• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Paving Block - Resti Fitriana BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Paving Block - Resti Fitriana BAB II"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Landasan Teori 2.1.1.Paving Block

Paving block merupakan komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton (SNI 03-0691-1996).

Paving block sering disebut juga sebagai bata beton (concrete block). Pada umumnya agregat yang digunakan dalam campuran paving block adalah agregat halus berupa pasir. Paving block dapat berwarna seperti warna aslinya atau diberi zat pewarna pada komposisinya.

Paving block merupakan produk bahan bangunan dari semen yang digunakan sebagai salah satu alternatif penutup atau pengerasan permukaan tanah. Sebagai bahan penutup dan pengerasan permukaan tanah paving block sangat luas penggunaannya untuk berbagai keperluan, biasanya paving block digunakan untuk pengerasan dan memperindah trotoar jalan di kota-kota, halaman, taman dan jalan komplek perumahan.

Ketebalan paving block yang sering digunakan (Spesifications for Precast Concrete Paving Block, 1980) yaitu :

(2)

2. Ketebalan 8 cm, digunakan untuk beban lalu lintas yang frekuensinya padat, seperti sedan, pick up, bus dan truk.

3. Ketebalan 10 cm atau lebih, digunakan untuk beban lalu lintas yang super berat, seperti crane, loader.

Badan Standarisasi Nasional (SNI 03-0691-1996) mengklasifikasi paving block (bata beton) dalam 4 jenis, yaitu :

1. Bata beton mutu A, digunakan untuk jalan. 2. Bata beton mutu B, digunakan untuk parkir. 3. Bata beton mutu C, digunakan untuk pejalan kaki

4. Bata beton mutu D, digunakan untuk taman dan pengguna lain.

Menurut SK SNI T–04-1990, pembagian kelas paving block berdasarkan mutu betonnya, antara lain :

a. Paving block dengan mutu beton I, nilai f’c 34 - 40 Mpa. b. Paving block dengan mutu beton II, nilai f’c 25,5 - 30 Mpa. c. Paving block dengan mutu beton III, nilai f’c 17 - 20 Mpa.

Klasifikasi paving block berdasarkan bentuk menurut SK SNI T-04-1990 terbagi atas dua macam, yaitu :

(3)

Gambar 2.1 Bentuk Paving Block

Pola pemasangan sebaiknya disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Pola yang umum dipergunakan yaitu pola susun bata (Strecher), anyaman tikar (Basket Weave) dan tulang ikan (Herring Bone). Untuk perkerasan jalan diutamakan pola tulang ikan karena mempunyai kuncian yang baik. Dalam proses pemasangannya pada tepi susunan paving block biasanya ditutup dengan pasak yang berbentuk topi uskup.

(4)

Gambar 2.2 Pola Pemasangan Paving Block

Gambar 2.3 Bentuk Pasak Topi Uskup

Berikut ini adalah kombinasi mutu, bentuk, tebal dan pola pemasangan paving block :

Tabel 2.1 Kombinasi Mutu dan Pola Pemasangan Paving block

No. Penggunaan Kombinasi

Kelas Tebal (mm) Pola

1 Trotoar dan taman III 60 SB, AT,TI

2 Tempat parkir dan garasi II 60 SB, AT, TI

3 Jalan lingkungan I/II 60/80 TI

4 Terminal bus I 80 TI

(5)

2.1.2.Syarat Mutu Paving Block

Menurut SNI 03-0691-1996, paving block harus memenuhi persyaratan tentang Bata beton sebagai berikut :

a. Sifat tampak, bata beton harus mempunyai permukaan yang rata, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

b. Ukuran, bata beton harus mempunyai ukuran tebal nominal minimum 60 mm dengan toleransi ± 8 %.

c. Sifat fisik, bata beton harus mempunyai sifat-sifat fisik seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisik Paving Block

Mutu Kegunaan

Kuat Tekan (Kg/cm2) Ketahanan Aus (mm/menit) Penyerapan air rata-rata maks (%) Rata2 Min Rata2 Min

A Perkerasan jalan 400 350 0,0090 0,103 3 B Tempat parkir 200 170 0,1300 1,149 6

C Pejalan kaki 150 125 0,1600 1,184 8

D Taman kota 100 85 0,2190 0,251 10

Sumber : SNI 03-0691-1996

Menurut British Standart Institution 6717 part I 1986 tentang Precast Concrete Paving Block, persyaratan untuk paving block antara lain :

a. Paving block sebaiknya mempunyai ketebalan tidak kurang dari 60 mm. b. Ketebalan paving block yang baik yaitu 60 mm, 65 mm, 80 mm, dan 100

mm.

