BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori yang akan dijadikan sebagai acuan, prosedur dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian, sehingga permasalahan yang diangkat nantinya akan dapat terselesaikan dengan baik.
2.1. Konsep dan Definisi Pengendalian Kualitas
Konsep yang dapat digunakan perusahaan untuk penekanan prinsip manajemen kualitas salah satunya adalah melalui pendekatan proses produksi atau operasional. Jasa akan tercapai dengan lebih efisisen bila nilai-nilai yang masuk hubungan antara kegiatan dan prosesnya dikelola dengan baik sebagai suatu sistem yang terpadu, proses tersebut merubah nilai-nilai yang masuk pada organisasi atau perusahaan. Sistem kualitas dirancang untuk pengendalian dan perbaikan nilai yang secara sederhana meliputi semua pekerjaan atau kegiatan pada semua organisasi atau perusahaan yang terdiri dari berbagai proses kegiatan dalam organisasi tersebut. ( Dorothea Wahyu, 2002 : 17 )
Menurut Assauri Sofyan, (1993 : 267). Mutu diartikan sebagai faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang/hasil yang menyebabkan barang/hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang/hasil itu dimaksudkan atau digunakan.
J.M. Juran mengatakan mutu adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. Menurut W. Edward Deming, mutu harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan masa akan datang. Crosby berpendapat bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness. Sedangkan menurut A.V. Feigenbaum, mutu merupakan keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance melalui mana produk dan jasa dalam pemakaian akan sesuai denga harapan pelanggan. Menurut perbendaharaan istilah ISO 84202 dan Standar Nasional Indonesia, mutu adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar (Ariani, 1999 : 3).
Istilah mutu sangat penting bagi suatu organisasi atau perusahaan, karena (Ariani, 1999 : 4) :
Mempengaruhi reputasi perusahaan Penurunan biaya
Peningkatan pangsa pasar Pertanggung jawaban produk Dampak internasional
Penampilan produk atau jasa Mutu yang dirasakan
Tingkatan mutu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Sofjan, 1993 : 269) :
Wujud luar
Biaya barang tersebut
Untuk mencapai salah satu tujuan perusahaan dalam menghasilkan produk yang sesuai permintaan konsumen, maka diperlukan perencanaan yang sesuai dengan tujuan tersebut. Suatu perencanaan harus didukung oleh pengawasan yang baik dan benar dengan cara mengatur pengendalian kualitas mulai dari bahan baku hingga produk jadi guna mencegah penyimpangan dari pelaksanaan produksi yang telah direncanakan sebelumnya.
Pengendalian atau pengawasan kualitas yang kurang baik akan berpengaruh pada kelangsungan hidup perusahaan. Adanya kerusakan terhadap salah satu mesin akan mengakibatkan target produksi tidak tercapai sehingga penjualan produk dapat menurun. Dengan adanya pengendalian kualitas yang efektif akan menjamin kelancaran proses produksi, sehingga dihasilkan produk yang mampu bersaing secara sehat di pasaran dengan biaya yang efisien dan kelangsungan hidup perusahaan akan tetap berjalan.
Proses kelahiran produk dimulai ketika desainer menerima informasi yang diinginkan, diperlukan dan diharapkan oleh konsumen dan menterjemahkannya ke dalam bentuk spesifikasi produk yang mencakup gambar, dimensi, toleransi, material, proses perkakas dan alat bantu. Operator menggunakan informasi dari desainer untuk memberikan fungsi yang tepat untuk membuat produk atau mengerjakannya pada proses permesinan. Dalam usaha memuaskan konsumen, produk yang dipesan harus tiba dalam jumlah, waktu dan memberikan fungsi yang tepat untuk satu periode waktu dan harga yang sesuai. Jadi dengan kata lain
sasaran kebutuhan konsumen adalah kualitas yang membangun keseimbangan yang tepat antara biaya produk dan nilai yang diterima oleh konsumen.
Definisi kualitas adalah kepuasan konsumen terhadap produk yang dibelinya. Berdasarkan pengertian tentang kualitas tersebut nampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan. Dengan demikian produk desain, diproduksi untuk memenuhi keinginan pelanggan dapat dimanfaatkan dengan baik serta diproduksi dengan baik dan benar.
Pengendalian kualitas tiap produk mempunyai sejumlah unsur yang bersama-sama menggambarkan kecocokan penggunannya. Parameter-parameter ini biasanya dinamakan ciri-ciri kualitas menurut Douglas C Montgomery, (1998 : 3), ada beberapa jenis:
1. Fisik; panjang, berat, voltage, kekentalan. 2. Indera; rasa, penampilan, warna.
3. Orientasi; waktu, keandalan (dapat dipercaya), dapatnya dipelihara, dapatnya dirawat.
Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dengan yang standart.
Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya merupakan kumpulan aktivitas untuk mencapai kondisi yang memuaskan keinginan konsumen yang mulai pada saat produk dirancang, diproses sampai seleksi didistribusikan ke
konsumen. Kegiatan pengendalian kualitas antara lain akan meliputi hal-hal berikut:
1. Perancangan kualitas pada saat merancang produk dan proses pembuatannya.
2. Pengendalian dalam penggunaan berbagai sumber material yang dipakai dalam proses produksi.
3. Pengamatan terhadap performansi produk.
4. Membandingkan performansi yang dihasilkan dengan standart yang berlaku. 5. Analisa tindakan korelasi dalam kaitannya dengan cacat-cacat yang
dijumpai pada produk yang dihasilkan.
Gambar 2.1 Siklus Kualitas
Dari pengertian pengertian diatas mutu adalah “Tolak ukur” yang mengindikasikan nilai suatu produk yang mempengaruhi kepuasan dari pelanggan. Mutu sering diartikan kepuasan pelanggan atau konfirmasi tehadap
kebutuhan atau persyaratan pelanggan. Mutu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan harus dikelola, karena sistem mutu sebagai sarana yang mengatur sumber daya untuk mencapai tujuan mutu dengan penetapan peraturan dimana bila dilaksanakan dan dipelihara akan mencapai hasil yang maksimal.
Menurut David A. Garvin, dimensi mutu untuk industri manufaktur, yaitu (Ariani, 1999 : 7):
Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi suatu produk
Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan
Reliability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya atau karena kemungkinan rusaknya rendah
Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan
Durability, yaitu tingkat keawetan produk atau lama umur produk
Serviceability, yaitu kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen produk tersebut
Maksud dan tujuan Pengawasan mutu (Sofjan 1993 : 274) :
1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar mutu yang telah ditetapkan
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan mutu produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin. 4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
Kegiatan mutu sangat luas, karena semua sangat pengaruh terhadap mutu harus dimasukan dan diperhatikan. Secara garis besar, pengawasan mutu dapat dibedakan menjadi dua tingkatan yaitu :
1. Pengawasan selama pengolahan (Proses)
Banyak cara-cara pengawasan mutu yang berkenaan dengan proses yang teratur. Contoh contoh atau sample yang diambil jarak waktu yang sama, dan dilanjutkan pengecekan statistik untuk melihat apakah proses dimulai dengan baik atau tidak apa bila terjadi kesalahan maka selanjutnya dinformasikan pada pelaksana semula untuk penyesuaian kembali dan , cause dan effect diagram potensi kegagalan mutu, control chart sebelum perbaikan potensi kegagalan pengawasan harus sesuai urutan dan teratur.
2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan.
Walau telah diadakan pengawasan mutu dalam tingkat-tingkat proses, teteapi tidak menjamin bahwa tidak ada hasil yang rusak atau kurang baik ataupun tercampur dengan hasil yang baik. Untuk menjaga agar barang barang hasil yang cukup baik atau yang paling sedikit rusaknya, tidak keluar atau lolos dari pabrik sampai ke consumer/pembeli, maka perlu adanya pengawasan mutu atas barang hasil akhir/produk selesai.
Dunia ini tampaknya menyusut karena kompetisi global berkembang dan menyentak perusahaan yang kokoh satu demi satu. Konsumen yang memperoleh informasi berada dalam posisi untuk meminta barang dan jasa yang bermutu paling baik, yang ditawarkan oleh perusahaan global. Harga-harga yang rendah dan tenggang waktu pengiriman yang pendek, dan fleksibilitas juga diminta. Sebagai tambahan kadang konsumen mencari jasa yang baik, jujur dan membantu dari pemberi jasa.
Tujuan dari mutu harus merupakan produk dan jasa yang dapat memberikan kepuasan pelanggan.
