• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING BERBANTUAN HANDOUT PADA MATERI PENGUKURAN TERHADAP

HASIL BELAJAR FISIKA PESERTA DIDIK KELAS X MIPA SMAN 7 SIJUNJUNG

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Jurusan Tadris Fisika

Oleh:

GUSRI YUFRI YANIS NIM 15 3007 00009

JURUSAN TADRIS FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)

BATUSANGKAR 2019

(2)
(3)
(4)
(5)

i

SMAN 7 Sijunjung”, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Tadris Fisika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar. 2019.

Hasil belajar fisika peserta didik kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata dan persentase ketuntasan dari ulangan harian materi Pengukuran peserta didik kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung tahun pelajaran 2017/2018 dan 2018/2019. Rendahnya hasil belajar fisika dikarenakan kurangnya minat belajar peserta didik, peserta didik tidak aktif dalam proses PBM, tidak memahami konsep fisika dengan baik, serta kurangnya bahan ajar pegangan berupa handout. Oleh kerena itu peneliti melalukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan handout. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar fisika peserta didik dengan penerapan model pembelajaran discovery learning berbantukan handout lebih baik dari pada hasil belajar fisika dengan penerapan pembelajaran konvensional di kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu, dengan rancangan posttest only control group. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung berjumlah 57 orang peserta didik. Pengambilan sampel menggunakan total sampling yang menghasilkan dua kelas sampel yaitu kelas X MIPA 1 sebagai kelas eksperimen dan X MIPA 2 sebagai kelas kontrol. Data yang diambil berupa tes hasil belajar ranah kognitif berupa tes pilihan ganda sebanyak 25 butir soal dan dianalisis secara statistik dengan uji-t. Data ranah afektif peserta didik menggunakan lembar observasi aktivitas peserta didik yang dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai rata-rata ranah kognitif kelas eksperimen 72,00 sedangkan pada kelas kontrol 62,22. Hasil rata-rata untuk ranah afektif pada kelas eksperimen 76,33 sedangkan untuk kelas kontrol 69,33. Hal ini diperkuat dengan hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t, didapatkan thitung

= 2,15 untuk ranah kognitif, thitung = 2,32 untuk ranah afektif, nilai ttabel=

pada taraf 0,05, kerena nilai rata-rata t hitung > t tabel. Model pembelajaran discovery

learning dengan Ho ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpukan bahwa

hasil belajar fisika peserta didik dengan penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan handout pada materi pengkuran kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung lebih baik dari pada pembelajaran konvensional.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan karunia kepada peneliti sehingga dapat menyusun skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Handout pada Materi Pengukuran terhadap Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung”. Shalawat serta salam kepada nabi Muhammad Saw. Selaku penutup segala Nabi dan Rasul yang diutus dengan sebaik-sebaik agama, sebagai rahmat untuk seluruh manusia, sebagai personifikasi yang utuh dari ajaran islam dan sebagai tumpuan harapan pemberi syafa’at di akhirat kelak. Penulisan skiripsi ini adalah syarat untuk melengkapi syarat-syarat dan tugas untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Jurusan Tadris Fisika Program Sarjana (S-1) Institut Agama Islam Negri (IAIN) Batusangkar.

Selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini banyak bantuan, motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil yang penulis terima. Dalam konteks ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Venny Haris, M.Si selaku pembimbing 1 dan Ketua Jurusan Tadris Fisika 2. Ibu Novia Lizelwati, M.Pfis selaku pembimbing 2 dari peneliti dan pembimbing akademik dari peneliti yang telah memberi arahan serta bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Marjoni Imamora, M.Sc dan ibu Artha Nesa Chandra, M.Pd sebagai penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran untuk skripsi ini lebih baik kedepannya.

