• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Organizational Ambidexterity dan Organizational Vacillation

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Organizational Ambidexterity dan Organizational Vacillation"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

7

2.1 Organizational Ambidexterity dan Organizational Vacillation

Organizational ambidexterity mengacu pada kemampuan organisasi untuk meningkatkan efisiensi dengan melakukan pendekatan statis yang mengharuskan organisasi terlibat dalam eksplorasi dan eksploitasi secara bersamaan dan seimbang, terutama kemampuan top manajemen untuk memecahkan masalah melalui kepemimpinannya, dan middle manajemen yang memfasilitasi koordinasi (Boumgarden, Nickerson, & Zenger, 2011, pp. 7-8).

Organizational vacillation mengacu pada pencapaian high performance melalui high level eksplorasi dan eksploitasi secara bergantian (Boumgarden, Nickerson, & Zenger, 2011, p. 9).

Strategi eksplorasi inovasi dapat dikategorikan sebagai hal yang berbahaya, beresiko, dan berhubungan dengan perubahan radikal, serta pengembangan dari produk dan teknologi. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja dari perusahaan pada jangka panjang, bahkan berpengaruh negatif pada jangka pendek (Çomez, Erdil, Alpkan, & Kitapci, 2011, p. 78).

Sedangkan strategi eksploitasi inovasi menggunakan segala kemampuan dan pengetahuan dari organisasi untuk meningkatkan proses yang telah ada dan produksi atau pelayanan untuk konsumen yang telah ada. Hal ini membuat strategi eksploitasi inovasi menjadi mudah diprediksi dan memiliki jangka waktu yang pendek (Çomez, Erdil, Alpkan, & Kitapci, 2011, p. 78).

Perbedaan hasil kinerja membuat keseimbangan dari dua dimensi strategi ini sangat penting untuk dicapai. Keseimbangan tersebut (ambidexterity) yaitu untuk mendapatkan kinerja yang baik melalui eksploitasi dan eksplorasi. Menurut penelitan, ambidexterity memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja perusahaan (Çomez, Erdil, Alpkan, & Kitapci, 2011, p. 78).

Gambar 2.1 Desain dari Ambidexterity Sumber: (Boumgarden, Nickerson, & Zenger, 2011, p. 48).

Gambar 2.1 adalah desain ambidexterity, gambar tersebut menjelaskan bahwa eksplorasi dan eksploitasi beroperasi sebagai komplementer positif untuk

(2)

mencapai organizational performance, sedangkan negative externalities umumnya didefinisikan sebagai hubungan antara elemen komplementer yang menghasilkan eksplorasi dan elemen komplementer yang menghasilkan eksploitasi (Boumgarden, Nickerson, & Zenger, 2011, p. 7).

Gambar 2.2 Perbandingan Kinerja Ambidexterity dan Vacillation Sumber: (Boumgarden, Nickerson, & Zenger, 2011, p. 50).

Pada gambar 2.2, angka 1 menjelaskan high performance ambidexterity, 2 menjelaskan low performance ambidexterity, dan 3 adalah performance range – organizational vacillation. Gambar tersebut menjelaskan kinerja antara organizational ambidexterity dan organizational vacillation. Dalam skripsi ini, digunakan konsep ambidexterity untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pengendalian mutu dengan melibatkan pandangan top, middle, dan low manajemen.

2.2 Partial Least Square - Structural Equation Modeling (PLS-SEM)

Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM) adalah pendekatan model persamaan struktural yang digunakan untuk mengkonfirmasi indikator-indikator empiris terhadap konstruk pada model pengukuran dan digunakan untuk menjelaskan suatu struktur hubungan kausalitas antar variabel pada model struktural (Sanusi, 2011, p. 167). Teori dari PLS –SEM digunakan untuk mengetahui hubungan antara 6 variabel pada strategic focus.

