perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran IPA Terpadu Berbasis Scientific Approach
a. Ilmu Pengetahuan Alam
“Ilmu Pengetahuan Alam” merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Natural Science”. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam (Iskandar, 2001: 2).
Menurut Trianto (2007: 99), “Ilmu Pengetahuan Alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penugasan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”.
Menurut Puskur (2007:6) dalam Trianto (2007: 100-101) IPA meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk dan aplikasi. Unsur sikap dimulai dari rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar (open ended). Proses adalah prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah dari penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan. Produk berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. Sedangkan unsur aplikasi berupa penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. IPA di SMP/MTs meliputi mata pelajaran Fisika, Bumi Antariksa, Biologi dan Kimia yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu anak untuk memahami fenomena alam.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan tentang alam dan sekitar yang bersifat umum (universal), berasal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8 dari hasil kegiatan yang dilakukan manusia melalui kerja ilmiah dan terus disempurnakan.
b. IPA Terpadu
Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, serta materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam.
Kemendikbud (2013:171) membatasi “pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada kurikulum tahun 2013 terdapat beberapa perubahan diantaranya adalah konsep pembelajarannya dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science atau IPA Terpadu” bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Konsep keterpaduan ini ditunjukkan dalam Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) pembelajaran IPA yakni dalam satu KD sudah memadukan konsep-konsep IPA secara utuh dari bidang ilmu Biologi, Fisika, dan Ilmu Pengetahuan Bumi Dan Antariksa (IPBA).
“Makna terpadu dalam pembelajaran IPA adalah adanya keterkaitan antara berbagai aspek dan materi yang tertuang dalam Kompetensi Dasar IPA sehingga melahirkan satu atau beberapa tema pembelajaran. Keterpaduan dalam pembelajaran IPA dimaksudkan agar pembelajaran IPA lebih bermakna, efektif, dan efisien” (Kemdikbud, 2013: 171). Materi yang dipadukan minimal mencakup dua bidang, misalnya Biologi-Fisika, Fisika-Kimia atau Kimia-Biologi atau mencakup materi dari ketiga bidang yaitu fisika-biologi-kimia menjadi satu materi yang terpadu utuh atau keempat bidang kajian IPA tersebut berdasarkan tema yang telah ditentukan. Menurut Darliana (2007) “dalam IPA terpadu akan menunjukkan keterpaduan antara konsep-konsep Fisika, Kimia, Biologi yang merupakan keterpaduan terpusat pada suatu objek” (hlm.8).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPA Terpadu adalah memadukan konsep-konsep Fisika, Kimia, Biologi sehingga melahirkan satu atau beberapa tema pembelajaran agar pembelajaran IPA lebih bermakna, efektif, dan efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9 c. Pembelajaran IPA Terpadu
Kemdikbud (2013: 171) membatasi bahwa “pembelajaran IPA berorientasi pada kemampuan aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam”. Melalui pembelajaran IPA terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, autentik dan aktif Kemdikbud (2013: 172).
Puskur (2007:7) dalam Trianto (2007) menyatakan:
Pada dasarnya tujuan pembelajaran IPA Terpadu sebagai suatu kerangka model dalam proses pembelajaran tidak jauh berbeda dengan tujuan pokok pembelajaran IPA terpadu itu tersendiri, yaitu (1) meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemeblajaran; (2) meningkatkan minat dan motivasi; (3) beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus (hlm. 104).
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam perancangan pembelajaran IPA terpadu yaitu:
a. Substansi materi yang akan diramu ke dalam pembelajaran terpadu diangkat dari konsep-konsep kunci yang terkandung dalam aspek-aspek perkembangan terkait.
b. Antar konsep kunci yang dimaksud memiliki keterkaitan makna dan fungsi, yang apabila diramu ke dalam satu konteks tertentu (peristiwa, isu, masalah, atau tema) masih memiliki makna asal, selain memiliki makna yang berkembang dalam konteks yang dimaksud.
c. Aktivitas belajar yang hendak dirancang dalam pembelajaran terpadu mencakup aspek perkembangan anak (Kemdikbud, 2013: 176). Beberapa karakteristik pembelajaran IPA Terpadu yang disarikan dari Trianto (2007:13) adalah sebagai berikut:
1) Holistik
Suatu gejala atau peristiwa dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus. Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Hal ini akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10 membuat siswa menjadi lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi kejadian yang ada di depan mereka.
2) Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti diterangkan diatas, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan materi yang dipelajari.
3) Otentik
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari. Mereka memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar pemeberitahuan guru.
4) Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan kekatifan siswa dalam pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus menerus belajar. Dengan demikian pembelajaran terpadu bukan semata-mata meancang aktivitas-aktivitas dari masing-masing mata pelajaran yang saling terkait. Pembelajaran bisa saja dikembangkan dari suatu tema yang disepakati bersama dengan melirik aspek-aspek kurikulum yang bisa dipelajari secara bersama melalui pengembangan tema tersebut.
Fogarty (1991, xv) dalam Trianto (2007) mengemukakan:
Terdapat sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah: (1) the fragmented model (model tergambarkan), (2) the connected model (model terhubung), (3) the nested model (model tersarang), (4) the sequenced model (model terurut), (5) the shared model (model terbagi), (6) the webbed model (model terjaring), (7) the threaded
model (model tertali), (8) the integrated model (model terpadu), (9) the immersed model (model terbenam), dan (10) the networked model (model
jaringan) (halm. 40).
Trianto (2007: 40) menjelaskan bahwa secara umum dari kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi pengintegrasian kurikulum yakni (1) pengintegrasian di dalam satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11 disiplin ilmu, (2) pengintegrasian beberapa disiplin ilmu, dan (3) pengintegrasian di dalam dan beberapa disiplin ilmu.
Kemdikbud (2013: 174) menyatakan:
Pada Kurikulum 2013, KD mata pelajaran IPA sudah memadukan konsep dari aspek Fisika, Biologi, Kimia dan IPBA, tetapi tidak semua aspek dipadukan karena pada suatu topik IPA tidak semua aspek dapat dipadukan. Dari sejumlah model pembelajaran yang dikemukakan Fogarty (1991), terdapat beberapa model yang potensial untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA terpadu, yaitu connected, webbed, shared, dan
integrated. Empat model tersebut dipilih karena konsep-konsep dalam
KD IPA memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga memerlukan model yang sesuai agar memberikan hasil keterpaduan yang optimal.
Rangkuman karakteristik dari keempat model tersebut yang dikemukakan Fogarty adalah:
1) Connected
Rangkuman karakteristik, kelebihan, dan keterbatasan model
connected menurut Prabowo (2000) dalam Trianto (2007: 43) yaitu: Model connected memiliki karakteristik menghubungkan satu konsep dengan
konsep lain, topik satu dengan yang lain, satu ketrampilan dengan ketrampilan yang lain, ide yang satu dengan yang lain tetapi masih dalam lingkup satu bidang studi. Kelebihan model ini peserta didik akan lebih mudah menemukan keterkaitan karena masih dalam satu lingkup studi. Sedangkan keterbatasannya adalah kurang menampakkan keterkaitan interdisiplin. Model connected diilustrasikan Gambar 2.1. berikut ini:
Gambar 2.1 Model Connected 2) Webbed
Rangkuman karakteristik, kelebihan, dan keterbatasan model
webbed menurut Indrawati (2010) dalam Kemdikbud (2013: 173) yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12 tema sehingga dikenal dengan pembelajaran tematis, karena menggunakan suatu tema sebagai dasar pembelajaran dalam berbagai disiplin mata pelajaran. Model ini memiliki kelebihan dapat memotivasi murid-murid. Namun, tema yang digunakan harus dipilih baik-baik secara selektif agar menjadi berarti, juga relevan dengan kontent. Model webbed diilustrasikan Gambar 2.2. berikut ini:
Gambar 2.2 Model Webbed 3) Integrated
Rangkuman karakteristik, kelebihan, dan keterbatasan model
integrated menurut Indrawati (2010) dalam Kemdikbud (2013: 173) yaitu:
