• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Rapat ke- 16. Tahun Sidang Masa Persidangan : Rapat ke Jenis Rapat Dengan Sifat Rapat Hari, tanggal Wa kt u Tempat. Ketua Rapat Sekretaris Ac a r a

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. Rapat ke- 16. Tahun Sidang Masa Persidangan : Rapat ke Jenis Rapat Dengan Sifat Rapat Hari, tanggal Wa kt u Tempat. Ketua Rapat Sekretaris Ac a r a"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

2. Rapat ke- 16

Tahun Sidang Masa Persidangan : Rapat ke-Jenis Rapat Dengan Sifat Rapat Hari, tanggal Wa kt u Tempat Ketua Rapat Sekretaris Ac a r a CATATAN RAPAT RAKER P ANSUS RUU

TENTANG

PENDIDIKAN NASIONAL 1988 - 1989

III 46

Rapat Kerja Ke-16 (terakhir) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Terbuka

Selasa, 28 Pe bruari 1989 09.00 WIB.

Etadarta Samiti I Gedung MPR/DPR-RI. Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta dr. Bawadiman

Drs. Noer Fata

1. Laporan Hasil Kerja Panitia Kerja;

2. Pembacaan Draft RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional;

Had i r

ANGGOTA TETAP: I . dr. Bawadiman

3. Pendapat masing-masing Fraksi dalam Pansus; 4. Pengambilan Keputusan Pansus;

5. Tanggapan Mendikbud. Panitia Khusus :

40 dari 48 orang Anggota Te tap; 20 dari 23 orang Anggota Pengganti.

Pemerintah :

Mendikbud beserta Staf.

2. H. Sulaeman Tjakrawiguna, S.H. 3. H. Suryo Mardjiyo

4. H. Imam Sofwan 5. B.N. Marbun

6. Ir. A. Moestahid Astari 7. Ki Soeratman

8. Prof. Drs. Wuryanto 9. H. Obos Syabandi Purwana IO. Dr. Johannes Riberu 11. Drs. Dewa Putu Tengah 12. Drs. Osman Simandjuntak 13. H. Ismail Hassan, S.H. 14. H. Basyuni Suriamihardja 15. Drs. OS.

Isaac

Saujay 16. Anton Priyatno, S.H. 17. Drs. H. Iman Soedarwo PS.

(2)

18. Mohammad Roem, S.H. 19. H. Achmad H.M.S., S.H. 20. Ibnu Saleh

21. H.M. Ali Sri Inderadjaja 22. Ir. Soewardjo Adikoesnomo 23. Dra. Ny. Syamsiar Lasahido 24. H. Djamaluddin Tambunan, S.H. 25. Ir. Ida Bagus Putera

26. K.H.A. Syarifuddin Sapari 27. Sahuntung Sastrohamidjojo 28. A.S. Harjono 29. Roebijanto 30. Basas Suryono 31. A.R. Lubis 32. Soebagio, S.H. 33. Pudjo Bintoro

34. H. lsmail Hasan Metareum, S.H. 35. Drs. H.P. Zarkasih Nur. 36. Sukardi Effendi, S.H. 37. Drs. Suandi Hambali

38. H. Soetardjo Soerjogoeritno, BSc. 39. A. Tyas Satijono Soenarto 40. Budi Harjono, S.H. ANGGOTA PENGGANTI:

1. Dra. Ny. Inne E.A. Soekaryo 2. Krissantono

3. H. CH. Muhammad Muas 4. Ny. R.H. Madahera Hertasning

5. Drs. H.M. Hoesni Thamrin Assaat, S.H. 6. Sri Redjeki Lasmindar, S.H.

7. Ir. Ny. H. Tati S. Soemiarno 8. Drs. Awang Faroek Ishak 9. Drs. Bambang Wahyoedi 10. J. Moelyono

11. Warsito Poespojo, S.H. 12. Ir. Lukas Nahlohy 13. Djupri, S.H. 14. Drs. Subagyo 15. Drs. H. Ali Sofwan 16. Ny. Aisyah Aminy, S.H. 17. Muhammad Yusuf Husein 18. J.H. Salu

19. HJ. Sanggor 20. Sadikun Sugihwaras PEMERINTAH:

1. Prof. Dr. Fuad Hassan 2. Sukadji

(Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) 3. W.P. Napitupulu

(3)

4. Hasan Walinono 5. Harsya W. Bachtiar 6. Sudjoko 7. Puger 8. Lukman Ali 9. Budihardjo 10. Wi yon o 11. E. Sunarya 12. M\Jlyanto 13. Soejoto 14. Sutrisno 15. Sugiono 16. Darniri Hasan KETUA (dr. Bawadiman):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Ibu-ibu dan bapak-bapak sekalian yang saya hormati, dengan mengucap Bismillahir-rahmanirrahirn, Rapat Panitia Khusus bersama Pemerintah kami nyatakan dibuka dan ter-buka untuk umum.

Pertama-tama Pirnpinan minta maaf karena ada sesuatu hal yang harus diselesaikan oleh pribadi yang menjabat Ketua Pansus maka rapat terpaksa mundur setengah jam. Sesuai dengan acara yang ada dan juga sudah disampaikan kepada Anggota Pansus yang terhormat dan juga Saudara Menteri yang terhormat, acaranya adalah:

1. Laporan Hasil Kerja Panitia Kerja.

2. Pembacaan Draft RUU tentang Pendidikan Nasional. 3. Pendapat Fraksi-fraksi dalam Pansus.

4. Pengambilan keputusan Pansus atas RUU yang dilaporkan oleh Panja. 5. Tanggapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selaku Wakil Pemerintah.

Untuk kepentingan laporan hasil kerja Panitia Kerja, kami persilahkan Saudara H. Suryo Mardjiyo selaku salah seorang Pirnpinan untuk memberikan laporannya.

Kami persilahkan.

H. Suryo Mardjiyo:

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Yang terhormat Saudara Pirnpinan dan para Wakil Pirnpinan Pansus; Yang terhormat Saudara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta staf;

Yang terhormat Saudara-saudara Anggota Pansus seluruhnya yang berasal dari Fraksi-fraksi;

Bapak-bapak, Ibu-ibu dan hadirin sekalian yang kami hormati.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena ridhoNya pulalah kita sekalian pada hari ini dapat berkumpul di ruangan ini dalam keadaan sehat walafiat.

Saudara-saudara, Bapak-bapak dan lbu-ibu serta hadirin sekalian yang kami hormati. Sebelum laporan hasil Panja dari Pansus RUU Diknas kami sampaikan, marilah kita se-jenak kita layangkan ingatan kita pada masa lalu yang ada sangkut pautnya secara erat

(4)

dengan proses pembahasan RUU DIKNAS.

1. Pada tanggal 23 Mei 1988 DPRRI telah menerima RUU DIKNAS dari Pemerintah. 2. Pada tanggal 29 Juni 1988 RUU DIKNAS disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kepada DPRRI dalam Sidang Paripurna DPRRI yang kemudian dilanjut-kan dengan pemandangan umumFraksi-fraksi danjuga kemudian disusul denganjawab-an Pemerintah.

PEMBENTUKAN PANSUS:

Berdasarkan Keputusan DPRRI Nomor 2/DPRRl/1/1988-1989 tentang pembentukan Panitia Khusus DIKNAS tanggal 23 September 1988, telah ditetapkan dan diputuskan Anggota Pansus sebagai berikut:

FKP terdiri a. 28 orang Anggota Tetap, dan b. 14 orang Anggota Pengganti. F ABRI terdiri a. 10 orang Anggota Tetap, dan

b. 4 orang Anggota Pengganti. PPP terdiri a. 6 orang Anggota Tetap, dan b. 3 orang Anggota Pengganti. FPDI terdiri a. 4 orang Anggota Tetap, dan b. 2 orang Anggota Pengganti.

Jurnlah semuanya 40 orang Anggota Tetap dan 23 orang Anggota Pengganti, atau secara keseluruhan

=

61 orang Anggota.

Berdasarkan Keputusan DPRRI Nomor 15 /Pirnp/1/88-89, Pirnpinan Pansus adalah sebagai berikut:

Ketua dr. Bawadiman

Wakil Ketua : 1. H. Sulaeman Tjakrawiguna, S.H. 2. H. Suryo Mardjiyo 3. H. Imam Sofwan 4. B.N. Marbun, S.H. JADWAL KEGIATAN: dari FKP dari FKP dari FABRI dari FPP dari FPDI

Tanggal 26 September 1988: Pengesahan Jadwal Pansus RUU DIKNAS.

Di dalam jadwal tercantum semua kegiatan yang harus ditangani oleh perangkat Pansus mulai dari kegiatan Fraksi-fraksi, kegiatan Sekretariat Pansus, Pansus dengan Panja-nya, Tim Perumus-Tim Kecil, Tim Sinkronisasi beserta Wakil-wakil Pemerintah.

Di dalam jadwal tercantum pula akhir pembahasan RUU DIKNAS yang akan selesai pada akhir Pebruari 1989, berarti Pansus harus bekerja selama ± 5 bulan, dan sejak hari pertama Pansus yang terdiri dari Fraksi-fraksi, Pemerintah dan Sekretariat Pansus bertekad akan menyelesaikan tugasnya dengan baik, dengan penuh toleransi, keterbukaan dan tepat pada waktunya.

KEGIATAN PANSUS:

Pansus memulai dengan rapat-rapat pembahasan RUU DIKNAS pada tanggal 28 No-pember 1988 dan berakhir pada tanggal 15 Desember 1988 dengan hasil se bagai berikut: Bab ada 18 Bab dan yang telah di-ace daJarn Pansus terdapat 14 Bab l Bab diserahkan Tim Perumus dan 4 Bab didorong ke Panja.

(5)

Rekap permasalahan secara keseluruhan, jumlah permasalahan pad~ waktu itu d~ke­ temukan kira-kira 131 masa:lah, yang telah di-ace oleh Pansus 36, diserahkan PanJa = 5 7, diserahkan Tim Perumus 30 dan diserahkan Tim Kecil 8.

KEGIATAN PANJA:

Kegiatan Panja dimulai pada tanggal 9 Januari 1989 sampai dengan tanggal 7 Pebruari 1989. Hasil yang dicapai oleh pembahasan Panja:

Semua masalah t~lah dibahas. Hanya ada satu pasal yaitu Pasal 30 ayat (1) didorong masuk Tim Perumus karena substansi pasal ini dirasakan ada overlap dengan Pasal 1 butir 7 yang juga diputuskan oleh Pansus sebelumnya masuk ke Tim Perumus. Di samping itu ± 15 penjelasan yang harus dirumuskan oleh Tim Perumus dikaitkan dengan pasal-pasal yang telah disepakati yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut.

Hal-hal yang menonjol dalam pembahasan di Panja diketemukan antara lain adalah sebagai b~rikut:

1. Adanya perkembangan pembahasan yang mengakibatkan apa yang telah d_isepakati dalam Pansus berubah konsekuensinya harus ada penyelesaian kepada pasal, ayat yang terkait, misalnya: istilah "jalur formal dan nonformal" menjadi "jalur sekolah dan luar sekolah", sedang "jalur informal" menjadi "jalur pendidikan keluarga" yang secara implisit masuk "jalur luar sekolah". Dengan demikian ada perubahan penyesuaian bagi pasal-pasal terkait dengan memakai istilah baru tanpa merubah substansinya. 2. Pasal 25 dirubah menjadi tiga ayat dengan memasukkan unsur-unsur kebebasan

rnim-bar akadernik, otonomi keilmuan serta otonomi pengelolaan perguruan tinggi, dengan rumusan penjelasannya yang disepakati oleh Panja.

BAB XVI KETENTUAN PIDANA: Yang terdiri dari tiga pasal yaitu:

Pasal 55 Pasal 56 dan Pasal 57

Pasal 5 7 mengenai Tindakan Adrninistratif masuk Bab V JN PENG AW ASAN. Pasal 55 tentang Kejahatan.

Pasal 56 tentang Pelanggaran.