(6)

d. Lebar tali air yang terdapat pada badan paving block sebaiknya tidak lebih dari 7 mm.

e. Toleransi dimensi pada paving block yang diijinkan yaitu :  Panjang ± 2 mm.

 Lebar ± 2 mm.  Tebal ± 3 mm.

2.2.Kegunaan dan Keuntungan Paving Block

Keberadaan paving block dapat menggantikan aspal dan pelat beton, dengan banyak keuntungan yang dimilikinya. Paving block mempunyai banyak kegunaan, diantaranya untuk perkerasan tempat parkir plaza, hotel, tempat rekreasi, tempat bersejarah, terminal, jalan setapak, trotoar, perkerasan jalan lingkungan pada kompleks-kompleks perumahan, taman kota dan tempat bermain. Beberapa keuntungan penggunaan paving block, antara lain :

a. Dapat diproduksi secara massal.

b. Paving block tidak mudah rusak pada kondisi pembebanan normal.

c. Daya serap air melalui paving block menjaga keseimbangan air tanah untuk menopang betonan atau rumah diatasnya.

d. Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung bisa digunakan tanpa harus menunggu pengerasan seperti pada beton.

e. Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit dibandingkan penggunaan pelat beton.

(7)

g. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada saat pengerjaan. h. Adanya pori-pori pada paving block meminimalisasi aliran permukaan dan

memperbanyak infiltrasi dalam tanah.

i. Daya serap air yang baik sekitar rumah atau tempat usaha akan menjamin ketersediaan air tanah sehingga bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari (Nurzal, Joni. 2013).

j. Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah (www.paving.org.uk)

2.3.Bahan Penyusun Paving Block

2.3.1.Semen Portland

Semen Portland merupakan bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen Portland didefinisikan sebagai semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling kerak besi (klinker) yang mengandung kalsium silikat hidrolik yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya (ASTM C-150-1985).

(8)

Pada dasarnya semen portland terdiri dari 4 unsur yang paling penting, yaitu:

a. Trikalsium silikat (C3S) atau CaO.SiO2

Unsur ini sifatnya hampir sama dengan sifat semen yaitu jika ditambahkan air akan menjadi kaku dan dalam beberapa jam saja pasta akan mengeras. C3S menunjang kekuatan awal semen dan menimbulkan panas hidrasi kurang lebih 58 kalori/gram setelah 3 hari.

b. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2

Pada saat penambahan air setelah reaksi yang menyebabkan pasta mengeras dan menimbulkan panas 12 kalori/gram setelah 3 hari. Pasta akan mengeras, perkembangan kekuatannya stabil dan lambat pada beberapa minggu kemudian mencapai kekuatan tekan akhir hampir sama dengan C3S.

c. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3

Unsur ini apabila bereaksi dengan air akan menimbulkan panas hidrasi tinggi yaitu 212 kalori/gram setelah 3 hari. Perkembangan kekuatan terjadi satu sampai dua hari tetapi sangat rendah.

d. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau Al2O3.Fe2O3

Unsur ini saat bereaksi dengan air berlangsung sangat cepat dan pasta terbentuk dalam beberapa menit, menimbulkan panas hidrasi 68 kalori/gram. Warna abu-abu pada semen disebabkan oleh unsur ini.

(9)

mencapai 110 kalori/gram. Akibatnya dari reaksi exothermic terjadi perbedaan temperatur yang sangat tajam sehingga mengakibatkan retak-retak kecil (microcrack) pada beton (Andoyo, 2006).