Model integrated memadukan berbagai mapel/disiplin ilmu, tetapi ada penetapan prioritas untuk menemukan konsep, keterampilan, sikap yang sama dari berbagai disiplin ilmu yang saling tumpang tindih dalam berbagai disiplin ilmu. Kelebihan model ini adalah mendorong murid-murid untuk melihat keterkaitan dan kesalingterhubungan di antara disiplin-disiplin ilmu, selain itu murid-murid juga termotivasi dengan melihat berbagai keterkaitan tersebut. Kelemahannya yaitu membutuhkan tim antar departemen yang memiliki perencanaan dan waktu pengajaran yang sama. Model integrated bisa diperlihatkan pada Gambar 2.3. berikut ini:
Gambar 2.3 Model Integrated 4) Shared
Rangkuman karakteristik, kelebihan, dan keterbatasan model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13 Model shared memadukan dua mata pelajaran/disiplin ilmu dan dari mata pelajaran yang dipadukan itu memiliki bagian yang sama. Perencanaan tim dan atau pengajaran yang melibatkan dua disiplin difokuskan pada konsep, keterampilan, dan sikap-sikap (attitudes) yang sama. Model ini memiliki kelebihan yaitu terdapat pengalaman-pengalaman pembelajaran bersama dan dengan dua orang guru di dalam satu tim, akan lebih mudah untuk berkolaborasi. Namun model ini membutuhkan waktu, fleksibilitas, komitmen, dan kompromi. Model shared bisa diperlihatkan pada Gambar 2.4. berikut ini:
Gambar 2.4 Model Shared
Dalam penelitian pengembangan ini akan digunakan model webbed yang mengikat beberapa mata pelajaran (Fisika, Kimia, dan Biologi) dalam satu tema yaitu pemanasan global dan tidak ada penetapan prioritas untuk menemukan konsep, keterampilan, sikap yang sama dari berbagai mata pelajaran.
d. Berbasis Scientific Approach
Atsnal dan Rahmita Yuliana Gazali (2013: 430) menjelaskan bahwa menurut Hudson (1996) dan Rudolph (2005), metode scientific pertama kali diperkenalkan ke ilmu pendidikan Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah. Kemudian Maria Varelas dan Michael Ford (2008:31) di dalam Atsnal dan Rahmita Yuliana Gazali (2013: 431) juga menyatakan bahwa metode scientific ini memiliki karakteristik “doing science”. Metode ini memudahkan guru atau pengembang kurikulum untuk memperbaiki proses pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke dalam langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara terperinci yang memuat instruksi untuk siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14 Kurikulum 2013 menekankan penerapan pendekatan ilmiah atau
scientific approach pada proses pembelajaran. Scientific appoach dalam
pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring (Kemdikbud 2013: 194).
Ringkasan komponen-komponen tersebut berdasarkan Kemendikbud (2013: 194-207) yaitu:
1) Mengamati
Kegiatan mengamati bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak.
2) Menanya
Kegiatan menanya dilakukan sebagai salah satu proses membangun pengetahuan siswa dalam bentuk konsep, prinsip, prosedur, hukum dan teori. Tujuannnya agar siswa memiliki kemapuan berpikir tingkat tinggi (critical thinking skill) secara kritis, logis, dan sistematis. Proses menanya dilakukan melalui kegiatan diksusi dan kerja kelompok serta diskusi kelas. Praktik diskusi kelompok memberi ruang kebebasan mengemukakan ide/gagasan dengan bahasa sendiri, termasuk dengan menggunakan bahasa daerah.
3) Menalar
Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Data yang diperoleh dibuat klasifikasi, diolah, dan ditemukan hubungan-hubungan yang spesifik. Kegiatan dapat dirancang oleh guru melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan tertentu sehingga siswa melakukan aktifitas antara lain menganalisis data, mengelompokan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi dengan memanfaatkan lembar kerja diskusi atau praktik. Hasil kegiatan mencoba dan mengasosiasi memungkinkan siswa berpikir kritis tingkat tinggi (higher
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15 4) Mencoba
Kegiatan mencoba/mengumpulkan data bermanfaat untuk meningkatkan keingintahuan siswa untuk memperkuat pemahaman konsep dan prinsip/prosedur dengan mengumpulkan data, mengembangkan kreatifitas, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan ini mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan eksperimen, serta memperoleh, menyajikan, dan mengolah data. Pemanfaatan sumber belajar termasuk mesin komputasi dan otomasi sangat disarankan dalam kegiatan ini.