Materi-materi pokok baru yang dibahas antara lain:

1. Dewan Pendidikan Nasional yang diusulkan semua Fraksi dapat disepakati menjadi Bab Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional terdiri dari 1 pasal dan 2 ayat serta penjelasannya.

2. Untuk nomor bab dan pasal disusun oleh Tim Perumus. 3. Bab hari libur dan libur sekolah usulan FABRI disepakati. 4. Nomor bab dan pasal dirumuskan oleh Tim Perumus.

5. Lembaga Pendidikan, Tenaga Kependidikan usulan FKP dapat diterima dengan usul Pemerintah "Tenaga Kependidikan" diganti "Tenaga Keguruan" dan "IPTK" ditulis · dengan huruf kecil, perumusan dan tempatnya masuk ke dalam Tim Perumus. 6. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh perwakilan asing di Republik Indonesia dan oleh Republik Indonesia di luar negeri usulan Pemerintah, dapat disepakati dan masuk dalam Bab XV Ketentuan Lain-lain.

(6)

Dengan selesainya Panja maka kegiatan Pansus dilanjutkan oleh kegiatan Tim

Perum~s

dan Tim Kecil. Tim Kecil membahas Konsiderans Menimbang dan Penjelasan Umum. Tim Perumus inembahas tiga bab, judul Bab VI Peserta Didikan dan dua bab baru, Hari Belajar dan Libur Sekolah termasuk pasal dan ayatnya serta Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional.

Dua puluh pasal, ayat dari RUU lebih kurang 20 penjelasan pasal dan ayat di pem-bahasan Tim Perumus dan Tim Kecil. Pempem-bahasan Tim Perumus dan Tim Kecil ini dijad-walkan tanggal 13 Pebruari 1989 sampai dengan 23 Pebruari 1989.

Komposisi Tim Kecil: FABRI = 3 orang

FKP 7 orang

FPP = 2orang FPDI 1 orang Komposisi Tim Perumus: F ABRI

= ·

4 orang FKP = 14 orang FPP = 3 orang FPDI = 2 orang

Tim Perumus dipiinpin oleh Saudara dr. Bawadiman; sedangkan Tim Kecil dipimpin oleh Saudara H. Sulaeman Tjakrawiguna, S.H.

TIM .KECIL:

Tim Kecil sesuai jadwal dialokasikan 10 hari yaitu tanggal 10 Pebruari sampai dengan 23 Pebruari 1989. Namun demikian Tim Kecil telah dapat menyelesaikan tugasnya lebili cepat daripada waktu yang dialokasikan yaitu pada tanggal 1 7 Pebruari 1989 dengan hasil yang memuaskan telah dapat merampungkan semua tugasnya.

TIM PERUMUS:

Tim Perumus bekerja mulai tanggal 13 Pebruari sampai dengan 22 Pebruari 1989, ber-arti lebih cepat satu hari daripada waktu yang telah dialokasikan.

Dalam rumusan ada tambahan 2 (dua) Bab baru, yaitu: 1. Bab Harl Belajar dan Libur Sekolah.

2. Bab Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional.

Sedangkan pasal-pasal dan ayat-ayat juga ada yang tercecer akibat pengembangan dan penggabungan-penggabungan sehingga hanya terdapat 59 pasal yang semula terdapat 60 pasal.

TIM SINK.RONISASI:

Setelah Tim Perumus dan Tim Kecil selesai menyelesaikan tugasnya, maka sesuai dengan hasil rapat gabungan antara Tim Perumus dan Tim Kecil, agar hasil dari kedua tim tersebut di atas dapat saling bersambungan secara lancar dan mengalir, maka diadakan Tim Sinkronisasi yang bekerja pada tanggal 24 dan 25 Pebruari 1989.

Tim Sinkronisasi terdiri dari Anggota Fraksi-fraksi dan Pemerintah yang masing-masing 2 orang yang terdiri dari 1 orang berasal dari Anggota Tim Perumus dan 1 orang lagi dari Tim Kecil.

Tim ini dipimpin oleh Saudara H. Sulaeman Tjakrawiguna, S.H. Tugas-tugas daripada Tim Sinkronisasi tersebut di antaranya ialah:

(7)

Penyempurnaan kata, kalimat dan istilah-istilah meluruskan hasil rumusan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang ada, umpamanya soal pencantuman Lembaga Negara dan sebagainya sehingga hasil pembahasan akan jauh lebih sempurna, mantap dan tuntas. Hasil selengkapnya telah dilaporkan pada tanggal 27 Pebruari 1989.

HASIL PEMBAHASAN:

Hasil-hasil pembahasan Rancangan1Undang-undang Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut:

a. Soal Judul.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor: . . . Tahun . . . . tentang Sistem Pendidikan Nasional.

b. Urut-urutan Bab dan Pasal.

1. Bab I mengenai Ketentuan Umum, Pasal 1 atau 1 pasal.

2. Bab II mengenai Dasar, Fungsi dan Tujuan: Pasal 2, 3 dan 4 atau terdiri dari 3 ( tiga) pasal.

3. Bab III mengenai Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan: Pasal 5, 6, 7 dan 8, berarti ada 4 (empat) pasal.

4. Satuan Jalur dan Jenisjenis Pendidikan: Pasal 9, 10 dan 11. 5. Jenjang pendidikan: Pasal 12, 13, 14 dan Pasal 15 menjadi:

Ayat (1) Pasal 16 RUU di dalam pembahasan kemudian menjadi Pasal 15 Ayat (2).

Pasal 17 menjadi Pasal 15 Ayat (3). Pasal 18 menjadi Pasal 15 Ayat ( 4 ).

Sehingga dengan demikian nomor bab dan nomor ayat daripada RUU dengan hasil pembahasan mulai tidak sama.

Pasal 19 RUU menjadi Pasal 16, sehingga berbeda.

Saudara-saudara sekalian, Pasal 17 baru itu berasal dari Pasal 20, Pasal 18 ber-asal dari Pber-asal 21 RUU, Pasal 19 berasal dari Pasal 22 RUU, Pasal 20 berasal dari Pasal 23, Pasal 21 berasal dari Pasal 24, sedangkan Pasal 22 berasal dari Pasal 25 RUU.

