JRMB, Volume 8, No.1, Juni 2013
JURNAL RISET MANAJEMEN DAN BISNIS
Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
ISSN : 1907-7343
Ketua Penyunting
Perminas Pangeran
Dewan Penyunting
Erni Ekawati (Universitas Kristen Duta Wacana)
Heru Kurnianto Tjahjono (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) I Putu Sugiartha Sanjaya (Universitas AtmaJaya)
Mahatma Kufepaksi (Universitas Lampung) Singgih Santoso (Universitas Kristen Duta Wacana)
Pembantu Pelaksana Tata Usaha
(Administrasi, Desain, Distribusi dan Pemasaran)
Lanna Prihastuti L.
Michael Laurel A. Kandou
Alamat Penyunting dan Tata Usaha
Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin S. No. 5-19, Yogyakarta 55224
Telp( 0274 ) 563929, Fax : ( 0274)513235
www.ukdw.ac.id/jrmb/
Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB) terbit sejak tahun 2006. Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian, kajian analitis kritis dan tinjauan buku dalam bidang manajemen dan bisnis. Penyunting menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Pedoman Penulisan Artikel yang terlampir di halaman belakang.
JURNAL RISET MANAJEMEN DAN BISNIS
Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
ISSN : 1907-7343
DAFTAR ISI
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, KEADILAN INTERAKSIONAL KOMPENSASI DAN KOMITMEN KARYAWAN
R. Philipus Lewis ... 1-13
PENGARUH KEADILAN KOMPENSASI, KEBIJAKAN ROTASI KARYAWAN DAN KOMITMEN AFEKTIF PADA PERILAKU RETALIASI PNS KANTOR “X”DI YOGYAKARTA
Majang Palupi ... 15-24
PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN TERTINGGAL DI PROVINSI JAWA TIMUR
Rudy Badrudin ... 25-34
KONSENTRASI INDUSTRI DAN RETURN SAHAM: STUDI EMPIRIS DI BURSA EFEK INDONESIA
Eloi Ebenhazer Natalinov dan Perminas Pangeran ... 35-48
PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PADA
KINERJA DENGAN KESAMAAN VISI ANTARKARYAWAN SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
Wisnu Prajogo ... 49-60
PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN BELI MINUMAN BERKARBONASI BIG COLA
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, ………..………...(R. Philipus Lewis)
1
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL,
KEADILAN INTERAKSIONAL KOMPENSASI DAN
KOMITMEN KARYAWAN
R. Philipus Lewis
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bulungan Tarakan Jl. Gunung Amal, Kampung Enam, Tarakan Timur
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine the effect of distributive justice, procedural justice, and interactional justice of compensation on employees’ commitment. Primary data have been collected from 53 consultant companies’ employees. Multiple regression is used for testing three hypotheses. The results show that compensation distributive justice and interactional justice have effect on employees’ commitment, while compensation procedural justice show no such effect.
Keywords: distributive justice, procederal justice, interactional justice, employees’ commitment
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah menguji pengaruh keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional dalam sistem kompensasi terhadap komitmen karyawan. Data primer dikumpul dari 53 karyawan perusahaan konsultan. Regresi berganda digunakan untuk menguji tiga hipotesis penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadilan distributif dan keadilan interasional berpengaruh terhadap komitmen karyawan. Sementara itu, keadilan prosedural tidak berpengaruh signifikan pada komitmen karyawan.
Kata kunci: keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interaksional, komitmen
karyawan
PENDAHULUAN
Untuk menjadi efektif, kompensasi harus dipersepsikan oleh karyawan sebagai sesuatu yang adil. Perusahaan harus mampu mempertimbangkan kebijakan kompensasi yang dapat meningkatkan persepsi keadilan organisasional dan memperkuat sikap karyawan yang diperlu-kan. Milkovich, et al. (2011) mengaitkan kompensasi dengan semua bentuk imbalan
keuangan, pelayanan nyata, dan berbagai tunjangan yang diterima sebagai karya-wan. Persepsi yang positif atas keadilan organisasional pada sistem kompensasi akhirnya diharapkan meningkatkan komit-men kerja karyawan. Meskipun demikian, kajian tentang persoalan keadilan organisasi-onal kompensasi ini masih belum jelas dan terus berlangsung. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha menutup gap yang masih ada.
2
Keadilan organisasional adalah suatu konsep penting untuk memahami dan memprediksi perilaku organisasional (Hartman et al., 1999). Keadilan organisa-sional dapat didefinisikan sebagai persepsi karyawan atas perlakuan yang adil dalam organisasi. Keadilan organisasional ini menjadi isu yang menonjol dalam kajian di bidang sumberdaya manusia. Makna tentang keadilan terus mengalami perkem-bangan semenjak Adam (1965) memkenalkan keadilan distributif. Dalam per-kembangannya, kajian tentang keadilan distributif kemudian bergesar kepada keadilan prosedural dan keadilan interaksi-onal.
Literatur keadilan organisasional menunjukkan bahwa masing-masing jenis keadilan itu dapat memainkan peran ber-beda dalam memperbaiki luaran organisa-sional (Kwon et al., 2008). Luaran organisasional dapat meliputi komitmen organisasional dan evaluasi terhadap kar-yawan (McFarlin and Sweeney,1992). Reaksi karyawan di tempat kerja dalam merespon perilaku manajemen tidak dapat dipahami tanpa membedakan ketiga tipe keadilan. Meskipun demikian, hasil penelitian yang ada masih belum jelas tentang jenis keadilan mana yang lebih berpengaruh pada komitmen organisasi-onal. Secara teoritis ketiga jenis keadilan diasumsikan berpengaruh pada sikap karyawan.
Beberapa hasil penelitian memberi dukungan empiris bahwa keadilan distri-butif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional dalam praktik kompensasi berpengaruh positif pada komitmen orga-nisasional. Hasil penelitian Kwon et al. (2008) menunjukkan bahwa keadilan distributif, keadilan prosedural, dan kea-dilan interaksional dalam sistem kompen-sasi berpengaruh positif pada komitmen organisasional. Demikian juga, hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtaza et
al. (2011) menyimpulkan bahwa keadilan
distributif dan keadilan prosedural
ber-pengaruh positif pada komitmen kerja karyawan.
Keadilan distributif kompensasi dapat didefinisikan sebagai perlakuan adil bagi karyawan ditinjau dari gaji atau upah, jam kerja, promosi, dan reward lainnya. Jika para manajer tidak merancang upah dan kebijakan promosi sesuai pendidikan, kepakaran, dan kecakapan, serta kinerja para karyawan, mereka akan kecewa dan tidak berkomitmen pada organisasi (Murtaza et al., 2011).
Sementara itu, keadilan prosedural kompensasi fokus pada proses keputusan yang diambil untuk menentukan luaran pekerjaan yang dipandang masuk akal. Para karyawan ingin mengetahui keputu-san apa yang diambil dan bagaimana proses keputusan dibuat. Dalam suatu organisasi, jika evaluasi dari manajer atas kinerja karyawan dipersepsikan tidak adil sesuai dengan aturan dan regulasi, maka mereka mempersepsinya tidak ada kea-dilan. Para manajer dianggap diskriminasi dalam keputusan mereka. Praktik yang demikian akan mengarah kepada rasa frustasi para karyawan. Respon terhadap ketidakadilan ini akan meyebabkan kinerja karyawan memburuk. Sebaliknya, karya-wan mempersepsikan bahwa jika para manajer memperlakukan secara adil para karyawan, mereka akan bangga dengan perusahaannya dan akhirnya organisasi akan mendapat luaran organisasional yang diharapkan, seperti komitmen organisasi-onal.
Selanjutnya keadilan interaksional kompensasi berkaitan dengan keadilan yang terjadi ketika perlakuan dalam imple-mentasi atau pengalokasian tingkat upah dipandang adil. Beberapa penelitian menyarankan keadilan interaksional terdiri dari dua bentuk, yaitu keadilan interper-sonal dan keadilan informasional (Colquitt
et al, 2001). Keadilan interpersonal mencerminkan sejauhmana orang diperla-kukan dengan cara sopan, dimuliakan, dihargai. Sebaliknya, keadilan
informasi-KEADILAN DISTRIBUTIF, informasi-KEADILAN PROSEDURAL, ………..………...(R. Philipus Lewis)
3
onal menekankan pada akurasi dan kualitas penjelasan yang individu terima.
Meskipun perlakuan yang adil dalam sistem kompensasi sudah diterapkan dalam organisasi, karyawan mungkin memperse-psikannya bahwa mereka tidak diper-lakukan secara adil oleh majikannya. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, Murtaza et al. (2011). Penelitian ini menambah jenis keadilan interaksional seperti yang dilakukan oleh Kwon et al. (2008). Selain itu, tidak seperti penelitian Murtaza et al. (2011) penelitian ini lebih fokus pada persepsi tentang keadilan dan perlakuan yang adil dalam praktik kebijakan kompensasi yang diterima karyawan. Bagaimana seseorang memandang kompensasi akan mempe-ngaruhi bagaimana seorang berperilaku. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh keadilan distri-butif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional mengenai praktik kompensasi terhadap komitmen organisasional karya-wan.