Berdasarkan SK.SNI T-15-1971-03:2, membagi semen portland menjadi 5 jenis, yaitu :

Tabel 2.3 Klasifikasi Semen Portland

Tipe Keterangan

I Semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Biasa digunakan untuk konstruksi bangunan bertingkat tinggi, perumahan, jembatan dan jalan raya, landasan bandara, beton pratekan, bangunan irigasi.

II Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang serta diaplikasikan pada tempat yang lebar dan luas (bendungan, dermaga, dinding penahan besar, dll).

III Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal tinggi (cepat mengeras) dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi.

IV Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. Jenis ini dapat mencapai kekuaan tinggi dengan lambat dan membutuhkan pemeliharaan pengeringan lebih panjang.

V Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat dan diaplikasikan untuk pondasi, dinding basement, terowongan, juga beton yang bersentuhan dengan tanah.

Sumber : SNI T-15-1971-03

(10)

berlebihan maka jumlah air juga berlebihan, sehingga beton mempunyai banyak pori dan akibatnya kuat tekan beton rendah (SNI 03-2834-1992).

2.3.2.Agregat Halus

Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya yaitu agregat halus dan kasar. Agregat halus mempunyai ukuran dibawah 4,8 mm (British Standard) atau 4,75 mm (ASTM). Sedangkan agregat kasar mempunyai ukuran diatas 4,8 mm (British Standard) atau 4,75 mm (ASTM). Adapun penggolongan agregat halus berupa pasir alam, pasir olahan atau gabungan dari kedua pasir tersebut.

Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai butiran sebesar 4,76 mm (SNI 03-6820-2002). Sedangkan menurut ASTM C 125-92, agregat halus adalah agregat yang lolos ayakan 3/8 inch (9,5 mm) dan hampir seluruhnya lolos saringan 4,75 mm (saringan no. 4 Standar ASTM) dan tertahan ayakan no. 200.

(11)

Tabel di bawah ini merupakan table zona gradasi agregat halus yang menentukan klasifikasi pasir yang telah di ayak menggunakan satu set ayakan standar (Shiever Shaker).

Tabel 2.4 Zona Gradasi Agregat Halus Lubang

Ayakan ( mm )

Berat Tembus Kumulatif ( % )

Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4

Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah

10 100 100 100 100 100 100 100 100

4,8 100 90 100 90 100 90 100 95

2,4 95 60 100 75 100 85 100 95

1,2 70 30 100 55 100 75 100 90

0,6 34 15 34 35 79 60 100 80

0,3 20 5 30 8 40 12 50 15

0,15 10 0 10 0 10 0 15 0

Sumber : SNI 03-6821-2002 Keterangan : Zona 1 = Pasir Kasar

Zona 2 = Pasir Agak Kasar Zona 3 = Pasir Halus Zona 4 = Pasir Agak Halus

Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat. Bila butir-butir agregat memiliki ukuran yang sama (seragam) volume pori akan besar, sebaliknya bila ukuran butir-butirnya bervariasi maka volume porinya kecil. Hal ini karena butiran yang kecil akan mengisi pori diantara butiran yang besar, sehingga pori-porinya sedikit atau dengan kata lain kemampatannya tinggi (M.Tri Wibowo, 2007).

Menurut SII-0052, agregat halus yang dipakai untuk campuran adukan harus memenuhi persyaratan agregat halus secara umum, yaitu sebagai berikut : 1. Agregat halus terdiri dari butiran yang tertinggal diatas ayakan no. 200 dan

(12)

2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm) maksimum 5 % dari berat kering, jika kadar lumpur lebih dari 5 % maka pasir harus dicuci.

3. Kadar zat organik yang terkandung ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%, jika dibandingkan dengan warna standar atau pembanding tidak lebih tua dari pada warna standar. 4. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan atau zat yang sifatnya merusak

beton, termasuk yang menimbulkan karat pada tulangan (PBBI 1971).

5. Tidak boleh menggunakan pasir laut, kecuali dengan petunjuk staff ahli karena pasir laut mengandung garam yang dapat merusak beton/baja tulangan (Andre, 2012).