6. Bab yang ke VI mengenai Peserta Didik ada 4 pasal. Pasal 23 berasal dari Pasal 26, Pasal 24 berasal dari Pasal 27, Pasal 25 berasal dari Pasal 28 dan Pasal 26 berasal dari Pasal 2 9 R UU.

7. Bab VII adalah mengenai Tenaga Kependidikan, terdapat 6 (enam) pasal yaitu Pasal 27, 28, 29, 30, 31 dan 32. Sedangkan kesemuanya berasal dari pasal-pasal RUU: 30, 31, 32, 33, 34 dan 35.

8. Bab VIII adalah mengenai Sumber Daya Pendidikan, yang kemudian di dalam sinkronisasi oleh Tim disempurnakan menjadi "sumber daya pendidikan" terdiri dari 4 (empat) pasal: 33, 34, 35, 36 yang berasal dari pasal-pasal RUU: 36, 37, 38, 39. Sehingga di sini ada perbedaan tiga nomor.

9. Bab IX Kurikulum, Pasal 37 berasal dari Pasal 40 RUU, Pasal 38 berasal dari Pasal 41 RUU, Pasal 39 berasal dari Pasal 42 RUU.

10. Bab X Hari Belajar dan Llbur Sekolah, ini bab baru yang telah diberikan pe-nomoran, nomor bab dan nomor pasal. Diberikan pasal dengan Nomor 40, ini pasal baru. Oleh karena itu perbedaan antara nomor RUU baru dan lama menjadi

(8)

bergeser kembali, tidak berbeda 3 tetapi dikurangi Pasal 40 tinggal sisa perbedaan-nya 2 angka.

11. Oleh karena itu pada Bab XI Bahasa Pengantar, pasal pembahasan Nomor 41 ini berasal dari pasal RUU Nomor 43, jadi tinggal beda 2 angka, tidak 3 angka lagi. Pasal 42 berasal dari Pasal 44.

12. Bao XII Penilaian, Pasal 43 berasal dari Pasal 45, Pasal 44 berasal dari Pasal 46, Pasal 45 berasal dari Pasal 47. Pasal 46 pembahasan yang baru berasal dari Pasal 48 RUU.

13. Bab XIII mengenai Peranserta Masyarakat. Pasal 47 berasal dari Pasal 49 RUU. 14. Bab XN Badan Pertimangan Pendidikan Nasional. Pasal 48 dari pasal baru, ini

pun menyebabkan perbedaan nomer lagi.

15. Sehingga pada Bab XV mengenai Pengelolaan, Pasal 49 berasal dari Pasal 50 RUU dan di sini pasal tinggal berbeda 1 nomer.

Pasal 50 dari Pasal 51 dan P-asal 51 berasal dari Pasal 52.

16. Bab XVI Pengawasan terdiri dari 2 (dua) pasal yaitu Pasal 52 dan 53 yang ber-asal dari pber-asal RUU nomor 53 dan 54.

17. Bab XVII Ketentuan Lain-lain, Pasal 54 dariPasal 55.

18. Bab XVIII Ketentuan Pidana, Pasal 55 berasal dari 56, Pasal 56 berasal dari Pa-sal 57 RUU.

Dari RUU babnya hanya terdapat 18 tetapi seperti tadi kami laporkan ada tam-bahan 2 (dua) bah baru, sehingga di sini ada Bab XIX Ketentuan Peralihan, Pasal 57 yang berasal dari Pasal 58.

19. Bab XX Ketentuan Penutup, Pasal 58 berasal dari Pasal 59 RUU dan Pasal 59 ber-asal dari Pber-asal 60 RUU.

Saudara-saudara sekalian, perubahan pasal-pasal yang disempurnakan diantaranya ia-lah:

Mengenai Pasal 51 RUU disepakati dengan perubahan redaksi kata "mengadakan" di-ganti dengan kata "menyelenggarakan", sehingga bunyi rumusannya sebagai berikut:

Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri dan Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintahlain yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Yang, ked~~nya, P.~sal_ 54_ baru di_sepakati den~~n perubahan redaksi, kata "badan" dihapus dan Kata satuan dis1s1pkan diantara kata penyelenggara" dan "pendidikan, sehingga bunyi rurnusan sebagai berikut :

Menteri yang berwenang mengambil tindakan administrasi terhadap

penyelenggara satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentu-an undketentu-ang-undketentu-ang ini.

Selanjutnya adalah soal Penjelasan.

Penyempurnaan Penjelasan disesuaikan dengan pasal-pasalnya yang terkait, ya menga-larr.i perubahan, umpamanya soal-soal istilah.

Y:i:-:g ':;:edua, penarnbahan penjelasan-penjelasan pada pasal-pasal yang dianggap memerlu-kan, yang semula dianggap cukup jelas dan sebagainya.

Yang ketiga, urut-urutan penjelasan pada pasal-pasal yang telah disepakati dalam rumusan secara singkat adalah sebagai berikut :

(9)

Tidak seluruhnya karni laporkan, hanya beberapa, terutama yang cukup jelas tidak karni laporkan.

a. Penjelasan Pasal 11 Ayat (8) tentang Pendidikan Nasional, di dalam penjelasan ka-limatnya panjang, tidak saya baca seluruhnya tetapi hanya saya sebutkan satu kali-mat mungkin beberapa kata yang dapat mengingatkan kita semuanya kepada isi daripada pasal terse but secara lengkap.

b. Penjelasan Pasal 12 Ayat (1) ten tang Jalur Pendidikan Sekolah.

c. Penjelasan Pasal 19 Ayat (2) tentang Penggunaan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi. Pasal 'ini juga pasal baru, sudah disesuaikan sesuai dengan hasil perumusan dan hasil Tim Sinkronisasi.

d. Penjelasan Pasal 25 Ayat (1) tentang Pendidikan merupakan tanggungjawab ber-sama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

e. Penjelasan Pasal 27 Ayat (2) tentang Pengelola Satuan Pendidikan.

f. Penjelasan Pasal 32 tentang Kewenangan Pengaturan Pengadaan, Pembinaan dan pengembangan Tenaga Kependidikan.