KAJIAN LITERATUR
Kompensasi atau remunerasi meru-pakan faktor utama bagi daya saing perusahaan untuk menarik dan merekrut dan untuk meningkatkan keefektifan karyawan. Dengan kata lain, remunerasi merupakan area manajemen sumberdaya masnusia yang kritikal dan dapat mempengaruhi perilaku karyawan, mem-beri karyawan insentif untuk memperbaiki kinerja. Untuk menjadi efektif, kompensasi harus dipersepsikan oleh karyawan sebagai sesuatu yang berdaya saing, akurat, memotivasi, dan mudah dipahami. Oleh karena itu, dalam kebijakan kompensa-sinya, perusahaan harus mempertimbang-kan keseimbangan antara keadilan internal dan daya saing eksternal.
Keadilan organisasional tentang kompensasi ini menjadi isu yang penting dalam kajian di bidang sumberdaya
manusia. Makna tentang keadilan terus mengalami perkembangan semenjak Adam (1965) memperkenalkan persepsi tentang keadilan distributif. Kajian awalnya tentang keadilan distributif kemudian bergesar kepada keadilan prosedural dan keadilan interaksional.
Teori Keadilan (Adam, 1963, 1965) mengasumsikan bahwa motivasi berasal dari perbandingan input yang seorang investasikan pada suatu pekerjaan dan luaran (upah) yang seorang terima dibandingkan dengan input dan luaran yang orang/kelompok lain terima. Teori ini menunjukkan bahwa para individu tertarik mempertahankan keadilan dalam hubu-ngan mereka dehubu-ngan organisasi. Keadilan ditentukan dengan perbandingan sosial yang didasarkan pada pertukaran sosial. Pertukaran sosial terjadi antara individual dan organisasi.
Bagaimana seseorang memandang kompensasi akan mempengaruhi bagaima-na seseorang berperilaku. Hal ini tidak berarti kompensasi sama bagi setiap orang. Penelitian telah menunjukkan bahwa persepsi karyawan tentang keadilan mengenai praktik atau peristiwa dapat mencakup tiga jenis keadilan: distributif, prosedural, dan interaksional (Cohen-Charash dan Spector, 2001; Cropanzano,
et al., 2002; Kwon et al., 2008). Keadilan
distributif berkaitan dengan keadilan jumlah upah yang karyawan terima dari organisasi. Keadilan prosedural berkaitan dengan keadilan proses atau kebijakan organisasional. Keadilan interaksional berkaitan dengan keadilan perlakuan interpersonal yang karyawan terima dari pembuat keputusan organisasional.
Beberapa peneliti beragumen bahwa keadilan distributif, prosedural, dan interaksional memiliki efek unik pada sikap karyawan. Karena keadilan distri-butif berkaitan dengan jumlah upah, maka hal ini berkaitan dengan langsung dengan kepuasan upah (McFarlin dan Sweeney, 1992; Konovsky, 2000) dan kepuasan
4
pekerjaan (McFarlin dan Sweeney, 1992). Dengan menggunakan kerangka pertuka-ran sosial, beberapa peneliti berargumen bahwa karena keadilan prosedural ber-kaitan dengan proses dan kebijakan organisasional yang menentukan alokasi upah, maka hal ini lebih mungkin mem-pengaruhi sifat hubungan antara karyawan dan manajemen.
Sebaliknya, karena keadilan inter-aksional ditentukan oleh perilaku interpersonal dari atasan lansung, maka hal ini dapat mempengaruhi hubungan antara karyawan dan atasannya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa sekalipun keadi-lan prosedural lebih berkaitan keadi-langsung dengan komitmen organisasional, keadilan interaksional lebih berkaitan dengan kepuasan kerja. Meskipun ketiga jenis keadilan secara teoritis diasumsikan lebih berkaitan kuat dengan sikap karyawan, bukti empiris juga mununjukkan bahwa pengaruh ketiga jenis keadilan tumpang tindih pada kondisi tertentu (Cohen-Charash dan Spector, 2001; Colquitt et al., 2001). Dengan demikian, keadilan distributif, prosedural dan interaksional mungkin berkaitan dengan komitmen orga-nisasional.
Komitmen organisasional adalah suatu kondisi psikologis yang mengikat seorang individu pada suatu organisasi (Allen danMeyer, 1990). Komitmen organisasional mencerminkan tingkat loya-litas karyawan terhadap organisasi. Hal ini berarti sejauhmana karyawan memiliki tujuan organisasi dan merasa bangga menjadi anggota organisasi. Perasaan yang demikian mengindikasikan tingkat komit-men organisasional karyawan. Lambart et
al. (2006) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai kekuatan ikatan seorang miliki dengan organisasi. Ikatan psikologis antara karyawan dan organisasi ini akan menyebabkan kecil kemungkinan-nya perputaran karyawan.
Komitmen dapat dipisahkan menjadi dua komponen independen tetapi
berkai-tan: komitment afektif (attitudinal) dan komitmen kontinuansi (kalkulatif) (Mathieu dan Zajac, 1990). Komitmen afektif didefinisikan sebagai pengikatan emosional, pengenalan dan keterlibatan karyawan dalam organisasi (Allen dan Meyer, 1990). Komitmen kontinuansi adalah biaya yang dipersepsikan berkaitan dengan mening-galkan organisasi.
Penelitian sebelumnya tentang anteseden komitmen organisasional telah merekomendasikan bahwa bauran karak-teristik individu dan karakteritistik organisasional dapat mempengaruhi level komitmen karyawan. Isu komitmen karyawan berbeda dalam tipe organisasi yang berbeda. Kemungkinan ada perbedaan yang fundamental di antara kelas organisasi yang mempengaruhi sikap komitmen karyawan. Komitmen organisasi berbeda-beda dari pribadi ke pribadi lainnya. Kepuasan kerja seorang ke arah pencapaian suatu tujuan sebagai akibat komitmen organisasional. Sikap positif terhadap organisasi akan dengan pasti menuntut komitmen organisasional, (Roussean and Parks 1993; Mayer dan Allen, 1997; Rhoades dan Eisenberger, 2002). Ada banyak anteseden komitmen organisa-sional, namun dalam penelitian lebih fokus pada keadilan distributif kompensasi, keadilan prosedural kompensasi, dan keadilan interaksional kompensasi.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Keadilan Distributif dan Komitmen Organisasional
Distributive Justice Theory
meng-asumsikan bahwa keadilan (fairness) yang terjadi ketika orang menerima apa yang mereka pikirkan mereka layak meneri-manya dari pekerjaan mereka. Homans (1976) dalam Kwon et al. (2008) menyatakan bahwa dua orang yang saling berhubungan berpikir adil bagi mereka
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, ………..………...(R. Philipus Lewis)
5
diberi imbalan sesuai dengan biaya dan investasi mereka. Keadilan terjadi ketika seorang membandingkan input (effort) dan luaran (upah) dengan input dan luaran yang lainnya.
Keadilan distributif terjadi pada saat orang menerima apa yang mereka pikirkan mereka layak menerimanya dari pekerjaan mereka. Seorang merasa tidak adil ketika mempersepsikan rasio input (effort) dan luaran (upah) adalah dibayar lebih rendah dengan pihak lain dalam pekerjaan dan organisasi yang sama. Ketidaksesuaian ini berpangaruh pada tensi psikologis dan luaran organisasi.
Keadilan distibutif dapat didefinisi-kan sebagai perlakuan adil bagi karyawan ditinjau dari gaji atau upah, jam kerja, promosi, dan reward lainnya. Jika para manajer merancang upah dan kebijakan promosi sesuai pendidikan, kepakaran, dan kecakapan, serta kinerja para karyawan, mereka akan puas dan berkomitmen pada organisasi. Hasil penelitian Kwon et al. (2008) dan Murtaza et al. (2011) mendu-kung pernyataan ini bahwa persepsi karyawan atas keadilan distributif berpe-ngaruh positif terhadap komitmen kerja karyawan. Dengan demikian hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1: Keadilan interaksional kompensasi berpengaruh positif terhadap komit-men kerja karyawan
Keadilan Prosedural dan Komitmen Organisasional
Procedural Justice Theory
mengasumsikan bahwa keadilan yang ter-jadi ketika proses keputusan yang diambil untuk menentukan luaran pekerjaan dipandang masuk akal. Leventhal (1996) menyarankan enam aturan yang seorang harus gunakan ketika menilai keadilan prosedural: konsistensi, penindasan bias,
akurasi, keterkoreksian, perwakilan, dan etika.
