• Tidak ada hasil yang ditemukan

skrining farmakologi jadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "skrining farmakologi jadi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI

PERCOBAAN 5 SKRINING FARMAKOLOGI Senin, 16 Maret 2015 Kelompok 9 3A Muhammad Wafie A 31112031 Tia Kurnia S R 31112048 Trisna Nurmalasari 31112050 Viana Rianty 31112053 Widdy Fitriani 31112054

PROGRAM STUDI FARMASI

STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2014

(2)

1. Tujuan Percobaan

1.1. Dapat menetapkan metode skrining farmakologi dalam penentuan aktivitas dan potensi suatu obat atau senyawa baru.

1.2. Dapat memahami factor-faktor yang berperan dalam skrining suaty senyawa baru 1.3. Dapat mengaitkan gejala-gejala yang diamati dengan sifat farmakologi suatu obat 2. Dasar Teori

Masih banyak zat atau senyawa obat baru baik yang beasal dari tanaman maupun bukan tanaman yang belum diketahui khasiatnya atau efek obatnya. Efek obat tersebut dapat bersifat menyembuhkan atau berupa efek samping / efek yang merugikan.

Pencarian senyawa obat baru pada prinsipnya dapat dilakukan berdasarkan skrining atu penapsian dengan berorientasi pada efek farmakologis tertentu seperti pencarian obat antidiabetes, antikanker, analgesic dan sebagainya. Pada skrining yang terorientasi seringkali efek – efek farmakologis lainnya mungkin juga lebih potensial dibandingkan dengan efek yang dicari terabaikan.

Untuk mengetahui senyawa obat baru dapat dilakukan skrining farmakologi yaitu dengan melakukan uji – uji tertentu pada senyawa obat baru tersebut. Uji yang digunakan dalam skrining farmakologi diantaranya adalah uji panggung, uji refleks, uji katalepsi, uji postur, uji gelantung, uji haffner.

Evaluasi skrining yang dilakukan merupakan evaluasi skrining buta yang dilihat dari aktivitas motorik hewan coba yaitu psikohanaleptik dan psikoleptik. Psikohanaleptik dapat dilihat dari katalepsi dan ptosis, jika uji gelantung bersifat positif ( pemulihan posisi ) maka senyawa tersebut bersifat neuroleptik sedangkan jika uji gelantung bersifat negative maka senyawa bersifat hipnotik. Psikoleptik berarti senyawa obat tersebut bersifat hipotemi ( sikap tubuh normal ).

Pencarian efek farmakologis terhadap suatu sediaan baru dapat dilakukan dengan melakukan skrining buta. Pada aktivitas skrining ini efek yang terlihat semuanya diamati sehingga dapat melakukan pemiliham terhadap suatu sediaan yang mempunyai atau tidak mempunyai efek farmakologis atau toksik. Selain itu hasilnya dapat memberikan arahan untuk penelitian selanjutnya.

Pengujian paling utama yang diakukan terhadap mencit diantaranya uji panggung, uji refleks, uji katalepsi, uji postur, uji gelantung, uji haffner. Uji panggung meliputi 3 pengujian yaitu aktivitas motorik, aktivitas motorik ini merupakan banyaknya pergerakan yang dilakukan selama 1 menit, selanjutnya yaitu piloereksi yaitu fenomena ketika bulu berdiri. Fenomena straub yaitu pengamatan terhadap ekor mencit, apabila ekornya ketika lagi jalan keatas maka fenomena

(3)

iini dikatakan positif. Untuk uji berikutnya yaitu uji refleks, uji refleks dilakukan dengan 3 cara yaitu refleks pineal, refleks kornea, refleks ipsirateral. Refleks pineal ini merupakan gerakan secara tidak disadari ketika ada rangsangan, sedangkan ipsilateral gerakan yang dilakukan di daerah yang diberi rangsangan. Uji haffner merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui rasa nyeri yang dilakukan secara mekanik.

3. Alat, Bahan dan Hewan

 Alat: 1. Sarung tangan 2. Toples 3. Pinset 4. Kaki tiga 4. Prosedur

Setiap kelompok bekerja dengan 1 ekor mencit dan 1 ekor tikus

1. Amati keadaan hewan sebelum diberi obat, dalam wadah kaca pengamatan meliputi semua hal yang akan diamati setelah pemberian obat

2. Suntikkan obat yang diberikan 3. Tempatkan mencit dalam wadah kaca

4. Amati keadaan hewan sesudah diberi obat, sehingga jelas waktu induksi intensitas efek obat dan lamanya efek obat berlangsung.

