• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI I

N/A
N/A
Wilandani Sabilla

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI I"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

Faktor internal pada hewan coba sendiri adalah umur, jenis kelamin, bobot badan, status kesehatan, nutrisi dan sifat genetik. Mencit (Mus musculus) merupakan hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Faktor internal pada hewan percobaan itu sendiri: umur, jenis kelamin, berat badan, keadaan kesehatan, gizi dan sifat genetik.

Faktor lainnya adalah faktor lingkungan, kondisi kandang, suasana kandang, populasi kandang, kondisi ruang pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen ruang pemeliharaan dan cara pemeliharaan. Keadaan faktor-faktor tersebut dapat mengubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diuji. Selain itu, cara pemberian senyawa bioaktif pada hewan coba tentunya mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif tersebut terutama dari segi pengaruhnya.

Cara pemberian yang digunakan tentunya juga bergantung pada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan dan hewan percobaan yang akan digunakan. Alat yang digunakan dalam uji coba pengobatan hewan dan konversi dosis adalah jarum suntik, kandang hewan, dan oral gavage. Bahan yang digunakan pada percobaan perlakuan hewan percobaan dan konversi dosis adalah Aquadest, NaCl fisiologis, dan sampel obat A (penggunaan oral) dan B (penggunaan parenteral).

Hewan yang digunakan dalam percobaan penanganan hewan dan konversi dosis adalah tikus dan mencit.

Cara Menganestesi Hewan Percobaan a. Mencit

Subkutan: Mula-mula angkat kulit dengan menegangkannya, kemudian masukkan jarum di bawah kulit ke arah yang selari dengan otot di bawahnya. Intraperitoneal: guinea pig dipegang di belakangnya sehingga perutnya menonjol sedikit ke arah muka, kemudian jarum dimasukkan secara subkutan, selepas memasuki kulit, jarum dipegang sehingga menembusi lapisan otot dan memasuki peritoneum. Manakala dos sodium hexobarbital ialah 75 mg/kg untuk pentadbiran intraperitoneal dan 47 mg/kg untuk pentadbiran intravena.

Uretan (etil karbamat): uretan dapat diberikan secara intraperitoneal dengan dosis 1000-1250 mg/kg dalam bentuk larutan 25% dalam air. Obat bius yang digunakan dan cara melakukan anestesi pada tikus umumnya sama dengan pada mencit. Obat bius yang paling umum digunakan untuk kelinci adalah pentobarbital-Na dengan injeksi lambat.

Cara Mengorbankan Hewan Percobaan

Cara fisik : dilakukan dengan cara menggeser bagian leher tikus, dimana ekornya terlebih dahulu dipegang oleh tikus kemudian diletakkan pada permukaan yang dapat dijangkaunya (misalnya kawat keran pada tutup drum) tempat tikus akan meregangkan tubuhnya. saat tikus meregangkan tubuhnya, lehernya diletakkan pada dudukan seperti pensil atau batang logam yang dipegang di tangan kiri. Kemudian tangan kanan menarik ekornya dengan kuat hingga leher tikus tergeser dan tikus pun terbunuh. Metode kimia: biasanya dilakukan dengan menggunakan anestesi dalam dosis mematikan seperti eter dan pentobarbital-Na.

Cara fisik: tikus ditaruh di atas selembar kain, kemudian badan tikus termasuk kaki depannya dibalut. Kemudian dibunuh dengan cara memukul bagian belakang telinga dengan tongkat atau memegangnya dengan perut menghadap ke atas lalu memukul bagian belakang kepala dengan keras pada permukaan yang keras seperti meja atau permukaan logam, kemudian cara lainnya adalah dengan memegang ekor tikus lalu mengayunkannya, hingga lehernya membentur permukaan benda dengan keras seperti tepi meja, hingga tikus tersebut terbunuh. Cara Fisik: Pertama-tama pegang kaki belakang kelinci dengan tangan kiri sehingga badan dan kepalanya menggantung ke bawah ke kiri.

Kemudian bagian samping tangan kanan dipukul dengan keras pada bagian tengkuk kelinci, pemukulan ini dapat dilakukan dengan alat seperti tongkat. Cara Fisik : dilakukan pada punggung marmot dengan cara memukul keras dengan alat atau memukul bagian belakang kepala pada permukaan yang keras kemudian menggerakkan bagian leher marmot dengan menggunakan tangan.

PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN 5.1 Data Pengamatan Perlakuan Hewan Uji

Perbadingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan Untuk Konversi Dosis

Perhitungan Konversi Dosis Pada Hewan Percobaan Yaitu Mencit .1 Perhitungan Pemberian Oral

  • Pemberian Intra peritonial Diketahui

PEMBAHASAN

  • Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi hasil percobaan
  • Menghitung konversi dosis pada hewan percobaan
  • Cara memegang hewan percobaan sehingga siap untuk diberi sediaan uji a. Mencit
  • Cara memberikan obat pada hewan percobaan mencit dan tikus 1. Oral
  • Cara menganestesi hewan percobaan
  • Cara mengorbankan hewan percobaan

Hewan laboratorium biasanya digunakan untuk uji praklinis suatu sediaan, karena jika tidak ada hewan laboratorium untuk suatu zat, maka tidak dapat dilakukan uji keamanan, khasiat dan mutu setelah uji praklinis. Uji klinis pada manusia kemudian akan dilakukan. . Tikus putih merupakan hewan laboratorium yang relatif tahan terhadap infeksi dan sangat cerdas, tidak fotofobia, jarak dekatnya tidak terlalu jauh, aktivitasnya akan terganggu jika ada orang disekitarnya. Yang membedakan tikus putih dengan hewan laboratorium lainnya adalah tidak dapat muntah karena pada kerongkongannya terdapat struktur anatomi yang tidak biasa sehingga dapat berlubang, dan tikus putih juga tidak memiliki kandung kemih (Mangkoewidjojo, 1988).