Pada umumnya terdapat dua jenis tipe SEM yaitu covariance-based structural equation modeling (CB-SEM) dan Partial Least Square Structural Modeling (PLS-SEM). CB-SEM diwakili oleh software seperti AMOS, EQS, LISREL, MPLUS sedangkan SEM diwakili oleh software seperti PLS-Graph, SmartPLS, VisualPLS, XLSTAT-PLS. CB-SEM merupakan tipe SEM yang mengharuskan konstruk maupun indikator-indikatornya saling berkorelasi dalam suatu model struktural, sedangkan pada PLS-SEM (yang digunakan dalam penelitian ini) adalah tipe SEM yang menggunakan variance dalam proses iterasinya sehingga tidak memerlukan korelasi antara indikator maupun konstruk latennya (Ghozali & Latan, 2012, pp. 20-21).

6 langkah pemodelan SEM (Hair, Jr., Black, Babin, & Anderson, 2010): 1. Mendefinisikan konstruk individual.

(3)

2. Mengembangkan keseluruhan measurement model. 3. Mendesain penelitian untuk memproduksi hasil empiris. 4. Menilai validitas dari measurement model.

5. Melakukan spesifikasi structural model. 6. Menilai validitas dari structural model.

Tabel 2.1 Perbandingan antara PLS-SEM dan CB-SEM

Kriteria PLS-SEM CB-SEM

Tujuan Penelitian Untuk mengembangkan teori Untuk menguji teori

Pendekatan Variance Covariance

Metode Estimasi Least Square Maximum Likelihood Spesifikasi Model Component two loadings,

component weight

Error variances dan factor means

Model Struktural Hanya berbentuk recursive Dapat berbentuk recursive dan non-recursive

Evaluasi Dan Normalitas

Tidak mensyaratkan data terdistribusi normal

Data harus terdistribusi normal

Pengujian Signifikansi

Tidak dapat diuji (harus melalui

bootstrap) Model dapat diuji

Software PLS Graph, SmartPLS, SPAD-PLS dan lain sebagainya

AMOS, ESQ, LISREL, dan lain sebagainya

Sumber: (Ghozali & Latan, 2012, p. 23).

2.3 Kriteria Malcolm Baldrige untuk Kinerja Unggul

Kriteria Malcolm Baldrige untuk kinerja unggul adalah kriteria penilaian dalam bidang quality management dan quality achievement yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar mencapai standar world class leader (Soebandrija & Hayanto, 2013, p. 116). Teori Malcolm Baldrige digunakan sebagai acuan 4 variabel dari structural equation model pada strategic focus.

Penerapan dari metode Malcolm Baldrige criteria for performance excellence dilakukan dengan cara memenuhi 7 kriteria yang akan dijadikan tolak ukur untuk mendapatkan penghargaan yaitu Malcolm Baldrige National Quality Award dengan kriteria sebagai berikut (Baldrige, 2014, p. ii):

1. Leadership (Baldrige, 2014, p. 4):

Kategori leadership menilai bagaimana tindakan pemimpin senior dalam membimbing dan mempertahankan organisasi. Hal ini juga menilai sistem tata kelola organisasi yaitu bagaimana organisasi tersebut memenuhi tanggung jawab hukum, etika, dan sosial.

2. Strategic planning (Baldrige, 2014, p. 10):

Kategori strategic planning menilai bagaimana suatu organisasi mengembangkan strategic planning dan action plan, melakukan proses implementasi, melakukan perubahan jika keadaan membutuhkan, dan mengukur kemajuan suatu proyek.