2.3.3.Kapur

Kapur telah dikenal sebagai salah satu bahan stabilisasi tanah yang baik, terutama bagi stabilisasi tanah lempung yang memiliki sifat kembang-susut yang besar. Bahan kapur adalah sebuah benda putih dan halus terbuat dari batu sedimen, membentuk bebatuan yang terdiri dari mineral kalsium. Adanya unsur cation Ca+ pada kapur dapat memberikan ikatan antar partikel yang lebih besar yang melawan sifat mengembang dari tanah.

(13)

Batu kapur pada umumnya bukan CaO murni akan tetapi mengandung oksida-oksida lain dalam jumlah tertentu yang merupakan pengotoran dari batuan kapur. Tabel di bawah ini menunjukkan komposisi susunan kimia kapur.

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Kapur

No. Unsur Kimia Prosentase (%)

1 Karbonat (CO3) 97

2 Kalsium oksida (CaO) 29,77 - 55,56

3 Magnesium oksida (MgO) 21 - 31

4 Silikat (SiO2) 0,14 - 2,14

5 Aluminium oksida Al2O3 dan Ferro

Fe2O3 0,5

Sumber : Andoyo, 2006

Berdasarkan penggunaannya kapur untuk bahan bangunan dibagi menjadi 2 macam, yaitu kapur pemutih dan kapur aduk. Kedua macam kapur tersebut bisa terdapat dalam bentuk kapur tohor maupun kapur padam (Moerdwiyono, 1998: 6). Kapur dapat diklasifikasikan seperti :

 Kapur Tohor

Kapur tohor adalah hasil pembakaran batu kapur atau batu alam lain (CaCO3) pada suhu sedemikian rupa sehingga jika diberi air dapat dipadamkan. Komposisinya adalah sebagian besar kalsium karbonat pada suhu yang tinggi sehingga bila diberi air dapat terpadamkan membentuk hidrat, secara kimia dapat dijelaskan sebagai berikut : CaCO3 → CaO + CO2

 Kapur Padam

(14)

 Kapur Udara

Kapur udara adalah hasil pemadaman kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa saat hanya dapat mengeras di udara karena pengikatan karbondioksida (CO2).

 Kapur Hidrolis

Kapur hidrolis adalah kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa saat dapat mengeras baik diudara maupun di dalam air.

 Kapur Magnesia

Kapur magnesia adalah kapur yang mengandung lebih dari 5% magnesium oksida (MgO), dihitung dari contoh kapur yang dipadamkan.

Kelebihan kapur sebagai bahan pengikat ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kapur sebagai berikut :

1. Kapur mempunyai sifat plastik yang baik, dalam arti tidak getas.

2. Sebagai bahan pengikat, kapur dapat mengeras dengan mudah dan cepat,

sehingga memberikan kekuatan pengikat kepada dinding. 3. Mudah dikerjakan, tanpa harus melalui proses pabrik.

(15)

Menurut Moerdwiyono (1998:7) pemakaian kapur untuk bahan bangunan dibagi dalam 2 macam, yaitu; kapur pemutih dan kapur aduk. Kapur aduk adalah kapur yang biasa digunakan dalam campuran mortar, yaitu campuran semen, kapur dan pasir. Sedangkan kapur pemutih adalah kapur yang sering digunakan untuk pengecatan atau memutihkan pekerjaan lainnya. Kedua macam kapur tersebut boleh dalam bentuk kapur tohor atau juga kapur padam (Andoyo, 2006). Pemanfaatan dari kapur diantaranya adalah :

a. Bahan Bangunan, bahan bangunan yang dimaksud adalah kapur yang dipergunakan untuk plester, adukan pasangan bata, pembuatan semen trass ataupun semen merah.

b. Bahan Penstabilan Jalan Raya, pemakaian kapur dalam bidang pemantapan fondasi jalan raya termasuk rawa yang dilaluinya. Kapur ini berfungsi untuk mengurangi plastisitas, mengurangi penyusutan dan pemuaian fondasi jalan raya.

c. Sebagai Bahan ikat pada Beton, bila dipakai bersama-sama semen portland, sifatnya menjadi lebih baik dan dapat mengurangi kebutuhan semen portland.

d. Sebagai batuan jika berbentuk batu kapur.

2.3.4.Fly Ash

(16)

yang digunakan dapat mengganti sebagian semen optimum sebesar 20 % (Rony Ardiansyah, 2007).