Dalam perlakuan terhadap hewan percobaan hendaknya dilakukan dengan rasa kasih sayang dan kemanusiaan karena hasil dari hewan percobaan tersebut. Faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya sejalan dengan literatur dimana menurut Malole (1989), faktor intrinsik hewan coba meliputi umur, jenis kelamin, bobot badan, status kesehatan hewan, pola makan dan sifat genetik. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor lingkungan, kondisi kandang, populasi kandang, kondisi ruang pemeliharaan, pengalaman hewan coba sebelumnya, akses oksigen di ruang pemeliharaan, dan lain sebagainya. untuk menyimpannya.

Konversi dosis dari manusia ke hewan atau sebaliknya dilakukan karena manusia dan hewan laboratorium berbeda baik dari segi luas permukaan tubuh, berat badan, badan dan lain-lain. Jika dosis yang diberikan pada hewan uji sama atau sama dengan yang diberikan pada manusia, maka besar kemungkinan hewan uji tersebut akan mati, dan bila dosis yang diberikan pada manusia sama dengan dosis yang diberikan pada hewan coba, kemungkinan besar hewan uji tersebut akan mati. efek farmakologis tidak akan tercapai, oleh karena itu diperlukan konversi dosis. Caranya diberikan dengan cara disuntikkan pada bagian leher tikus hingga pangkal kulit.

Caranya adalah dengan melakukannya pada bagian punggung tikus, namun agar jarum tidak masuk ke bawah kulit tikus, karena penyuntikan harus sejajar dengan kulit tikus, tidak boleh ada darah pada saat penyuntikan. , karena bila ada darah itu menandakan posisi penyuntikan salah dan sebelum pada saat menyuntik harus dilumasi terlebih dahulu dengan alkohol. Caranya dengan cara memegang mouse dengan cara dipegang, dengan cara memutar badan mouse ke atas, karena suntikan ini ke otot paha yang berdekatan dengan kaki, tidak boleh ada darah pada suntikan karena jika ada darah, menandakan posisi penyuntikan salah. dan sebaiknya diolesi terlebih dahulu dengan alkohol sebelum disuntik. Cara ini dilakukan dengan cara memegang tikus dengan cara yang sama seperti cara penanganannya yaitu dengan membalikkan badan tikus ke atas, karena suntikan ini berada di dalam rongga perut pada saat penyuntikan, tidak boleh ada darah, karena jika ada darah, itu menandakan posisi penyuntikan salah dan sebelum disuntik harus

Anestesi pada hewan percobaan juga diperlukan agar hewan tidak terlalu merasakan sakit selama percobaan. Pada hewan uji, eter ini dituangkan berlebih pada kapas, kemudian hewan uji dimasukkan ke dalam pot yang berisi kapas tersebut sehingga hewan uji kehilangan kesadaran. Tujuan dari pengorbanan hewan percobaan setelah digunakan adalah agar lebih efisien, tidak harus selalu merawat hewan setelah percobaan selesai karena takutnya jika tidak dirawat maka hewan tersebut akan berubah menjadi kanibalisme.

Hewan kurban sering dilakukan jika hewan coba mengalami sakit yang hebat atau berkepanjangan, pada hewan kurban harus dilakukan dengan cepat dan meminimalkan rasa sakit pada hewan tersebut. Kekurangan dari cara ini adalah harus diberikan dalam dosis yang sangat mematikan agar dapat segera membunuh hewan tersebut, karena jika dosisnya kurang maka hewan hanya akan merasa pusing dan dikhawatirkan hewan coba tidak akan terbunuh. langsung. dan hidup kembali.

KESIMPULAN

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak etanol kulit batang sintok (Cinnamomum sintoc BL.) tidak menimbulkan efek teratogenik pada dosis 500 mg/kg bobot badan terhadap fetus tikus berdasarkan

Ekstrak etanol kulit batang sintok (Cinna momum sintoc BL.) tidak menimbulkan efek teratogenik pada dosis 500 mg/kg bobot badan terhadap fetus tikus berdasarkan

Pada hari keempat pemberian ekstrak buah mengkudu (pemberian berulang) pada dosis 500 dan 1000 mg/kg bobot badan, kadar glukosa serum mencit menunjukkan penurunan dari kadar

Penelitian tentang kemampuan ekstrak rosela sebagai anti inflamasi pada tikus sudah ada, hasilnya ekstrak rosela dengan dosis 250 mg/kg BB dan 500 mg/kg BB mempunyai

Ekstrak etanol kulit batang sintok (Cinnamomum sintoc BL.) tidak menimbulkan efek teratogenik pada dosis 500 mg/kg bobot badan terhadap fetus tikus berdasarkan

Ekstrak etanol kulit batang sintok (Cinnamomum sintoc BL.) tidak menimbulkan efek teratogenik pada dosis 500 mg/kg bobot badan terhadap fetus tikus berdasarkan

Pemberiaan secara intravena (IV) pada tikus jantan dan bentina pada kenyataanya memberikan onset yang lebih cepat dibanding rute intraperitonial, namun

5 Pemberian Secara Oral 2.6 kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan dengan memberikan lorazepam pada mencit dan tikus dengan berat badan yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa