• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK STRUKTUR DEMOGRAFI TERHADAP PERTUMBUHAN PERUMAHAN DI KOTA BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK STRUKTUR DEMOGRAFI TERHADAP PERTUMBUHAN PERUMAHAN DI KOTA BANDUNG"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK STRUKTUR DEMOGRAFI TERHADAP

PERTUMBUHAN PERUMAHAN DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

Oleh:

Swenanda Yoanne Maria

2012110059

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM SARJANA EKONOMI PEMBANGUNAN

Terakreditasi Berdasarkan Keputusan BAN-PT No. 211/SK/BAN-PT/Ak-XVI/S/X/2013

BANDUNG

2017

(2)

THE EFFECT OF DEMOGRAPHIC STRUCTURE ON

HOUSING GROWTH IN BANDUNG

UNDERGRADUATE THESIS

Submitted to complete part of the requirements

for Bachelor’s Degree in Economics

By:

Swenanda Yoanne Maria

20121100459

PARAHYANGAN CATHOLIC UNIVERSITY

FACULTY OF ECONOMICS

PROGRAM IN DEVELOPMENT ECONOMICS

Accredited by BAN – PT No. 211/SK/BAN-PT/Ak-XVI/S/X/2013

BANDUNG

(3)
(4)
(5)

v

ABSTRAK

Peningkatan jumlah penduduk yang terus terjadi setiap tahun menyebabkan permintaan masyarakat terhadap perumahan juga ikut meningkat. Namun, ketersediaan rumah ternyata tidak seimbang dengan meningkatnya jumlah penduduk. Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya excess demand dan mengakibatkan adanya backlog perumahan. Terdapat tiga faktor yang memengaruhi preferensi masyarakat dalam memilih lokasi rumah, yaitu; (1) karakteristik struktural, (2) karakteristik lokasi, dan (3) karakteristik lingkungan. Beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa aspek ras atau etnis yang tergabung dalam karakteristik lingkungan turut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan perumahan. Sedangkan di Indonesia, aspek agama adalah suatu hal yang sensitif dan menjadi pertimbangan rumah tangga dalam memilih lokasi rumah di suatu kompleks perumahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan perumahan di lokasi tertentu dengan perumahan sekitarnya di Kota Bandung dan meneliti apakah ada keterkaitan antara pertumbuhan perumahan terkait dengan segregasi di Kota Bandung. Untuk menjawab tujuan penelitian, dilakukan analisis regresi menggunakan data cross-section dari tiga puluh kecamatan di Kota Bandung. Hasil menunjukkan bahwa hanya rata-rata harga sewa rumah dan jumlah komplek perumahan tahun 2008 yang berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan perumahan di Kota Bandung.

(6)

vi

ABSTRACT

The perpetual population increase each year has caused society’s demand over housing to rise similarly. However, the availability of housing turned out to be uneven with the demographic growth. This then resulted in the occurrence of excess demand and causes housing backlog. There are three factors that influence society’s preference in choosing their housing location, which are structural characteristics, location characteristics, and environmental characteristics. Several researches conducted in the United States of America showed that the aspects of racial and ethnicity embedded within environmental characteristics contributed in affecting housing growth. Meanwhile in Indonesia, religion aspect is a sensitive subject and has become a consideration for households when it comes to choosing their house location in a housing complex. The purpose of this research is to recognize the influence of housing growth in certain areas with its surrounding housings in the city of Bandung and to investigate whether there is a connection between housing growths in regards to segregation in the city of Bandung. A regression analysis was done to fulfill the purpose of this research using cross-sectional data out of 30 sub-districts in the city of Bandung. The result shows that only the average house rent and the total housing complexes in 2008 significantly affect housing growth in the city of Bandung.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan atas selesainya skripsi yang berjudul “Dampak Struktur Demografi terhadap Pertumbuhan Perumahan di Kota Bandung” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kegiatan belajar saya di Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Katolik Parahyangan.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, motivasi, dan bantuan pihak-pihak yang saya hargai. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung saya dalam proses belajar dan penyusunan skripsi, yaitu:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah menjadi pedoman saya selama menyelesaikan skripsi baik dalam kondisi sehat maupun sakit.

2. Orangtua saya, Harapan Marpaung dan Hotmaida Sinaga yang selalu memberikan semangat dan dukungan baik dalam bentuk doa, nasihat, dan kasih sayang sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

3. Ibu Hilda Leilani Masniaritta Pohan, SE., M.Si., Ph.D., selaku dosen pembimbing yang tidak pernah lelah dalam membimbing dan membantu saya selama menyusun skripsi. Terima kasih karena selalu memberikan saran serta telah menjadi teman diskusi.

4. Ibu Siwi Nugraheni, Dra., M. Env., sebagai dosen wali saya selama belajar di Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Katolik Parahyangan. 5. Seluruh dosen-dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas

Katolik Parahyangan yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman selama saya berkuliah di Program Studi ini.

6. Teman-teman terdekat Saya: Dary, Hariman, Vito, Catra, Mei, Sisca, Nicholas “Lae”, Jaya, Wito, Michael, Benny, Herman, Ridwan “Ajoy”, Paul, Vhil, Ardi “Gembel”, Rendy “Acong”, Christian “Abe”, Vincent, Kak Indry, Kak Arin, Alif “Abah”, Alfonsus Evan, Adit, Tanto, dan Alvi. Terima kasih telah menemani saya selama saya berkuliah di Unpar baik di saat senang maupun susah.

(8)

viii

7. Teman-teman seperjuangan saya selama menyusun skripsi dan mengambil mata kuliah SPBI di semester akhir saya berkuliah di Unpar: Aurel, Ifara, Momo, Vina, Aji, dan semuanya.

Bandung, 7 Juli 2017

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ...vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR TABEL ... xii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.4 Kerangka Pemikiran ... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Berbagai Faktor Penentu Pertumbuhan Wilayah Perumahan ... 7

2.2 Berbagai Metode yang Pernah Digunakan ... 13

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

3.1 Metode penelitian ... 16

3.1.1 Model Analisis ... 16

3.1.2 Data ... 18

3.2 Objek Penelitian ... 21

3.2.1 Jumlah Kompleks Perumahan di Tiap Kecamatan di Kota Bandung Antara Tahun 2008 dan 2010 ... 21

3.2.2 Rata-rata Harga Sewa Rumah di Tiap Kecamatan di Kota Bandung ... 22

3.2.3 Rata-rata Luas Rumah di Tiap Kecamatan di Kota Bandung Tahun 2010... ... 23

3.2.4 Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga di Tiap Kecamatan di Kota Bandung Tahun 2010 ... 24

(10)

3.2.5 Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk di Tiap Kecamatan di Kota

Bandung Tahun 2010 ... 26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Pemilihan Model ... 28 4.2 Koefisien Determinasi ... 30 4.3 Pembahasan ... 32 5. PENUTUP ... 38 5.1 Simpulan ... 38 DAFTAR PUSTAKA ... 40 LAMPIRAN ... A-1 RIWAYAT HIDUP PENULIS ... A-2

(11)
(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Grafik supply dan demand ... 7

Gambar 2.Model Pengelompokan Permukiman di Kawasan Solo Baru, Sukoharjo ... 10

Gambar 3.Kelompok Masyarakat yang Memiliki Masalah dengan Kelompok Lain ... 12

Gambar 4.Tingkat Toleransi Kelompok Masyarakat ... 12

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Persentase Kebersediaan Masyarakat untuk Bertetangga ... 13

Tabel 2.Perbedaan Antara Global dan Local Statistic ... 14

Tabel 3.Keterangan Variabel ... 20

Tabel 4.Jumlah Kompleks Perumahan di Tiap Kecamatan di Kota Bandung Tahun 2010 ... 21