2.2. Tujuan Pengendalian Kualitas
Tujuan pengendalian kualitas adalah untuk memberikan jaminan kualitas yang sebaik-baiknya kepada konsumen sehingga didapatkan kepercayaan dari konsumen. Secara terperinci dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian kualitas adalah:
1. Agar barang atau produk hasil produksi dapat mencapai standard mutu yang ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan mutu produksi tertentu dapat menjadi sekecil nungkin. 3. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat ditekan seminimal mungkin. 4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin.
Tujuan pokok pengendalian mutu statistik adalah untuk menyelidiki dengan cepat terjadinya sebab-sebab terduga sehingga tindakan pembenahan dapat dilakukan sedini mungkin.
Dengan adanya pengendalian kualitas maka perusahaan tersebut akan mempunyai kemampuan dalam hal:
a. Meningkatkan produktivitas
Dengan adanya pengendalian kualitas maka akan mengurangi waktu yang terbuang sehingga produktivitas akan bertambah.
b. Pencegahan cacat lebih besar
Dengan adanya pengendalian kualitas maka pegendalian proses akan terpelihara dengan konsisten.
c. Mencegah penyesuaian proses yang tidak perlu
Pengendalian kualitas dapat mcmbedakan antara gangguan dasar dan variasi terduga.
d. Memberikan informasi tentang proses.
Informasi tentang perubahan proses dan parameternya yang penting dapat diketahui dengan adanya pengendalian kualitas.
2.3. Manfaat Pengendalian Kualitas.
Pengaturan pengendalian kualitas dalam suatu perusahaan merupakan bagian yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan suatu perusahaan. Manfaat yang dapat diperoleh dalam manajemen pengendalian kualitas adalah:
1. Menambah tingkat efisiensi dan produktivitas kerja.
2. Mengurangi kehilangan-kehilangan dalam proses kerja yang dilakukan seperti mengurangi atau menghilangkan waktu yang tidak reproduktif.
3. Menekan biaya dan save money.
5. Menambah reliabilitas produk yang dihasilkan menjaga moral pekerja tetap tinggi.
6. Mengurangi klaim pelanggan.
7. Berorientasi pada kebutuhan konsumen.
2.4. Ruang Lingkup Pengendalian Kualitas
Ada 3 jenis kualitas dalam operasi bisnis manufaktur, yaitu: 1. Kualitas Design
Adalah derajat dimana kategori suatu produk akan mamapu memberikan kepada konsumen dua atau lebih produk meskipun memiliki fungsi yang sama bisa memberikan derajat kepuasan yang berbeda karena adanya perbedaan kualitas dalam rangcangan.
2. Kualitas Kesesuaian
Berhubungan dengan spesifikasi dan standardisasi produk dan kriteria standar kerja yang telah disepakati. Secara umum kualitas kesesuaian mencakup 3 macam bentuk pengendalian, yaitu:
a. Pencegahan Cacat
Mencegah kerusakan atau cacat benar-benar terjadi. b. Pencegahan
Melibatkan pemakaian dan penetapan metode pemeriksaan, pengujian dan analisa statistik dengan menerapkan teknik pengawasan kualitas untuk mendeteksi cacat yang timbul.
c. Analisa dan Tindakan Korektif
Menganalisa kesalahan yang terjadi dan melakukan koreksi terhadap penyimpangan tersebut, kegiatan ini merupakan tanggung jawab bagian quality control.
3. Kualitas Penampilan
Perbaikan dari kualitas design dan kualitas kesesuaian akan dapat meningkatkan penampilan produk. Jika kualitas design rendah terhadap kekurangan penyesuasian dalam spesifikasi, maka akan mempengaruhi penampilan secara keseluruhan.
2.5. Alat dan Teknik Pengujian Kualitas
Teknik dan alat pengawasan kualitas dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:
1. Inspeksi.
Dengan inspeksi akan diketahui sejauh mana suatu produk memiliki kualitas seperti yang dikehendaki. Keterangan yang di dapat secara inspeksi akan diteruskan ke bagian lain dan bagian tersebut akan memberikan kepastian bahwa kegiatan pada bagian proses telah dilakukan dengan baik. Tetapi apabila terjadi penyimpangan maka akan diberi peringatan, agar dilakukan perbaikan dan kegiatan produksi selanjutnya dihentikan. Selanjutnya diberikan cara-cara agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali.
2. Pemberian Keterangan.
Kegiatan pemberian keterangan memerlukan kegiatan pencatatan, penyingkatan, mempertunjukkan dan memberi komentar dan apabila perlu
diambil keputusan tentang tindakan yang dibutuhkan dan memberitahukan jaminan peringatan, atau tindakan yang diperlukan.
3. Penyelidikan.
Kegiatan penyelidikan membutuhkan penganalisaan catatan tentang pengawasan apabila diperlukan dilaksanakan suatu percobaan pada proses atau dalam laboratorium.
2.6. Perangkat Pengendalian Kualitas
Beberapa perangkat yang digunakan dalam pengendalian kualitas, yaitu:
2.6.1 Lembar Periksa
Lembar periksa adalah suatu formulir dimana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data-data dapat dikumpulkan dengan mudah dan cepat.
Penggunaan lembar periksa bertujuan untuk:
1. Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana masalah sering terjadi. Tujuan utama dari penggunaan lembar periksa adalah membantu mentabulasikan banyaknya kejadian suatu masalah tertentu atau penyebab tertentu.
2. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi. Dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu memilah-milah data ke dalam kategori yang berbeda seperti penyebab-penyebab, masalah-masalah dan lain-lain.
3. Menyusun data secara otomatis, sehingga data tersebut dapat dipergunakan dengan mudah.
4. Memisahkan antara opini dan fakta. Kita sering berfikir bahwa kita mengetahui suatu masalah atau menganggap bahwa sesuatu penyebab itu merupakan hal yang paling penting. Dalam kaitan ini lembar periksa akan rnembantu membuktikan opini kita itu apakah benar atau salah.
Pada dasarnya lembar periksa dapat dibuat dengan menggunakan enam langkah utama, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tentang tujuan pengumpulan data. Dalam hal ini sangat baik untuk memulai pengumpulan data (apakah dengan menggunakan lembar periksa atau bukan) dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal bcrikut:
a. Apa yang menjadi masalah utama b. Mengapa data harus dikumpulkan
c. Siapa yang akan menggunakan informasi yang sedang dikumpulkan dan informasi apa yang benar-benar dibutuhkan. Apakah informasi itu perlu diperinci berdasarkan departemen, hari, bulan, shift, mesin, dan lain-lain.
d. Siapa yang mengumpulkan data
2. Identifikasi apa atau atribut karakteristik kualitas yang sedang diukur? Berkaitan dengan hal ini kita dapat mengikuti langkah-langkah spesifik, sebagai berikut:
a. Memulai memberikan judul dari lembar periksa itu. Pemberian judul harus tegas dan memberitahukan kepada orang tentang apa yang sedang dikaji.
b. Menuliskan hal-hal spesifik yang akan diukur pada lembar periksa itu. Sebagai misal, apabila kita sedang mengukur keluhan pelanggan, maka kategori yang mungkin dipertimbangkan adalah penyerahan terlambat, karyawan tidak sopan, tagihan tidak benar, penyerahan tidak sesuai pesanan, dan lain-lain.
3. Menentukan waktu atau tempat pengukuran. Dalam kaitan ini perlu memutuskan apakah ingin mengumpulkan informasi berdasarkan waktu (per menit, per jam, per hari, dan lain-lain).
4. Mulai mengumpulkan data untuk item yang sedang diukur. Dalam kaitan ini, kita harus mencatat kejadian secara langsung pada lembar periksa. Akurasi data harus diperhatikan dalam setiap kegiatan pengumpulan data.
5. Menjumlahkan data yang telah dikumpulkan itu. Dalam hal ini kita harus menjumlahkan banyaknya kejadian untuk setiap kategori yang sedang diukur.
6. Memfokuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas penyebab masalah yang sedang terjadi itu. Perlu diingat bahwa setiap tindakan peningkatan harus diambil berdasarkan fakta dan bukan hanya berdasarkan opini.
2.6.2 Data Numerik atau Kuatitatif
Alat-alat yang mengunakan data numerik untuk mengadakan perbaikan kualitas pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a. Check Sheet
Check sheet adalah alat yang sering digunakan untuk menghitung seberapa sering sesuatu hal terjadi dan sering digunakan dalam pengumpulan dan pencatatan data. Data yang sudah terkumpul tersebut kemudian dimasukkan ke dalam grafik, seperti pareto chart ataupun histogram untuk kemudian dilakukan analisis terhadapnya. Check sheet ini dapat digunakan sebagai alat bantu dalam tahap pelaksanaan (do) dalam plan-do-check-action cycle. Di sektor pelayanan atau jasa, check sheet ini dilakukan dengan mengumpulkan pendapat pelanggan mengenai proses jasa pelayanan. Check sheet ini sering juga kita ganti dengan tally sheet. Pada tabel 2.1 dapat dilihat contoh penggunaan tally sheet pada jasa pelayanan bengkel, dan tabel 2.2 adalah contoh penggunaan check sheet yang juga pada jasa pelayanan bengkel mobil Surya Agung Indah Motor.
Tabel 2.1 Tally Sheet
Kesalahan Jumlah kesalahan dalam 1 bulan
Kualitas perbaikan mobil Pelayanan administrasi Pelayanan mekanik Peralatan kuno ///// //// /// ///// // ///// ///// ///// //
Tabel 2.2 Check Sheet Frekuensi
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Kesalahan pengecekan Vv V - v
Kesalahan perbaikan V - - vvv
Kesalahan pemakaian Vvv Vv vv vv
Kesalahan perawatan V V v v
Sumber: Schonberger dan Knood ( 1997 )
No. Jam Kedatangan Jumlah Data Frekwensi
1 D < 06.30 IIII 4
2 06.30 ≤ 06.35 IIII III 8
3 06.35 ≤ 06.40 III 3
b. Diagram Pareto
Diagram pareto merupakan grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang yang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi yang paling kanan.
ju m la h ca ca t Pe rc e n t jenis cacat Count 5.8 Cum % 39.1 69.6 94.2 100.0 27 21 17 4 Percent 39.1 30.4 24.6 Kait Rusak Pecah Retak Gumpil 70 60 50 40 30 20 10 0 100 80 60 40 20 0
Gambar 2.2 Pareto Diagram Sumber: Mitra ( 1993 ) 0 5 10 15 20 25 30 Ju m lah C aca t
Gumpil Pecah Retak Kait Rusak Jenis Cacat
c. Histogram
Histogram adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi data pengukuran dan variasi setiap proses. Berbeda dengan pareto chart yang penyusunanya menurut urutan yang memiliki proporsi terbesar ke kiri hingga proporsi terkecil, histogram ini penyusunannya tidak menggunakan urutan apapun.
Contoh histogram dapat dilihat pada gambar 2.2
Gambar 2.3 Histogram Sumber: Goetsch dan Davis ( 1995 )
2.6.3 Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses stastistical, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang sering disebut juga sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan.
Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut:
a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah. b. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab suatu masalah yang sedang dikaji kita dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa penyebabnya?
2. Mengapa kondisi atau penyebab itu terjadi?
3. Bertanya “mengapa” beberapa kali (konsep five whys) sampai ditemukan penyebab yang cukup spesifik untuk diambil tindakan peningkatan. Penyebab-penyebab spesifik itu yang dimasukkan atau dicatat ke dalam diagram sebab akibat seperti pada gambar 2.3
Gambar 2.5 Contoh Diagram Tulang ikan (Sebab Akibat) Sumber: Goetsch dan Davis ( 1995 )
2.6.4 Stratifikasi
Stratifikasi adalah menguraikan dan mengelompokkan data menjadi unsur-unsur tunggal persoalan, sehingga menjadi lebih jelas. Kegunaannya untuk menemukan persoalan, penyebab persoalan dan untuk menyiapkan Diagram Pareto. PENJUAL JENIS A B C D E F TOTAL I II III 125 50 25 100 100 25 50 25 - 75 25 25 100 100 100 50 50 25 500 300 150 TOTAL 200 225 75 125 175 150 950 Tabel 2.3 Stratifikasi 2.6.6 Control Chart
Control Chart adalah grafik yang menyerupai run chart yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam keadaan in control atau out of control. Control limit yang meliputi batas atas (upper control limit) dan batas bawah (lower control limit) dapt membantu kita untuk menggambarkan
performansi yang diharapkan dari suatu proses, yang menunjukkan bahwa proses tersebut konsisten. Dengan mengetahui kondisi proses, maka kita dapat mengetahui sumber variasi proses, apakah merupakan common cause atau special cause. Apabila merupakan special cause, kita dapat mengadakan perubahan tanpa mengubah proses secara keseluruhan, teteapi bila merupakan common cause maka kita tidak dapat mengadakan perubahan. dalam siklus PDCA, control chart digunakan dalam tahap pelaksanaan (do) dan pengujian (check).
Gambar 2.5 Control Chart
2.7 Pengertian Proses Produksi
Menurut Assauri Sofyan (1993 : 37) menyatakan bahwa Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan mentranformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output) yang berupa barang atau jasa. Usaha untuk memenuhi ketepatan pengadaan barang dan nilai kualitas yang terjaga sesuai yang dijanjikan maka perusahaan harus senantiasa melakukan perbaikan yang berkesinambungan
dan peningkatan sistem produksi dalam rangka mencapai salah satu tujuan dari perusahaan tersebut.
Produksi dan operasi adalah merupakan suatu sistem untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan dan akan dikonsumsi oleh anggota masyarakat (Sofjan, 1993 : 34).
Proses produksi selain dapat diartikan suatu proses tranformasi atau perubahan dari input – proses - output, dapat juga dikatakan cara atau teknik untuk menciptakan dan menambah fungsi dari barang dan jasa dengan menggunakan sumber-sumber antara lain : tenaga kerja, bahan dan dana yang ada.
Ada tiga cara proses produksi untuk memperoleh hasil produksi yaitu :
1. Proses produksi yang kontinyu dimana peralatan produksi yang digunakan diatur dengan memperhatikan urutan-urutan kegiatan dalam menghasilkan produk, serta arus proses telah distandarisasi. 2. Proses produksi yang terputus-putus, dimana kegiatan produksi
dilakukan tidak standard. Dilakukan dengan keluwesan (flexible) menurut berbagai produk dan ukuran.
3. Produksi yang bersifat proyek, dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda.
Menurut Assauri Sofyan. (1993 : 30), empat macam fungsi dari produksi antara lain :
2. Jasa-jasa (service) adalah suatu badan pengorganisasian untuk penetapan teknik sehingga proses dapat dipergunakan secara efektif.
3. Perencanaan (planning) yang merupakan hubungan korelasi dan organisasi dari kegiatan produksi untuk suatu dasar waktu tertentu.
4. Pengawasan (controlling) untuk menjamin bahwa maksud dan tujuan dari pemakaian bahan dan pelaksanaannya.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa dalam kegiatan produksi perlu adanya usaha pengkoordinasian, agar kegiatan produksi yang dilakukan dapat efektif dan efisiens seperti apa yang diharapkan. Untuk melakukan pengkoordinasian ini yang terpenting bukan hanya pengawasan dan perencanaan saja tetapi yang paling penting adalah kebijaksanaan produksi pengontrolan (production policy). Karena tujuan dari kegiatan produksi adalah tujuan dari perusahaan juga.
Menurut Assauri Sofyan (1980), tujuan dari perencanaan dan pengawasan produksi adalah :
1. Untuk mengusahakan perusahaan dapat menguasai pasar yang luas.
2. Untuk mengusahakan perusahaan dapat berproduksi pada tingkat yang efisien dan efektifitas yang tinggi.
3. Untuk bisa menggunakan modalnya secara optimal mungkin.
Hal tersebut diatas dimungkinkan apa bila perusahaan bisa menjual produk dalam jumlah banyak, sehingga volume produksinya menjadi lebih besar
lagi. Sehingga perusahaan akan mampu berproduksi dengan biaya yang rendah dan dapat menentukan harga jual yang rendah sehingga mampu bersaing.
Menurut Assauri Sofyan (1999) tujuan perusahaan pada umumnya dalam berproduksi dapat disimpulkan antara lain :
- Berproduksi dengan sukses. - Berproduksi dengan ekonomis.
- Berproduksi dengan dapat menyelesaikan pembutan barang atau jasa tepat pada waktunya dan juga arah tujuannya.
- Berproduksi dengan mengharapkan keuntungan.
Kegiatan pengendalian dan pengawasan yang dilakukan dalam pelaksanaan fungsi produksi dan operasi adalah pengendalian operasionalnya, pengendalian mutu, persediaan, dan pengawasan biaya. Dengan demikian kita mengetahui usaha pengkoordianasian segala aktifitas yang menyangkut kegiatan produksi menjadi tanggung jawab pimpinan produksi atau kepala pabrik, maka seorang manajer produksi dapat melimpahkan wewenang atau otoritasnya kepada kepala bagian perencanaan dan pengawasan produksi atau Production Planning and Controling (P.P.C) dengan tugas dan kewajiban yang jelas sehingga apa yang menjadi tanggung jawabnya dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
2.8 Pengendalian Mutu Statistik
Pengendalian mutu statistik dapat dibagi kedalam pengendalian mutu proses, yaitu pengendalian mutu produk selama masih berada dalam proses dan pengendalian produk jadi. Untuk pengendalian mutu proses dapat digunakan alat
pengendali yang disebut Peta Pengendali Proses (Process Control Chart) atau sering disingkat dengan control chart. Perusahaan yang menganut filosofi TQM hanya melakukan pengendalian mutu selama masih berada dalam proses, sehingga hanya digunakan Peta Pengendali Proses (Ariani, 1999 : 99)
Pengendalian mutu proses statistik adalah pengendalian mutu produk selama masih ada dalam proses. Dalam mengadakan pengendalian mutu tersebut dapat digambarkan batas atas (upper control limit) dan batas bawah (upper control limit) beserta garis tengahnya (center line). Pengendalian mutu proses statistik meliputi pengendalian mutu proses untuk data variabel dan pengendalian mutu proses untuk data atribut.
2.8.1 Pengendalian Mutu Proses Statistik Data Variabel
Yang dimaksud dengan data variabel adalah data mengenai ketetapan pengukuran produk yang masih berada dalam proses dengan standar yang telah ditetapkan. Pengukuran ini meliputi pengukuran panjang, diameter, ketebalan, lebar, dan sebagainya. Penyimpangan dari pengukuran yang diharapkan tetapi masih ada di bawah batas atas (UCL) atau diatas batas bawah (LCL) masih dianggap sebagai produk yang baik yang berarti dalam proses terdapat berbagai variasi atau penyimpangan. Namun bila data pengukuran yang dihasilkan ada diluar batas pengendalian, maka proses produksi tersebut dianggap berada diluar batas pengendalian (out of control) yang berarti proses tersebut mengalami kerusakan. Pengukuran yang ada pada center line adalah pengukuran yang diharapkan dapat tercapai.
Pengukuran
Upper Control Limit
Centerline
Lower Upper Limit
Waktu
Gambar 2.9 Peta Pengendali Mutu Proses Statistik Data Variabel
Peta pengendali mutu proses statistik data variabel meliputi:
Peta pengendali rata-rata (mean chart atau X-chart) yang digunakan untuk mengetahui penyimpangan pengukuran dari pengukuran rata-rata panjang, lebar, tinggi, berat, diameter, dan sebagainya.
Peta pengendali range (R-chart) dan peta pengendali standar deviasi (SD-chart) yaitu peta pengendali untuk mengetahui tingkat keakurasian pemrosesan. R-chart lebih mudah diterapkan dari pada SD-chart, tetapi SD-chart lebih tepat.
Peta Pengendali individu (Individual control chart) yaitu peta pengendali yang digunakan apabila perusahaan hanya memproduksi satu unit dalam setiap harinya.
Peta pengendali regresi/kecenderungan Itrend-chart) yaitu peta pengendali untuk perusahaan yang mempunyai data yang bentuknya merupakan suatu kecenderungan naik atau turun.
2.8.2 Pengendalian Mutu Proses Statistik Data Atribut
Yang dimaksud dengan data atribut adalah data mengenai ketepatan pengukuran produk yang masih berada dalam proses dengan standar yang telah ditetapkan. Pengukuran ini meliputi pengukuran cacat atau tidak, nyala atau tidak, dan sebagainya. Penyimpangan dari pengukuran yang diharapkan tetapi masih ada di bawah batas atas (UCL) atau di atas batas bawah (LCL) atau ada di bawah batas bawah masih dianggap sebagai produk yang baik yang berarti dalam proses terdapat berbagai variasi atau penyimpangan. Namun bila data pengukuran yang dihasilkan ada diluar batas pengendalian yaitu yang ada diatas batas, maka proses produksi tersebut dianggap berada diluar batas pengendalian (out of control) yang berarti proses tersebut mengalami kerusakan. Data pengukuran yang ada dibawah batas bawah (LCL) justru produk yang baik karena jumlah atau proporsi produk cacatnya kecil. Bila data ada diluar batas pengendalian, perlu diadakan revisi terhadap peta pengendalian tersebut sehingga data pengukuran berada dalam batas pengendalian (in control).
Cacat
Upper Center Limit
Centerline
Lower Center Limit
Waktu
Peta pengendali mutu proses statistik data atribut meliputi :
P-chart atau np-chart, yaitu peta pengendali proses untuk mengetahui proporsi produk cacat dalam suatu sampel. np-chart hanya digunakan untuk banyaknya sampel yang sama dalam setiap kali observasi, sedang p-chart dapat digunakan untuk banyaknya sampel sama maupun bervariasi untuk setiap observasi.
C-chart atau U-chart, yaitu peta pengendali proses untuk mengetahui banyaknya cacat dalam satu unit produk. C-chart hanya digunakan untuk banyaknya sampel yang sama untuk setiap kali observasi, sedang u-chart digunakan untuk banyaknya sampel sama maupun bervariasi untuk setiap kali observasi.
2.8.3 Failure Mode and Effect Analysis ( FMEA )
Failure Mode and Effect Analysis adalah suatu penaksiran elemen per elemen secara sistematis untuk menyoroti akibat-akibat dari kegagalan komponen, produk, proses atau system memenuhi keinginan dan spesifikasi konsumen, termasuk keamanan. Hal ini ditandai dengan nilai yang tinggi atas elemen dari komponen, produk, proses atau sistem yang memerlukan prioritas penanganan untuk mengurangi kegagalan melalui desain ulang, perbaikan secara terus-menerus, pendukung keamanan, tinjauan perancangan, dll. Hal itu dapat dilaksanakan pada tahap perancangan dengan reliabilitas data menggunakan pengetahuan tentang rata-rata tingkat kegagalan untuk komponen dan produk yang ada saat ini.
Untuk dapat berkompetisi, sebuah organisasi harus terus meningkatkan diri. FMEA adalah sebuah teknik yang memberikan sebuah metodologi untuk memudahkan peningkatan proses. Dengan menggunakan metode FMEA, organisasi dapat mengidentifikasi dan mengurangi keperluan dini dalam pengembangan sebuah proses atau desain. Kualitas dalam memperoleh komponen atau pelayanan dapat meningkat ketika organisasi bekerja dengan supplier mereka untuk mengimplementasikan FMEA dalam organisasi mereka. Adapun keuntungan dari penerapan FMEA meliputi :
Mengurangi ‘lead time’ dari perubahan Engineering Mengurangi metode ‘trial error’
Mengurangi rework, aktivitas redesign Mengurangi reject rate dan biaya Bagaimana Implementasi FMEA bekerja ?
Langkah – langkah dan konsep – konsep kunci adalah sebagai berikut : Tentukan siapa pelanggannya
Buat list apa yang digrapkan dari desain, dan apa yang tidak diinginkan untuk terjadi
Buat analisa resiko
Input dan tools yang digunakan Mulai, evaluasi dan perbaikan Revisi apabila terjadi masalah
Rating occurrence, severity dan detectability dinyatakan dalam skala dari 1 sampai 10 dan digambarkan dalam gambar berikut :
RATING OCCURRENCE SEVERITY DETECTABILITY
1 Almost never Hardly
noticeable
Absolutely obvious
Occasionally Dissatisfaction Visible but could go unnoticed
10 Often Serious effect Undetectable
Tabel 2.4 Rating Umum Untuk FMEA
Untuk keterangan lebih lanjut tentang rating occurrence, severity dan detectability dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.3 Definisi FMEA untuk Rating Occurrence
Probability kegagalan Tingkat kegagalan Cpk Nilai
≥ 1 dalam 2 < 0.33 10 Sangat tinggi : kegagalan hampir tidak dapat dielakan
1 dalam 3 ≥ 0.33 9
1 dalam 8 0.51 8
Tinggi : Sama seperti diatas dimana kegagalan sering terjadi
1 dalam 20 0.67 7
1 dalam 80 0.83 6
1 dalam 400 1.00 5
Sedang : Kegagalan yang terjadi kadang kadang, tetapi tidak dalam porsi yang besar/ major
1 dalam 2000 1.17 4
Rendah : hanya kegagalan tertentu yang terjadi 1 dalam 15000 1.33 3 Sangat rendah : kegagalan hampir bisa diindentifikasikan 1 dalam 150000 1.50 2
Tabel 2.4 Definisi FMEA untuk Rating Severity
Akibat Kriteria : Tingkat bahaya akibat dari kegagalan. Nilai Bahaya tanpa adanya
peringatan
Dapat membahayakan mesin atau assembling operator. Nilai severity sangat tinggi apabila kegagalan yang terjadi dapat membahayakan keselamatan dalam pengoprasian kendaraan atau melanggar peraturan pemerintah. Kegagalan yang terjadi tanpa adanya peringatan.