Sebenarnya abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen, namun dengan kehadiran air dan ukurannya yang halus, oksida silika yang dikandung di dalam abu batubara akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan akan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan yang mengikat (Djiwantoro, 2001).

Fly ash sepertinya cukup baik untuk digunakan sebagai bahan ikat karena bahan penyusun utamanya adalah Silikon Dioksida (SiO2), Aluminium (Al2O3) dan Ferrum Oksida (Fe2O3). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air.

Dalam SK-SNI S-15-1990-F spesifikasi abu terbang atau fly ash sebagai bahan tambah untuk campran beton disebutkan ada 3 jenis, yaitu :

a. Abu terbang jenis N, ialah abu terbang hasil kalsinasi dari pozzolan alam, misalnya tanah diatomite, shole, tuft, batu apung dan abu gunung merapi atau pumice.

b. Abu terbang jenis F, ialah abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous pada suhu kurang lebih 1560oC. c. Abu terbang jenis C, ialah abu terbang hasil pembakaran batu bara jenis

subbituminous dan lignit/batu bara dengan kadar karbon sekitar 60 %. Abu terbang jenis ini mempunyai sifat seperti semen dengan kadar kapur diatas 10 %.

(17)

C (ASTM 1986), dan yang baik untuk digunakan sebagai bahan additive untuk beton adalah abu terbang kelas F, karena mempunyai kandungan total oksida silikat (SiO2), Al2O3 dan Fe2O3 yang lebih besar (min 70%) dibandingkan dengan abu terbang kelas C (Fauna Adibroto, Yelvi, 2008).

Komposisi kimia pada abu terbang (Fly Ash) batu bara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.6 Komposisi Kimia Abu Terbang Batubara dan Semen Portland No. Unsur Kimia Prosentase Abu Terbang (%) Prosentase Semen

Portland (%) Jenis F Jenis C Jenis N

1 SiO2 51,90 50,90 58,20 22,60

2 Al2O3 25,80 15,70 18,40 4,30

3 Fe2O3 6,98 5,80 9,30 2,40

4 CaO 8,70 24,30 3,30 64,40

5 MgO 1,80 4,60 3,90 2,10

6 SO2 0,60 3,30 1,10 2,30

7 Na2O dan K2O 0,60 1,30 1,10 0,60

Sumber : Andoyo, 2006

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kandungan mineral Fly ash dari batu bara adalah komposisi kimia batu bara, proses pembakaran batu bara, bahan tambah yang digunakan termasuk bahan tambahan minyak untuk stabilisasi nyala api dan bahan tambahan untuk pengendalian korosi.

(18)

Fly ash berasal dari limbah industri yang sudah melalui proses pengolahan penghalusan dan penyaringan dari zat-zat karbon yang merusak beton dengan teknologi modern untuk mengurangi kandungan karbon, sehingga ikatan agregat dalam campuran beton akan homogen, solid dan kuat. Proses penyaringan abu batubara dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.4 Electrostatic Precipitator

(19)

beton merupakan akibat dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi pozzolan (Jackson, 1977).

Seperti diketahui fly ash dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Berikut ini adalah penggunaan fly ash sebagai bahan bangunan :

a. Baik untuk campuran agregat beton (ready mix ).

b. Bahan campuran pembuatan genteng, beton, paving block, batako dan sebagainya.

c. Untuk campuran mortar (adukan luluh) pasangan batu, pondasi, batu merah atau batako.

d. Untuk campuran mortar pasangan keramik dan bangunan. e. Untuk campuran mortar plesteran, perataan lantai dan acian. Berikut ini adalah hasil menggunakan abu terbang untuk bahan bangunan :

1. Mengurangi biaya material semen sehingga pembiayaan lebih hemat dan ekonomis.

2. Mudah dalam pengerjaan, cepat kering, dan mengeras.

3. Permukaan beton lebih rata dan halus serta kekuatan (kualitas) beton meningkat.

4. Tahan lama dan tidak mudah rusak oleh pengaruh cuaca. 5. Tahan terhadap rembasan air (kedap air).

6. Melekat dengan baik pada pasangan batu pondasi, bata merah atau batako (Cony Loveta, 2013).

2.3.5.Air

(20)

pekerjaan beton. Air yang digunakan sebagai campuran beton adalah yang tidak mengandung senyawa-senyawa berbahaya, garam, minyak, gula atau bahan kimia lainnya (Tjokrodimuljo, 1996).