g. Penjelasan Pasal 38 Ayat (1) tentang Penjelasan Kurikulum.

h. Penjelasan Pasal 39 Ayat (2) dan (3) tentang Pendidikan Pancasila dan seterusnya. i. Penjelasan Pasal 43 tengang Penilaian Kegiatan Belajar Mengajar.

j. Penjelasan Pasal 44 tentang Pengaturan Tujuan Penilaian.

k. Penjelasan Pasal 45 tentang Penilaian Kurikulum sebagai satu satuan.

l. Penjelasan Pasal 46 ayat (1) tentang Penilaian meliputi segi-segi administrasi dan seterusnya.

m. Penjelasan Pasal 47 Ayat (1) dan (2) tentang Peran serta masyarakat.

n. Penjelasan Pasal 51 tentang Pengelolaan Satuan Pendidikan J alur. Sekolah yang diselenggarakan masyarakat.

o. Penjelasan Pasal 52 tentang Pemerintah berkewajiban membina perkembangan pendidikan nasional.

p. Penjelasan Pasal 53 tentang Tindakan Administratifberwujud pemberian peringat-an dperingat-an seterusnya.

q. Penjelasan Pasal 56 tentang Ancaman Pidana terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 29 Ayat (1) hanya dikenakan bagi warga negara.

r. Penjelasan bab baru Hari Belajar dan Hari Sekolah Bab X tentang Ketentuan Hari Belajar dan Llbur Sekolah, hanya berlaku pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Tahun ajaran sekolah ini dimulai pada Minggu ke tiga (3) bulan Juli.

Yang terhormat Saudara Ketua Pansus dan yang terhormat Saudara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta staf, dernikianlah laporan secara singkat hasil pem-bahasan RUU Diknas secara kronologis dan secara garis-garis besarnya saja. Hal-hal yang tidak kami cantumkan di dalam laporan singkat ini telah dicantumkan dalam laporan ter-tulis yang selengkapnya. Pendapat akhir/Pembicaraan tingkat N yang semula tanggal 8 Maret 1989 dimajukan dan akan menjadi tanggal 6 Maret 1989 yang akan datang. Ke-pada Fraksi-fraksi dan Wakil Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebuda-yaan beserta Stafnya, kami mengucapkan terima kasih atas hasil kerja sama yang sangat baik sehingga pembahasan RUU diknas dapat kita selesaikan pada waktunya.

(10)

Sekian laporan singkat kami dan terima kasih atas perhatiannya. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA:

Terima kasih kepada Saudara Suryo Mardjiyo yang telah memberikan laporan hasil kerja Panitia Kerja keseluruhannya di dalam Pansus. Pimpinan berharap sekiranya yang diucapkan disampaikan oleh Saudara Suryo Mardjiyo tadi di sana-sini ada kekeliruan tidak bermaksud untuk mengklirukan, tetapi hendaknya dikembalikan nanti yang sebenamya. Seandainya tidak dibaca semua, tidak bermaksud tidak membaca, karena nanti akan kita bacakan secara keseluruhan.

Jadi

supaya dimaklumi.

Ibu-ibu Bapak-bapak sekalian yang kami hormati, sebelum memasuki acara ke-dua saya selaku Ketua Pansus ingin turut menggaris bawahi/menekankan apa yang dilaporkan oleh Saudara Suryo Mardjio, kami ingin membacakan beberapa pasal Tata-tertib, sejak awal Pansus ini dipedomani dan berpegang kepada Tata-tertib. Supaya kita lebih tahu persis apa yang dilaporkan oleh Saudara Suryo Mardjiyo tadi posisi yang sebenarnya. Karena tidak ada satu hal yang tercecer di dalam pembahasan ini.

Keputusan berdasar kan mufakat, Pasal 151 berbunyi : Pasal 151

Hakekat musyawarah untuk mufakat adalah suatu cara pelaksanaan demokrasi Pancasila untuk merumuskan dan atau memutuskan sesuatu hal dengan kebulatan pendapat (mufakat) yang bersumber pada paham kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksana-an dalam permusyawaratkebijaksana-an/perwakilkebijaksana-an berdasarkkebijaksana-an kehendak rakyat, iktikat baik, pikirkebijaksana-an sehat, kejujuran dan penuh rasa tanggung jawab demi persatuan dan kesatuan bangsa serta kepentingan rakyat.

Pasal 152.

Keputusan berdasarkan mufakat adalah sah, apabila diambil dalam rapat yang daftar hadirnya telah ditandatangani oleh lebih dari separo jumlah Anggota Rapat dan dihadiri oleh unsur semua Fraksi (quorum).

Ayat (1 ).

Pasal 153

Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah kepada para anggota rapat yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan pen-dapat serta saran, yang kemudian dipandang cukup untuk diterima oleh rapat sebagai sumbangan pendapat dan pikiran bagi penyelesaian masalah yang sedang dimusyawarahkan.

Dua pasal dan 1 ayat ini karni bacakan, karena semua ini karni laksanakan dengan penuh tahggungjawab. Tidak ada saru rapat baik rapat Pansus, rapat Panja, rapat Tim Perumus, rapat-rapat Tim Kecil dan Rapat Tim Sinkronisasi yang melanggar pasal-pasal tersebut. Tidak ada rapat yang diselenggarakan dibuka oleh Ketua yang tidak memenuhi quorum, dan tidak ada satu Anggota yang tidak diberi kesempatan untuk berbicara, bahkan sering berjam-jam masing-masing diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat pikiran saran juga menganalisa bermuara untuk mencari kemufakatan.

ini perlu kami bacakan untuk menggarisbawahi apa yang dilaporkan oleh Saud~ra Suryo Mardjiyo yang mewakili Ketua Panja bahwa semua hasil pembahasan RUU tentang

(11)

Pendidikan Nasional yang disampaikan oleh Pemerintah yang hasilnya sudah dibacakan tadi dilandasi oleh pasal-pasal yang kami sebutkan tersebut.

Ibu-ibu, Bapak-bapak sekalian yang kami hormati.