(4)

3. Customer focus (Baldrige, 2014, p. 13):

Kategori customer focus menilai bagaimana suatu organisasi melibatkan customer untuk mewujudkan market success dalam jangka panjang, termasuk bagaimana organisasi tersebut mendengarkan suara konsumen, membangun hubungan dengan customer, dan menggunakan informasi pelanggan untuk meningkatkan dan mengidentifikasi peluang berinovasi. 4.Measurement, analysis, and knowledge management (Baldrige, 2014, p. 16):

Kategori measurement, analysis, and knowledge menilai bagaimana suatu organisasi memilih, mengumpulkan, menganalisis, mengelola, dan mengembangkan data, informasi, dan aset pengetahuan, serta menilai cara suatu organisasi dalam pembelajaran dan bagaimana mengelola informasi teknologi. Kategori ini juga menilai bagaimana organisasi menggunakan hasil tinjauan untuk meningkatkan kinerjanya.

5. Workforce focus (Baldrige, 2014, p. 18):

Kategori workforce focus menilai bagaimana organisasi tersebut menilai kemampuan tenaga kerja dan kapasitas kebutuhan, serta membangun lingkungan kerja yang kondusif. Kategori ini juga menilai bagaimana organisasi tersebut terlibat, mengelola dan mengembangkan tenaga kerja untuk memanfaatkan potensi keseluruhan organisasi tersebut dalam mencapai misi dan strategi organisasi.

6. Operations focus (Baldrige, 2014, p. 22):

Kategori operations focus menilai bagaimana suatu organisasi mendesain, mengelola, dan meningkatkan program pendidikan dan layanan serta proses kerja dari organisasi tersebut. Kategori ini juga menilai bagaimana suatu organisasi meningkatkan efektivitas operasional untuk memberikan value kepada customer untuk mencapai keberhasilan dan sustainability.

7. Results (Baldrige, 2014, p. 24):

Kategori results menilai kinerja organisasi dan improvement di segala key-point yaitu hasil dari keenam kategori yang dinilai Malcolm Baldrige National Quality Award dalam bentuk budgetary, financial, market result, performance level, dan educational program and service offerings.

2.4 Korelasi antar Variabel pada Model Struktural

Untuk mendukung hipotesis model struktural dari penelitian yang telah ada: 1. Leadership ke Organizational Learning:

Menurut Shafighi, Ajili, & Ajili (2013), spiritual leadership memiliki hubungan erat dengan organizational leadership dan organizational learning. Menurut penelitian Kungwansupaphan & Siengthai (2012) menyatakan hipotesis bahwa entrepreneurial competence berpengaruh secara positif ke managerial competence yang merupakan suatu skill dari organizational learning. Selain itu, berdasarkan penelitian Nazem, Sadeghi, Omidi, & Hosseinzadeh (2014), dimensi leadership style memiliki pengaruh secara langsung terhadap organizational learning.

2. Leadership ke Innovation:

Menurut Mehraban, Avanloo, & Mehraban (2014), transformational leader memiliki suatu pengaruh yang kuat dan efek positif terhadap inovasi. Terdapat penelitian Donate & Pablo (2015) dengan hipotesis yang menyatakan bahwa knowledge management practices adalah mediasi hubungan antara knowledge-oriented leadership dan kemampuan berinovasi

(5)

suatu perusahaan. Berdasarkan penelitian Çömez, Erdil, Alpkan, & Kitapçi (2011) membuktikan bahwa generative learning dan transformational leadership berpengaruh secara positif terhadap kinerja dalam berinovasi dalam suatu perusahaan.

3. Leadership ke Performance:

Menurut Wu (2014), gaya kepemimpinan suatu organisasi memiliki interaksi yang signifikan dengan efektifitas suatu organisasi dan berperan langsung pada organizational performance. Untuk mendukung argumen tersebut, terdapat penelitian Johnson, Spicer, & Wallace (2011) yang menyatakan bahwa organization learning yang berdasarkan kepemimpinan akan berkonsentrasi dalam membangun struktur dan bukan kebiasaan yang buruk yang berperan langsung dalam performance kerja. Berdasarkan penelitian Megens (2014) team performance dan team decision making dipengaruhi langsung oleh faktor leadership.

