• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN PANGAN BERBASIS UBI KAYU DENGAN PENDEKATAN PERILAKU KONSUMEN PADA AGROINDUSTRI KREPEK TETTE DI MADURA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN PANGAN BERBASIS UBI KAYU DENGAN PENDEKATAN PERILAKU KONSUMEN PADA AGROINDUSTRI KREPEK TETTE DI MADURA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN PANGAN BERBASIS UBI

KAYU DENGAN PENDEKATAN PERILAKU KONSUMEN PADA

AGROINDUSTRI ‘KREPEK TETTE’ DI MADURA

Novi Diana Badrut Tamami

Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang, kamal, Bangkalan

E-mail: nopy.agb@gmail.com

ABSTRAK

Indonesia saat ini tengah mempersiapkan program Feed Indonesia-Feed The World yang bertujuan untuk ketahanan pangan nasional berkelanjutan dan ekspor. Komoditi kacang-kacangan dan umbi-umbian dinilai mampu menjadi penggerak penting dalam pencapaian program tersebut. Komoditas umbi-umbian yang terpilih sebagai komoditas pangan strategis nasional adalah ubi kayu. Salah satu produk makanan olahan berbahan dasar ubi kayu adalah krepek tette. Atribut sebuah produk dapat menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli sebuah produk. Preferensi konsumen dalam membeli krepek tette dipengaruhi oleh beberapa atribut. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik konsumen dan menganalisis atribut-atribut yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli krepek tette. Penelitian ini dilakukan di toko-toko camilan Madura dan sampel diambil dengan menggunakan metode

accidental sampling sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah metode deskripitif

kuantitatif dengan pendekatan konjoin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut yang paling dipertimbangkan konsumen dalam membeli krepek tette adalah bentuk, harga, rasa, jenis dan warna. Artinya konsumen menginginkan adanya inovasi dalam bentuk produk, harga yang terjangkau, penambahan varian rasa pada produk, sedangkan jenis produk yang banyak diminati adalah krepek tette mentah dan warna yang lebih disuka adalah kuning karena bahan baku yang dipakai ubi kayu lokal Madura.

Kata kunci : krepek tette, preferensi konsumen, konjoin

ABSTRACT

The development of agroindustrial product from cassava based on consumer preferences. This time, Indonesia is preparing Feed Indonesia-Feed The World Program for

sustainability of national food security and export. The Leguminoceae and Manihot uttililisima family are important commodities to support this program. One of the strategic of national food commodity is cassava. Krepek tette is one of the agroindustrial product from cassava. The product attribute is a reason of consumer in ordering product. The consumer’s preference in ordering krepek tette must be influenced by some attributes. The aims of this study are to descripe the consumer’s caracteristics and to analize the attributes that influence the consumers in ordering krepek tette. This study used the consumers in some Maduranese culinary shop with accidental sampling method and the data was analized by conjoint analysis. The result of this study show that the attributes that had a most influence in ordering krepek tette are shape, price, taste, kind, and colour. The consumer hope an innovation in the shape of product, the cheaper price, more varian in taste, uncooked product is best choice, and the consumer prefer the yellow than the white one, because the raw material is Maduranese cassava.

(2)

PENDAHULUAN

Ubi kayu atau ketela pohon adalah komoditas multifungsi, antara lain dapat diman-faatkan sebagai bahan pangan, pakan ternak, energi, plastik organik, farmasi, kertas, dan bahan bakuindustri lainnya. Budidaya ubi kayu relatif mudah dan banyak diusahakan oleh petani, karena tanaman ini dapat tumbuh disemua jenis tanah, baik di dataran tinggi maupun dataran rendah dan tidak banyak penyakitnya. Pada tahun 2012 produksi nasional ubi kayu mencapai 2,5 juta ton (BPS 2012). Produk olahan berbahan baku ubi kayu sudah dikenal masyarakat luas dan berkontribusi terhadap ekonomi keluarga petani. Sebagai bahan pangan non-beras dan non-gandum,ubi kayu merupakan komoditas penting pendukung diversifikasi pangan.

Madura termasuk daerah yang menjadikan ubi kayu sebagai komoditas andalan sumber pendapatan masyarakat. Berbagai produk olahan pangan berbasis ubi kayu banyak diproduksi di Madura. Salah satu daerah yang juga mengandalkan ubi kayu sebagai bahan pangan di Madura adalah Kabupaten Pamekasan. Daerah ini merupakan sentra agroindustri ‘Krepek Tette’ berbahan dasar ubi kayu. Krepek tette adalah produk olahan ubi kayu dengan cara memipihkan irisan ubi kayu rebus di atas batu. Kemudian hasil pipihan yang sudah sesuai ukuran dijemur di atas anyaman bambu atau daun kelapa. Krepek tette kering kemudian dilumuri bumbu untuk penambah rasa dan dijemur kembali sebelum proses penggorengan.