Keadilan yang dipersepsikan atas proses pembuatan keputusan tentang distribusi upah mempengaruhi sikap karyawan. Karyawan yang turut berpar-tisipasi dalam proses keputusan membuat meraka dan merasa memiliki informasi lebih baik tentang sistem upah akan mengarah kepada tingkat komitmen yang lebih tinggi pada organisasi dan kontrol yang lebih besar pada sistem upah itu. Jadi, persepsi karyawan atas keadilan terhadap prosedur distribusi upah berkaitan dengan sikap positif karyawan seperti kepercayaan terhadap manajemen dan organisasi. Jika karyawan mempersepsikan keadilan pada proses pembuatan keputusan dalam mengalokasikan level upah, hal ini akan meningkatkan komitmen kerja karyawan. Hasil penelitian Kwon et al. (2008) dan Murtaza et al. (2011) mendukung
pernyataan ini bahwa persepsi karyawan atas keadilan prosedural berkaitan positif terhadap komitmen kerja karyawan. De-ngan demikian hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H2: Keadilan prosedural kompensasi berpengaruh positif terhadap komit-men kerja karyawan
Keadilan Interaksional dan Komitmen Organisasional
Interactional justice theory
menga-sumsikan bahwa keadilan yang terjadi ketika perlakuan dalam implementasi atau pengalokasian tingkat upah dipandang adil. Keadilan interaksional mencakup
truthfulness, respect, propriety, dan justification. Elemen ini diduga kuat
menangkap esensi perlakuan interpersonal selama implementasi prosedur. Riset terkini juga menyarankan keadilan interaksional terdiri dari dua bentuk yang berbeda, yaitu keadilan interpersonal dan
6
keadilan informasional (Colquitt, et al. 2001). Keadilan interpersonal mencermin-kan sejauhmana orang diperlakumencermin-kan dengan cara sopan, dimuliakan, dihargai. Sebaliknya, keadilan informasional menekankan pada akurasi dan kualitas penjelasan yang individu terima.
Keadilan perlakuan atasan langsung dalam mendistribusikan level upah akan mempengaruhi sikap karyawan. Teori keadilan interaksional menjelaskan bahwa jika karyawan mempersepsikan keadilan pada perlakuan atasan mereka dalam mengalokasikan level upah, hal ini akan meningkatkan komitmen kerja dan kinerja pekerjaan. Hasil penelitian Kwon et al. (2008) dan Murtaza et al. (2011) mendukung pernyataan ini bahwa persepsi karyawan atas keadilan interaksional berpengaruh positif terhadap komitmen kerja karyawan. Dengan demikian hipote-sis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H3: Keadilan interaksional kompensasi berpengaruh positif terhadap komit-men kerja karyawan
Model Teoritis Penelitian
Bakshi, Kumar and Rani (2009) melaporkan bahwa keadilan distributif dan prosedural berkaitan signifikan dengan kemitmen organisasional karyawan di India. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Masterson, Lewis, Goldman and Taylor (2000). Mereka menjelaskan keadilan organisasional adalah suatu indikator penting bagi kepuasan pekerjaan dan komitmen karyawan. Lambert et al. (2005) membuktikan asosiasi positif signifikan persepsi karyawan atas keadilan distributif dan prosedural dengan komit-men terhadap organisasi. Juga Masterson
et al. (2000) menjelaskan bahwa keadilan
prosedural menjadi preditor yang lebih kuat dari kepuasan kerja dibandingkan keadilan distributif, dan kepuasan pekerjaan ini mengarah kepada komitmen organisasional. Lambert et al. (2005) juga berarguman bahwa persepsi keadilan prosedural memiliki dampak besar pada komitmen organisasional karyawan daripada persepsi keadilan distributif.
Ditinjau dari perspektif teori dan hasil riset yang dijelaskan sebelum, secara ringkas hubungan variabel keadilan organisasional dan komitmen oranisasional karyawan dijelaskan dalam model teoretis seperti disajikan pada gambar 2.
Keadilan Distributif Kompensasi Keadilan Prosedural Kompensasi Keadilan Interaksional Kompensasi Komitmen organisasional Karyawan
Gambar 2. Model Keadilan Distributif, Prosedural, Interaksional dalam Sistem Kompensasi dan Komitmen Karyawan
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, ………..………...(R. Philipus Lewis)
7 METODA PENELITIAN
Sampel dalam penelitian terdiri dari Karyawan Perusahaan Jasa Konsultansi. Penentuan sampel menggunakan teknik
random sampling. Sampel ditentukan
secara acak. Penelitian menggunakan kuesioner yang diberikan kepada karyawan Perusahaan Jasa Konsultansi di Kaltara. Jumlah responden yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebanyak 53 responden.
Keadilan Distributif
Keadilan distributif berkaitan dengan keadilan jumlah upah yang karyawan terima dari organisasi. Penelitian ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Faulk II, 2002. Beberapa studi sebelumnya telah menggunakan skala ini dengan hasil yang memuaskan. Keadilan distributif diukur dari enam butir pernyataan. Butir pernyataan mencakup: 1) mempertimbangkan tanggungjawab yang saya miliki, 2) memperhitungkan pendidikan dan pelatihan yang saya miliki, 3) ditinjau dari pengalaman yang saya miliki, 4) karena upaya (effort) yang saya berikan, 5) karena pekerjaan yang saya lakukan dengan baik, 6) karena tekanan dan ketegangan pekerjaan saya. Setiap butir pernyataan diberi skala tipe likert dengan tujuh poin, 1 sampai 5 (1= Sangat Tidak Setuju, sedangkan 5= Sangat Setuju).
Keadilan Prosedural
Keadilan prosedural berkaitan dengan keadilan proses atau kebijakan organisasional. Penelitian ini mengguna-kan instrumen yang digunamengguna-kan oleh Greenberg, (1986) dan Scholl,
et al. (1987) seperti dikutip Faulk II,
2002. Beberapa studi sebelumnya telah menggunakan skala ini dengan hasil yang
memuaskan. Keadilan prosedural diukur dari sembilan butir pernyataan. Butir pernyataan mencakup: 1) prosedur dan aturan konsisten digunakan untuk membuat keputusan tentang kompensasi, 2) ada bias dan motif pribadi membentuk keputusan kompensasi , 3) keputusan remunerasi dibuat secara etis, 4) informasi yang akurat digunakan untuk membuat keputusan tentang remunerasi, 5) masukan didengar sebelum membuat keputusan, 6) ada kesem-patan untuk mengubah keputusan yang sudah dibuat, 7) alasan yang melatar-belakangi keputusan remunerasi dijelaskan, 8) perhatian diberikan karena hak, dan 9) remunerasi yang diberlakukan adil. Setiap butir pernyataan diberi skala tipe likert dengan tujuh poin, 1 sampai 5 (1= Sangat Tidak Setuju, sedangkan 5= Sangat Setuju).
Keadilan Interaksional
Keadilan interaksional berkaitan dengan keadilan perlakuan interpersonal yang karyawan terima dari pembuat keputusan organisasional. Penelitian ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Larry H. Faulk II, 2002. Beberapa studi sebelumnya telah menggunakan skala ini dengan hasil yang memuaskan. Keadilan interaksional diukur dari tujuh butir pernyataan. Butir pernyataan mencakup: 1) sokongan atasan langsung ketika mengeluh atau mengadu tentang gaji, 2) atasan langsung terus terang dan tulus iklas (jujur) tentang kenaikan Gaji, 3) atasan langsung adalah jujur dan etis dalam menangani persoalan tingkat Gaji, 4) para atasan mengatakan yang sebanarnya atau jujur dalam negosiasi kompensasi, 5) para atasan dapat dipercayai ketika sampai pada negosiasi kompensasi, 6) para atas memberi penjelasan yang rasional ten-tang negosiasi kompensasi, 7) para atasan menghargai wakil buruh dalam negosiasi
8
kompensasi. Setiap butir pernyataan diberi skala tipe likert dengan tujuh poin, 1 sampai 5 (1= Sangat Tidak Setuju, sedangkan 5= Sangat Setuju).
Komitmen organisasional
Komitmen organisasional adalah suatu kondisi psikologis yang mengikat seorang individu pada suatu organisasi. Penelitian ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Meyer et al. (1990) seperti dikutip oleh Faulk II, 2002. Juga, beberapa studi sebelumnya telah menggunakan skala ini dengan hasil yang memuaskan. Komitmen organisasional diukur dari sebelas butir pernyataan. Butir pernyataan ini mencakup: 1) perasaan bahagia menjalankan karir pada perusahaan 2) perasaan seakan-akan persoalan perusahaan ini milik sendiri, 3) perasaan kuat memiliki perusahaan, 4) perasaan menjadi bagian keluarga di perusahaan, 5) perusahaan memiliki banyak makna pribadi, 6) bekerja dengan perusahaan adalah masalah kebutuhan dan kehendak, 7) sangat sulit untuk meninggalkan perusahaan sekarang, sekalipun menginginkannya, 8) terlalu banyak kehidupan terganggu jika saya memutuskan untuk meninggalkan perusahaan sekarang, 9) terlalu banyak alasan untuk meninggalkan perusahaan, 10) sudah memberi begitu banyak kontribusi pada perusahaan, sehingga tidak mempertimbangkan bekerja di tempat lain, 11) konsekuensi negatif meninggalkan organisasi ini adalah jarangnya alternatif yang lain. Setiap butir pernyataan diberi skala tipe likert dengan tujuh poin, 1
sampai 5 (1= Sangat Tidak Setuju, sedangkan 5= Sangat Setuju).
Uji reliabilitas dan validitas dari item pertanyaan telah dilakukan. Untuk menilai reliabilitas, uji statistik alpha Cronbach digunakan untuk menentukan tingkat konsistensi diantara butir pernya-taan pada masing masing faktor atau konstruk. Suatu konstruk dikatakan cukup reliabel jika memberi nilai alpha Cronbach > 70% (Nunnally, 1960).
Uji validitas digunakan untuk mengu-kur valid tidaknya suatu instrumen kuesioner. Instrumen dikatakan valid apabila instrumen dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur. Penelitian ini lebih menguji pada validitas butir instrumen. Untuk mengukur validitas butir instrumen dilakukan dengan cara menghitung korelasi (r) antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk. Adapun harga kritis untuk validitas butir adalah 0,30 (Widoyoko, 2009:143). Jika nilai validitas butir, korelasi, r > 0,30 maka nomor butir tersebut dapat dikatakan valid.
HASIL PENELITIAN
Pertama dilakukan penyajian data statistik deskriptif dan hasil uji reliabilitas dan validitas. Statistik deskriptif meliputi angka statistik, yaitu rerata, standard deviasi, nilai ekstrim. Deskriptif statistik yang dimaksud disini adalah variabel-variabel utama yang digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis, yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interaksional, komitmen organisasional. Data deskriptif disajikan pada tabel 1.
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, ………..………...(R. Philipus Lewis)
9 Tabel 1
Data Deskriptif
Variabel N Minimum
Maksi-mum Rerata Deviasi Standar Keadilan Prosedural Kompensasi (PJ) 53 2.22 4.67 3.2351 .63084 Keadilan Distributif Kompensasi (DJ) 53 2.83 5.00 3.6496 .55594 Keadilan Interaksional Kompensasi (IJ) 53 2.43 5.00 3.0753 .70509 Komitmen Organsasional Kompensasi (KO) 53 2.25 3.83 3.0526 .51948
Uji reliabilitas dan validitas dari item pertanyaan telah dilakukan. Untuk menilai reliabilitas, uji statistik alpha Cronbach digunakan untuk menentukan tingkat konsistensi diantara butir pernya-taan pada masing masing faktor atau konstruk. Hasil perhitungan apha Cronbach untuk masing-masing faktor disajikan pada tabel 2.
Sementara itu, uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu instrumen kuesioner. Instrumen dikatakan
valid apabila instrumen dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur. Penelitian ini lebih menguji pada validitas butir instrumen. Untuk mengukur validi-tas butir instrumen dilakukan dengan cara menghitung korelasi (r) antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk. Adapun harga kritis untuk validitas butir adalah 0,30. Hasil perhitungan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk juga disajikan pada tabel 2.
Tabel 2
Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Variabel Cronbach ’s Alpha Corrected Item-Total Correlation Simpulan
Keadilan Prosedural Kompensasi (PJ) 0,92 r > 0,30 Valid dan Reliabel Keadilan Distributif Kompensasi (DJ) 0,86 r > 0,30 Valid dan Reliabel Keadilan Interaksional Kompensasi
(IJ) 0,95 r > 0,30
Valid dan Reliabel Komitmen Organsasional (KO)
0,82 r > 0,30 Valid dan Reliabel Hasil uji reliabilitas, dan validitas
disajikan pada tabel 2. Hasil uji relia-bilitas menunjukkan bahwa nilai alpha untuk semua konstruk memberi nilai alpha Cronbach, α > 70%. Hasil uji ini
dapat disimpulkan bahwa semua variabel memenuhi kriteria reliabilitas. Sementara itu, hasil uji validitas butir menunjukkan bahwa semua item pernya-taan untuk masing-masing variabel
10
berada diatas nilai kritis, r > 0,30. Hasil ini dapat dikatakan semua variabel memenuhi kriteria validitas butir. Berda-sarkan kriteria ini, dapat disimpulkan bahwa keadilan distributive kompensasi, keadilan procedural kompensasi, keadilan interaksional kompensasi, dan komitmen organisasional semua indikator valid. .
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan model regresi berganda. Model ini menjelaskan keadilan distributif kompensasi, keadilan procedural kompensasi, keadilan interaksional kompensasi dan komitmen organisasional. Hasil model uji hipotesis ini dirangkum dalam tabel 3.
Tabel 3
Ringkasan Hasil Model Empiris Penelitian
Model: KO,it = α + β1DJ,it+ β2PJ,it+ β3IJ,it + µ,it
Hipo-tesis
Variabel Prediksi Koefisien (Nilai t) Simpulan H1 Keadilan Distributif Kompensasi (DJ) β > 0 (2.62*) 0.77 Didukung H2 Keadilan Prosedural Kompensai (PJ) β > 0 (-4.19*) -1.06 Tidak Didukung H3 Keadilan Interaksional Kompensasi (IJ) β > 0 (1.82**) 0.23 Didukung Adjusted R2 F-test 0.25 6.77*
Keterangan: KO = Komitmen Organisasional; *signifikan pada critical value, α = 5%
**signifikan pada critical value, α = 10% Hasil ini model 6 menunjukkan
bahwa koefisien variabel distributif adalah positif (0,77) dan signifikan (p-value= 0,012 < α =0,05). Hasil ini berarti bahwa karyawan yang mempersepsikan remune-rasi yang diterima adil secara distributif akan meningkatkan komitmen organisasi-onal. Persepsi Hasil ini mendukung hipotesis H1.
Juga, koefisien Keadilan Interaksi-onal adalah positif (0,23) dan signifikan (p-value= 0,075 < α =0,10). Hasil ini berarti bahwa karyawan yang memper-sepsikan remunerasi yang diterima adil secara interaksional akan meningkatkan
komitmen organisasional. Hasil ini mendukung hipotesis H3.
Sementara itu, koefisien variabel keadilan prosedural adalah negatif (-1,06) dan signifikan (p-value= 0,00 < α =0,05). Meskipun demikian, hasil ini berlawanan dengan prediksi teori, dengan demikian hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis H2.
PEMBAHASAN
Hasil ini penelitian menunjukkan bahwa koefisien variabel distributif adalah positif dan signifikan. Hasil ini konsisten
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, ………..………...(R. Philipus Lewis)
11
dengan penelitian Bakshi et al. (2009) Masterson et al. (2000), Lambert et al. (2005), Kwon et al. (2008), dan Murtaza et
al. (2011). Hasil ini sesuai dengan harapan
teoritis. Responden mempersepsikan adil atas kompensasi yang diterimannya. Rancangan upah dan kebijakan promosi yang sesuai pendidikan, kepakaran, dan kecakapan, serta kinerja para karyawan, akan meningkatkan kepuasan atas upah. Persepsi yang adil pada sistem kompensasi akhirnya dapat meningkatkan komitmen kerja karyawan. Dalam hal ini, responden mempersepsikan perusahaan dalam menentukan kebijakan kompensasi selalu mempertimbangkan rasa keadilan dalam beberapa hal. Pertama, tanggungjawab yang dimiliki karyawan. Kedua, pendidikan dan pelatihan yang karyawan miliki. Ketiga, pengalaman yang karyawan miliki. Empat, upaya (effort) yang diberikan. Lima, pekerjaan yang diakukan dengan baik. Enam, tingkat tekanan dan ketegangan pekerjaan.
Juga, koefisien keadilan interaksi-onal adalah positif dan signifikan. Hasil ini konsisten dengan penelitian Bakshi et al. (2009), Masterson et al. (2000), Lambert et
al. (2005), Kwon et al. (2008), dan
Murtaza et al. (2011). Hasil ini sesuai dengan harapan teoritis. Responden mempersepsi adanya keadilan perlakuan interpersonal yang karyawan terima dari pembuat keputusan organisasional. Persepsi yang positif atas keadilan perlakuan interpersonal pada sistem kompensasi akhirnya dapat meningkatkan komitmen kerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, sokongan atau dukungan atasan atas keluhan dan aduan bawahan tentan kompensasi. Kedua, sikap terus terang dan tulus iklas atas tentang kenaikan Gaji. Ketiga, kejujuran dan etika pimpinan dalam menangani persoalan tingkat Gaji. Keempat, para atasan mengatakan yang sebanarnya atau jujur dalam negosiasi kompensasi. Kelima, para atasan dapat dipercayai ketika sampai pada
negosiasi kompensasi. Keenam, para manajer memberi penjelasan yang rasional tentang negosiasi kompensasi. Ketujuh, para atasan menghargai wakil buruh dalam negosiasi kompensasi.
SIMPULAN, KETERBATAN, DAN SARAN PENELITIAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, penelitian ini menunjukkan bahwa keadilan distributif kompensasi dan keadilan interaksional kompensasi berpengaruh pada komitmen kerja karyawan. Hasil ini berarti bahwa karyawan yang mempersepsikan kompen-sasi yang diterima adil secara distributif dan interaksional akan meningkatkan komitmen organisasional. Kedua, keadilan distributif lebih besar pengaruhnya daripada keadilan interaksional terhadap komitmen organisasional karyawan.
Ketiga, keadilan prosedural tidak berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional. Dengan kata lain tenaga ahli yang mempersepsikan remunerasi yang diterima tidak adil secara procedural akan tidak meningkatkan komitmen karyawan atas kompensasinya.
Keterbatasan dan Saran Penelitian Ke depan
Penelitian ini hanya menghubungkan variabel keadilan organisasional pada komitmen organisasional. Namun, hasil penelitian yang ada mengabaikan variabel lainnya seperti level kompensasi, kepuasan upah, kepuasan pekerjaan, kinerja pekerja, kinerja keuangan perusahaan. Oleh karena itu penelitian ke depan mempertimbangkan variabel ini.
Penelitian hanya menggunakan ukuran sampel kecil dan fokus pada responden karyawan perusahaan jasa
kon-12
sultansi. Penelitian dapat meningkatkan ukuran sampel dan memperluas jenis bidang perusahaan. Untuk meningkatkan generalisasinya, riset tidak hanya pada jenis perusahaan jasa konsultansi, tetapi juga bisa pada perusahaan lainnya seperti publik atau pemerintah.
DAFTAR REFERENSI
Allen, N.J. and Meyer, J.P. 1990. The measurement and antecedents of affective, continuance and normative commitment to the
organization. Journal of
Occuptional Psychology, 63,
1-18
Bakshi ,A., Kumar, K., and Rani , E. 2009. Organizational justice perceptions as predictor of job satisfaction and organization commitment. International Journal
Business Management,4(9): 145-154.
Becker, B. E., and Huselid, M. A. 1998. High performance work systems and firm performance: A synthesis of research and managerial
implications. Research in
Personnel and Human Resource Management, 16(1), 53-101.
Chughtai, A.A., and Zafar, S. 2006. Antecedents and consequences of organizational commitment among Pakistani university teachers.
Applied HRM Research, 11(1):
39-64.
Cohen-Charash, Y. and Spector, P. E. 2001. The role ofjustice in organizations: A meta-analysis.
Organizational Behavior and Human Decision Processes, 86, 278–321.
Colquitt, J. A., Conlon, D. E., Wesson, M. J., Porter, C. O. L. H., and Ng, K. Y. (2001). Justice at the millennium: A meta-analytic review of 25 years of organizational justice research.
Journal of Applied Psychology, 86,
425–445.
Cropanzano, R., Prehar, C. A., and Chen, P. Y. 2002.Using social exchange theory to distinguish procedural from interactional justice. Group and
Organization Management, 27, 324–
351.
Faulk II., L. H. 2002. Pay Satisfaction Consequences: Development And Test Of A Theoretical Model ,
Dissertation, B.S., Louisiana State
University.
Konovsky, M. A. 2000. Understanding proceduraljustice and its impact on business organizations. Journal of
Management, 26, 486–512.
Kwon, S. and Kim, M.U. 2008. Employees’ Reactions to Gainsharing under seniority pay systems: The mediating effect of distributive, procedural, and interactional justice. Human
resource Management, 47
(4):757-775
Lambert, E.G., Cluse-Tolar, T., Pasupuleti, S., Hall, D.E., and Jenkins, M. 2005. The impact of distributive and procedural justice on social service workers. Social Justice Review, 18(4): 411-427.
Leventhal, G. S. 1996. The distribution of rewards and resources in groups and organizations. In L.Berkowits & E. Walster (Eds.), Advances in
KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, ………..………...(R. Philipus Lewis)
13
211–239). New York: Academic Press.Liden, R. C., Wayne, S.
Mathieu, J. E., and Taylor, S. R. 2007. A framework for testing meso-mediational relationships in organizational behavior. Journal of
Organizational Behavior, 28, 141–
172.
Masterson, S.S., Lewis, K., Goldman, B.M., and Taylor, M.S. 2000. Integrating justice and social exchange: The differing effects of fair procedures and treatment on work relationships. Academy of
Management Journal, 43(4):
738-748.
McFarlin, D. B., and Sweeney, P. D. 1992. Distributive and procedural justice as predictors of satisfaction with personal and organizational outcomes. Academyof Management
Journal, 35, 626–637.
Meyer, J.P. and Allen, N.J. 1997. Commitment in the workplace: Theory, research and application, Thousand Oaks, CA: Sage.
Meyer, J.P., Stanley, D.J., Herscovitch, L. and Topolnytsky, L. 2002. Affective, Continuance, and Normative Commitment tothe Organization: A Meta-analysis of Antecedents, Correlates, and Consequences.
Journal of Vocational Behavior, 61:
20–52
Milkovich, G.T. and Newman, J.M. 2011.
Compensation, Seventh Edition.
Boston: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Murtaza, G., Shad, I., Shahzad, K., Shah, M. K. and Khan, N. A. 2011. Impact of Distributive and Procedural
Justice on Employees’Commitment: A Case of Public Sector Organization of Pakistan. European
Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences, 29: 73-80
Rhoades, L. and Eisenberger, R. 2002. Perceived organizational support: A review of the literature. Journal of
Applied Psychology, 87: 698–714
Rousseau, D.M. and Parks, M. 1993. The contracts of individuals in organizations, in: B. M. Straw & L. L. Cummings (Eds). Research in
PENGARUH KEADILAN KOMPENSASI, KEBIJAKAN ROTASI………..………...(Majang Palupi)
15
PENGARUH KEADILAN KOMPENSASI, KEBIJAKAN
ROTASI KARYAWAN DAN KOMITMEN AFEKTIF PADA
PERILAKU RETALIASI PNS KANTOR “X”
DI YOGYAKARTA
Majang Palupi
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
ABSTRACT
This study showed that retaliation behavior is an important concept in organizational behavior domain. However organizational justice perception and affective commitment are important antecedences to explain retaliation phenomena at workplace. Based on social exhange theory, financial compensation and rotation policy are important purposes of most employees related to their reason to affiliate with an organization. This research has done in an Indonesian’s Government institution where the researcher gathered 77 subjects of full-time employees. Add up the results supported hypothesis partially. In general, the conclusion of this study explained that the distributive justice of rotation policy and affective commitment have strong prediction to employee’s retaliation in workplace. But distributive justice of financial compensation didn’t support hypotheses. The context had explained possibility why the distributive justice of financial compensation didn’t support hypotheses.
Keywords: retaliation, distributive justice of financial compensation, distributive justice of
employee’s rotation policy and affective commitment
ABSTRAK
Studi ini menunjukkan bahwa perilaku balas dendam (retaliasi) adalah konsep penting dalam domain perilaku organisasional. Persepsi keadilan adalah anteseden penting yang menjelaskan fenomena retaliasi di tempat kerja. Berbasis teori pertukaran sosial, keadilan distributif kompensasi dan kebijakan rotasi adalah tujuan penting karyawan berafiliasi dengan organisasi. Penelitian ini dilakukan di institusi pemerintah Indonesia, dengan jumlah responden 77 pegawai negeri sipil. Secara umum, penelitian ini menyimpulkan bahwa keadilan distributif rotasi dan komitmen afektif berpengaruh kuat pada perilaku retaliasi di tempat kerja. Tetapi keadilan distributif kompensasi finansial tidak mendukung hipotesis. Konteks penelitian telah menjelaskan kemungkinan mengapa keadilan distributif kompensasi finansial tidak mendukung hipotesis.
16
PENDAHULUAN
Kajian mengenai perilaku menyim-pang negatif di tempat kerja merupakan kajian perilaku organisasional yang relatif masih jarang dilakukan. Kajian dari sisi disfungsional organisasi sesungguhnya bermakna antisipatif bagi pengalaman organisasi di masa depan. Implikasi manajerial menjadi nyata terkait bagaimana upaya manajerial mengelimi-nasi fenomena disfungsional ini. Dalam sejumlah penelitian sering kali fenomena ini diistilahkan dengan retaliasi (Skarlicky dan Folger, 1987; Heru Kurnianto Tjahjono, 2008b)
Dari sisi teoritik, upaya organisa-sional dilakukan dengan mengelola kebijakan-kebijakan yang bersifat transa-ksional dalam organisasi. Penyelenggaraan kebijakan transaksional yang tidak berkeadilan dapat menimbulkan perasaan negatif pada diri karyawan seperti perasaan tidak nyaman, tidak berdaya, tertekan, terancam dan frustasi (Saunders, Thornhill dan Lewis, 2002). Hal tersebut didukung banyak studi bahwa pengabaian aspek keadilan sebagai pemicu perilaku menyimpang dalam organisasi. (Greenberg (1990) menjelaskan bahwa keadilan penggajian berperan negatif sebagai penyebab utama perilaku menyimpang.
Kebijakan transaksional organisasi yang seringkali menjadi rujukan karyawan adalah kompensasi finansial seperti gaji dan insentif, karena motivasi klasik seorang karyawan bergabung dengan organisasi adalah kesejahteraan. Demikian pula kebijakan organisasi terkait dengan rotasi karyawan menjadi hal yang penting terkait dengan persepsi keadilan dalam memberikan peluang karir di masa depan. Kedua kebijakan tersebut menjadi sangat penting dalam organisasi. Oleh karena itu, isu keadilan distributif kedua kebijakan tersebut menjadi tema sentral manajerial dalam mengelola organisasi.