5) Membentuk Jejaring
Jejaring pembelajaran atau pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekedar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif.
Kemdikbud (2013: 192) juga menjelaskan bahwa proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria berikut ini:
a. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. c. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis,
analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. d. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik
dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16 e. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan di atas maka dapat dikatakan bahwa scientific approach adalah pendekatan secara ilmiah yang mencakup komponen-komponen yang mencerminkan metode ilmiah. Komponen tersebut dapat berupa kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring yang dapat mengasah ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa. Siswa dituntun untuk berusaha memperoleh suatu data atau informasi, menganalisisnya dan menarik suatu kesimpulan sehingga mendapatkan suatu konsep.
2. Pengembangan Modul dengan Tema Pemanasan Global a. Modul
Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004) dalam Prastowo (2011: 104), “modul diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, modul adalah kegiatan program belajar-mengajar yang dapat dipelajari oleh peserta didik dengan bantuan yang minimal dari guru atau dosen pembimbing, meliputi perencanaan tujuan yang akan dicapai secara jelas, penyediaan materi pelajaran, alat yang dibutuhkan atau alat untuk penilai, serta pengukuran keberhasilan peserta didik dalam penyelesaian pelajaran (Prastowo, 2011: 104).
Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dan menarik agar mudah dipahami peserta didik agar mereka dapat belajar mandiri dengan bantuan yang minimal dari pendidik dan dapat mencapai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17 Fungsi modul yang dirangkum dari Prastowo (2011:107) adalah: 1) Bahan ajar mandiri
Penggunaan modul dalam proses pembelajaran dapat membantu peserta didik untuk belajar sendiri tanpa tergantung kepada kehadiran pendidik.
2) Pengganti fungsi pendidik
Peran pendidik salah satunya adalah menjelaskan materi pembelajaran dengan baik. Sebagai bahan ajar, modul juga berfungsi untuk menggantikan peran pendidik sebagai penjelas.
3) Sebagai alat evaluasi
Sebagai alat evaluasi, modul harus mampu membantu peserta didik mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang telah dipelajari.
4) Sebagai bahan rujukan bagi peserta didik
Modul mengandung berbagai materi yang harus dipelajari oleh peserta didik, maka modul juga memiliki fungsi sebagai bahan rujukan bagi peserta didik.
Karakteristik modul yang baik dan menarik yang dirangkum dari Dekdiknas (2008: 3) adalah:
1) Self Instructional
Modul tersebut mampu membuat seseorang atau peserta belajar membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus:
a) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas
b) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/ spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas
c) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran
d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18 e) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana
atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran
h) Terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan penggunaan diklat melakukan self assesment
i) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi
j) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui tingkat penguasaan materi
k) Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.
2) Self Contained
Seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhati-hatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai.
3) Stand Alone (berdiri sendiri)
Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri.
4) Adaptive
Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19 menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap“up
to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat
digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu. 5) User Friendly
Modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.
Dapat disimpulkan berdasar paparan di atas bahwa karakteristik modul yang telah disusun oleh Depdiknas dapat menjadi panduan bagi para penulis modul untuk memenuhi kriteria-kriteria diatas untuk menghasilkan kualitas modul yang baik. Kualitas modul yang baik sangat menunjang indikator keberhasilan yang ingin dicapai oleh pembuat modul.
“Langkah-langkah penyusunan modul dapat dibagi dalam empat tahapan, yaitu analisis kurikulum, menentukan judul modul, pemberian kode modul, dan penulisan modul” (Diknas (2004) dalam Prastowo (2011: 119-120)) dalam)
1) Analisis Kurikulum
Pada tahap ini bertujuan untuk menentukan materi-materi yang memerlukan bahan ajar, khususnya berupa modul pembelajaran.
2) Menentukan judul modul
Dalam menentukan judul modul harus mengacu pada kompetensi dasar dan materi pokok yang ada di dalam kurikulum.