Agroindustri krepek tette tumbuh subur di Pamekasan dan dilestarikan secara turun temurun karena proses dan teknologi pembuatannya sangat sederhana. Permintaan yang terus berdatangan juga menjadi pemicu bertahannya agroindustri krepek tette hingga saat ini. Apalagi krepek tette juga menjadi makanan khas Madura dan selalu menjadi pilihan sebagai oleh-oleh saat berkunjung ke Madura.

Bangkalan merupakan salah satu daerah yang menjadi tujuan pemasaran makanan khas Madura karena letaknya yang cukup strategis (berada pada daerah ujung perbatasan Madura dengan Jawa). Salah satu daerah di Bangkalan yang menjadi sentra penjualan krepek tette adalah Kecamatan Kamal. Krepek tette termasuk makanan yang paling banyak peminatnya. Dibandingkan dengan makanan khas Madura lainnya seperti rengginang, petis, otok goreng, kerupuk ikan, dan lain-lain.

Potensi pasar yang besar tidak mendapat perhatian dari produsen krepek tette di Madura. Krepek tette tetap diproduksi dengan metode, bentuk, rasa dan atribut yang sama sejak jaman dahulu. Padahal karakteristik konsumen yang berbeda-beda, dapat mempengaruhi permintaan terhadap krepek tette. Menurut Sukirno (2004) permintaan terhadap produk dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas produk dan selera konsumen. Permintaan produk akan meningkat apabila selera konsumen dapat terpenuhi. Untuk mengetahui selera konsumen terhadap sebuah produk diperlukan penelitian tentang perilaku konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui karakteristik konsumen yang membeli krepek tette dan (2) menganalisis atribut-atribut yang menjadi pertimbangan preferensi konsumen dalam pembelian krepek tette.

METODOLOGI

Penentuan Sampel

Sampel dari penelitian ini dipilih menggunakan metode accidental sampling, artinya setiap pembeli yang ditemui baik sengaja maupun tidak sengaja, dapat dijadikan sebagai

(3)

sampel (Sugiyono, 2004). Jumlah sampel minimal 30 responden, sesuai dengan kriteria penelitian (Nawawi 1995).

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif untuk mengetahui atribut-atribut yang menjadi preferensi konsumen dalam membeli krepek tette di Madura. Alat analisis yang dipakai adalah analisis konjoin (Conjoint Analysis) yaitu metode analisis untuk mengukur dan menyusun atribut dan beberapa level atribut, sehingga dapat diten-tukan tingkatan level atribut yang paling dominan disukai konsumen (Malhotra 1996).

Beberapa langkah dalam analisis konjoinadalah sebagai berikut: 1. Penentuan atribut dan level atribut

Penentuan atribut-atribut yang paling dipertimbangkan oleh konsumen dalam membeli sebuah produk dan level atribut yang digunakan berpengaruh terhadap evaluasi produk dengan menunjukkan atribut penting yang menjadi pilihan konsumen.

2. Perancangan kombinasi atribut (stimuli)

Setelah penentuan atribut dan level atribut produk, kemudian dilakukan perancangan kombinasi atribut atau stimuli. Selanjutnya meminta responden melalui kuesioner untuk menentukan preferensi atribut dan level krepek tette sesuai dengan pilihan dan pertimbangan konsumen. Selanjutnya atribut disusun dan dikombinasikan sehingga akan menghasilkan nilai sebesar (3x6x2x3x2) = 216 kombinasi. Menurut Mooney et.

Al. (2001), apabila nilai kombinasi (stimuli) yang diperoleh melebihi 18 maka dapat

menggunakan metode Orthogonal yang berfungsi untuk mengendalikan jumlah stimuli yang dipertimbangkan konsumen hingga mendapatkan hasil yang dapat di evaluasi oleh konsumen.

