• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sosialisasi UU No. Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas pada Banjar Alangkajeng Gede Kelurahan Pemecutan di Kota Denpasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sosialisasi UU No. Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas pada Banjar Alangkajeng Gede Kelurahan Pemecutan di Kota Denpasar"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGABDIAN KEPADA

MASYARAKAT

Sosialisasi UU No. Nomor 17 Tahun 2013 tentang

Ormas pada Banjar Alangkajeng Gede Kelurahan

Pemecutan di Kota Denpasar

Tim Dosen :

Tedi Erviantono, S.IP, M.Si (NIP. 197605022009121002) Ketua Dr. Piers Andreas Noak, S.H, M.Si (NIP. 196302171988031001) Anggota Muhammad Ali Azhar, S.IP., M.A (NIP. 197803232010121003) Anggota

Bandiyah, S.Fil., M.A (1981090320101010021) Anggota

Dr. Drs. I Ketut Putra Erawan, M.A, (196503291990031001)Anggota Kadek Dwita Apriyani, S.Sos, M.IP, Anggota

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Pengabdian : Sosialisasi UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas

pada Banjar Alangkajeng di Kota Denpasar

2. Ketua Tim

a. Nama lengkap : Tedi Erviantono, S.IP, M.Si b. Jenis kelamin : Pria

c. NIP : 197605022009121002 d. Pangkat/golongan : III b

e. Jabatan fungsional : Lektor

f. Fakultas/PS : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/ Ilmu Politik g. Alamat : Kampus Soedriman Denpasar Jl. PB Soedirman h. Telepon/fax/e-mail : 0361-225378/ HP.0817537730

i. Anggota Tim pengabdian : 5 orang

j. Jumlah biaya yang diajukan : Rp. 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah)

Denpasar, 26 Oktober 2015 Mengetahui,

Ketua Program Studi Ketua Ilmu Politik

Dr.Piers Andreas Noak, S.H M.Si Tedi Erviantono, S.IP., M.Si NIP.196302171988031001 NIP.197605022009121002

Menyetujui,

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana

Dr. Drs. IGPB Suka Arjawa, M.Si NIP. 196407081992031003

(3)

A. Judul : Sosialisasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas pada

Banjar Alangkajeng Gede, Pemecutan, Kota Denpasar

B. Latar Belakang

Dibentuknya sebuah pemerintahan adalah untuk menjaga ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga para anggota masyarakat dapat menjalani hidupnya dengan tenang, tenteram dan damai. Untuk mewujudkan kondisi ini, pemerintah harus mampu menjalankan fungsi dasarnya, yaitu pengaturan, pemberdayaan dan pelayananan. Khusus fungsi pengaturan, pada konteks ini pemerintah membuat undang-undang yang mengatur hubungan dalam masyarakat. Keberadaan pemerintah tak dapat dilepaskan dari ragam peraturan yang dibuatnya. Pemerintah pada konteks ini dibutuhkan masyarakat karena mereka menghendaki adanya aturan atau tatanan yang disepakati oleh semua pihak. Dalam hal ini pula, pemerintah adalah pihak yang dapat menerapkan peraturan termasuk memberikan sanksi pada para pelanggarnya.

Indonesia merupakan negara yang bertipologi masyarakat sedang membangun dan proses ini berjalan di tengah derasnya arus global dan demokratisasi di segala bidang. Hal ini tentu membawa konsekuensi bagi berkembangnya tuntutan dan aspirasi kepentingan yang teraktualisasi pada pertumbuhan ormas-ormas yang ada. Ormas-ormas ini menyuarakan dan mengemban beragam aspirasi sesuai kepentingannya yang tentu sangat beragam di masyarakat. Apabila hal ini tidak diatur melalui regulasi tertentu, seperti UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas ini, tentunya yang dikhawatirkan adalah adanya penyimpangan atas capaian peran ormas itu sendiri.

Pada UU Ormas mendefinisikan ormas sebagai "organisasi yang dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila". Definisi ini sangat luas karena didesain untuk menjangkau semua organisasi agar terawasi dan terkendali. Hakikatnya, organisasi adalah entitas yang dibentuk sekelompok individu, sehingga sebagaimana individu, tingkah laku organisasinya juga perlu diatur. Berdasarkan kondisi inilah maka diperlukan adanya regulasi (undang-undang) yang memfasilitasi pembentukan organisasi sembari memberikan kerangka bagi tindak tanduknya sesuai dengan norma-norma bermasyarakat.