Kita sekarang memasuki acara yang ke dua, dipersilahkan dari Sekretariat Pansus untuk membacakan Draf RUU tentang Pendidikan Nasional sebagai hasil kerja pembahasan sampai hari kemarin yang telah disepakati oleh Panja.

Kepada Sekretaris Pansus DPR kami persilahkan untuk membacanya tidak terlalu cepat dan juga terlalu lambat. Terlalu cepat tidak menarik, terlalu lambat )Jisa mengundang ngantuk.

Kami persilakan.

SEKRETARIS PANSUS RUU DIKNAS (Drs. Noer Fata):

Menimbang

RACANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN

TENT ANG

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

a. bahwa Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-undang;

b. bahwa pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upa-ya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan para warganya mengem-bangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

c. bahwa untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penye-lenggaraan pendidikan nasional;

d. bahwa Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (I..embaran Negara Tahun 1950 Nomor 550), Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh In-donesia (I..embaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550), dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan I..embaran Negara Nomor 2361),

(12)

Mengingat

Menetapkan

serta Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (I..embaran Negara Tahun 1965 No-mor 80) dan Undang-undang NoNo-mor 19 PNPS Tahun 1965 ten-tang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lem-baran Negara Tahun 1965 Nomor 81 ), perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan pendidikan nasional se-bagai satu sistem;

e. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dan dalam rangka memantapkan ketahanan nasional serta mewujudkan ma-syarakat maju yang berakar pada kebudayaan bangsa dan persa-tuan nasional yang berwawasan Bhinneka Tunggal lka berdasar-kan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 perlu ditetapberdasar-kan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20 Ayat (1), dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan Perset~uan

DEW AN PERW Al(ILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIO-NAL

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal I

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang;

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebu-dayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

3. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpa-du dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional;

4. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya;

(13)

5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan ber-kelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan peng-ajaran;

6. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha me-ngembangkan dirinya melalui proses pendidikan padajalur,jen-jang, dan jenis pendidikan tertentu;

7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengab-dikan diri dalam penyelenggaraan pendimengab-dikan;

8. Tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas mem-bimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik;

9. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan menge-nai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pe-doman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;

10. Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pe-laksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sara-na dan prasarasara-na yang tersedia atau diadakan dan didayagusara-na- didayaguna-kan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;

11. Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia;

12. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab atas bidang pen-didikan nasional.

BAB II

DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN Pasal 2

Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Da-sar 1945.

Pasal 4

Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indone-sia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.

Pasal 3 .

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

(14)

BAB ill

HAK WARGA NEGARA UNTUK. MEMPEROLEH PENDIDIKAN Pasal 5

Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.

Pasal 6

Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemam-puan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pe-ngetahuan, kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.

Pasal 7

Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pen-didikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekono-mi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Pasal 8

(1) Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental ber-hak memperoleh p~ndidikan luar biasa.

(2) Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV

SATUAN, JALUR DAN JENIS PENDIDIKAN Pasal 9

(1) Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di Iuar sekolah.

(2) Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan bersinambungan.

(3) Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan yang sejenis.

(15)

Pasal 10

(l) Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar se-kolah.

(2) Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diseleng-garakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar secara ber-jenjang dan bersinambungan.

(3) Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang di-selenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan.

(4) Pendidikan keluarga merupakan bagian darijalur pendidikan lu-ar sekolah yang diselengglu-arakan dalam kelulu-arga dan yang mem-berikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keteram-pilan.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak menyangkut ketentuan sebagaimana di maksud pa-da ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah ter-diri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pen-didikan akademik, dan penpen-didikan profesional.

(2) Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-ting-kat akhir masa pendidikan.

(3) Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiap-kan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. (4) PeRdidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus

di-selenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.

(5) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha me-ningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan un-tuk pegawai atau calon pegawai suatu Departemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Nondepartemen.

(6) Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiap-kan peserta didik untuk dapat menjalanmempersiap-kan peranan yang me-nuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.

(7) Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.

(8) Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.

(16)

(9) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sarnpai dengan ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan Pemerin-tah. BAB V JENJANG PENDIDIKAN Bagian Kesatu Um um Pasal 12

(1) Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah ter-diri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidik-an tinggi.

(2) Se lain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ), dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah.

(3) Syarat-syarat dan tata cara pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana di-maksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua Pendidikan Dasar

Pasal 13

( 1) Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keteram-pilan dasar yang diperlukan untuk hid up dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.

(2) Syarat-syarat dan tata cara pendirian, bentuk satuan, lama pen-didikan dasar dan penyelenggaraan penpen-didikan dasar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

(I) Warganegara yang berumur 6 ( enam) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar.

(2) Warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban meng-ikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara, sampai ta-mat.

(3) Pelaksanaan wajib belajar ditetapkan dengan Peraturan Pemerin-tah.

(17)

Bagian Ketiga Pendidikan Menengah

Pasal 15

(1) Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan meng-adakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan,lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.

(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan urn um, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pen-didikan keagamaan.

(3) Lulusan pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan ber-hak melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(I) (2) (3) (4) (5) (6) Bagian Keempat Pendidikan Tinggi Pasal 16

Pendidikan tinggi merupakan Kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/ atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan /atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kese-nian.

Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi, poli-teknik, sekolah tinggi, institut atau universitas.

Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang il-mu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu.

Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggara-kan pendidimenyelenggara-kan akademik dan/atau profesional dalam satu disi-plin ilmu tertentu.

Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis. (7) Universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas

sejum-lah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/ atau profesional dalam sejurnlah disiplin ilmu tertentu.

(18)

(8) Syarat-syarat dan tata cara pendirian, struktur perguruan tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi ditetapkan dengan Per-aturan Pemerintah.

Pasal 17

(1) Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendi-dikan profesional.

(2) Sekolah tinggi, institut, dan universitas menyelenggarakan pen-didikan akademik dan/atau profesional.

(3) Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesi-onal.; (1) (2) (3) (4) (5) Pasal 18

Pada perguruan tinggi ada gelar sarjana, magister, doktor, dan sebutan profesional.

Gelar sarjana hanya diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas.

Gelar magister dan doktor diberikan oleh sekolah tinggi, institut dan universitas yang memenuhi persyaratan.

Sebutan profesional dapat diberikan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional.