4. Organizational Learning ke Innovation:

Menurut Kör & Maden (2013), knowledge management process dan organizational innovativeness secara signifikan mempengaruhi jenis inovasi (administrasi dan teknis). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa knowledge management process berhubungan positif dengan kemampuan berinovasi. Menurut penelitian Farsi, Rezazadeh, & Najmabadi (2013) menjelaskan bahwa entrepreneurial orientation memiliki hubungan dengan innovativeness. Berdasarkan penelitian Sammer (2014) menjelaskan innovation dan developmental culture berada pada sisi eksternal dalam diagram CVM (Competing Value Model) dari organizational culture. 5. Organizational Learning ke Performance:

Menurut Aragón, Jiménez, & Valle (2014) menyatakan dengan hasil model SmartPLS bahwa organizational learning memiliki hubungan positif terhadap firm performance. Untuk mendukung hal tersebut terdapat hasil penelitian Abdelgawad (2013) yang menerangkan bahwa kemampuan pembelajaran (ability to learn) adalah kunci dalam menunjang operasional. Berdasarkan penelitian Zhai (2010) menyatakan bahwa human resource practice mendukung organizational performance melalui organizational learning.

6. Innovation ke Performance:

Menurut Hajar (2015), adanya efek positif yang signifikan di antara innovation dan performance. Untuk mendukung hal tersebut, Chen (2012) menyatakan bahwa innovation strategy berhubungan positif dengan export performance. Berdasarkan penelitian Michailidou (2012) menyatakan bahwa level of innovation memiliki efek positif pada business performance. 7. Performance ke Sustainability:

Menurut Huda & Wibowo (2013), dengan hasil model SmartPLS bahwa performance memiliki hubungan positif terhadap sustainability. Lu, Lai, & Chiang (2013) juga menyatakan bahwa sustainable performance berpengaruh positif terhadap sustainable management dan sustainable collaboration. Untuk mendukung hal tersebut terdapat juga hasil penelitian Choi (2011) menyatakan bahwa overall work performance memiliki hubungan yang positif dengan sustainability ethic.

8. Performance ke Competitive Advantage:

Menurut Wingwon & Piriyakul (2010), dengan hasil model hipotesis bahwa logistic performance, operational performance, marketing perfomance

(6)

memiliki hubungan positif terhadap competitive advantage. Begitu juga dengan penelitian Al-Abed, Ahmad, & Adnan (2014) juga menyatakan bahwa performance memiliki hubungan positif dengan competitive advantage. Untuk mendukung kedua argumen di atas, terdapat penelitian Seidu (2011) menyatakan bahwa competitive advantage berhubungan positif dengan branch level market performance.

2.5 Total Quality Management (TQM)

Total quality management adalah filosofi manajemen untuk mengintegrasikan seluruh fungsi organisasi. TQM mengandung continual improvement yang melibatkan manusia, proses, produk (termasuk servis) dan lingkungan. Pada filosofi ini, segala sesuatu akan berhubungan dengan kualitas dan dapat menjadi faktor dalam continual improvement apabila konsep dari TQM tersebut dapat diterapkan dengan baik, hasil yang akan didapatkan dari penerapan TQM adalah organizational excellence, nilai lebih, dan kompetensi global (Goetsch & Davis, 2013, p. 5). Teori dari TQM digunakan sebagai rumusan masalah kedua yang akan dibahas pada strategic focus.

Karakteristik yang harus dipenuhi untuk mencapai total quality management adalah sebagai berikut (Goetsch & Davis, 2013, pp. 8-9): 1. Strategy based

Organisasi yang menerapkan filosofi TQM memiliki basis strategi yang baik yang mencakup visi, misi, tujuan, serta aktivitas dalam melaksanakan kegiatan organisasi.

2. Customer focus (internal dan external)

Pada filosofi TQM, konsumen adalah pengendali dari pihak internal maupun eksternal. Oleh karena itu konsumen adalah prioritas utama dalam menentukan target kualitas.