Memang catatan kekhawatiran atas diberlakukannya UU ini kerap disuarakan banyak kalangan, seperti pengingkaran atas hakikat HAM untuk berserikat dan berkumpul atau tudingan ketidakpastian hukum akibat adanya pengaturan berganda bagi organisasi, seperti

(4)

pendekatan badan hukum di bawah Kementerian Hukum dan HAM dan pendekatan keamanan di bawah Kementerian Dalam Negeri, termasuk kapasitas sanksi hanya sebatas administratif (Pasal 60).

Hanya saja apabila ditinjau lebih lanjut hal ini tentu tidak sebanding dengan aksi-aksi anarkis yang muncul dari kalangan ormas sendiri yang harus kontra / berbenturan dengan sesama warga masyarakat. Belum lagi menjamurnya ormas-ormas dengan label keagamaan tertentu yang mengancam stabilitas keamanan termasuk potensi afilisiasnya dengan ancaman terorisme global, seperti ISIS, dll, alat afiliasi parpol tertentu serta menjamurnya ormas asing illegal yang melakukan riset dan pencaplokan atas potensi strategis bangsa.

Penangkalan atas potensi-potensi yang justru nir-democracy ini telah direduksi melalui UU Nomor 17 Tahun 2013. Seperti pasal 59 ayat 2, yang menekankan pelarangan ormas untuk melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan; melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ormas juga dilarang mengumpulkan dana bagi parpol tertentu, serta dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Pengaturan atas ormas yang didirikan oleh orang asing, seperti pada pasal 47 yang mensyaratkan warga negara asing yang mendirikan ormas tersebut telah tinggal di Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut; pemegang izin tinggal tetap; jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri paling sedikit senilai Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan pengurus badan hukum pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan tersebut; serta salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara dijabat oleh warga negara Indonesia.

Secara lebih tegas pula, diatur pada pasal 52 yang menyatakan ormas yang didirikan warga asing dilarang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; mengganggu kestabilan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; melakukan kegiatan intelijen; melakukan kegiatan politik; melakukan kegiatan yang mengganggu hubungan diplomatik; melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan

(5)

tujuan organisasi; menggalang dana dari masyarakat Indonesia; serta menggunakan sarana dan prasarana instansi atau lembaga pemerintahan.

Dalam memahami sinergitas kelembagaan ormas dan pemerintah kita dapat memperhatikan UU Nomor 17 tahun 2013, khususnya bab XII, Pasal 40, (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Ormas untuk meningkatkan kinerja dan menjaga keberlangsungan hidup Ormas; (2) Dalam melakukan pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menghormati dan mempertimbangkan aspek sejarah, rekam jejak, peran, dan integritas Ormas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (3) Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. fasilitasi kebijakan; b. penguatan kapasitas kelembagaan; dan c. peningkatan kualitas sumber daya manusia. (4) Fasilitasi kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berupa peraturan perundang-undangan yang mendukung pemberdayaan Ormas.

Apabila ditelisik lebih lanjut pasal-pasal atas regulasi diatas, jelas bahwa pemerintah memang tidak berparadigma bahwa regulasi ini adalah alat untuk menghambat demokrasi melainkan upayanya dalam mengoptimalisasi peran sebagai pengatur masyarakat agar tercipta tertib sosial. Termasuk pada fungsi ini pula, pemerintah menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dalam negeri termasuk potensi penggulingan pemerintah dengan cara kekerasan. Jaminan ini dianggap penting agar rakyat dapat hidup tenang sehingga mereka bisa mengoptimalkan perannya dalam kemajuan bangsa. Pemerintah dapat memberikan jaminan bahwa perubahan apapun yang akan terjadi dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai, terarah tentunya sesuai dengan rambu demokrasi. Selain itu, apabila regulasi tentang ormas ini benar-benar terimplementasi dengan baik, situasi yang didealkan dalam berjalannya sistem politik yang sehat dan berjalan pada koridor demokrasi akan benar-benar tercipta di negeri ini.

Berbicara konteks Bali, tentunya ada yang spesifik membedakan dengan wilayah lain yang ada di negeri ini. Terutama hal ini adalah spesifik keberadaan banjar yang ada di Bali.

Banjar, adalah pembagian wilayah administratif di Provinsi Bali, Indonesia di bawah Kelurahan atau Desa, setingkat dengan Rukun Warga. Banjar merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Banjar merupakan ormas masyarakat tradisional di Bali. Organisasi ini seperti sistem RT/RW pada masyarakat Indonesia modern, dan telah ada sejak jaman dahulu. Dikaji dari

(6)

sudut ilmu sejarah, asal-usul keberadaan banjar sulit untuk diketahui secara jelas sejarahnya. Namun dari cerita-cerita legenda dan cerita-cerita rakyat di bali dapat diyakini kebenarannya. Banjar dalam pengertian ini menunjuk kepada suatu wilayah yang dihuni oleh penduduk yang beragama Hindu.

Terdapat beberapa jenis banjar antara lain :

- Banjar Dinas, ketuanya disebut kelian dinas, fungsinya lebih ke urusan adminsistrasi pemerintahan. Seperti membuat KTP, Kartu Keluarga dll.

- Banjar Adat, ketuanya disebut kelian adat. Urusan sosial kemasyarakatan seperti saat ada kematian, upacara perkawinan anggota banjar serta upacara-upacara keagamaan lainya. Kelian adat dan kelian dinas suatu banjar tidak di pimpin oleh orang yang sama tetapi terpisah sehingga ada kewajiban bagi kedua Kelian hadir saat rapat atau biasa di sebut sangkep.

Dalam sistem pemerintahan dewasa ini RT/RW mengunakan nomor angka sperti RT 011/RW 017, maka dalam sistem Banjar menggunakan nama , misalnya Banjar Jakarta Timur, Banjar Jakarta Pusat, banjar Tangerang, dll. Jumlah banjar dalam setiap kelurahan tidak tentu tergantung kepadatan penduduk dan luas wilayah.

Banjar pada saat ini hanya di pahami dan di laksanakan oleh masyarakat BALI sebagai organisasi tingkat RT/RW yang mengurusi masalah adat istiadat, khususnya acara kematian, kerja bakti , pengairan sawah dll. Bahkan belakangan ada ketidak pastian tugas banjar dengan parisada khususnya tingkat Desa. Contoh : Bila terjadi perselisihan antar warga baik sesama Hindu maupun dengan non Hindu atau antar etnis, maka maskarakat meminta bantuan kepada ketua Parisada setempat untuk membantu menyelesaikan persoalan persoalan kemasyarakatan ini. Sesungguhnya kurang bijaksana jika masalah sosial kemasyarakatan di bawa ke ranah parisada yang tugas Pokoknya adalah urusan agama.

Ketika terjadi persoalan kemasyarakatan di lampung yang mengakibatkan korban jiwa dari kedua belah pihak, lembaga parisada tidak pada tempatnya turun tangan, namun karena para pengurus lembaga parisada kebetulan juga tokoh masyarakat maka para pengurus ini turun tangan dalam kapasitas Tokoh Masyarakat, bukan sebagai Pengurus Lembaga Parisada. Hal ini yang dianggap penting untuk disosialisasikan kepada masyarakat yang ada di tingkat Banjar yang ada di Bali untuk disosialisasikan tentang UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

(7)

C. Tujuan

1. Sebagai langkah mensosialisasikan UU. No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas di kalangan masyarakat Banjar di Bali.

2. Untuk menangkal pelung terjadinya konflik internal dan eksternal terkait pemanajemenan ormas khususnya di tingkat banjar.

D. Manfaat

 Menciptakan kondisi yang aman sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas

 Mendorong masyarakat untuk senantiasa menjaga harmonisasi antar ormas yang ada di Bali sebagai aspek pendukung kepariwisataan di Bali.

E. Target Kegiatan

 Tersosialisasikannya UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas di Kalangan Banjar yang ada di Bali.

F. Waktu dan pelaksanaan Kegiatan

Hari/Tanggal Kegiatan Sasaran Lokasi Kegiatan

26 Oktober 2015 Sosialisasi UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas Warga Banjar Alangkajeng Bale Banjar Alankajeng G. Time Schedule

Adapun time schedule persiapan hingga pertanggungjawaban Pengabdian Masyarakat ini adalah sebagai berikut :

No. Jenis Kegiatan 9 s.d 10 – 10- 2015 11 s.d 20 – 10 - 2015 25 – 10 - 2015 26 – 10 -2015 1) Rapat Persiapan Program Studi 2) Pembentukan panitia 3) Persiapan pelaksanaan Pengabdian 4) Penggandaan Materi