Institut dan universitas yang memenuhi persyaratan berhak un-tuk memberikan gelar doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakat-an ataupun kebudayakemasyarakat-an.

(6) Jenis gelar dan sebutan, syarat-syarat dan tata cara pemberian, perlindungan dan penggunaannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

(1) Gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenar-kan digunadibenar-kan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatadibenar-kan berhak memiliki gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan. (2) Penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi

hanya dibenarkan dalam bentuk yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai de-ngan peraturan perundang-undade-ngan yang berlaku.

(19)

Pasal 20

Penggunaan gelar akademik atau sebutan profesional yang diperoleh dari perguruan tinggi di luar negeri harus digunakan dalam bentuk asli sebagaimana diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk singkatan.

Pasal 21

(1) Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor.

(2) Pengangkatan guru besar atau profesor sebagai jabatan akademik didasarkan atas kemampuan dan prestasi akademik a tau keilmu-an tertentu.

(3) Syarat-syarat dan tata cara pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru besar atau profesor ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22

(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pe-ngetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan. (2) Perguruan tinggi memiliki otonomi dalam pengelolaan

lembaga-nya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi dan peneli-tian ilmiah.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

PESERTA DIDIK

Pasal 23

( 1) Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasa-an gerak kepada peserta didik.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di-atur oleh Menteri.

Pasal 24

Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut :

1. mendapat :perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampu-annya;

2. mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemam-puan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendi-dikan tertentu yang telah dibakukan;

(20)

3. mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku;

4. pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki;

5. memperoleh penilaian hasil belajarnya;

6. menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditetapkan;

7. mendapat pelayanan khusus ?agi yang menyandang cacat.

PasaI

25

(1) Setiap peserta didik berkewajiban untuk :

1. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecua-li bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban terse-but sesuai dengan peraturan yang berlaku;

2. mematuhi semua peraturan yang berlaku; 3. menghormati tenaga kependidikan;

4. ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ke-tertiban dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkut-an.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di-atur oleh Menteri.

Pasal 26

Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan di-rinya dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya se-suai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing.

BAB VII

TENAGA KEPENDIDIKAN Pasal 27

(1) Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/ atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. (2) Tenaga kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola

satu-an pendidiksatu-an, penilik, pengawas, peneliti dsatu-an pengembsatu-ang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.

(3) Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diang-kat dengan tugas utama mengajar, yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.

(21)

Pasal

28

(1) Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jen-jang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.

(2) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan hams beriman dan bertaqwa terhadap Tu-han Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar. (3) Pengadaan guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah

pada dasarnya diselenggarakan melalui lembaga pendidikan te-naga keguruan.

( 4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 29

(1) Untuk kepentingan pembangunan nasional, Pemerintah dapat mewajibkan warga negara Republik Indonesia atau meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahli-an tertentu menjadi tenaga pendidik.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) di-tetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 30

Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan ter-tentu mempunyai hak-hak berikut :

I. memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial : a. tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai

pe-gawai negeri memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;

b. Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan ter-tentu;

c. tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan tunjangan dari badan/perorangan yang bertanggungjawab atas satuan pendidikan yang bersangkutan;

2. memperoleh pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja; 3. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan

tugas-nya;

4. memperoleh penghargaan sesuai dengan darma baktinya; 5. menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang

(22)

Pasal 31

Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk :

I. membina loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

2. menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;

3. melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab dan peng-abdian;

4. meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemba-ngunan bangsa;

5. menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa dan negara.

Pasal 32

(1) Kedudukan dan penghargaan bagi tenaga kependidikan diberi-kan berdasardiberi-kan kemampuan dan prestasinya.

(2) Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Pemerintah.

(3) Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) di-tetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB

vm

SUMBER DAY A PENDIDIKAN Pasal 33

Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga peserta didik.

Pasal 34

(1) Buku pelajaran yang digunakan dalam pendidikan jalur pendi-dikan sekolah disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(2) Buku pelajaran dapat diterbitkan oleh Pemerintah ataupun swas-ta.

Pasal 35

Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah baik yang dise-lenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat harus menyedia-kan sumber belajar.

(23)

Pasal 36

(I) Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidik-an ypendidik-ang diselenggarakpendidik-an oleh Pemerintah menjadi tpendidik-anggungja- tanggungja-wab Pemerintah.

(2) Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidik-an ypendidik-ang diselenggarakpendidik-an oleh masyarakat menjadi tpendidik-anggung- tanggung-jawab badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan.

(3) Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

BAB IX

KURIKULUM

Pasal 37

Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kese-suaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.

Pasal 38

(1) Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan di-dasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kuri-kulum yang disesuaikan dengan keadaan, serta kebutuhan ling-kungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan. (2) Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh

Mente-ri, atau Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.

Pasal 39

( 1) Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.

(2) Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikaan wajib memuat:

a. pendidikan Pancasila; b. pendidikan agama; dan c. pendidikan kewarganegaraan.

(3) Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya ba-han kajian dan pelajaran tentang:

a. pendidikan Pancasila; b. pendidikan agama;

c. pendidikan kewarganegaraan; d. bahasa Indonesia;

(24)

e. membaca dan menulis;

f. matematika (termasuk berhitung); g. pengantar sains dan teknologi; h.

ilmu

bumi;

i. sejarah nasional dan sejarah wnwn; j. kerajinan tangan dan kesenian; k. pendidikanjasmani dan kesehatan; I. menggambar; serta;

m. bahasa Inggris.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.

BAB X

HARi BELAJAR DAN UBUR SEKOLAH Pasal 40

(I) Jumlah sekurang-kurangnya hari belajar dalam I (satu) tahun untuk setiap satuan pendidikan diatur oleh Menteri.

(2) Hari-Oari libur untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Menteri dengan mengingat ketentu-an hari raya nasional, kepentingketentu-an pendidikketentu-an, kepentingketentu-an aga-ma dan faktor musim.

(3) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat mengatur hari-Oari liburnya sendiri dengan mengingat ketentuan yang dimaksud pada ayat (I) dan ayat (2).

BAB XI BAHASA PENGANTAR

Pasal 41

Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indone-sia.