3. Obsession with quality

Pada filosofi TQM, kualitas adalah segala hal yang dapat mempengaruhi kualitas organisasi dalam sisi internal maupun eksternal.

4. Scientific approach to decision making and problem solving

Organisasi yang menerapkan TQM harus menggunakan ilmu pengetahuan sebagai dasar dalam penentuan keputusan dan pemecahan masalah, seperti menggunakan data statistika dan fakta-fakta penelitian.

5. Long-term commitment

Untuk mencapai target yang tinggi, dibutuhkan komitmen jangka panjang yang dijunjung oleh organisasi yang menerapkan TQM.

6. Teamwork

Kerja sama tim adalah salah satu yang dapat meningkatkan kualitas hasil kerja.

7. Continual improvement of people, processes, product, service, and environment

Salah satu tujuan utama dari filosofi TQM adalah continual improvement yang diterapkan pada semua bidang organisasi yaitu manusia, proses, produk, pelayanan, dan lingkungan.

8. Education and training

Pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia.

(7)

9. Freedom through control

Salah satu contoh dari penerapan kriteria ini adalah memberikan otonomi kepada pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini memberikan kebebasan dan empowerment terhadap pekerja.

10. Unity of purpose

Kesamaan tujuan adalah salah satu kriteria yang mendukung TQM. Apabila tujuan dari suatu organisasi tidak sama maka akan kesulitan dalam mencapai tujuan.

11. Employee involvement and empowerment

Sarana untuk menerapkan kriteria ini adalah dengan cara melipatgandakan keterlibatan dan kesempatan pekerja dalam organisasi untuk berkompetensi 12. Peak performance as a top priority

Dalam filosofi TQM, kinerja puncak dalam segala aspek berorganisasi memberikan kesempatan organisasi beroperasi pada level yang maksimum untuk menghasilkan kualitas yang terbaik.

2.6 Quality Management System (QMS)

Dalam menentukan kualitas manajemen, dibutuhkan suatu alat tolak ukur. Pada ISO 9001:2008, tertera pada klausa 7:6 bahwa peralatan yang dikalibrasi wajib digunakan dalam seluruh pengukuran manajemen kualitas produk. Hal tersebut juga tertera pada ISO 9001, TL9000 dan ISO 13485. Standarisasi tersebut diperlukan untuk mengukur dan mengatur sistem produksi dari awal hingga akhir. Dimulai dengan mendefinisikan pengukuran yang akan dibuat pada setiap titik proses, lingkungan pengoperasian perangkat, dan persyaratan untuk validasi kemampuan pengukuran instrumen. Hal tersebut berperan besar dalam peningkatan kualitas produksi (Payne, 2010, p. 28). Teori dari QMS digunakan untuk mendukung pembahasan di strategic focus.

2.7 ISO 22000 dan HACCP

Dalam pengelolaan produk makanan dan minuman terdapat konsekuensi yang besar yaitu apabila produk makan atau minuman yang diproduksi oleh suatu perusahaan tidak aman untuk dikonsumsi. Hal ini tentu saja akan merugikan konsumen dan akan menjatuhkan nama baik produsen terkait, oleh karena itu diperlukan standarisasi dari pengolahan produk makanan dan minuman yang dikenal dengan nama ISO 22000 dan HACCP.

ISO 22000 adalah guideline dan peraturan yang wajib diterapkan oleh seluruh perusahaan food and beverage agar memiliki standar produk yang berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. ISO 22000 diterbitkan sebagai kumpulan seluruh standarisasi dari seluruh peraturan keamanan pangan yang telah diterbitkan (ISO 9001 dan HACCP) (Mercan & Bucak, 2013, p. 2).

Terkait dalam ISO 22000, HACCP atau Hazard Analysis Critical Control Point memegang peranan penting dalam penerapan standar keamanan pangan yaitu sebagai pendekatan untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengendalikan keamanan pangan. Hal ini memungkinkan pemeriksaan rinci dalam proses produksi untuk mengidentifikasi titik bahaya dan di mana bahaya tersebut dapat dikontrol (Mercan & Bucak, 2013, p. 2). Teori dari ISO 22000 dan HACCP digunakan untuk mendukung analisis pada strategic focus.