3) Pemberian kode modul
Pemberian kode modul dalam tahap penyusunan modul bertujuan untuk memudahkan dalam pengelolaan modul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20 4) Penulisan modul
Dalam penulisan modul memperhatikan unsur-unsur apa saja yang harus ada dalam sebuah modul.
Menurut Prastowo (2011:112) untuk membuat modul yang baik, maka satu hal penting yang dilakukan adalah “mengenali unsur-unsurnya. Modul paling tidak harus berisikan tujuh unsur, yakni judul, petunjuk belajar (petunjuk peserta didik atau pendidik), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja atau lembar kerja (LK), dan evaluasi”.
Jadi untuk membuat modul yang baik perlu diperhatikan bahwa modul harus dapat dijadikan bahan belajar mandiri misalnya melalui pemberian petunjuk belajar, contoh, ilustrasi, lembar kerja, latihan, rangkuman, evaluasi, dan umpan balik penilaian. Penyajian juga harus diperhatikan yakni mengenai konstektualitas dan penggunaan bahasa yang komunikatif.
b. Pemanasan Global
1) Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,74 ± 0,18 °C (1,33 ± 0,32 °F) selama seratus tahun terakhir (Kemdikbud, 2013: 196).
2) Penyebab Pemanasan Global
Kemdikbud (2013) membatasi:
Segala sumber energi yang ada di Bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini memantul sebagai radiasi inframerah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun, sebagian lagi tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah uap air, Karbondioksida, dan Metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21 tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat (hlm. 197).
Panas yang terperangkap dalam atmosfer bumi sehingga membuat suhu permukaan bumi meningkat ini disebut efek rumah kaca.
Lubang pada lapisan ozon juga akan mengakibatkan masuknya sinar ultraviolet yang akan merusak tanaman (Kuswanti, 2009: 271). Rusaknya tanaman akan menurunkan kemampuannya menyerap Karbondioksida sehingga jumlah Karbondioksida di atmosfer akan makin meningkat. Meningkatnya jumlah Karbondioksida akan meningkatkan intensitas efek rumah kaca, sehingga memicu pemanasan global.
Dalam kondisi normal, efek rumah kaca sebenarnya sangat membantu kita. Jika tidak ada efek rumah kaca, suhu rata-rata di bumi bisa mencapai −18 0
C (Sudibyo, dkk, 2008: 266). Suhu ini jelas terlalu rendah untuk kehidupan makhluk hidup di Bumi. Adanya efek rumah kaca suhu rata-rata di bumi menjadi sekitar 33 0C (Sudibyo, dkk, 2008: 266).
3) Gas-gas yang Menyebabkan Efek Rumah Kaca
Gas-gas yang menyebabkan efek rumah kaca adalah Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrogen Oksida (NO) dari pupuk,
dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Setiap gas memiliki efek pemanasan yang berbeda-beda.
Beberapa gas menghasilkan efek pemanasan lebih parah dari CO2.
Contoh sebuah molekul Metana menghasilkan efek pemanasan 23 kali dari molekul CO2. Molekul NO menghasilkan efek pemanasan sampai 300 kali
dari molekul CO2. Gas-gas lain seperti chlorofluorocarbons (CFC) ada yang
menghasilkan efek pemanasan hingga ribuan kali dari CO2.
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Gas Penyebab Efek Rumah Kaca dan Sumbernya
Gas Rumah Kaca Sumber
Karbondioksida (CO2) Pembakaran bahan bakar fosil di
sector energi, industri, transportasi, deforestasi, pertanian
Metana (CH4) Pertanian, perubahan tata lahan,
pembakaran biomassa, tempat pembuangan akhir sampah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22 Nitroksida (N2O) Pembakaran bahan bakar fosil,
industri, pertanian
Hidrofluorokarbon (HFC) Industri manufaktur, industri pendingin (Freon), penggunaan aerosol
Perfluorokarbon (PFC) Industri manufaktur, industri pendingin (Freon), penggunaan aerosol
Sulfurheksafluorida (SF6) Transmisi listrik, manufaktur,
industri pendingin (Freon), penggunaan aerosol
(Sumber: Kemdikbud, 2013: 199). 4) Dampak Pemanasan Global
Kemdikbud (2013) menjelaskan:
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan (hlm. 197).