Untuk bereaksi dengan semen, air hanya diperlukan sekitar 25% dari berat semen. Perbandingan jumlah air dengan semen yang biasa disebut Faktor Air Semen (FAS) penting untuk diperhatikan. Jika air berlebihan maka akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton.

Menurut SK SNI S-04-1989-F, persyaratan air sebagai bahan bangunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Tidak mengandung lumpur atau benda tersuspensi lebih dari 2 gr/lt. b. Air harus bersih.

c. Derajat keasaman (pH) normal ± 7.

d. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual.

2.4.Metode Pembuatan Paving Block

Metode pembuatan paving block yang biasa digunakan oleh masyarakat, dapat diklasifikasikan menjadi dua metode yaitu :

2.4.1.Metode Konvensional

(21)

beban pemadatan yang berpengaruh adalah tenaga orang yang mengerjakannya. Mutu beton dari paving block jenis ini tergolong dalam mutu beton kelas D (K 50 – 100).

Gambar 2.5 Alat Gablokan Metode Konvensional

Gambar 2.6 Prinsip Kerja Metode Konvensional 2.4.2.Metode Mekanis

(22)

a. Mesin Press Vibrasi/Getar (K 150 – 250)

Pada umumnya paving block press mesin vibrasi tergolong sebagai paving block dengan mutu beton kelas C – B (K150 – 250). Paving block dengan mesin press vibrasi ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan dapat digunakan sebagai alternatif perkerasan lahan pelataran parkir.

b. Mesin Press Hidrolik (K 300 – 450)

Paving block jenis ini diproduksi dengan cara dipress menggunakan mesin press hidrolik dengan kuat tekan diatas 300 kg/cm2. Paving block press hidrolik dapat dikategorikan sebagai paving block dengan mutu beton kelas B – A (K 300 – 450). Paving block jenis ini dapat digunakan untuk keperluan

non struktural maupun untuk keperluan struktural yang berfungsi menahan beban berat yang dilalui di atasnya, seperti areal jalan lingkungan hingga sebagai perkerasan lahan pelataran terminal peti kemas di pelabuhan.

(23)

Gambar 2.8 Prinsip Kerja Metode Mekanis

2.5.Proses Pembuatan Paving Block

0.0.1.Pembuatan Dengan Cara Manual

Pembuatan paving block dimulai dengan mencampur semen, air, pasir, penambahan fly ash dan kapur (pengganti sebagian semen) dan penambahan abu batu (sebagai filler) dengan komposisi tertentu. Setelah adukan homogen, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan dan dipress dengan kekuatan tekan tenaga manusia. Pembuatan cara manual ini umumnya menghasilkan mutu paving block yang rendah karena tekanan yang diberikan pada saat mengempa tidak maksimal.

0.0.2.Pembuatan Dengan Mesin

(24)

2.6.Penelitian Terdahulu

Anton Kristanto dan Salim Himawan Putra (2003), dalam skripsinya telah melakukan penelitian tentang pengaruh fly ash dalam pembuatan paving block. Isi dari penelitian tersebut mengatakan bahwa contoh fly ash yang digunakan berasal dari Tjiwi Kimia. Dalam penelitian ini, formula didasarkan pada literature dari perusahaan pembuat paving PT. Focon yang menggunakan perbandingan sebagai berikut : semen : pasir : kerikil = 1 : 2,11 : 2,63. Kemudian dari penelitian ini, dilakukan variasi komposisi paving dengan perbandingan semen : pasir : kerikil : fly ash = 1 : 1,3 : 2.6 : 0,8. Komposisi terbaik dalam penelitian ini dengan perbandingan semen : pasir : kerikil : fly ash = 0,9 : 1,2 : 2,8 : 0,76 dengan kuat tekan yang dihasilkan sebesar 617,40 kg/cm2.