Tabel 5.Rata-rata Harga Sewa Rumah di Tiap Kecamatan di Kota Bandung Tahun 2010 ... 22

Tabel 6.Rata-rata Luas Rumah di Tiap Kecamatan di Kota Bandung Tahun 2010 ... 23

Tabel 7.Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga di Tiap Kecamatan di Kota Bandung Tahun 2010 ... 24

Tabel 8.Proporsi Agama di Tiap Kecamatan di Kota Bandung Tahun 2010 ... 25

Tabel 9.Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk di Tiap Kecamatan di Kota Bandung Antara Tahun 2008 dan Tahun 2010 ... 26

Tabel 10.Hasil Estimasi ... 28

Tabel 11.Uji Multikolinearitas ... 29

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sebagai negara dengan kepadatan penduduk tertinggi keempat di dunia dengan jumlah penduduk sebanyak 263.510.146 (Internetworldstats, 2016), Indonesia menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan penyediaan berbagai komoditi dan salah satunya adalah perumahan. Jumlah penduduk Indonesia yang terus mengalami peningkatan menyebabkan permintaan terhadap perumahan juga bertambah. Tetapi, yang menjadi permasalahan lainnya adalah keterbatasan lahan yang tersedia di Indonesia semakin sedikit. Peningkatan pendapatan yang relatif cepat menyebabkan masyarakat memiliki pendapatan lebih yang dapat dialokasikan untuk mengonsumsi perumahan, sehingga permintaan perumahan akan ikut bertambah.

Masalah pada sektor perumahan terjadi karena jumlah ketersediaan rumah tidak diimbangi dengan jumlah akan kebutuhan rumah. Keterbatasan lahan pada sektor perumahan yang terjadi di Indonesia menyebabkan pertumbuhan akan ketersediaan rumah naik secara melambat. Peningkatan pendapatan yang relatif cepat menyebabkan konsumsi masyarakat terhadap rumah ikut meningkat pula. Hal ini juga dapat menciptakan permintaan terhadap perumahan meningkat.

Menurut Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (2015), jumlah

backlog perumahan pada tahun 2014 mencapai 7,8 juta unit rumah dibandingkan

pada tahun 2010 dengan jumlah 7,1 juta unit rumah. Hal ini menunjukkan bahwa angka backlog mengalami kenaikan selama empat tahun terakhir. Artinya, jumlah pertumbuhan permintaan rumah tidak diimbangi dengan jumlah ketersediaan rumah.

Ditinjau dari aspek kewilayahan, beberapa kota besar di Indonesia kemudian terpaksa bergantung pada wilayah-wilayah administrasi lain di sekitarnya guna mengatasi backlog perumahan. Contohnya seperti Kota Jakarta dengan jumlah penduduk sebanyak 9.586.705 yang juga menjadi ibukota Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Kepadatan penduduk dan keterbatasan lahan di Kota Jakarta menyebabkan kota-kota di sekitar Kota Jakarta ikut membantu berperan sebagai penyedia lokasi perumahan. Menurut BPS Provinsi DKI Jakarta (2014),

(15)

2

masyarakat yang merupakan komuter Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) yang berkegiatan di kota Jakarta berjumlah 1.382.296 orang. Artinya, Bodetabek berperan sebagai penyedia lahan perumahan untuk masyarakat yang bekerja di Kota Jakarta namun memilih untuk bertempat tinggal di daerah Bodetabek yang berlokasi dekat dengan Kota Jakarta.

