y) : - Affective Commitment - Continuance Commitment - Normative Commitment Gaya Kepemimpinan (X2) : - Kepemimpinan Otoriter - Kepemimpinan Demokratis - Kepemimpinan Kendali Bebas H1 H3 H2

(25)

32 Ho1 : Budaya Organisasi tidak berpengaruh terhadap komitmen karyawan di

Corporate HR

Ha1 : Budaya Organisasi berpengaruh terhadap komitmen karyawan di

Corporate HR

Ho2 : Gaya Kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap komitmen karyawan

di Corporate HR

Ha2 : Gaya Kepemimpinan berpengaruh terhadap komitmen karyawan di

Corporate HR

Ho3 : Budaya Organisasi dan gaya kepemimpinan tidak berpengaruh

terhadap komitmen karyawan di Corporate HR

Ha3 : Budaya Organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu  No  Peneliti  dan  Tahun  Lokasi  Metode  Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan karakter bangsa dalam pendidikan berpedoman pada tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 yaitu untuk

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hidayati dan Murni (2009), yang menemukan bahwa peluang pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap ERC karena objek

1) Pesantren menerapkan aturan yang harus ditaati oleh setiap santri, apabila terjadi pelanggaran, santri akan mendapatkan hukuman dari riang sampai ke berat,

a) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua. b) Tipe Kepribadian Mandiri

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang

Efektivitas dan kenyamanan dalam penggunaan ekstrak etanolik bunga kembang sepatu pada kulit dapat ditingkatkan dengan cara diformulasikan menjadi bentuk sediaan gel,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Taufik, serta Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penggunaan Permainan

Selain dokumen persiapan proyek lainnya (seperti Feasibility Study atau FS), Klien harus mempersiapkan dan mengungkapkan dokumen-dokumen Perlindungan Lingkungan dan Sosial