5) Upaya Penanggulangan Pemanasan Global
Sebagian besar negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca. Protokol Kyoto adalah kesepakatan internasional Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim yang ditujukan untuk melawan Pemanasan Global. Protokol Kyoto awalnya diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997 di Kyoto, Jepang, dan mulai berlaku pada tanggal 16 Februari 2005. Pada April 2010, 191 negara telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto (Kemdikbud, 2013: 197).
Ada lima hal utama yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas-gas penyebab efek rumah kaca di atmosfer, yaitu: (a) berhenti atau mengurangi makan daging; (b) membatasi emisi Karbondioksida; (c) menanam lebih banyak pohon; (d) mendaur ulang dan menggunakan kembali; (e) menggunakan alat transportasi alternatif untuk mengurangi emisi karbon (Agus, 2008: 18-20).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23 B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian pengembangan pengembangan bahan ajar IPA Terapdu antara lain sebagai berikut:
1. Nina Khusnah (2010) dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu dengan Tema Pencemaran Air Sungai untuk Siswa SMP/MTs Kelas VII” telah dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar IPA Terpadu berupa modul dengan tema Pencemaran Air Sungai untuk Siswa SMP/MTs Kelas VII yang memenuhi kriteria baik. Hasil pengembangan terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pendahuluan dan bagian isi. Bagian pendahuluan mencakup halaman muka (cover), kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator kompetensi yang digunakan serta peta konsep. Bagian isi mencakup materi pencemaran air sungai, kegiatan praktikum, kegiatan diskusi, latihan soal, rangkuman materi, glosarium, evaluasi, kunci jawaban, dan daftar pustaka. Berdasarkan hasil uji validitas, bahan ajar yang dikembangkan memperoleh nilai total rerata 3,35 atau sebesar 83,75% yang berarti memenuhi kriteria valid. Produk hasil pengembangan mengalami satu kali revisi yang berkaitan dengan penyusunan peta konsep, perbaikan indikator hasil belajar, dan pembatasan pada materi tertentu yang dianggap terlalu rinci untuk siswa SMP/MTs kelas VII. Hasil dari revisi tersebut merupakan produk akhir dari pengembangan bahan ajar IPA Terpadu.
2. Dwi Aryanti (2011) dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis SALINGTEMAS dengan Tema Global Warming untuk SMP/MTS Kelas IX. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar IPA Terpadu berupa modul yang berbasis SALINGTEMAS untuk SMP kelas IX dengan tema Global Warming yang memenuhi kriteria baik. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan didukung data kuantitatif ini merupakan penelitian pengembangan berdasarkan model yang dikembangkan oleh Borg dan Gall sampai tahap keenam yakni uji coba lapangan utama. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa angket dan observasi. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data telah divalidasi oleh dosen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24 pembimbing sebagai expert judgment. Data-data yang diperoleh berasal dari validator yang terdiri atas 2 dosen ahli, 2 guru sebagai reviewer dan 2 peer
reviewer serta responden yang terdiri atas 10 siswa dari SMP Negeri 12
Surakarta dan 30 siswa SSCi Surakarta yang berasal dari lima SMP di Surakarta. Teknik analisis data kualitatif yang digunakan yakni model interaktif dari Miles dan Huberman, sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan penilaian skor standar dari Saifudin Azwar yang kemudian dibagi menjadi lima kategori. Hasil validasi data yang dilakukan dengan triangulasi melalui proses iterasi menunjukkan bahwa pengembangan produk penelitian ini sangat baik dengan karakteristik sebagai berikut: (1) bahan ajar yang dihasilkan berupa modul dengan judul Global Warming, (2). total halaman sebanyak 96 lembar dengan panjang 21 cm dan lebar 16 cm, (3). bagian modul berupa: (a). pendahuluan yang terdiri atas deskripsi pembelajaran, prasyarat mempelajari modul, petunjuk penggunaan modul, tujuan akhir, peta konsep dan tes awal, (b). pembelajaran yang terdiri atas rencana belajar siswa, materi, rangkuman, tes formatif dan umpan balik, serta (c). penutup yang teridri atas evaluasi akhir, kunci jawaban dan glosarium. 3. Oni Arlitasari, (2013) dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu
Bebasis SALINGTEMAS dengan Tema Biomassa Sumber Energi Alternatif Terbarukan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan bahan ajar IPA Terpadu berupa modul yang berbasis SALINGTEMAS dengan tema Biomassa Sumber Energi Alternatif Terbarukan yang memenuhi kriteria baik. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan didukung data kuantitatif ini merupakan penelitian pengembangan berdasarkan model yang dikembangkan oleh Borg dan Gall. Prosedur pengembangan penelitian ini meliputi: (1) Penelitian dan megumpulkan informasi, (2) Perencanaan, (3) Pengembangan draft produk, (4).Uji coba lapangan awal, (5) Merevisi hasil uji coba lapangan awal, dan (6) Uji coba lapangan utama. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa angket dan observasi. Data-data yang diperoleh berasal dari validator yang terdiri atas 3 dosen ahli, 2 guru sebagai reviewer dan 3 peer reviewer serta responden yang terdiri atas 10 siswa dari dua SMP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25 Negeri dan 30 siswa yang berasal dari lima SMP Negeri. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan penilaian skor standar dari Saifudin Azwar yang kemudian dibagi menjadi lima kategori.Teknik analisis data kualitatif yang digunakan yakni model interaktif dari Miles dan Huberman yang melalui tahap reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Pengembangan modul IPA Terpadu berbasis SALINGTEMAS dengan tema Biomassa Sumber Energi Alternatif Terbarukan telah berhasil diujicobakan dalam lapangan tahap awal dan utama dengan hasil yang sangat baik.
C. Kerangka Berpikir
Dalam kurikulum 2013, substansi mata pelajaran IPA di SMP/MTs merupakan IPA terpadu. Selain pembelajaran IPA secara terpadu, Kurikulum 2013 juga menekankan penerapan pendekatan ilmiah atau scientific approach pada proses pembelajaran.
Penerapan pembelajaran IPA secara terpadu yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 masih menemui hambatan di lapangan. Salah satunya adalah bahan ajar, misalnya buku pelajaran. Selama ini telah banyak beredar buku yang berjudul IPA Terpadu, namun kebanyakan dari buku tersebut kurang memenuhi tuntutan kurikulum 2013. Buku yang diberikan pemerintah pun masih belum sepenuhnya menunjang pembelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya suatu upaya yaitu pengembangan perangkat pembelajaran yang dapat menunjang pelaksanaan pembelajaran IPA yang menerapkan scientific approach, yakni pembuatan modul IPA Terpadu berbasis scientific approach untuk SMP kelas VII dengan tema pemanasan global. Model pengembangan yang digunakan yakni Borg and Gall.
Untuk mengetahui bahwa bahan ajar yang dikembangkan telah memenuhi kriteria baik, maka dilakukan validasi. Dalam penelitian pengembangan ini dilakukan validasi dalam tiga aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi komponen materi, komponen bahasa dan gambar, komponen penyajian, dan komponen kegrafisan.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka dapat dibuat bagan kerangka berpikir sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir, maka diajukan beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
1. Bagaimana mengembangkan modul IPA Terpadu berbasis scientific
approach pada materi Pemanasan Global yang sesuai untuk SMP Kelas VII?
2. Apakah hasil dari pengembangan modul IPA Terpadu berbasis scientific
approach pada materi Pemanasan Global yang sesuai untuk SMP Kelas VII
memenuhi kriteria baik pada aspek kelayakan materi, penyajian, bahasa dan gambar, serta kegrafisan?
Kurikulum 2013 menerapkan pembelajaran IPA Terpadu dengan pendekatan scientific
approach
ditemukan permasalahan Guru dalam menerapkan IPA Terpadu dan scientific approach masih mengalami banyak kendala,
1. buku yang disediakan pemerintah belum sepenuhnya menunjang pembelajaran, seperti singkatnya uraian materi, kurangnya soal, dan kurang menuntun siswa dalam menyajikan data.
2. kebanyakan dari buku yang beredar kurang memenuhi tuntutan kurikulum 2013
dilakukan upaya solusi