10
Bahaya tapi ada peringatan sebelumnya
Dapat membahayakan mesin atau assembling operator. Nilai severity sangat tinggi apabila kegagalan yang terjadi dapat membahayakan keselamatan dalam pengoprasian kendaraan atau melanggar peraturan pemerintah. Kegagalan yang terjadi didahului oleh peringatan.
9
Sangat tinggi
Sangat mengganggu produksi. 100% produk kemungkinan harus dibuang. Kendaraan tidak berfungsi, kehilangan fungsi utamanya. Customer sangat tidak puas.
8
Tinggi
Agak mengganggu produksi. Produk kemungkinan harus disortir dan sebagian ( kurang dari 100%) dibuang. Kendaraan masih berfungsi tetapi tingkat kenyamanannya berkurang. Customer tidak puas.
7
Sedang
Sedikit menggaggu produksi. Sebagai produk (kurang dari 100%) harus dibuang tanpa harus disortir. Kendaran berfungsi tetapi beberapa faktor kenyamanan tidak berfungsi.
6
Rendah
Agak mengganggu produksi. 100% produk harus kemungkinan harus diperbaiki. Kendaraan / item berfungsi, tetapi tidak maksimal. Beberapa Customer yang berpengalaman kurang puas
5
Sangat Rendah
Agak mengganggu produksi. Produk kemuingkinan harus disortir dan sebagaian (kurang dari 100%) harus diperbaiki. Penampilan dan sehingga kurang nyaman. Gangguan dirasakan oleh kebanyakan customer.
4
Kecil
Sedikit mengganggu produksi. sebagaian (kurang dari 100%) produk harus diperbaiki dijalur produksi tetapi bukan ditempat pemasangan. Penampilan) sehingga mengurangi kenyamanan. Gangguan dirasakan oleh rata - rata Customer.
3
Sangat kecil
Sedikit mengganggu produksi. sebagaian (kurang dari 100%) produk harus diperbaiki dijalur produksi dan tempat pemasangan. Penampilan sehingga mengurangi kenyamanan. Gangguan dirasakan oleh Customer yang teliti.
2
Tabel 2.5 Definisi FMEA untuk Rating Detectability
Detection
Kreteria : Kemungkinan cacat komponen bisa dideteksi oleh proses control yang ada, sebelum diproses lebih lanjut, atau sebelum part dikirim ke Customer.
Nilai Hampir tidak bisa dideteksi Tidak diketahui control yang dapat mendetksi 10
Sangat kecil Sangat kecil kemungkinan Kontrol yang dapat mendeteksi kegagalan 9 Kecil Kecil kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan 8 Sangat rendah Sangat rendah kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan 7 Rendah Rendah kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan 6 Sedang Sedang kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan 5 Agak besar Agak besar kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan 4 Besar Beasar kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan 3 Sangat besar Sangat Besar kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan 2 Hampir Hampir pasti kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan 1
Risk Priority Number (RPN) merupakan perkalian dari rating occurrence (O), severity (S) dan detectability (D) :
RPN = O x S x D
Angka ini seharusnya digunakan sebagai panduan untuk mengetahui masalah yang paling serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi memerlukan penanganan serius.
2.9 Pengetahuan Ban Luar Roda Dua
Ban luar sepeda motor merupakan suatu komponen pokok pada suatu kendaraan roda 2.
2.9.1 Kontruksi ban roda dua (defenisi dan fungsi)
Gambar 2.6 Kontruksi Ban Roda Dua
Tread :Lapisan karet yang bersentuhan langsung dengan permukaan jalan. Tread berfungsi untuk melindungi carcass dari keausan yang disebabkan oleh pemakaian dan kerusakan yang lain.
Carcass :Merupakan lapisan dari lembaran kain ban berlapis karet yang
merupakan pembentuk dari kontruksi ban. Karet yang melapisi kain ban, tidak hanya melindungi dari kerusakan luar, tetapi juga mencegah kerusakan yang ditimbulkan karena gesekan diantara kain ban.
Bead :Merupakan cincin dari kawat karbon tinggi, yang berlapis karet dan terpasang pada keliling ban. Fungsinya adalah untuk menjamin
pemasangan yang kokoh dari ban ke rim.
Tread Grooves :Struktur telapak pada Crown Region Area. Fungsinya
adalah untuk mengalirkan air yang berada diantara ban dan permukaan jalan serta meminimalisir efek pertambahan panas dari ban, pada area crown. Rim line :Garis melingkar pada bagian side wall sebagai penanda
pemasangan rim.
Inner Liner :Lapisan karet butyl yang melapisi keseluruhan bagian dalam dari ban tubeless.
2.9.2 Klasifikasi Ban Luar
Klasifikasi ban luar dibagi berdasarkan dua kriteria, yaitu berdasarkan jenis dan kontruksinya. Berdasarkan jenisnya ban luar terbagi atas “Bias Tire” & “Radial Tire”.
Bias tire adalah ban yang struktur carcassnya disusun secara bersilangan terhadap garis tengah telapak. Ada yang memakai peredam (breaker) dan ada yang tidak. Ban radial adalah ban yang struktur carcassnya disusun 900 terhadap garis tengah telapak dan memakai sabuk peredam jika diperlukan.
Berdasarkan kontruksinya ban dibagi atas “Tube Type” dan “Tubeless Type”. Ban yang merupakan Tube type menggunakan ban dalam untuk menahan tekanan angin pada ban, sedangkan Tubeless type tidak memerlukan ban dalam. Bagian dalam dari ban type ini dilapisi dengan karet butyl sebagai lapisan kedap udara yang fungsinya menyerupai ban dalam. Hal lain yang berbeda, pada bagian bead terdapat desain khusus. Pemakaian ban tubeless ini haruslah pada rim khusus tubeless yang dapat menahan kebocoran angin.
Keuntungan menggunakan ban type tubeless adalah jika terjadi kebocoran, tekanan angin ban hanya keluar sedikit demi sedikit sehingga kendaraan masih dapat berjalan.
Tabel 2.7 Syarat penandaan ban luar sepeda motor
Identifikasi Cara penandaan
1. Nama perusahaan atau nama produsen dan nama dagang
………..
2. Ukuran Sesuai lampiran atau JATMA, ETRTO,
TRA
3. Jenis benang carcass Nylon, Polyester, Fiberglass, Rayon 4. Jenis benang belt Nylon, Polyester, Fiberglass, Steel,
Kevlar, Rayon 5. Petunjuk keausan TWI atau segitiga
6. Negara pembuat Made in ………
7. Kode masa produksi 4 angka
8. Jenis pakai ban dalam Tube type atau tidak disebutkan 9. Jenis tanpa ban dalam Tubeless
10.Tanda SNI SNI
11.Kontruksi radial Radial
12.Ban reinforced Reinforced
2.9.3 Penulisan Ukuran Ban Roda Dua
Pada umumnya, penulisan ukuran ban roda dua, dilakukan dalam dua cara. Cara yang paling umum digunakan adalah cara imperial, sedangkan penulisan cara metrik adalah cara penulisan standard ISO.
Penulisan cara imperial :
Gambar 2.7 Penulisan Ukuran Ban Roda Dua
3.00 - 18 4PR
Lebar penampang Kontruksi Diameter pelek Ply RatingLebar penampang :Lebar penampang ban (dalam inchi) Kontruksi _ : Symbol untuk kontruksi bias
R : Symbol untuk kontruksi radial
Diameter pelek :Diameter pelek yang digunakan (dalam inchi) Ply Rating :Angka indeks yang menyatakan tingkat kekuatan ban pada batas beban dan tekanan angin maksimum. Angka indeks selalu di dinyatakan dengan angka genap.