(8)

2.8 Ishikawa Diagram

Ishikawa diagram atau juga dikenal sebagai fisbone diagram sering digunakan dalam manajemen kualitas. Ishikawa diagram sangat penting digunakan dalam memikirkan pemecahan masalah, yaitu membantu mengidentifikasi masalah dari sudut pandang yang berbeda (Doshi, Kamdar, Jani, & Chaudhary, 2012, p. 684). Teori dari Ishikawa diagram digunakan untuk mendukung analisis pada tactical focus.

Gambar 2.3 Contoh Ishikawa Diagram Sumber: (Doshi, Kamdar, Jani, & Chaudhary, 2012, p. 688).

2.9 Penerapan Mesin Otomatis

Mesin otomatis adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari dunia produksi, mesin otomatis dapat dijadikan sarana sebagai pengganti human capital dan pekerja fisik (INSEAD The Business School for The World, 2014, p. 29). Penggunaan mesin automation dalam sistem produksi pada perusahaan produsen pangan dan minuman memiliki peranan yang sangat penting, antara lain adalah sebagai automated vision yang digunakan untuk tujuan pengukuran, memeriksa integritas, dan terutama dalam quality control (Kumar & Kannan, 2010, p. 37).

Untuk memantau kualitas produk beberapa parameter harus diperiksa dengan menggunakan alat ukur yang berbeda. Proses pemeriksaan manual membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan proses produksi yang mengarah pada kurangnya frekuensi pemeriksaan yang dilakukan dan dapat mengakibatkan sering terjadinya kemunculan produk scrap, fakta bahwa sistem automated vision lebih cepat dan menerapkan komputerisasi, menjadi alat yang potensial sebagai sarana quality control (Abdelhedi, Taouil, & Hadjkacem, 2012, p. 39). Teori dari penerapan mesin otomatis digunakan untuk mendukung analisis pada tactical dan operational focus.

(9)

2.10 Teori Pengukuran Performa Mesin Inspeksi dan Selektor

Dalam suatu pekerjaan terdapat kinerja kerja dan produktivitas yang dapat mempengaruhi jumlah output dan kualitas produk atau sistem untuk mencapai hasil yang diinginkan, yaitu kinerja selektor manual dan mesin NOSPI, dengan perhitungan sebagai berikut (Kumar, Shetty, & Rodrigues, 2014, p. 22):

Quality = 2.11 Lean Manufacturing

Prinsip dari lean manufacturing adalah untuk mengurangi segala jenis waste yang ada pada suatu sistem produksi. Teori dari lean manufacturing digunakan untuk mendukung analisis tactical dan operational focus. Berikut adalah tabel tentang penjelasan dari seven waste pada lean manufacturing:

Tabel 2.2 Daftar Jenis Waste pada Lean Manufacturing

Waste Type Manufacturing Sector Wastes

Defects Scrap, rework, inspeksi

Waiting Stock-outs, processing delays

Overproduction Kelebihan hasil produksi

Transportation Transporting jarak jauh

Inventory Kelebihan raw material, WIP, atau finished goods

Complexity Kelebihan komponen, langkah proses, atau waktu

dibandingkan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Unused creativity Waktu, ide, skill, improvements, saran dari pekerja

Sumber: (United States Enviromental Protection Agency, 2015)

2.12 Correlation Coefficient dan Scatter Diagram

Correlation coefficient adalah teori yang digunakan untuk mencari korelasi hubungan linear antara dua variabel (Ogbonnaya, 2012, p. 166). Nilai r dari korelasi akan diperoleh antara 1 dan 0. Jika nilai r mendekati 1, maka hubungan korelasi semakin positif, sebaliknya bila nilai r mendekati 0, maka hubungan korelasi semakin negatif.