5. Hasil Pengamatan

Catat semua gejala yang saudara amati baik pada mencit yang diberikan obat. Sehingga jelas terlihat waktu muncul efek obat, lamanya efek berlangsung dan intensitas efek obat tersebut.

Efek yang diamati Mencit Tikus

Selama 2 menit Jumlah jengukan Naik 18 12

Turun 18 10 Selama 2 menit Aktivitas motorik Normal 4 5 Naik 13 4 Turun 1 3

Selama 2 menit Piloereksi 1 1

 Hewan:

1. Mencit (Mus musculus) 2. Tikus (Rattus norvegiens)

(4)

Selama 2 menit Pepsis 14 1

Setelah 2 menit Refleks corneal + +

Setelah 2 menit Refleks pinoal + +

Setelah 2 menit Lakrimasi -

-Setelah 2 menit Kataleos -

-Setelah 2 menit Relabshment + +

Setelah 2 menit Fleksi + +

Setelah 2 menit Haffner + +

Selama 2 menit Grooming 1 4

Setelah 2 menit Tremor + +

Setelah 2 menit Vokalisasi + +

Selama 2 menit Urinasi 0 0

Selama 2 menit Defekasi 0 3

6. Pembahasan

Praktikum kali ini mengenai skrining farmakologi yang dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan mencit dan tikus. Skrining farmakologi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas farmakologi suatu zat. Skrining farmakologi dapat dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan tujuan yang ingin dicapainya. Skrining farmakologi dapat berupa :

1. Skrining sederhana

Skrining sederhana dilakukan untuk zat yang telah diketahui sifatnya/efeknya. Tidak perlu dilakukan serangkaian unit yang interpretasinya berhubungan antara suatu uji dengan uji yang lain.

2. Blind sreening

Jika terdapat sejumlah senyawa kimia baru, baik itu yang didapatkan dari bahan alam atau sintesis, kemungkinan belum ada informasi aktivitas farmakologinya. Blind screening dilakukan untuk memberikan petunjuk terhadap potensi aktivitasnya, minimal golongan aktivitas senyawa tersebut. Selain itu blind screening juga bertujuan untuk menunjukan apakah kelompok senyawa baru ini layak untuk

(5)

dilanjutkan pengujiannya atau menentukan dari kelompok senyawa tersebut, senyawa mana yang memiliki efek farmakologi yang paling menarik.

3. Programmed screening

Dalam pencarian obat baru penelitian efek farmakologi sekelompok senyawa (misal yang berefek ke organ hati), diperlukan perencanaan uji yang memerlukan informasi terhadap unit apa saja yang dapat dilakukan terhadap senyawa tersebut. Skrining ini memiliki tujuan yang lebih terbatas daripada blind screening dan biasanya memberikan hasil yang lebih presisi. Perencanaan ini juga menentukan indikasi dari kemungkinan efek samping dan ini membantu dalm penelitian informasi farmakologi secara detail dari senyawa tersebut.

Pada praktikum kali ini dilakukan skrining awal yaitu melihat aktivitas dan keadaan normal dari hewan percobaan sebelum pemberian obat. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah jengukan, aktivitas motoric, fenomena straub, piloereksi, ptosis, refleks korneal, refleks pineal, lakrimasi, katalepsi, gelantung, retablishment, fleksi, haffner, geliat, grooming, vokalisasi, urinasi, defekasi dan mortalitas. Apabila terjadi perubahan setelah pemberian obat maka dapat diprediksi efek farmakologi dari obat tersebut.

Pengamatan jumlah jengukan dilakukan untuk mengetahui apakah suatu zat memiliki efek farmakologi anti depresan. Jumlah jengukan diamati selama 2 menit, selama 2 menit terdapat 18 kali jengukan kepala mencit dan 12 kali jengukan kepala tikus. Hal tersebut merupakan keadaan depresi karena tikus dan mencit diletakkan diatas papan sehingga mencit dan tikus menjadi depresi. Semakin sedikit jumlah jengukan pada mencit dan tikus maka mencit dan tikus semakin depresi. Apabila setelah pemberian obat jumlah jengukan semakin banyak berarti zat obat tersebut memiliki efek farmakologi antidepresan.

Pengamatan aktivitas motoric pada mencit dan tikus menunjukkan aktivitas normal 4x, naik 13x dan turun 1x. pengamatan aktivitas motoric dilakukan untuk manifestasi adanya aktivitas penenang, depresan saraf pusat, relaksan otot, paralisis, atau anestesi. Semakin sedikit gerakan yang dilakukan oleh hewan uji maka meruapakan manifestasi adanya aktivitas penenang, depresan saraf pusat, relaksan otot, paralisis, atau anestesi.