Kota Surabaya dengan jumlah penduduk terbanyak kedua, yaitu 2.765.487 juga mengalami hal yang serupa. Sidoarjo dan Bangkalan menjadi dua kota satelit yang membantu Kota Surabaya dalam menyediakan lahan perumahan. Kemudian, Kota Bandung menempati posisi ketiga dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia sebanyak 2.394.873 penduduk. Kehadiran Kota Baru Parahyangan di Kabupaten Bandung Barat berperan sebagai penyedia perumahan Kota Bandung. Contoh dari masing-masing kota terpadat di Indonesia ini menunjukkan bahwa wilayah di sekitar dapat berperan dalam pertumbuhan perumahan yang terjadi di wilayah tertentu. Bukti ini sejalan dengan model yang dikembangkan oleh Conway dan Howard (1987) tentang pertumbuhan perumahan yang biasanya mengaitkan ketersediaan perumahan dengan jumlah penduduk.

Penyebaran dan pertumbuhan wilayah perumahan tentunya tidak dapat dipisahkan dari perilaku konsumen atau preferensi masyarakat setempat. Sebuah wilayah favorit biasanya akan memiliki laju pertumbuhan perumahan yang relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah-wilayah lainnya. Menurut Keskin (2008), terdapat tiga faktor yang memengaruhi pilihan individu untuk memilih lokasi atau wilayah perumahan, yaitu (1) karakteristik struktural, (2) karakteristik lokasi, dan (3) karakteristik lingkungan. Karakteristik struktural berkaitan dengan harga perumahan itu sendiri. Karakteristik lokasi berkaitan dengan jarak perumahan menuju CBD (central business district) atau pusat kota. Sedangkan karakteristik lingkungan berkaitan dengan kualitas air, udara, serta tingkat kriminalitas di lokasi perumahan tersebut. Semakin dekat dan banyaknya ketersediaan ketiga faktor karakteristik tersebut, maka akan menjadikan wilayah tersebut sebagai wilayah favorit dan menyebabkan perumahan di wilayah tersebut bertumbuh lebih cepat dibandingkan wilayah-wilayah lainnya.

Sesuai dengan teori ekonomi, sebuah wilayah yang termasuk dalam kategori wilayah favorit tentunya akan memiliki harga jual yang lebih tinggi. Harga jual rumah yang tinggi ini berkaitan dengan willingness to pay seseorang. Contohnya

(16)

3

seperti yang penelitian yang dilakukan oleh Wulangsari (2014) yang menjelaskan bahwa di Solo Baru, Sukoharjo, terdapat pengelompokan perumahan berdasarkan golongan strata ekonomi yang terbagi menjadi 3, yaitu (1) golongan strata ekonomi atas, (2) golongan strata ekonomi menengah, dan (3) golongan strata ekonomi bawah. Wilayah yang menjadi favorit adalah wilayah perumahan di daerah golongan strata ekonomi atas. Lokasi kawasan perumahan elit pada golongan ekonomi atas dekat dengan akses jalan utama dan berada di tengah pusat pengembangan serta memiliki jarak yang dekat terhadap akses ketersediaan fasilitas seperti pendidikan, komersial, dan lain-lain. Selain itu, akses ruang terbuka berada di jalan utama dan di jalan perumahan. Dalam hal kelengkapan infrastruktur, sebagian besar unit rumah pada kawasan ini sudah menggunakan air PAM dan kondisi jalan yang sangat baik. Berkaitan dengan willingness to pay, mayoritas penduduk pada golongan strata sosial atas ini merupakan pengusaha dengan penghasilan lebih dari 5 juta rupiah. Dibandingkan dengan golongan strata ekonomi lainnya, willingness to pay yang dimiliki golongan strata ekonomi atas ini paling tinggi.

Dalam perkembangannya, pilihan lokasi ternyata tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi semata. Contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Diaz-Garayua (2009) di San Juan, Puerto Rico. Berdasarkan hasil penelitian, terjadi pengelompokan perumahan berdasarkan ras di sektor perumahan dimana penduduk berkulit putih memiliki willingness to pay lebih tinggi untuk tinggal bertetangga dengan sesama penduduk berkulit putih. Hal ini mengindikasikan bahwa kategori “wilayah favorit” ternyata tidak terbatas pada pertimbangan-pertimbangan karakteristik rumah seperti yang sebelumnya telah disebutkan. Tetapi, faktor-faktor primordial seperti rasa atau warna kulit juga ikut memengaruhi munculnya wilayah favorit tersebut.