Scatter diagram adalah metode berupa diagram yang digunakan untuk melakukan simulasi antar korelasi linear dari koefisien (kecepatan conveyor, left and right measurement, dan difference measurement pada setting-an NOSPI) dengan cara mengkonstruksi sampel acak yang bernilai (X,Y). Dengan diagram ini, pengguna dapat memprediksikan hasil kepositifan dari nilai korelasi (Ogbonnaya, 2012, p. 166). Teori dari correlation coefficient dan scatter diagram digunakan untuk mendukung analisis pada operational focus.

(10)

Gambar 2.4 Jenis Hasil Korelasi dengan Scatter Diagram Sumber: (Ogbonnaya, 2012, p. 166).

2.13 Straight Line Depreciation Method

Straight line depreciation berasal dari fakta bahwa penurunan yang terjadi secara linear terhadap waktu. Tingkat penyusutan adalah sama (1/n) setiap tahun dari periode n. Straight line depreciation memberi representasi yang sangat baik dari nilai asset (NOSPI) yang digunakan secara rutin selama jumlah tahun yang diperkirakan dengan perhitungan sebagai berikut (Blank & Tarquin, 2012, p. 418):

Dt = (B – S) dt = (B – S) / n Dimana: t = tahun

Dt = annual depreciation charge B = biaya awal

S = salvage value

n = periode pengembalian dt = depreciation rate = 1/n

Teori straight line depreciation digunakan untuk menghitung nilai annual worth mesin NOSPI selama masa penggunaan 7 tahun.

2.14 Uniform Series Compound (F/A)

Uniform series compound digunakan untuk mencari nilai future worth dari nilai annual worth dengan rumus sebagai berikut (Blank & Tarquin, 2012, p. 46): F = A Dimana: A = annual worth F = future worth i = interest rate % n = period

Teori dari uniform series compound (F/A) digunakan untuk mendukung analisis pada operational focus.

Gambar

Gambar 2.1 Desain dari Ambidexterity  Sumber: (Boumgarden, Nickerson, & Zenger, 2011, p
Gambar 2.2 Perbandingan Kinerja Ambidexterity dan Vacillation  Sumber: (Boumgarden, Nickerson, & Zenger, 2011, p
Tabel 2.1 Perbandingan antara PLS-SEM dan CB-SEM
Gambar 2.3 Contoh Ishikawa Diagram  Sumber: (Doshi, Kamdar, Jani, & Chaudhary, 2012, p
+2

Referensi

Dokumen terkait

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama yang terkait dengan permasalahan yang akan. 2 Bambang

Proses pengendapan yang terjadi di area point bar umumnya berasal dari proses fluvial dengan mengendapkan material berupa pasir halus ketika energi aliran sungai berada di

Kecamatan Bandar Dua seluas 1.935,29 Ha, terdiri dari Gampong Blang Dalam, Gampong Pulo, Gampong Uteun Bayu, Gampong Jeulanga Barat, Gampong Alue Keutapang,

Dilihat dari semua hasil rata-rata pada setiap kelompok, perolehan nilai bobot badan tidak berbeda jauh antara kelompok yang diberi tanaman obat maupun kelompok kontrol, hal

Antera untuk induksi androgenesis kelapa sawit dengan populasi mikrospora stadium uninukleat akhir sampai binukleat awal lebih dari 50% dapat diisolasi dari bunga pada

Penulisan Karya Tulis Imiah yang berjudul “Perbedaan Diameter Lumen Arteri Umbilikalis pada Preeklampsia Berat dan Kehamilan Normotensi” ini dilakukan dalam rangka memenuhi

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan struktur modal merupakan susunan modal kerja yang digunakan perusahaan dalam pembiayaannya yang dilihat

Ilmu Pragmatik membantu untuk menemukan cara pengajaran bahasa asing yang menghasilkan pembelajar bahasa asing yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menggunakan