(8)

dan Konfirmasi Fasilitator 5) Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian 6) Pelaporan Kegiatan (LPJ) H. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan dilaksanakan pada 26 Oktober 2015 jam 15.00-18.00 WITA. Acara didahului dengan pembukaan oleh Kaprodi Ilmu Politik dan dilanjutkan dengan pembacaan doa. Acara kemudian diisi dengan narasumber dari Kesbangpolinmas Kota Denpasar dan Muhammad Ali Azhar, selaku Dosen Program Studi Ilmu Politik. Pada pemaparannya Kepala Bidang Ormas Kesbangpolinmas Kota Denpasar mengemukakan bahwa meskipunn Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan yang baru telah disahkan, namun sebaiknya aturan hukum ini bisa menjadi pengayom bagi ormas yang ada di Tanah Air, baik ormas besar maupun kecil. Saat ini dalam catatan Kemendagri ada sekitar 90 ribuan ormas di seluruh Indonesia. Jumlah yang besar ini, memang sebagai bentuk dari demokrasi.

(9)

Sebelumnya, sejumlah ormas menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Ormas. Salah satu alasannya karena definisi mengenai ormas dinilai terlalu luas dan banyak kerancuan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa banyak terjadi perilaku penolakan terhadap UU Ormas tersebut, dari berbagai kelompok dan elemen masyarakat baik ormas, kelompok kepentingan maupun LSM di satu sisi serta sikap pemerintah bersama DPR RI dengan dinamika internal yang terjadi di sisi yang lain. Namun yang perlu disoroti adalah UU Ormas harus mampu mencegah ormas yang melakukan tindakan di luar kewenangannya. Misalnya, melakukan brutalisme, tindakan kekerasan, melakukan main hakim sendiri, melakukan teror dan mengancam kebebasan orang lain.

Peserta Pengabdian Masyarakat Krama Banjar Alangkajeng

Satu urgensi keberadaan UU Ormas sejak awal adalah membatasi kebebasan yang berlebihan. Kebebasan tersebut tidak mungkin tanpa regulasi. Di mana-mana kebebasan jika tidak diatur akan mengancam kebebasan orang lain. UU Ormas mencoba berdiri di tengah-tengah, di satu sisi, mencegah agar tidak anarkis, sementara di sisi lain melindungi hak seseorang. UU Ormas juga diperlukan untuk mencegah terjadinya aliran dana fiktif ke ormas yang belum diketahui peruntukannya. Hal ini lantaran aktivitas ormas berada di ruang publik. Terkait dengan pelaksanaan dan implementasi atas UU ini, terutama dalam mendukung terciptanya Kota Denpasar yang aman, nyaman dan kondusif serta berwawasan budaya, Pemerintah Kota Denpasar melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) akan

(10)

melaksanakan monitoring terhadap Organisasi Masyarakat (Ormas) yang ada di Kota Denpasar.

Hal tersebut berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2012, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986. Disamping itu, juga akan melaksanakan sosialisasi undang-undang tersebut sekaligus memantau serta memberikan pembinaan bagi Ormas yang ada, baik itu sudah terdaftar maupun belum terdaftar. Tujuan dari monitoring ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang Ormas-ormas yang berkembang saat ini di Kota Denpasar selain untuk pendataan secara administrasi dengan melengkapi persyaratan-persyaratan yang ditentukan.

Penyampaian Materi oleh Fasilitator Kesbangpolinmas

Mengingat tahun 2015 merupakan perhelatan penting bagi politik lokal khususnya dalam penyelenggaraan Pemilukada, pihak Kesbangpol mengajak untuk seluruh Ormas yang ada di Kota Denpasar untuk ikut berpartisipasi dan bersinergi kepada Pemerintah daerah dalam melaksanakan pengamanan. Keberadaan Ormas yang ada di Denpasar saat ini, tercatat sekitar 1000 Ormas yang dibagi beberapa kelompok seperti yayasan, keagamaan, etnis, sosial, budaya, politik, dan lain sebagainya. Hingga saat ini, pihak pemerintah telah melakukan monitoring 10 Ormas yang ada di Denpasar, seperti DPC Laskar Bali Kota Denpasar, DPC Baladika Bali Kota Denpasar, DPC Pemuda Bali Bersatu Kota Denpasar, DPC Satria Bali WTC Kota Denpasar, Brahma Kumaris Kota Denpasar, Parum Pecalang Kota Denpasar, Senkom Mitra POLRI Kota Denpasar, Saksi-saksi Yehhua Indonesia Kota

(11)

Denpasar, Perhimpunan Wreda Sejahtera Kota Denpasar, dan Ikatan Manunggal Panca Ningrat Kota Denpasar.

Untuk memberdayakan Ormas yang ada agar ikut berpartisipasi dalam pembangunan di Kota Denpasar, strategi awal yakni dengan melakukan pendekatan-pedekatan ataupun silaturahmi langsung, sehingga ada saling pengertian untuk proses ikut menciptakan keamanan, kenyamanan, di lingkungan masyarakat, karena mereka itu juga merupakan elemen bangsa. Diakhir pemaparannya Kesbangpolinmas berharap agar tidak ada benturan-benturan yang melibatkan Ormas sehingga perlu dibangkitkan kesadaran menyama beraya sebagai kesatuan untuk bisa meminimalisir terjadinya kejadian-kejadian yang tidak diharapkan.

Peserta dari Seka Teruna Teruni Menyimak Materi dari Fasilitator

Sedangkan pemateri dari Dosen Program Studi Ilmu Politik mengungkapkan bahwa hendaknya Ormas agar bisa senantiasa menjaga etika dan budaya politik santun yang mengutamakan keamanan dan suasana kondusif, serta ikut peduli terhadap permasalahan dan memberikan solusi terutama pada masalah-masalah sosial yang memerlukan penanganan cukup serius. Diperlukan adanya upaya pendidikan politik bagi Ormas yang bertujuan meningkatkan wawasan para pengurus ormas agar tercapai pola pikir dan pola tindak yang sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Harapannya melalui pendidikan politik tersebut para penggiat ormas memahami perilaku yang terarah sesuai dengan ketentuan internal partai maupun ketentuan yang berlaku

(12)

di masyarakat serta memiliki budaya dan etika politik santun dalam berdemokrasi. Acara kegiatan pengabdian ini diakhiri dengan tanya jawab yang diungkapkan oleh peserta pengabdian ini.

I. Penggunaan dana

J. Penutup

Demikian laporan pertanggungjawaban kegiatan pengabdian masyarakat ini dibuat, atas kerja sama dan bantuannya kami ucapkan banyak terima kasih.

Denpasar, 26 Oktober 2015 Hormat kami

Kaprodi Ilmu Politik FISIP Unud, Ketua Panitia,

Dr. Piers Andreas Noak, SH, M.Si Tedi Erviantono, S.IP., M.Si NIP.196302171988031001 NIP. 197605022009121002

Mengetahui,

Dekan FISIP Unud,

Dr. Drs. I Gst. Pt. Bagus Suka Arjawa, M.Si NIP. 196407081992031003

Jenis Pengeluaran Jumlah Total

1. Spanduk Rp. 150.000 x 2 buah

Rp. 300.000

2. Konsumsi

104 kotak snack peserta 104 nasi kotak peserta

Rp. 10.000 Rp. 25.000 Rp. 1.040.000 Rp. 2.600.000 3. Cetak Foto Rp. 2.000 x 100 lembar Rp.200.000 4. Foto Copy Materi Pembicara Rp 200 x 4300

lembar

Rp. 860 000

(13)

LAMPIRAN FOTO KEGIATAN

Pose Bersama dengan Kepala Banjar Alangkajeng

(14)

Pemaparan Materi Fasilitator dari Prodi Ilmu Politik FISIP Unud

Referensi

Dokumen terkait

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN SETELAH

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan antara manajemen laba yang dilakukan sebelum dan sesudah perubahan tarif pajak penghasilan Badan dalam

Kepala mempunyai tugas membantu kepala dinas dalam melaksanakan kegiatan teknis operasional dinas di bidang teknik penataan ruang bangunan, gedung, perumahan,

adalah grafik yang menggambarkan anova dua arah tanpa interaksi antara gerak makan dengan kecepatan putaran dalam mempengaruhi umur mata pahat, karena anova dua arah

Dari penelitian ini didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kertosono, sebagian besar dari responden yang

Dari pemaparan kondisi pengelolaan aset khususnya pada basis data informasi hasil inventasisasi aset tanah dan bangunan yang telah ada saat ini, terdapat

2.3 Untuk setiap Pengiriman, Perusahaan harus melengkapi Kontraktor dengan seluruh rincian Pengangkutan yang setidaknya menyampaikan informasi sebagai berikut: (i) Pelabuhan

Sehingga untuk menyelesaikan model tersebut harus menggunakan metode numerik yaitu metode Runge-Kutta-Fehlberg (RKF45), dikarenakan model tersebut berupa sistem