CV. Lestari (2007), melakukan test kokoh tekan hancur pada kubus/silinder beton. Analisa kekuatan untuk kubus, diperoleh tegangan hancur 308,2kg/cm2 untuk komposisi Semen : pulverized fly ash : Pasir : Batu Pecah adalah 1 : 1 : 1 : 2. kemudian untuk komposisi 1 : 1,5 : 2 : 3 diperoleh tegangan hancur 312,3 kg/cm2. selain itu, pada komposisi 1 : 1 : 2 : 3 diperoleh tegangan hancur sebesar 350,4 kg/cm2.

(25)

30% dan 35% dari berat semen. Benda uji yang digunakan adalah berbentuk silinder, mutu beton yang direncanakan 45 MPa yang diuji pada umur 28 hari. Dari penelitian ini, dihasilkan bahwa akibat penggantian sebagian semen dengan Fly Ash, kuat desak dan kuat tarik beton mengalami peningkatan. Hasil yang paling optimum yaitu pada komposisi 1 : 2 : 3 dengan penggantian abu terbang (fly ash) sebesar 35% dari berat semen dengan kuat tekannya sebesar 55,07 Mpa dan 3,93 MPa untuk kuat tariknya. Butiran Fly Ash yang jauh lebih kecil membuat beton lebih padat karena rongga antara butiran agregat diisi oleh Fly Ash sehingga dapat memperkecil pori-pori yang ada dan memanfaatkan sifat pozzolan dari Fly Ash dalam memperbaiki mutu beton. Penggunaan Fly Ash memperlihatkan dua pengaruh abu terbang di dalam beton yaitu sebagai agregat halus dan sebagai pozzolan. Selain itu abu terbang di dalam beton menyumbang kekuatan yang lebih baik dibanding dengan beton normal.

(26)

bahan tanah lempung dengan bahan tambahan kapur dan fly ash tidak memenuhi SNI paving block. Akan tetapi, penambahan bahan aditif tersebut dan pemeraman yang dilakukan dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik tanah. Hal ini terbukti dengan meningkatnya berat jenis tanah campuran. Untuk nilai kuat tekan paving block tanpa pembakaran dan dengan proses pembakaran paling baik ditunjukkan pada penambahan kadar campuran 10% dengan waktu pemeraman 28 hari.

Resti Yulianti Tahun (2013), yaitu “Pemanfaatan Fly Ash Sebagai Bahan Campuran Tanah dengan Kapur Untuk Perkuatan Paving Block Pasca Pembakaran Untuk Jalan Lingkungan”. Tabel 6 menunjukkan nilai kuat tekan

rata-rata tanpa pembakaran dan setelah pembakaran dengan masa pemeraman selama 14 hari.

Gambar

Gambar 2.1 Bentuk Paving Block
Gambar 2.2 Pola Pemasangan Paving Block
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisik Paving Block
Tabel 2.3 Klasifikasi Semen Portland
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk meremediasi miskonsepsi siswa pada materi perpindahan kalor menggunakan metode fast feedback berbantuan iSpring pro di kelas VII SMP

penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (Aditama, 2006). Tanggung jawab apoteker rumah sakit adalah: 1)

Maka dengan adanya kasus tersebut penulis tertarik untuk meneliti tradisi penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian yang terjadi di Kelurahan Titian Antui Kecamatan

Sedangkan kekurangan dari model Problem Based Learning yaitu persiapan pembelajaran memerlukan alat, sarana dan prasana yang tidak semua sekolah memilikinya, sulit

 Produk yang ditawarkan harus berkualitas. Perilaku konsumen yang didasarkan pada teori instrumental conditioning mengharuskan pemasaran menciptakan dan menawarkan produk

Tingginya persentase human error di kereta api Indonesia juga dialami oleh negara Asia lain, salah satunya adalah Korea yang memiliki persentase kecelakaan kereta api

Perancangan sistem informasi manajemen stok pada penelitian ini menghasilkan sistem peringatan yang akan memberitahukan kepada bagian dapur ketika stok makanan ataupun minuman

Berdasarkan hasil pengembangan media E-learning (electronic learning) pada mata pelajaran Audio Video materi pokok Konsep Dasar Audio dalam Rancangan &