3. Penentuan model

Merupakan langkah untuk mendapatkan nilai utility (nilai guna) dari masing-masing produk yang paling disukai konsumen, penentuan model yang digunakan adalah berbentuk regresi berganda (Malhotra, 1996). Namun terdapat model analisis khusus yang sudah digunakan untuk menentukan preferensi konsumen, model analisis konjoin tersebut adalah:

U = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8+ b9X9+ b10X10+ b11X11

Keterangan:

U = Nilai Preferensi (rangking 1 – 11) X1 = 1 jika harga Rp. 5.000–6.000, 0 lainnya; X2 = 1 jika harga Rp. 7.000–10.000, 0 lainnya; X3 = 1 jika bentuknya bulat besar, 0 lainnya; X4 = 1 jika bentuknya bulat kecil, 0 lainnya; X5 = 1 jika bentuknya lonjong besar, 0 lainnya; X6 = 1 jika bentuknya lonjong kecil, 0 lainnya; X7 = 1 jika bentuknya persegi, 0 lainnya; X8 = 1 jika warna putih, 0 lainnya; X9 = 1 jika rasa original, 0 lainnya; X10 = 1 jika rasa bawang putih, 0 lainnya; X11 = 1 jika jenisnya mentah, 0 lainnya.

4. Koding data, merupakan langkah keempat yang bertujuan untuk mendapatkan data atribut krepek tette yang menjadi pilihan dan pertimbangan konsumen dalam membeli

(4)

krepek tette. Atribut dan level atribut krepek tette ditandai oleh nilai konstanta (α). Dari data koding pada masing-masing level atribut diperoleh nilai konstanta (b0) dan nilai koefisien b1, b2, b3,b4, b5 sampai b11 sesuai dengan nilai preferensi atau hasil ranking tersebut, dimana nilai b0 – b11 untuk mencari nilai αij., (Tabel 1).

Tabel 1. Atribut dan level atribut krepek tette

Atribut Level

Harga (α1) Rp. 5.000–6.000 (α11)

Rp. 7.000–10.000 (α12)

Rp. 12.000–15.000 (α13)

Bentuk (α2) Bulat Besar (α21)

Bulat Kecil (α22) Lonjong Besar (α23) Lonjong Kecil (α24) Persegi (α25) Segitiga (α26) Warna (α3) Putih (α31) Kuning (α32) Rasa (α4) Original (α41) Bawang putih (α42) Tambahan rasa (α43) Jenis Mentah (α51) Matang (α52)

Sumber: Data diolah dari n=30 sampel 2012.

Untuk mencari nilai tersebut digunakan cara penyelesaian melalui cara sebagai berikut; a.

b.

c. d. e.

Pentingnya atribut, merupakan penilaian terhadap masing-masing atribut krepek tette yang dipertimbangkan, dinyatakan sebagai berikut:

(5)

Sementara untuk menentukan pentingnya atribut yang berkaitan dengan kepentingan relatif terhadap atribut yang lain dapat ditulis dengan rumus berikut:

sehingga

Rumus tersebut diberi notasi T (total)

Wi = Kepentingan relatif dari atribut yang dinormalkan. T = Total tingkat kepentingan relatif dari seluruh atribut.

I = Relatif kepentingan dari atribut harga, bentuk, warna, rasa dan jenis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, metode penentuan tingkat preferensi konsumen menggunakan analisis konjoin. Kemudian hasil dari analisis konjoin digunakan untuk mengembangkan produk dan menentukan segmentasi pasar yang sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga meningkatkan profitabilitas produk yang ditawarkan oleh perusahaan.

Dari hasil analisis data menggunakan uji konjoin, diperoleh nilai signifikansi predictive

accuracy pada peringkat Pearson 0,000 dan Kendal 0,003. Hal ini menyimpulkan

penelitian dianggap valid karena angka predictive accuracy pada peringkat Person dan

Kendal berkorelasi dengan tingkat signifikan lebih kecil dari taraf nyata 0,05. Terdapat

hubungan yang nyata atau hubungan positif yang sangat erat antara preferensi konsumen dalam membeli krepek tette dengan atribut-atribut yang digunakan dalam penelitian ini.

Output dari uji konjoin juga menunjukkan tingkat kepentingan atribut dan nilai utiliti pada masing-masing atribut dan level atribut. Berikut adalah hasil uji konjoin pada masing-masing atribut dan level atribut

Berdasarkan nilai tingkat kepentingan atribut, pada peringkat pertama atribut bentuk paling berpengaruh dengan nilai sebesar 43,4% (Tabel 2). Artinya, konsumen lebih mengutamakan atribut bentuk dalam membeli krepek tette dibandingkan dengan atribut lainnya. Dengan demikian, bentuk dari krepek tette merupakan atribut yang perlu dieva-luasi dan ditingkatkan variasinya oleh produsen untuk memenuhi keinginan konsumen dan dapat dipastikan bisa meningkatkan tingkat penjualan krepek tette. Berdasarkan nilai

utility dari level atribut diketahui bahwa konsep produk krepek tette yang disukai

kon-sumen pada atribut bentuk dengan level atribut bentuk segitiga. Artinya produsen perlu melakukan pengembangan variasi bentuk krepek tette, misalnya berbentuk segitiga, persegi enam, jajaran genjang dan lain- lain.