Keadilan distributif adalah persepsi keadilan karyawan mengenai kebijakan yang dilakukan manajemen berkaitan erat dengan distribusi hasil (Adams; Deutsch; Homann; Leventhal dalam Colquitt, 2001; Tyler dan Blader, 2003) dan telah menjadi pertimbangan fundamental dalam teori keadilan selama puluhan tahun terakhir ini (Colquitt et al. 2001). Dalam studi eksperimen dan survei sejumlah karyawan di Indonesia yang dilakukan Heru Kurnianto Tjahjono (2008a; 2010 dan 2011) menunjukkan bahwa keadilan distributif mempunyai dampak penting bagi perilaku karyawan.
Adanya persepsi ketidakadilan atau ketidakwajaran yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan keadilan distributif akan mempengaruhi emosi karyawan. Persepsi karyawan mengenai ketidakadilan tersebut akan mendorong mereka untuk melakukan balas dendam terhadap organisasi tempat mereka bekerja ( Hollinger dan Clark, 1983 dalam Skarlicky dan Folger, 1997). Salah satu bentuk perlawanan karyawan atas ketidakadilan manajerial adalah pencurian dalam jumlah kecil, penundaan pekerjaan untuk menghambat prestasi organisasi, menyebabkan rekan kerja juga menunda pekerjaan, terlambat datang rapat dan berkerja tidak sungguh-sungguh (Heru Kurnianto Tjahjono, 2008b)
Penelitian ini bertujuan mengkaji perilaku retaliasi pada salah satu karyawan PNS di Yogyakarta. Penelitian ini merupa-kan pengembangan model penelitian Skarlicky dan Folger (1997) dan Heru Kurnianto Tjahjono (2008b). Isu penelitian adalah pengembangan model dengan memasukkan komitmen afektif, karena komitmen ini berkaitan dengan sejauh mana karyawan mengidentifikasi dirinya dengan organisasi. Hal ini dapat berperan menjelaskan perilaku retaliasi dalam organisasi.
Selanjutnya isu fenomena menjadi perhatian penelitian ini, yaitu fenomena karyawan PNS (pegawai negeri sipil).
PENGARUH KEADILAN KOMPENSASI, KEBIJAKAN ROTASI………..………...(Majang Palupi)
17
Banyak opini dan isu yang menjelaskan bahwa kinerja PNS di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan sektor lainnya di Indonesia. Hal ini menarik perhatian peneliti untuk mengkaji lebih jauh perilaku PNS dari sisi disfungsional.
KAJIAN LITERATUR DAN HIPOTESIS
Keadilan Distributif dan Komitmen Afektif
Fokus kajian keadilan distributif adalah berekaitan dengan persepsi keadilan keputusan terhadap hasil-hasil dan telah menjadi pertimbangan mendasar dalam kajian keadilan organisasional (Colquitt et
al. 2001). Terdapat tiga prinsip penting
dan mendasar dalam menilai outcomes (dalam Heru Kurnianto Tjahjono, 2008b). Pertama adalah prinsip proporsi yang diajukan Adams (1965 dalam Carrel dan Dittrich, 1978), keadilan distributif dapat dicapai ketika penerimaan dan masukan (inputs) dan hasil-hasil sebanding dengan yang diperoleh rekan kerja. Jika perbandingan atau proporsinya lebih besar atau lebih kecil, maka karyawan menilai hal tersebut tidak adil. Namun, apabila proporsi yang diterima karyawan tersebut lebih besar, ada kemungkinan hal tersebut dapat ditoleransi atau tidak dikatakan tidak adil dibandingkan jika proporsi yang diperoleh karyawan tersebut lebih kecil dari yang seharusnya. Berbagai literatur menjelaskan bahwa referensi pembanding bersifat subjektif dan menjadi hal penting dalam prinsip proporsi. Dengan demikian seorang karyawan akan membandingkan dirinya dengan orang yang setara untuk diperbandingkan.
Prinsip-prinsip penting lainnya adalah prinsip pemerataan dan prinsip yang mengutamakan kebutuhan (needs). Prinsip pemerataan menekankan pada penilaian alokasi hasil-hasil kepada semua
karyawan atau pihak yang terlibat. Bila prinsip ini digunakan, maka variasi peneri-maan antar karyawan dengan lainnya relatif kecil. Prinsip ketiga adalah prinsip mengutamakan kebutuhan sebagai pertim-bangan untuk distribusi. Intepretasinya, bahwa seorang karyawan akan memper-oleh bagian sesuai dengan kebutuhannya. Semakin banyak kebutuhannya maka upah yang diterimanya akan semakin besar. Penelitian mengenai keadilan distributif menunjukkan bahwa persepsi individual mengenai keadilan terhadap distribusi yang diperolehnya mempengaruhi sikap dan perilaku mereka.
Dalam kajian keadilan distributif, beberapa prinsip-prinsip di dalam teori– teori keadilan distributif kadang tidak harmoni satu prinsip dengan prinsip lainnya. Sebagai contoh prinsip proporsi tidak sejalan dengan prinsip pemerataan. Prinsip proporsi didorong oleh semangat kepentingan pribadi, sedangkan prinsip pemerataan dan prinsip mengutamakan kebutuhan didorong oleh semangat kebersamaan. Aspek situasi yang bersifat kontinjensi dapat menjadi pertimbangan keefektifan aplikasi dari masing-masing prinsip tersebut. Sebagai contoh prinsip proporsi cocok untuk situasi kompetitif yang mendorong produktifitas, karena prinsip tersebut dapat menumbuhkan motivasi pada individu untuk memberikan kontribusi yang besar dengan meng-harapkan mendapatkan imbalan yang besar. Namun dari sisi lain, pendekatan tersebut dinilai terlalu menekankan pada aspek ekonomi dibandingkan aspek sosial sehingga mengabaikan solidaritas kelom-pok. Hal lainnya, prinsip proporsi tersebut dapat menimbulkan kesenjangan dan kembali bertentangan dengan prinsip pemerataan. Oleh karena itu, untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut harus didasarkan pada pertimbangan yang hati-hati. Pertimbangan-pertimbangan tersebut setidaknya mencakup konteks dan karakteristik dalam diri individu yang
18
menilai keadilan distributif tersebut, serta tujuan organisasi . (Heru Kurnianto Tjahjono, 2008b)
Pada awalnya studi komitmen terkait dengan bantuk keterikatan karyawan secara umum dengan organisasinya. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa komitmen menyebabkan perilaku tertentu dalam organisasi. (Luthans, 1990). Komitmen tersebut merujuk pada konsep tunggal atau unidimensional. Selanjutnya Meyer et al (1993) menjelaskan bahwa komitmen organisasional bersifat multi-dimensional dibedakan menjadi tiga dimensi yang berbeda satu dengan lainnya, meliputi komitmen normatif, komitmen
continuance dan komitmen afektif. Dalam
studi ini komitmen afektif lebih relevan dalam mempengaruhi perilaku. Allen dan Meyer, (1990) menjelaskan bahwa komitmen afektif adalah bentuk keterikatan emosional karyawan dengan organisasinya. Karyawan merasa begitu nyaman dengan organisasi tempat kerja mereka dan hal ini memprediksi perilaku karyawan,
Hipotesis Peran Keadilan Distributif Kompensasi Finansial dan Kebijakan Rotasi Serta Komitmen Afektif Karya-wan Sebagai Prediktor Retaliasi
Keadilan distributif merupakan prediktor fundamental penyebab retaliasi (Grenberg, 1990 dan Skarlicky dan Folger, 1997, Heru Kurnianto Tjahjono, 2008a; 2008b, 2010 dan 2011). Apabila keputusan organisasi dipersepsikan tidak adil atau tidak wajar baik dari sisi distributifnya dapat menyebabkan emosi karyawan
berupa rasa sakit hati dan kemarahan. Mereka akan bertindak melawan organisasi ketika mereka merasa telah dimanfaatkan dan dieksploitasi oleh organisasi (Hollinger dan Clark, 1983 dalam Skarlicky dan Folger, 1997)
Kebijakan manajemen terkait dengan kompensasi finansial dan kebijakan rotasi karyawan adalah aspek penting yang menjadi motivasi karyawan dalam bekerja termasuk karyawan PNS di Yogyakarta. Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini adalah”
H1: Keadilan distributif kompensasi finansial berpengaruh negatif pada perilaku retaliasi karyawan PNS di Yogyakarta
H2: Keadilan distributif kebijakan rotasi karyawan berpengaruh negatif pada perilaku retaliasi karyawan PNS di Yogyakarta
Peneliti berpandangan bahwa pers-pektif subjektif karyawan menjadi aspek penting dalam studi retaliasi. Peneliti berpendapat bahwa komitmen afektif sebagai prediktor penting perilaku retaliasi. Hal ini sejalan dengan paparan Allen dan Mayer, 1990) bahwa komitmen afektif adalah bentuk keterikatan emosional karyawan dengan organisasinya. Karyawan merasa begitu nyaman dengan organisasi tempat kerja mereka dan hal ini memprediksi perilaku karyawan, baik perilaku positif maupun perilaku negatif.