Gambar 2.8 Penulisan Cara Metrik
100
/ 80
-
18
53
S
lebar penampang
aspek rasio kontruksi Diameter pelek
Indeks beban
Symbol kecepatan
Lebar penampang :Lebar penampang ban ( dalam millimeter)
Aspek Rasio :Perbandingan antara tinggi dan lebar penampang ban baru. Diameter pelek :Diameter pelek yang dipergunakan (dalam inchi)
Indeks beban :Angka indeks yang menyatakan beban maksimum yang dapat ditanggung sebuah ban pada kondisi tertentu.
Symbol kecepatan :Symbol yang menyatakan tingkat kecepatan ban untuk membawa beban sesuai dengan indeks bebannya.
2.9.4 Tanda Petunjuk Keausan (Tread Wear Indication)
Pola telapak atau pattern yang ada pada bagian tread pada ban, bertujuan terutama untuk memberikan cengkraman (grip) pada kondisi jalan yang basah atau licin.
Kemampuan cengkraman tersebut berkurang sebanding dengan bertambahnya keausan tread akibat pemakaian.
TWI merupakan petunjuk untuk menentukan batas minimum keausan ban dalam batas performance ban yang aman. Posisi dimana tanda TWI tersebut berada, ditunjukkan dengan tanda segitiga pada kedua sisi sidewall dari ban. Untuk motor Cycle terdapat 6 tanda, sedangkan untuk scooter terdapat 4 tanda pada sekeliling lingkaran ban.
2.9.5 Penunjuk Arah Putaran
Pada saat pemasangan ban ke rim, pastikan bahwa pemasangannya telah sesuai dengan arah penunjuk putaran, yang ditunjukkkan oleh arah tanda panah pada dinding samping ban.
Dengan pemasangan yang tepat, maka performance dari karakteristik pattern, akan dapat dicapai secara optimum. Baik dari segi pengendalian, pembuangan air, maupun dari kemampuan pengereman.
Seperti yang telah diketahui, bahwa gaya yang bekerja pada ban depan dan belakang selama pengereman dan akselerasi, adalah bervariasi. Selama pengereman 60 % dari gaya ditanggung oleh ban depan. Sedangkan selama akselerasi, 70% dari gaya ditanggung oleh ban belakang. Dengan demikian, pemasangan ban dengan arah yang sesuai dengan petunjuk arah putaran akan menghindari kerusakan dini dari ban.
2.9.6 Penandaan Titik Teringan Pada Ban (lightest Point Marking)
Umumnya, pada setiap ban, akan ditemui titik-titik / daerah unbalance, yang memerlukan dilakukannya setting / adjusment pada saat pemasangan ban dengan rim. Ligthest point pada ban, ditandai dengan segitiga kuning pada area sidewall. Pada titik tersebut merupakan posisi pemasangan valve sehingga diharapkan akan dapat memperbaiki / menyeimbangkan disribusi beban pada ban tersebut.
2.10 Proses Produksi Dan Mesin Yang Digunakan.
Yang dimaksud dengan mesin adalah suatu peralatan yang digerakkan oleh suatu kekuatan/tenaga yang dipergunakan untuk membantu manusia dalam mengerjakan produk atau bagian-bagian produk tertentu, (Sofjan, 1993 : 103). Proses pembuatan tire terbagi atas beberapa proses yang masing-masing proses pembuatannya menggunakan mesin dan tempat yang berbeda. Tire
terbentuk setelah semua proses dari awal sampai akhir proses dilakukan dengan benar, tentang proses pembuatan tire secara menyeluruh antara lain :
Flowchart Produksi Tire PT. Gajah Tunggal Tbk. Plant B, H, dan I
Treatment Tire GT * GT F. I TIRE CURING TIRE INNER PAINT TOPPING CALL. BIAS CUTTING TREAD EXTRUDING BUILDING BANBURY Comp'd Comp'd Comp'd Ply Tread Bead Wire BEAD GROMMET
2.10.1 Flow Chart Proses Tread Extruding
Gambar 2.10 Flow Chart Proses Tread Extruding
COMPOUND WARM UP MILL FEED MILL EXTRUDING SHRINKAGE CONVEYOR COLOUR MARKING UNDER TREAD CEMENT FEEDER COOLING CONVEYOR SPONGE ROLL BLOWER ACCUMULATOR BOOKING TREAD STORAGE TREAD (OES) MARKING PAINT BLOWER PANTRUCK / ROLLING TREAD COMPOUND/ TREAD (OES) COOL W ATER DIE HOUSE. DIE PLATE. HEAD EXTRUDING
2.10.1.1 Penjelasan Flow Chart Proses Tread Extruding
Compound SO
Compound SO adalah material untuk membuat tread, dimana compound (SO) Nomor harus sesuai dengan Inprocess Spec, dan jumlah max. satu kali giling sekitar 16 lembar (sheet).
Gambar 2.11 Compound Sheet
1 lembar (sheet) yaitu sama dengan 1 lekukan / 1 meter panjang lembar compound (sekitar 7.2 kg), dimana tebal per lembar maksimal 12 mm. Lama penyimpanan compound maksimal 10 hari dari tanggal produksi, dapat juga sampai maksimal 16 hari ( hal ini tidak disarankan karena comp’d sulit lumat pada waktu warm up mill ).
Compound / Tread OES
Compound / Tread OES adalah material untuk membuat tread, dimana comp’d / Tread OES Nomor harus sesuai dengan Inprocess Spec, dan pencampuran maksimal 20 % dari jumlah yang digiling ( maksimal 2 box per 16 lembar comp’d SO ).
Gambar 2.12 Compound Tread OES
Dimana berat Tread OES dalam 1 box sekitar 14.5 kg ( tidak termasuk berat box ).
Warm Up Mill
Merupakan proses pemanasan dan pelumatan awal tread comp’d, dimana proses warm up mill ini dilakukan di mesin Open Mill. Dimana untuk tinggi bank comp’d waktu menggiling 30 cm diukur dari tinggi permukaan atas mesin Open Mill, comp’d thickness 8 – 12 mm diukur setelah digiling dan waktu giling 4 – 6 menit ( 3 – 5 kali giling ) supaya mendapatkan hasil tread comp’d yang homogen. Setelah digiling di Warm Up Mill comp’d ditransfer melalui conveyor ke Feed Mill untuk menjalani proses selanjutnya.
Feed Mill
Merupakan proses pelumatan lanjutan tread comp’d, dimana comp’d digiling untuk mendapatkan hasil tread comp’d yang lebih homogen yang selanjutnya comp’d yang digiling tersebut dibuat Feed Strip yang kemudian ditransfer ke mesin Extruder unruk menjalani proses selanjutnya, proses Feed Mill ini dilakukan dimesin Open Mill. Dimana untuk tinggi bank comp’d waktu menggiling 30 cm diukur dari tinggi permukaan atas mesin Open Mill, temperature Feed Strip maksimal 90oC diukur setelah digiling, dan tebal serta lebar Feed Strip sesuai dengan Inprocess Spec.
Extruding
Merupakan proses untuk memadatkan dan mendorong feed strip comp’d secara terus menerus untuk enghasilkan Tread, diman temperature Head Extruder maksimal 115oC dan temperature Barrel Extruder maksimal 95oC dan kecepatan putar Srew sesuai dengan Inproses Spec.
Head Extruder, Die House dan Die ( Plate )
Berfungsi sebagai media perantara pembentukan contour tread, dimana pemakaian Die House dan Die Plate sesuai dengan Inprocess Spec, temperature tread maksimal 120o
C diukur setelah tread keluar dari Die ( Plate ).
Shrinkage Conveyor
Berfungsi sebagai media untuk membantu menjaga dimensi contour tread, bekerjanya shrinkage conveyor mengikuti extruder.
Colour Marking
Berfungsi sebagai penandaan tread agar dapat dibedakan secara visual dan tercetak pada permukaan atas tread.
Under Tread Cement Feeder
Berfungsi sebagai perekat antara tread dan ply pada proses building, under tread cement dilapiskan pada bagian bawah tread, dimana waktu simpan maksimal 48 jam dan selalu diaduk secara merata. Proses pemakaiannya adalah drum dicelupkan pada cement tank kemudian berputar, tread digulirkan pada permukaan drum yang telah terlapisi cement.
Blower
Berfungsi untuk mengeringkan under tread cement pada tread, bekerjanya mengikuti extruder.
Cooling Conveyor
Berfungsi untuk mendinginkan tread dengan menggunakan media air, dimana temperature inlet air tersebut maksimal 32oC dan tread temperature 35oC pada saat keluar dari cooling conveyor.