Tabel 2. Tingkat kepentingan atribut.

Atribut Tingkat kepentingan atribut

Harga 18,874 Bentuk 43,373 Warna 9,829 Rasa 18,056 Jenis 9,869

Sumber: Data diolah dari n=30 sampel 2012.

Pertimbangan kedua yang dipilih konsumen dalam membeli krepek tette adalah atribut harga dengan nilai 18,9%. Atribut harga dianggap penting jika pilihan pada bentuk sudah dipertimbangkan. Dalam penelitian ini, harga tidak terlalu berpengaruh terhadap

(6)

pembe-lian krepek tette karena konsumen melihat masih ada pilihan lain yang lebih sesuai dengan karakteristik bentuk yang diinginkan. Untuk menentukan preferensi, pandangan konsumen terhadap atribut produk berbeda-beda, sesuai dengan persepsi yang pernah dirasakan (Simamora 2003). Dalam penelitian ini, harga yang dipilih konsumen adalah Rp 5.000– 6.000 per bungkus kantong plastik berisi 100 lembar krepek tette, level harga paling murah.

Pada pertimbangan ketiga, diketahui bahwa konsumen memilih atribut rasa dengan nilai kepentingan 18,1%. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen dalam membeli krepek tette mempertimbangkan atribut rasa setelah harga. Berdasarkan nilai utility uji konjoin pada atribut rasa, konsumen lebih menyukai krepek tette dengan variasi rasa seperti keju, ayam bakar dan lainnya. Artinya konsumen menginginkan adanya inovasi produk dalam hal rasa tidak hanya terbatas pada rasa original dan bawang putih.

Pertimbangan keempat yang dipilih oleh konsumen adalah pada atribut jenis dengan nilai kepentingan sebesar 9,9%. Hasil ini menunjukkan bahwa konsumen dalam membeli krepek tette kemungkinan untuk menjadikan atribut jenis sebagai pilihan utama sangat kecil karena konsumen lebih mementingkan atribut selain jenis. Berdasarkan wawancara, responden menyatakan bahwa untuk memilih jenis produk sesuai dengan kondisi kebu-tuhan dan kesukaan saat membeli krepek tette.

Tabel 3. Nilai koefisien utiliti masing-masing atribut dan level atribut (α) berdasar analisis konjoin.

Atribut Level Nilai Utiliti

Harga Rp. 5.000–6.000 (α11) Rp. 7.000–10.000 (α12) Rp. 12.000–15.000 (α13) 0,101 -0,091 -0,010

Bentuk Bulat Besar (α21)

Bulat Kecil (α22) Lonjong Besar (α23) Lonjong Kecil (α24) Persegi (α25) Segitiga (α26) 0,031 0,044 0,008 0,035 -0,226 0,107 Warna Putih (α31) Kuning (α32) -0,035 0,035 Rasa Original (α41) Bawang Putih (α42) Tambahan rasa (α43) 0,005 -0,094 0,089 Jenis Mentah (α51) Matang (α52) 0,021 -0,021

Sumber: Data diolah 2012.

Pertimbangan terakhir konsumen dalam membeli krepek tette adalah pada atribut warna dengan nilai kepentingan sebesar 9,8%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa konsumen dalam membeli krepek tette tidak terlalu mementingkan warna. Penyebab perbedaan warna krepek tette hanya terkait pada warna ubi kayu yang dipakai. Sedangkan kualitas rasa dan tingkat kerenyahan, warna tidak memiliki pengaruh.

Uji konjoin (Tabel 3) dapat dijelaskan dengan ketentuan jika nilai utiliti level atribut tinggi maka level atribut paling disukai oleh responden. Sebaliknya jika nilai utiliti level atribut rendah maka level atribut paling tidak disukai oleh responden. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan nilai utility dari masing-masing atribut dan level atribut dari hasil uji konjoin. Dilihat dari atribut harga, level atribut yang banyak disukai oleh responden

(7)

ada-lah pada level atribut harga Rp 5.000−6.000 dengan nilai α sebesar 0,101 lebih besar dibandingkan dengan nilai level atribut harga lainnya. Nilai positif tersebut artinya bahwa jika terjadi perubahan harga krepek tette yang ditawarkan kepada responden maka dapat meningkatkan utilitas sebesar 10,1%.