Di Indonesia, pengelompokan masyarakat berdasarkan latar belakang agama terasa mengkristal dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini dibuktikan oleh salah satu organisasi yang didirikan oleh Abdurrahman Wahid pada tahun 2004 yang bernama

Wahid Foundation. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Wahid (2016)

menyebutkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang enggan tinggal bertetangga dengan kelompok tertentu dan sebagian besar masih terhalang oleh perbedaan agama. Hal serupa ditemukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang bekerjasama dengan Yayasan Denny JA (2012) yang menemukan bahwa sebanyak 80.2% dari 1200 responden, tidak mau hidup bertetangga dengan kelompok

(17)

4

Homoseks. Selanjutnya pada urutan kedua dengan persentase 46.6% terhadap kelompok Ahmadiyah, kemudian Syiah dengan persentase 41.8%, dan yang terakhir terhadap kelompok yang berbeda agama sebanyak 15.1%.

Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia yang juga menghadapi masalah klasik perumahan seperti kota-kota besar lainnya. Selain itu, Bandung juga secara historis merupakan kota dimana penduduknya terdiri dari beragam latar belakang, baik itu agama, ras, maupun etnis. Hal ini berawal dari penduduk luar Kota Bandung yang datang untuk tinggal di Bandung baik menetap secara permanen maupun hanya sementara untuk menempuh pendidikan. Korelasi sentimen keagamaan dengan pilihan lokasi perumahan menarik untuk diteliti karena dapat memperkaya pemahaman tentang hal-hal yang dapat menjelaskan laju pertumbuhan perumahan sebuah wilayah perumahan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Semakin tinggi jumlah penduduk, maka kebutuhan akan perumahan juga akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya keterbatasan lahan perumahan dan cenderung mengurangi pilihan masyarakat dalam memilih perumahan, terutama dalam faktor karakterisik sosial, budaya, dan agama. Tetapi, menurut fenomena yang terjadi baik di luar negeri maupun di Indonesia, ternyata masyarakat tidak lagi hanya mempertimbangkan ketersediaan lahan perumahan. Faktor karakteristik sosial, budaya, dan agama menjadi salah satu preferensi masyarakat dalam memilih perumahan dan membuat masyarakat menjadi pemilih. Permasalahan pada masyarakat terkait segregasi perumahan berdasarkan faktor karakteristik sosial, budaya, dan agama tersebut menjadi hal yang menarik dan ingin diteliti lebih jauh oleh peneliti. Kota Bandung, menjadi obyek penelitian penulis karena banyaknya pendatang dari luar Kota Bandung datang ke Kota Bandung untuk menetap dan menjadikan Kota Bandung memiliki penduduk yang multi-etnis. Oleh karena itu, muncul beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana kausalitas antara pertumbuhan perumahan di lokasi tertentu dengan perumahan sekitarnya di Kota Bandung?

2. Apakah keberagaman penduduk di Kota Bandung mengindikasikan bahwa pertumbuhan perumahan di Kota Bandung terkait dengan segregasi?

(18)

5

1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan perumahan di lokasi tertentu dengan perumahan sekitarnya di Kota Bandung dan meneliti apakah ada keterkaitan antara pertumbuhan perumahan terkait dengan segregasi di Kota Bandung. Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman tentang hal-hal yang dapat menjelaskan laju pertumbuhan perumahan sebuah wilayah perumahan.