H3: Komitmen afektif karyawan PNS berpengaruh negatif pada perilaku retaliasi karyawan PNS di Yogyakarta
PENGARUH KEADILAN KOMPENSASI, KEBIJAKAN ROTASI………..………...(Majang Palupi)
19 METODA PENELITIAN
Survei dilakukan pada salah satu kantor pemerintah di Yogyakarta. Total karyawan tetap sebanyak 82 orang sehing-ga seluruh populasi digunakan sebasehing-gai responden. Total kuesioner yang dikem-balikan responden adalah 77 buah. Dengan demikian tingkat pengembalian kuesioner (response rate) adalah 93,9 %. Penelitian ini berbasis pada data perseptual yang merupakan jawaban responden atas sejum-lah item-item pertanyaan dalam kuesioner.
Perilaku Retaliasi adalah reaksi negatif yang dilakukan karyawan berkaitan dengan persepsi ketidakadilan atau keti-dakwajaran yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan kebijakan tertentu. Perilaku retaliasi diukur dengan 9 item-item pertanyaan yang direpikasi dari Skarlicky dan Folger (1997) dan dikembangkan Heru Kurnianto Tjahjono (2008b). Skala pengukuran yang diguna-kan adalah skala antara (1) sangat tidak setuju sampai (5) sangat setuju.
Keadilan distributif menggambar-kan persepsi karyawan mengenai keadilan manajerial berkaitan dengan kompensasi finansial dan kebijakan rotasi karyawan di dalam organisasi tersebut. Pengukuran menggunakan 4 item-item pertanyaan yang digunakan Colquitt (2001) dengan skala Likert antara (1) sangat tidak setuju sampai (5) sangat setuju.
Komitmen Afektif menggambarkan kondisi psikologis karyawan mengenai keterikatan emosional mereka dengan organisasi. Pengukuran menggunakan 6 item-item pertanyaan yang digunakan Allen dan Meyer (1990) dengan skala Likert antara (1) sangat tidak setuju sampai (5) sangat setuju.
Variabel Kontrol merupakan varia-bel yang diduga berpotensi mengganggu prediksi variabel-variabel independen yang dikonstruksi menjadi penyebab perubahan pada variabel dependen, dalam hal ini adalah perilaku retaliasi. Variabel-variabel kontrol yang diduga berpotensi menjadi variabel yang dapat berperan menjelaskan perilaku retaliasi adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan lama bekerja.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengujian data dilakukan dengan CFA (confirmatory factor análisis) dalam melihat bahwa masing-masing ítem mengukur variabelnya. Tujuan pengujian untuk mengetahui apakan item-item tiap-tiap variabel yang digunakan (perilaku retaliasi, keadilan distributif dan keadilan prosedural) mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Secara empiris hasil menunjukkan bahwa keseluruhan instrumen-instrumen dalam model intensi berperilaku retaliasi valid dengan
meng-Keadilan Distributif Kompensasi Finansial Keadilan Distributif Kebiajakan Rotasi Karyawan Komitmen Afektif Karyawan Perilaku Retaliasi Karyawan
20
gunakan rujukan bahwa loading factor di atas 0,5. (Hair et al., 1998).
Pengujian dilakukan dengan meng-gunakan Cronbach alpha. Rule of thumb adalah lebih tinggi dari 0.60 (Sekaran, 2000). Pengujian ini bertujuan untuk melihat derajat konsistensi alat ukur yang
digunakan. Konsistensi tersebut menunjuk-kan bagaimana masing-masing item ber-interrelasi satu dengan lainnya dalam me-ngukur suatu konsep atau variabel. Hasil empiris di dalam tabel 1. menunjukkan keseluruhan item reliabel atau konsisten sebagai alat ukur.
Tabel 1
Hasil Pengujian Reliabilitas
No Variabel Cronbach’s alpha
1. Keadilan Distributif Kompensasi finansial 0,919 2. Keadilan Distributif kebijakan rotasi karyawan 0,913
3. Komitmen Afektif 0,922
4. Perilaku Retaliasi 0,933
Hasil pengujian reliabilitas menun-jukkan bahwa instrument variabel keadilan distributive kompensasi finansial, keadilan distributif kebijakan rotasi karyawan,
komitmen afektif dan perilaku retaliasi menunjukkan di atas yang disyaratkan melampaui 0,6. Dengan demikian keempat variabel tersebut di atas dinilai reliabel.
Tabel 2
Hasil Statistik Deskriptif
No Variabel Mean SD
1. Keadilan Distributif Kompensasi 15,14/4= 4,785 2,946 2. Keadilan Distributif kebijakan rotasi karyawan 14,42/4=3,605 4,720
3. Komitmen Afektif 24,26/6=4,043 2,546
4. Perilaku Retaliasi 20,46/9=2,273 6,708
Hasil statistik deskriptif
menunjuk-kan rata-rata hitung (mean) untuk penilaian keadilan distributif dalam persepsi karya-wan PNS, bahwa kebijakan kompensasi secara umum dinilai lebih adil daripada kebijakan rotasi karyawan. Mean keadilan distributif kompensasi (4,785) > mean keadilan distributif kebijakan rotasi karyawan (3,605).
Sedangkan secara umum komitmen afektif karyawan PNS teresbut cukup tinggi, artinya mereka memiliki keterikatan emosional yang sangat kuat antara dirinya dan organisasi tempat bekerja (mean=4,043). Hal tersebut selaras dengan data deskriptif yang menunjukkan bahwa perilaku retaliasi atau perilaku
menyim-pang negatif yang dilakukan karyawan PNS relatif rendah, yaitu sebesar (2,273). Namun demikian standar deviasi yang ditunjukkan hasil deskriptif yang relatif tidak kecil menunjukkan bahwa sebaran data cukup bervariasi. Nampaknya bagi manajemen perilaku retaliasi sebesar (2,273) tetap menjadi perhatian penting, karena berpotensi untuk menjadi lebih besar apabila kebijakan-kebijakan organi-sasi mengabaikan nilai-nilai keadilan.
Analisis dalam penelitian ini dilaku-kan dengan menggunadilaku-kan analisis regresi berganda hirarkikal. Pengujian dilakukan dalam dua step, yaitu step pertama memasukkan variabel kontrol meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan
PENGARUH KEADILAN KOMPENSASI, KEBIJAKAN ROTASI………..………...(Majang Palupi)
21
lama bekerja. Hasil menunjukkan bahwa keempat variabel kontrol tersebut tidak memiliki efek yang signifikan di dalam model penelitian.
Step kedua memasukan variabel-variabel prediktor yaitu keadilan distributif kompensasi, keadilan distributif kebijakan rotasi dan perilaku retaliasi.
Setelah melakukan pengendalian terhadap beberapa variabel yang diduga
berpotensi mempengaruhi model (variabel kontrol), maka persamaan statistik model penelitian utama adalah sbb:
Y = β1+ β2+ β3
Y = Perilaku Retaliasi
β1 = Keadilan Distributif Kompensasi
Finansial Karyawan
β2 = Keadilan Distributif Kebijakan
Rotasi Karyawan
β3 = Komitmen Afektif Karyawan Tabel 3
Efek Interaksi Keadilan Distributif Kompensasi, Kebijakan Rotasi Karyawan dan Komitmen Afektif Pada Perilaku Retaliasi
Variabel Independen Perilaku Retaliasi
β (ΛR2
) Sig
Step 1: Variabel Kontrol
(Jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan lama kerja)
(ΛR2
)
0.,029
ns
Step 2 Efek-Efek Variabel Prediktor
Keadilan Distributif Kompensasi Keadilan Distributif Kebijakan Rotasi Komitmen Afektif (ΛR2 ) -0,128 -0,466 -0,295 0.593 0,350 0,000 0,022
Pada step pertama hasil analisis menunjukkan bahwa variabel-variabel kontrol yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan lama bekerja tidak memiliki peran yang signifikan dalam model penelitian ini. Dengan demikian variabel-variabel jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan lama bekerja yang semula diperkirakan berpotensi menjelaskan efek-efek tertentu pada model dapat terkendali dengan baik. Uji t menunjukkan bahwa kemampuan variasi keempat variabel tersebut di atas dalam menjelaskan variasi variabel perilaku retaliasi sebesar 0,029 (lihat ΛR2)
Pada step kedua, hasil empiris menunjukkan bahwa keadilan distributif kebijakan rotasi serta komitmen afektif pada perilaku retalisasi menunjukkan hasil yang negatif signifikan. Uji t menunjukkan
bahwa β2 sebesar -0,466 signifikan negatif
yang bermakna pengaruh keadilan kebijakan rotasi signifikan pada perilaku retaliasi. Dengan demikian makna negatif berarti semakin tinggi keadilan suatu kebijakan rotasi berdampak pada semakin menurunnya intensi berperilaku negatif dan sebaliknya semakin rendah keadilan kebijakan rotasi berpotensi meningkatkan perilaku retaliasi karyawan PNS di kantor “X”.
Hasil empirik sejalan dengan hipotesis 2 yang diajukan dalam model penelitian ini. Uji t juga menunjukkan bahwa β3 signifikan negatif yang bermakna
bahwa komitmen afektif berpengaruh negatif signifikan pada intensi karyawan PNS “X” berperilaku retaliasi. Dengan demikian semakin tinggi komitmen afektif karyawan PNS maka semakin rendah
22
intensi mereka melakukan perilaku retaliasi. Sebaliknya, semakin rendah komitmen afektif karyawan PNS “X” berpotensi menurunkan intensi karyawan PNS “X” melakukan perilaku retaliasi. Hasil penelitian empirik juga sejalan dengan hipotesis 3 yang diajukan dalam model penelitian ini.