Sponge Roll
Berfungsi untuk mengeringkan permukaan atas dan bawah tread dari air setelah dari proses cooling conveyor, dimana bekerjanya mengikuti extruder.
Blower
Berfungsi untuk mengeringkan permukaan atas dan bawah tread dari air dengan semburan udara setelah melewati sponge roll, dimana bekerjanya mengikuti extruder.
Accumulator
Berfungsi untuk meredam supply tread pada saat penggantian rolling tread/ pantruck, dimana bekerjanya mengikuti extruder.
Tread ( OES )
Yaitu tread yang secara visual dan dimensi tiadak sesuai dengan Inprocess Spec, dimana tread ( OES ) tersebut dikumpulkan yang nantinya digiling ulang untuk proses pembuatan tread dari awal.
Booking
Dipergunakan dalam penempatan tread ( dalam bentuk Rolling Tread dan pantruck ).
Tread Storage
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan tread, dimana lama penyimpanan tread maksimal 3 hari.
2.10.1.2 Jenis mesin yang digunakan dalam section Tread Extruder Extruder
Nama Mesin : Tread Extruder
Maker : Seyen Machinery Co., Ltd. Screw Diamter : ± 150 mm
Tread Head Max. Opening : 350 mm Screw Rpm : 20 – 60 Rpm
Motor : DC 50 HP
Line Construction
Extruder Take Up Conveyor Shrinkage Roll Cement Roll
Cooling Tank Tread Skiver & conveyor Sponge Roller Blower Conveyor Take Off Conveyor Wind Up Stand
Utility
Electric Source : 380 V, 50 Hz, 3 Ø Pneumatic Source : 6 Kg/ cm 2 Water Source : 2 Kg/ cm2
2.10.2 Flow Chart Proses Bias Cutting TREATMENT LET OFF PRICKING FESTOON SLITTING WIND UP PLY JOINT FEED CONVEYOR CUTTING PLY STORAGE BOOKING
2.10.2.1 Penjelasan Flow Chart Proses Bias Cutting
Treatment
Merupakan material untuk membuat ply, yaitu terdiri dari cord ( nylon ) yang telah dilapisi oleh compound, proses pembuatan treatment dilakukan dengan menggunakan mesin Topping Calender, dimana lama penyimpanan treatment maksimal 14 hari dari tanggal produksi topping calender, dengan lebar 1460 ± 15 mm dan panjang satu roll treatment 450 ± 5 meter. Adapun jenis Treatment yang dipakai adalah M6143N-925, M6148NS-925, M6138J-925, M6138J-925, M6140N-925, dimana penggunaan masing- masing jenis treatment tersebut sesuai dengan Inprocess Spec.
Let Off
Berfungsi sebagai dudukan roll treatment dan untuk menjaga kestabilan tension dari treatment tersebut, dimana air pressure for break roll treatment diadjust sesuai besarnya gulungan treatment.
Pricking
Berfungsi untuk membuat lubang- lubang pada treatment dengan tujuan untuk membantu keluarnya udara yang terperangkap pada proses building, dimana bekerjanya mengikuti proses cutting.
Festoon
Berfungsi untuk meredam dan membantu kesetabilan tension treatment pada saat proses cutting.
Feed Conveyor
Cutting
Berfungsi untuk memotong treatment dengan lebar dan sudut tertentu sesuai dengan Inprocess Spec.
Ply Joint
Berfungsi untuk menyambung ply secara overlap dengan jarak overlap 3 – 5 benang dengan sudut yang sejajar.
Slitting
Berfungsi untuk memblah hasil cutting menjadi ply.
Wind Up
Berfungsi untuk menggulung ply bersama dengan kain agar tidak lengket antar satu dengan yang lainnya.
Sudut
Lebar
2.10.2.2 Jenis mesin yang digunakan dalam section Bias Cutting Nama Mesin : Bias Cutter
Maker : Seyen Machinery Co., Ltd.
Tipe Mesin : High Table Let – Off station : 2 sets
Liner Width of Let – Off : max. 1800 mm Cord Width of Let – Off : max. 1460 mm Stock Roll of Let – Off : max. Ø 950 mm
Square Shaft : 40 mm x Ø 1980 mm Festoon Stock : 2860 mm
Main Conveyor Speed : max. 30 m/min Cutter Speed Rpm : 6000 rpm
Cutter Size : Ø 100 mm x Ø 25.4 mm x 1 mm Cutting Width : max. 800 mm
Cutter Angle Range : 40 0 – 90 0 Machine Accuracy of Width : ± 2 mm Cutter Accuracy of Angle : ± 1 0
Cutting Rate ( at 60 0 / 800 w ): max. 15 Cuts / min Conveyor Motor Drived : Inverter Type Sequenec Control : Omron
Joint Table : teflon Conveyor Wind Up Slitter Cutter : 1 set
Guide Adjust : max. 850 mm Liner Roll : max. 350 mm
Wind Up Diameter : max. Ø 700 mm Wind Up station : 4 sets
Reeling Speed of Wind Up : max. 23 m/ min Square Shaft Quantity : 16 pcs
Carriage Quantity : 4 pcs Pneumatic Source : 7 kg/ cm2 Wiring and Electical System : 380 V, 3 Ø, 50Hz
2.10.3 Flow Chart Proses Bead Grommet
WIRE
LET OFF STAND
WIRE CLEANING HEATING HEAD , DIE , BUFFLE EXTRUDING PULL ROLL BENDING ROLL BEAD WINDING CUTTING BEAD TALC FEEDER BOOKING BEAD STORAGE COMPOUND BEAD COMP'D SLITTING COMP'D FEED STRIP SOLUTION FESTOON FORMER & ADJUSTING PLATE PUSHING ROLLER CUTTER TALC LORY COMPOUND(OES) DIPPING IN BEAD COMPOUND RELEASE AGENT
COMPOUND OVER FLOW
BEAD COOLING
BEAD DRYING WATER
2.10.3.1 Penjelasan Flow Chart Proses Bead Grommet
Wire
Merupakan salah satu material untuk membuat bead, dimana wire diameter sesuai dengan Inprocess Spec.
Let – Off Stand
Berfungsi untuk menjaga kesetabilan tension dari wire dan sebagai dudukan bead reel.
Wire Cleaning
Berfungsi sebagai pembersih wire dari debu atau foreign material, dimana menggunakan sponge dan cairan solution sebagai media pembersih.
Heating
Berfungsi untuk memanasi wire sehingga memudahkan copound lengket dengan wire pada saat proses selanjutnya.
Extruding
Sebagai media untuk memadatkan dan mendorong feed strip compound secara terus menerus, dimana compound pressure pada extruder 70 – 150 kg/cm2, head extruder temperature maksimal 80o
C, cylinder temperature maksimal 80oC, extruder screw speed maksimal 67.7 rpm, screw temperature maksimal 60o
C, dan cool water pressure minimal 1 kg/cm2
.
Compound Feed Strip
Merupakan material untuk melapisi bead, dimana mempunyai tebal 8 ± 1 mm dan lebar 38 ± 5 mm.
Bead Compound Slitting Machine
Berfungsi sebagai media memotong lembaran compound menjadi feed strip.
Compound Overflow
Berfungsi untuk menyeimbangkan pemakaian pelapisan comp’d pada wire.
Dipping in Bead Comp’d Release Agent
Berfungsi sebagai media untuk mendinginkan comp’d overflow dan supaya compd tidak lengket dengan yang lainnya, dimana menggunakan campuran cairan dengan estimasi campuran 10 (air) : 1 (GRL).
Compound OES
Merupakan material untuk melapisi wire.
Head, Die dan Baffle
Berfungsi sebagai media pembentuk pelapisan wire dengan compound, dimana ukuran Die dan Baffle tersebut disesuaikan Inprocess Spec.
Bead Cooling
Berfungsi untuk mendinginkan lapisan compound dengan cara air dikucurkan dari atas bead secara continue.
Pull Roll
Berfungsi untuk mendinginkan lapisan compound dan menarik bead, dimana Pull Roll speed 20 - 40 rpm.
Bead Drying
Berfungsi untuk mengeringkan bead, dengan cara udara dari blower disemprotkan dari atas dan bawah bead.
Festoon
Berfungsi untuk meredam supply bead dari extruder pada saat bead winder berhenti sementara.
Bending Roller
Berfungsi untuk melengkungkan bead agar relatif sesuai dengan lengkungan former.
Bead Winding
Berfungsi untuk menggulung bead, dimana winding speed, circum length, size code, bead width dan thickness sesuai dengan Inprocess Spec.