1.4. KERANGKA PEMIKIRAN

Jumlah penduduk berkaitan dengan permintaan perumahan dimana jika jumlah penduduk penduduk meningkat, maka permintaan akan perumahan juga akan meningkat yang akhirnya akan menyebabkan pertumbuhan perumahan. Hal ini sejalan dengan model yang dikembangkan oleh Conway dan Howard (1980) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan perumahan biasanya terkait dengan ketersediaan perumahan dengan jumlah penduduk.

Faktor karakteristik rumah terbagi menjadi tiga, yaitu (1) karakteristik struktural, (2) karakteristik lokasi, dan (3) karakteristik lingkungan. Karakteristik struktural terkait dengan harga perumahan itu sendiri. Karakteristik lokasi terkait dengan jarak perumahan menuju CBD (central business district) atau pusat kota. Sedangkan karakteristik lingkungan terkait dengan kualitas air, udara, serta tingkat kriminalitas di lokasi perumahan tersebut (Keskin, 2008). Ketiga faktor karakteristik

Jumlah penduduk Permintaan perumahan Pertumbuhan perumahan Karakteristik Rumah Karakteristik Struktural Karakteristik Lokasi Karakteristik Lingkungan Harga

(19)

6

rumah ini memengaruhi harga rumah. Semakin dekat dan banyaknya ketersediaan ketiga faktor karakteristik tersebut, maka harga rumah akan semakin tinggi.

Dengan makin berkurangnya lahan perumahan, masyarakat tidak serta merta memilih rumah hanya berdasarkan ketersediaan rumah. Mereka memiliki preferensi tertentu dalam memilih rumah seperti faktor ras, etnis, dan agama yang termasuk ke dalam karakteristik lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat justru menjadi pemilih. Bahkan, terdapat beberapa kelompok masyarakat memutuskan untuk tinggal di lokasi dengan mayoritas penduduk dengan preferensi yang sama atau sejenis sehingga willingness to pay mereka lebih tinggi untuk tinggal di lokasi tersebut dibandingkan lokasi lain.

Jika masyarakat mempertimbangkan faktor karakteristik lingkungan seperti ras, etnis, dan agama, maka mereka akan memilih lokasi perumahan berdasarkan mayoritas penduduk yang serupa dengan mereka. Meskipun tetap terjadi pertumbuhan perumahan, namun hal ini tidak terlepas dari dampak yang akan terjadi, yaitu pengelompokan berdasarkan ras, etnis, dan agama dan berujung pada segregasi perumahan.

Referensi

Dokumen terkait

pembangunan perrnukiman dan permukiman yang berwawasan lingkungan. Karena itu, perlu dibahas konsep wawasan lingkungan dalam peraturan perusahaan pengembang perumahan dan

Perusahaan-perusahaan di Bandung mempertimbangkan pemilihan lokasi di mana mereka mengutamakan lokasi usaha yang strategis dan mudah dijangkau oleh para konsumennya.Paskal

berbeda –beda dan tidak beraturan lay out -nya. Akibatnya, terjadi lingkungan kumuh karena lokasi perumahan yang tidak tertata. Adanya pengajuan sertifikasi oleh warga

Sesuai dengan bidang keahlian dari peneliti yaitu Permukiman Kota Lingkungan maka penelitian yang dilakukan akan lebih menekankan pada tentang perumahan dan

11 Lokasi Rumah memiliki akses jalan yang baik 12 Lingkungan sekitar perumahan yang aman dari banjir.. Berikan komentar Anda terhadap lokasi Perumahan

Sebagian besar penghuni di kawasan coklat yang cenderung menggunakan fasilitas olahraga di luar kawasan perumahan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi,

Kesimpulan yang didapat dalam pembahasan permasalahan ini adalah Pemerintah Kota Denpasar menetapkan lokasi lingkungan perumahan dan permukiman kumuh berdasarkan Undang-Undang Nomor

yang telah memberikan rahmat dan kekuatan dalam penyelesaian Tugas Akhir saya yang berjudul Arahan Penyediaan Fasilitas Lingkungan Berdasarkan Preferensi Penghuni di Perumahan