Pada atribut bentuk, responden lebih banyak memilih krepek tette yang berbentuk segi-tiga dengan nilai α sebesar 0,107 lebih besar jika dibandingkan dengan nilai level atribut bentuk lainnya. Dari nilai yang diperoleh menunjukkan bahwa responden lebih menyukai bentuk segitiga. Pada atribut warna, responden lebih banyak memilih warna kuning dengan nilai α sebesar 0,035 lebih besar dari level atribut warna putih dimana nilai α hanya sebesar -0,035. Dengan nilai negatif yang diperoleh berarti jika pada atribut warna tidak memasukkan level atribut putih maka dapat menurunkan utilitas sebesar 3,5%.

Pada atribut rasa, saat membeli krepek tette, responden lebih memilih adanya tam-bahan rasa lain, hasil ini diperoleh dari nilai α sebesar 0,089 lebih besar dibandingkan dengan nilai level atribut rasa lainnya. Nilai koefisien positif yang paling tinggi dari nilai tersebut menunjukkan bahwa apabila pada atribut rasa mengalami perubahan dalam pe-nawaran krepek tette kepada responden maka dapat meningkatkan utilitas sebesar 8,9%.

Sedangkan pada atribut jenis, responden lebih memilih atribut jenis yang mentah dilihat dari nilai α sebesar 0,021 lebih besar dibandingkan dengan atribut jenis matang dengan nilai hanya α sebesar -0,021. Nilai koefisien negatif artinya jika pada atribut jenis produk tidak memasukkan level atribut matang maka dapat menurunkan utilitas sebesar 2,1%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden lebih suka memilih krepek tette mentah. Konsumen biasanya membeli krepek tette untuk oleh-oleh, dan produk mentah memiliki daya simpan yang jauh lebih lama dibandingkan produk matang.

KESIMPULAN

Atribut-atribut yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli krepek tette di Madura berdasarkan hasil analisis uji konjoin adalah bentuk, harga, rasa, jenis dan warna produk. Atribut harga yang dipertimbangkan konsumen adalah yang paling murah, ber-kisar Rp 5.000–6.000 per bungkus dengan bentuk segitiga, berwarna kuning, ada penam-bahan varian rasa lain, serta konsumen juga lebih memilih krepek tette yang belum digoreng atau mentah.

DAFTAR PUSTAKA

Malhotra, N.K. 1996. Marketing Research and Applied Orientation. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Mooney G, Mira M, Bolton P, Jan S, Dunbar N, Walker L. 2001.The Value of General Services as Perceived By Costumers and General Practitioners Pilot Project. [Online]. http://www. some.fmc.flinders.edu.au/FUSA/GPNIS/nisdb/gpepdb/GPEP740. Diakses 3 September 2012.

Nawawi, H. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Simamora, B. 2003. Membongkar Kotak Hitam Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis Cetakan Kesembilan. Bandung: CV Alfabeta.

Sukirno, S. 2004. Pengantar Teori Mikroekonomi Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Gambar

Tabel 1. Atribut dan level atribut krepek tette
Tabel 2. Tingkat kepentingan atribut.
Tabel 3.  Nilai koefisien utiliti masing-masing atribut dan level atribut (α) berdasar analisis konjoin

Referensi

Dokumen terkait

Variabel suasana toko merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap pembelian impulsif Pengaruh Penataan Produk (Product Display) dan Diskon Terhadap Pembelian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1) Untuk mengatahui pengaruh kompetensi auditor internal dan kualitas jasa audit internal secara simultan terhadap

Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada prosedur mendefinisikan sistem sebagai suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama- sama

Hanya untuk Keperluan Kantor Saja Nama Jembatan 110.399214 -6.961474 Tanggal Pemeriksaan NIP 33.74.13.034.0.1 Koordinat MADUKORO 2 0+540 dari Semarang km Nama Pemeriksa Jl

Perkembangan populasi wallaby lincah pada tingkat pertumbuhan optimum di Taman Nasional Wasur sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu struktur parameter demograti dan

Tujuan dari pengayakan adalah memisahkan hasil crumbling, yaitu bentuk pakan yang diinginkan dengan finenya dan mengelompokkan ukuran produk sehingga sesuai dengan standar

Analisis terhadap jarak dan luasan bidang sawah pada peta pendaftaran tanah dan citra, dilakukan untuk mendapatkan tingkat kelayakan penggunaan citra satelit

Hasil pengamatan umur 35 hari setelah penyetekan menunjukkan bahwa; 1) terdapat pengaruh pemberian IBA terhadap waktu membuka daun, jumlah setek. Akan tetapi