Pushing Roll
Berfungsi untuk membantu mengarahkan dan merekatkan overlap bead ,dimana menggunakan tekanan angin 0.5 – 1 kg/cm2.
Cutting
Berfungsi untuk memotong bead yang telah digulung pada bead winder .
Bead Talc Feeder
Berfungsi untuk memberikan lapisan talc pada bead sehingga tidak lengket satu dengan lainnya.
Booking
Berfungsi sebagai media untuk peletakan bead.
Bead Storage
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan bead, dimana lama penyimpanan maksimal 3 bulan dari tanggal produksi, bila bead pada wire tidak terlapisi compound bead, maka tidak dapat digunakan.
Gambar 2.17 Bead Gambar 2.18 Joint Overlap Bead
2.10.3.2 Jenis mesin yang digunakan dalam section Bead Grommet Nama Mesin : Bead Grommet
Tipe Mesin : Bead Winding machinery Maker : Nakata Zoki Co., Ltd.
Inner Dia. of Bead : 16 ” ~ 21 ” Number of Bead Turn : 2 ~ 4 turns Number of strand : 2 ~ max. 8 strand Width of Die Opening : max. 25 mm
Forming Capacity : 12 beads x 2 fotrmers/ min Line Speed : max 150 m/ min
2.10.4 Flow Chart Proses Building PLY BEAD TREAD KEROSIN SOLUTION TIRE BUILDING M/C TREAD CUTTING DRUM BUILDING STITCHER HBT TYPE : CUTTER
HBT Line F & BTU TYPE : SLITTER
GM TYPE : SCISSORS
BLOWER
Khusus HBT Line F & BTU Type
TREAD ( OES ) BUILDING STEP VENTING BOOKING GREEN TYRE STORAGE
JOINT TREAD PRESSING
2.10.4.1 Penjelasan Flow Chart Proses Building
Ply
Merupakan salah satu material penyusun green tire, dimana ply no. sesuai dengan tire building spec, pemasangan ply 1 dan seterusnya angle saling bersilangan, jarak overlap sambungan antara 3 – 5 benang, posis overlap sambungan antara ply 1 dan seterusnya saling berjauhan (tidak boleh menumpuk).
Tread
Merupakan salah satu material penyusun green tire, dimana tread no. sesuai dengan tire building spec, estimasi posisi sambungan tread tidak boleh menumpuk antara ply dengan ply atau ply dengan tread.
Bead
Meupakan salah satu material penyusun green tire, dimana bead no. sesuai dengan tire building spec, tumlah bead tiap green tire adalah 2 pcs.
Mesin Tire Building
Berfungsi sebagai alat atau media untuk membuat green tire, dimana jenis mesin yang dpakai ada 3 macam, yaitu BTU ( Bladder Turn Up ), HBT ( Herbert ) dan GM ( Manual ).
Drum Building
Berfungsi sebagai media untuk mengassembly ply, bead dan tread menjadi green tire, dimana machine type dan drum code sesuai dengan tire building spec, drum speed rotation pada waktu stitcher bekerja adalah 190 – 250 m/min. Untuk mengassembly tiga komponen penyusun green tire yaitu ply, bead dan tread menggunakan solution demgan material SBP XX yang berfungsi untuk
menambah daya lengket antara ply, bead dan tread, dimana estimasi campuran cairan tersebut 1 (koresin ) : 50 ( SBP XX ).
Stitcher
Berfungsi sebagai media untuk menekan atau melengketkan Tread dengan ply, dimana cylinder diameternya 50 mm dan waktu stitcher bekerja antara 10 – 13 detik.
Tread Cutting
Berfungsi untuk memotong tread dengan panjang sesuai tire building spec, dimana HBT type cutter temperature ( pada ujung ) 125 – 175 0C, GM type
Scissor temperature 100 – 125 0C, BTU type menggunakan Slitter yang didinginkan dengan water spray kemudian ujung tread dikeringkan ( atas dan bawah ) dengan menggunakan Blower.
Turn Up
Berfungsi untuk mengikat bead dengan cara melipatkan ply ke bead, dimana untuk tipe mesin GM dengan menggunakan manual, tipe mesin HBT dengan menggukan media Fingers ( jari – jari ) dan tipe mesin BTU dengan menggunakan media Turn Up Bladder.
Tread ( OES )
Merupakan tread, dimana secara visual dan dimensi tidak sesuai dengan tire building spec dan tread yang kelebihan potong.
Venting
Berfungsi untuk membantu memudahkan keluarnya udara yang terperangkap antar ply dengan ply atau dengan tread, dengan cara green tire dipress melalui roll yang ada jarum pakunya dan diputar secara merata
mengelilingi green tire. Dimana cylinder air pressure 4.5 ± 0.5 kg/ cm2, cylinder diameter 52 mm, lama kerja 2 kali lingkaran green tire, diameter roll 176 mm dan venting roll surface speed 19 – 21 m/min.
Gambar 2.20 Roll Venting
Booking
Berfungsi untuk penempatan green tire, dimana menggunakan lorry sebagai tempat booking.
Green Tire Storage
Berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan green tire, dimana lama penyimpanan maksimal 14 hari dari tanggal produksi.
2.10.4.2 Jenis mesin yang digunakan dalam section Building Nama Mesin : Building
Maker : Seyen Machinery Co., Ltd. Main Body
Leght : 3060 mm
Width : 920 mm
Height : 1150 mm
Hight of Work Spindel : 900 mm
Max. Inner Circumference of bead Wire : 810 mm Min. Inner Circumference of bead Wire : 620 mm Max. width of Green Tire : 310 mm
Speed of work Spindle : 35 / 140 Rpm Power of Driven Motor : AC 3 HP
Piston Surface of Stitching Cylinder :19,5 cm2
PLC : MITSUBISHI Inverter : MITSUBISHI Solenoid : KURODA Servicer Length : 2450 mm Width : 1400 mm Heiht : 2000 mm
Power of Drive Motor ( Ply ) : 0.4 KW, 4 P
Power of Drive Motor ( Tread Rubber ) : 0.75 KW, 4 P Power of Drive Motor ( Roller Conveyer ) : 0.4 KW, 4 P
Power of Drive Motor ( Roller ) : 0.4 KW, 4 P Max. Ply Width : 500 mm
Max. Ply – Roller Diameter : 500 mm Max. Tread Rubber Width : 300 mm Max. Tread Rubber Length : 1100 mm Max. Tread Rubber Roll Diameter : 700 mm Max. liner Roll Diameter : 300 mm
Utility
Electrical Source : 380 V, 50 Hz, 3 Ø Pneumatic Source : 6 atm – 8 atm
2.10.5 Flow Chart Proses Curing
GREEN TIRE
GREEN INNER PAINT & GREEN OUTER PAINT
POST CURE INFLATION HANGING CONVEYOR TIRE CURING TIRE MOLD SHAPING PROCESS HIGH PRESSURE STEAM LOW PRESSURE STEAM RING BLADDER & BLADDER LOW PRESSURE STEAM SERIAL NO PCI RIM WATER PRESSURE
2.10.5.1 Penjelasan Flow Chart Proses Curing
Green Tire
Merupakan material yang akan dimasak, dimana green tire code mengikuti Inprocess Spec dan waktu pemasangan green tire pada mold dengan posisi sambungan tread didekat nomor serial.
Green Inner Paint
Berfungsi sebagai lubrican pada bagian dalam green tire agar tidak lengket dengan bladder pada saat proses curing terjadi, dimana menggunakan material Internal Tire Lubricant ( Silicon ). Adapun pemakaiannya dengan cara disemprotkan merata pada bagian dalam green tire, dimana internal tire lubricant tidak boleh dicampur dengan air dan sesalu dalam kondisi diaduk, dan setelah green tire diberi GIP dikeringkan pada suhu ruang selama minimal 30 menit setelah itu green tire siap untuk dimasak.
Green Outer Paint
Berfungsi sebagai lubrican pada bagian luar green tire agar tidak lengket dengan mold pada saat proses curing terjadi, dimana menggunakan material Green Outer Paint ( PCP ). Adapun pemakaiannya dengan cara disemprotkan merata pada bagian luar green tire, dimana Green Outer Paint ( PCP ) tidak boleh dicampur dengan SBP XX dan sesalu dalam kondisi diaduk, dan setelah green tire diberi GOP dikeringkan pada suhu ruang selama minimal 30 menit setelah itu green tire siap untuk dimasak.