Fenomena straub diamati dengan memperhatikan ekor mencit dan tikus, apabila ekor mencit dan tikus menunjuk kearah atas maka tikus dan mencit mengalami fenomena straub. Pengamatan fenomena ini dilakukan untuk mengamati apakah obat yang diberikan memiliki efek anelgesik opioid atau tidak. Pada mencit dan tikus yang diamati tidak terjadi fenomena straub.

(6)

Pengamatan piloereksi pada mencit dan tikus dilakukan untuk mengetahui adanya aktivitas simpatomimetik pada obat yang diberikan karena terjadi kompensasi terhadap suhu rendah atau menunjukkan aktivitassimpatomimetik. Pada mencit dan tikus terjadi piloereksi sebanyak 1x dalam pengamatan selama 2 menit.

Efek ptosis pada hewan uji dilakukan untuk mengetahui efek oabt depresan karena apabila efek ptosis terjadi maka hewan uji mengalami depresi katekolamin biogenic dimana kedua kelopak matanya akan tertutup sebagian atau seluruhnya. Manifestasi tersebut disertai penurunan suhu badan mencit. Obat depresan akan mengantagonis gejala-gejala tersebut. Pengamatan refleks korneal dan pineal pada hewan uji dilkukan untuk mengetahui adanya efek sedative dimana terjadi penghambatan saraf sensorik, sinap spinal atau jalur eferen. Pada mencit dan tikus masih terdapat refleks korneal dan pineal.

Uji gelantung dan retablishment dilakukan untuk mengetahui adanya efek farmakologi sedative dan relaksasi otot. Mencit dan tikus yang diamati dapat bergelantung dan cukup cepat untuk membalikan badan pada alat besi yang direntangkan untuk bergelantung. Apabila terdapat efek sedative dan relaksasi otot maka hewan uji tidak akan dapat bergelantung dan dengan cepat akan jatuh.

Uji fleksi (kaki), haffner (ekor) dan vokalisasi (suara) dilakukan untuk mengetahui efek anelgesik. Uji ini dilakukan dengan cara kaki dan ekor hewan uji dijepit oleh penjepit, apabila hewan tidak mengalami kesakitan dan mengeluarkan suara pada saat dijepit maka terdapat efek anelgesik pada obat yang diberikan.

Urinasi (pengeluaran urin) dilakukan untuk mengetahui efek diuretika, semakin banyak hewan uji mengalami urinasi maka terdapat efek diuretic pada obat yang diberikan. Defeksi (pengeluran kotoran) dilakukan untuk mengetahui adanya efek antidiare pada obat, apabila hewan uji tidak melakukan defeksi maka pada obat tersebut terdapat efek antidiare.

7. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa skrining farmakologi dilakukan untuk mengetahui efek yang dimiliki suatu zat dengan cara membandingkan keadaan hewan uji sebelum dan sesudah pemberian suatu zat. Hewan uji yaitu mencit dan tikus memberikan gambaran keadaan normal ketika diamati pada skrining farmakologi pada saat sebelum pemberian zat (tanpa pemberian zat).

(7)

8. Daftar Pustaka

Katzung, Bertram g. 1986. Farmakologi dasar dan klinik. Salemba Medika: Jakarta. Darmono, Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakologi Eksperimental. Jakarta. UI-Press. Gan Gunawan, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: FK-UI

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penyelidikan, peneliti melakukan pengamatan untuk mengetahui tanggapan siswa dan persepsi terhadap umpan balik korektif diberikan dalam mengajar aktivitas

dilakukan dalam setiap metode yang diberikan serta dapat mengetahui kendala dan hambatan yang terjadi dalam proses pengajaran. Pengamatan diadakan di Antonio School of Music

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa semua sampel minyak dalam keadaan cair pada suhu ruang (±27ºC) namun ketika pada suhu rendah (±5ºC) terjadi perubahan fase pada beberapa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aspirin sebagai obat anti-inflamasi non-steroid dalam penghambatan aktivitas GST kelas  hati tikus secara in vitro.. Enzim GST

Sering terjadi bila metabolisme dalam tubuh meningkat maka perlu diberikan obat anti  piretik dengan dilakukan kompres hangat bila suhu tubuh kurang dari 37 C akan tetapi

Pada grup tikus yang dipapar EPEC dan diberikan probiotik, terjadi peningkatan kadar air feses pada hari ke-21 namun masih nyata lebih rendah daripada grup

Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim papain dilakukan untuk mengetahui suhu optimal yang terjadi pada papain murni dan papain yang telah terimmobilisasi matriks

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST) pada mencit (Mus musculus) yang diberikan jamu