Namun demikian penelitian ini secara empirik tidak mendukung hipotesis 1 yang diajukan bahwa keadilan distributif kompensasi finansial tidak berpengaruh negatif pada perilaku retaliasi. Hasil empirik ini tentunya menjadi sebuah pertanyaan besar, mengapa kompensasi finansial yang menjadi alasan seorang karyawan berafiliasi dengan organisasi menjadi tidak signifikan dipertimbangkan terkait dengan keadilan alokasi dari kompensasi tersebut. Hasil tersebut dimungkinkan terkait dengan asumsi para karyawan PNS bahwa kebijakan kompen-sasi finansial merupakan kebijakan yang tersentralisasi atau berasal dari pusat sehingga mereka tidak berdaya mempe-ngaruhi kebijakan tersebut. Dengan demikian adil ataupun tidak adil bukan menjadi hal yang dipertimbangkan mereka dalam berperilaku retaliasi, karena mereka tidak berperan mengendalikan kebijakan yang bersifat sudah apa adanya “taken for
granted”. Dengan demikian mereka cenderung mengabaikan kebijakan yang demikian. Hal ini tentunya berbeda dengan kebijakan rotasi karyawan di mana kebijakan tersebut tidak semata-mata dari pemerintah pusat, namun peran pemerintah daerah cukup signifikan.
SIMPULAN, IMPLIKASI,
KETERBATASAN, DAN SARAN Simpulan
Temuan dalam penelitian menunjuk-kan bahwa perilaku retaliasi di dalam organisasi merupakan fenomena penting dalam kajian organisasi. Persepsi keadilan
distributif dalam konteks ini kebijakan rotasi karyawan PNS berperan negatif signifikan secara empiris menjelaskan perilaku retaliasi. Apabila karyawan-karyawan PNS mempersepsikan kebijakan manajerial atau organisasi khususnya kebijakan rotasi karyawan tidak adil maka akan menimbulkan emosi negatif seperti sakit hati kemarahan dan sangat berpotensi mendorong pada perilaku melawan atau membalas ketidakadilan tersebut. Demikian pula sebaliknya, apabila kebija-kan rotasi karyawan dinilai adil akebija-kan berdampak menurunkan kemungkinan perilaku retaliasi terhadap organisasi.
Temuan juga menunjukkan bahwa komitmen afektif berperan negatif signifikan dalam menjelaskan perilaku retaliasi. Semakin tinggi level komitmen afektifnya berdampak pada semakin rendah perilaku retaliasi karyawan PNS tersebut. Sebaliknya semakin rendah level komitmen afektif karyawan mendorong perilaku retaliasi terhadap organisasi yang lebih tinggi.
Namun demikian hal yang menarik adalah bahwa keadilan distributif kompen-sasi finansial yang dipersepsikan karyawan PNS tidak berdampak negatif signifikan pada perilaku retaliasi. Hal ini dimungkin-kan bahwa kebijadimungkin-kan kompensasi finansial bukanlah wewenang yang bersifat regional, namun kantor badan pemerintah ini merujuk pada kebijakan pemerintah pusat. Hal ini berbeda dengan keputusan alokatif dalam hal kebijakan rotasi karyawan PNS di kantor tersebut yang banyak diputuskan oleh keputusan yang bersifat regional saja. Dengan demikian sangat dimungkinkan karyawan tidak mempedulikan kebijakan yang
Implikasi Teoritik dan Praktik
Secara teoritis, temuan ini memberi-kan pemahaman pentingnya situasi tertentu dalam menjelaskan pengaruh keadilan distributif baik terkait dengan kompensasi
PENGARUH KEADILAN KOMPENSASI, KEBIJAKAN ROTASI………..………...(Majang Palupi)
23
finansial dan kebijakan rotasi karyawan pada perilaku retaliasi di dalam organisasi. Hal tersebut memberikan pemahaman bahwa teori tersebut tidak bersifat universal lintas populasi.
Berdasarkan studi komitmen afektif merupakan prediktor kuat dalam menjelas-kan perilaku retaliasi. Upaya peningkatan komitmen afektif karyawan PNS penting dilakukan dalam rangka mengeliminasi perilaku retaliasi di tempat kerja di lingkungan PNS.
Berkaitan dengan dunia praktek, manajemen seharusnya lebih hati-hati dalam mengambil keputusan yang bersifat strategis bagi para karyawannya. Keputu-san tersebut akan mempengaruhi perilaku para karyawan di dalam organisasi tersebut apabila dinilai strategis bagi kepentingan mereka. Persepsi keadilan karyawan seharusnya menjadi perhatian manajemen dalam mengambil kebijakan-kebijakan terhadap PNS tersebut.
Keterbatasan Penelitian dan Saran
Penelitian ini hanya mengkonstruksi hubungan kebijakan transaksional yang bersifat alokatif dalam hal ini kajian keadilan distributif termasuk di dalamnya kompensasi finansial dan kebijakan rotasi karyawan. Penelitian ini tidak mengeksplorasi kebijakan transaksional organisasi yang bersifat strategis dalam menjelaskan perilaku karyawan. Penelitian ke depan penting mempertimbangkan kebijakan-kebijakan strategis dalam persepsi karyawan.
Penelitian ini mengabaikan aspek keadilan lainnya seperti keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan interaksional. Dalam konteks dan cara pandang penelitian yang berbeda dimungkinkan mengakomodasi ketiga jenis keadilan tersebut.
Komitmen afektif dalam penelitian ini berperan signifikan. Dengan demikian penting melihat perbedaan reaksi yang
bersifat kategorisasi antara karyawan dengan komitmen afektif tinggi dan rendah. Penelitian ke depan penting mempertimbangkan konfigurasi keadilan dan komitmen afektif. Penelitian eksperimen menjadi salah satu alternatif dalam pengujian yang bersifat konfiguratif.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross
sectional dengan menggunakan responden
yang sama dalam menjawab pertanyaan terkait variabel independen dan variabel dependen berpotensi terjadinya common
method variance. Penting upaya sistematik
mengendalikan potensi-potensi tersebut.
DAFTAR REFERENSI
Allen, N.J. and Mayer, J.P. 1990. The measurement and antecedents of affective continuance and normative commitment to the
organization. Journal of
Organizational Psychology, 63:
1-18.
Baron, R.M. and Kenny, D.A. 1986. The
moderator-mediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal
of Personality and Social Psychology, 51 (6): 1173-1182.
Carrel, M.R. and Dittrich, J.E. 1978. Equity theory: the recent literature, methodological considerations, and new directions. Academy of Management Review, 202-208.
Colquitt, J.A. 2001. On the dimensionality of organizational justice: a construct validation of measure.
Journal of Applied Psychology,
24
Colquitt, J.A., Conlon, D.E., Wesson, M.J., Porter, C. and Ng, K.Y. 2001. Justice at the millennium: a meta-analytic review of 25 years of organizational justice research.
Journal of Applied Psychology,
86(3); 425-445.
Greenberg, J. 1990. Organizational justice: yesterday, today and tomorrow.
Journal of Management, 16(2):
399-432.
Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L.
and Black, W.C. 1998.
Multivariate Data Analysis. New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Luthan, S. 1995. Organizational Behavior. 7th Edition. McGraw Hill.
Meyer, J.P., Allen, N.J., and Smith, C.A., 1993. Commitment to organiza-tions and accupaorganiza-tions: extension and test of a three-component conceptualization. Journal of Applied Psychology, 78: 538-551.
Saunders, M.N.K., Thornhill, A. and Lewis, P. 2002. Understanding employees’ reactions to the manag-ement of change: an exploration through an organizational justice framework. Irish Journal of Management, 23(1): 85-101.
Sekaran, U. 2000. Research Methods For
Business. 3rd Edition. John Wiley & Sons Inc.
Skarlicky, D.P. and Folger, R. 1997. Retaliation in the work place: the role of distributive, procedural and interactional justice. Journal of
Applied Psychology, 82(3):
434-443.
Tjahjono, H. K. 2008a. Studi literature pengaruh keadilan distributif dan keadilan prosedural pada konsekuensinya dengan menggunakan teknik meta analisis.
Jurnal Psikologi UGM, 35 (1):
21-40.
Tjahjono, H. K. 2008b. Pengaruh keadilan organisasional pada perilaku retaliasi di tempat kerja. Buletin Ekonomi Jurnal Manaje-men, AKuntansi dan Ekonomi Pembangunan, 6 (1)
Tjahjono, H. K. 2010. The extension of two-factor model of justice: hierarchical regression test and sample split. China-USA Business
Review, 9. 39-54.
Tjahjono, H. K. 2011. The configuration among social capital, distributive and procedural justice and its consequences to individual satisfaction. International Journal
of Information and Management Sciences, 22 (1): 87-103.
Tyler, T.R. and Blader, S.L. 2003. The group engagement model: procedural justice, social identity, and cooperative behavior.
Personality and Social Psychology Review, 7(4):349-361.