(1)

(2)

Pasal 42

Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampai-an pengetahupenyampai-an dpenyampai-an/atau keterampilpenyampai-an tertentu.

Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keteram-pilan tertentu.

BAB XII PENILAIAN

Pasal 43

Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik dilakukan pe-nilaian.

(25)

Pasal 44

Pemerintah dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar suatu je· nis dan/atau jenjang pend1dikan secara nasional.

Pasal 45

Secara berkala dan berkelanjutan Pemerintah melakukan penilaian terhadap kurikulum serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai de-ngan kebutuhan dan perkembade-ngan keadaan.

Pasal 46

(1) Dalam rangka pembinaan satuan pendidikan, Pemerintah mela· kukan penilaian setiap satuan pendidikan secara berkala. (2) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumurnkan

secara terbuka.

BAB

xm

PERAN SERT A MASY ARAKAT

Pasal 47

(1) Masyarakat sebagai mitra Pemerintah berkesempatan yang selu· as-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pendi· dikan nasional.

(2) Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyara-kat tetap diindahkan.

(3) Syarat-syarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(1)

BAB XIV

BADAN PERTIMBANGAN PENDIDIKAN NASIONAL Pasal 48

Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan Men-teri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional diselenggara· kan melalui suatu ·Sadan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan yang me· nyampaikan saran, nasihat, dan pemikiran lain sebagai bahan pertimbangan.

(2) Pembentukan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional dan pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan oleh Presiden.

BAB XV PENGELOLAAN

Pasal 49

Pengelolaan sistem pendidikan nasional adalah tanggungjawab Men-teri.

(26)

Pual

so

Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri dan Menteri lain atau Pim-pinan Lembaga Pemerintah lain yang menyelenggarakan satuan pen-didikan yang bersangkutan.

Pasal 51

Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh badan/perorangan yang menyeleng-garakan satuan pendidikan yang bersangkutan.

BAB XVI PENGAWASAN

PasaJ

52

Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan pendidikan yang ber-sangkutan.

Pasal 53

Menteri berwenang mengambil tindakan administratif terhadap pe-nyelenggara satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terha-dap ketentuan undang-undang ini.

BAB XVII KETENTUAN LAIN-LAIN

PasaJ 54

(l) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Perwakilan Repu-blik Indonesia di luar negeri khusus bagi peserta didik warga negara adalah bagian dari sistem pendidikan nasional.

(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia oleh ·perwakilan negara asing khusus bagi peserta di-dik warga negara asing tidak termasuk sistem pendidi-dikan nasio-nal.

(3) Peserta didik warga negara asing yang mengikuti pendidikan di satuan pendidikan yang merupakan bagian dari sistem pendidik-an nasional wajib menaati ketentupendidik-an-ketentupendidik-an ypendidik-ang berlaku bagi dan dari satuan pendidikan yang bersangkutan.

(4) Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka kerja sama internasional atau yang diselenggarakan oleh pihak asing di wi!ayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan sepanjang tidak bertentangan dengan ke-pentingan nasional.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pe-merintah.

(27)

BAB

xvm

KETENTUAN PIDANA

Pasal

SS

( 1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 18 (delapan belas) bulan atau pidana denda se-tinggi-tingginya Rp 15.000.000,00 (lima belasjuta rupiah)' (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

kejahatan.

Pasal S6

(1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ke-tentuan pasal 19 ayat (2), pasal 20, dan pasal 29 ayat (1) dipida-na kurungan selama-lamanya 6 (edipida-nam) bulan atau pidadipida-na denda setinggi-tingginya Rp 5 .000.000,00 (lima juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pe-langgaran.

BAB XIX

KETENTUAN PERALIHAN Pasal S7

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Ta-hun 1950 NC''Tlor 5 50), Undang-undang Norn or 12 TaTa-hun 1954 ten-tang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu ten tang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550), rlan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Ting-gi (Lembaran Negara Tahun 1961Nomor302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 ten-tang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentang-an dbertentang-an belum digbertentang-anti berdasarkbertentang-an undbertentang-ang-undbertentang-ang ini.

BAB XX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 58

Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajar-an di Sekolah (LembarPengajar-an Negara Tahun 1950 Nomor 550), UndPengajar-ang-

(28)

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Un-dang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republic Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Se-luruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambah-an l..embarTambah-an Negara Nomor 550), UndTambah-ang-undTambah-ang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tmggi (lembaran Negara Tahun 1961 No-mor 302, Tambahan l.embaran Negara NoNo-mor 2361), Undang-un-dang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Na-sional (1.embaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-un-dang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (l..embaran Negara Tahun 1965 No-mor 81) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 59

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam I..embaran Negara Republic Indonesia. Diundangkan di Jakarta Pada tanggal MENTERI/S.EKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA MOERDIONO Disahkan di Jakarta Pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOE HAR TO

Referensi

Dokumen terkait

Klasifikasi dilakukan dengan algoritma KNN dengan fungsi jarak yang digunakan adalah Euclidean Distance, dimana nilai k yang digunakan adalah sebagaimana yang telah

pengukuran dengan standar IEEE 519-1992 serta korelasi antara pengaruh harmonik terhadap temperature pada trafo distribusi tiga fasa di Fakultas Teknik.. Transformator

Dari tampilan running text di atas dapat diamati tampilan running text yang dieksekusi pergerakannya nyaman untuk dibaca dikarenakan adanya delay time yang diatur sedemikian

Sumber pencahayaan yang digunakan yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Pencahayaan alami yang digunakan dalam ruangan bukan merupakan sinar matahari

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Formulasi Krim Tipe

TOWER INDONESIA TOWER INDIA TOWER TURKI TOWER AUSTRALIA & KOREA TOWER JEPANG & TIONGKOK TOWER PERANCIS & INGGRIS TOWER AMERIKA TOWER RUSIA TOWER KANADA... ➢

1. Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Protokol Nagoya pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari.. Pemanfaatan

Pendekatan biofisik dan ekonomi diperlukan dengan mengidentifikasi komponen-komponen yang mendukung terhadap keberlanjutan sumberdaya agar pemanfaatannya tidak