4. Bapak Dr.H. Kasmuri, MA selaku Rektor IAIN Batusangkar

5. Bapak Dr. Sirajul Munir, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

(7)
(8)
(9)

iv LEMBARAN PENGESAHAN

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GAMBAR ...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 8 C. Batasan Masalah... 8 D. Rumusan Masalah ... 8 E. Tujuan Penelitian ... 8 F. Manfaat Penelitian ... 9 G. Definisi Operasional... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 11

1. Pembelajaran Fisika ... 11

2. Model Pembelajaran ... 13

3. Model Pembelajaran Discovery Learning ... 14

4. Handout ... 21

5. Hubungan Model Pembelajaran Discovery Learning dengan Handout ... 23

6. KD dan IPK ... 25

7. Hasil Belajar ... 26

8. Pembelajaran Konvensional ... 30

B. Penelitian yang Relavan ... 32

C. Kerangka Berfikir... 34

D. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 36

B. Rancangan Penelitian ... 36

C. Tempat dan waktu Penelitian ... 37

D. Variabel dan Data ... 37

1. Variabel Penelitian ... 37

(10)

v

E. Populasi dan Sampel ... 38

1. Populasi ... 38 2. Sampel ... 38 F. Prosedur Penelitian... 42 1. Tahap Persiapan ... 42 2. Tahap Pelaksanaan ... 43 3. Tahap Akhir ... 45 G. Instrumen Penelitian... 45

H. Teknik Analis Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 60

1. Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 60

2. Hasil Belajar Ranah Afektif(Sikap) ... 62

B. Analisis Data ... 64

C. Pembahasan ... 66

1. Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 66

2. Hasil Belajar Ranah Afektif(Sikap) ... 73

D. Kendala yang Dihadapi ... 76

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA

(11)

vi

Tabel 2.1 : KD dan IPK materi Pengukuran kelas X MIPA 7

Sijunjung Tahun ajaran 2019/2020 ...25

Tabel 3.1 : Rancangan Penelitian ...36

Tabel 3.2 : Waktu dan Tempat ...37

Tabel 3.3 : Populasi dan Sampel ...38

Tabel 3.4 : Hasil Uji Normalitas Kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung ...40

Tabel 3.5 : Skenario Pembelajaran pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol pada kelas X MIPA SMAN 7 ...43

Tabel 3.6 : Klasifikasi Validitas Soal ...47

Tabel 3.7 : Klasifikasi Indeks Kesukaran ...48

Tabel 3.8 : Klasifikasi Daya Pembeda ...49

Tabel 3.9 : Klasifikasi Reliabilitas Soal ...50

Tabel 3.10 : Ranah Penilaian Afektif ...51

Tabel 3.11 : Rubrik Penskoran Penilaian Afektif ...51

Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi Nilai Tes Kelas Sampel ...61

Tabel 4.2 : Nilai Rata-Rata, Skor Tertinggi, Skor Terendah Kelas Sampel ...61

Tabel 4.3 : Penilaian Ranah Afektif tiap Kali pertemuan pada kelas eksperimen ...62

Tabel 4.4 : Penilaian Ranah Afektif tiap Kali pertemuan pada kelas kontrol ...62

Tabel 4.5 : Frekuensi Nilai Ranah Afektif ...63

Tabel 4.6 : Nilai Rata-Rata Ranah Afektif peserta didik ...63

(12)

vii

Tabel 4.8 : Hasil Uji Normalitas Sampel Ranah Afektif ...64 Tabel 4.9 : Hasil Uji Homogenitas Data Nilai Hasil Belajar

Fisika Peserta didik pada Ranah Kognitif ...65 Tabel 4.10 : Hasil Uji Homogenitas Data Nilai Hasil Belajar

Fisika Peserta didik pada Ranah Afektif ...65 Tabel 4.11 : Hasil Uji Hipotesis Data Nilai Hasil Belajar

Fisika Peserta didik pada Ranah Kognitif ...66 Tabel 4.12 : Hasil Uji Hipotesis Data Nilai Hasil Belajar

(13)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Bagan Kerangka Berfikir ...35 Gambar 4.1.a : Persentase ketuntasan Hasil Belajar Siswa

Pada ranah Kognitif Kelas Eksperimen ...67 Gambar 4.1.b : Persentase ketuntasan Hasil Belajar Siswa

Pada ranah Kognitif Kelas Kontrol ...67 Gambar 4.2 : Nilai Rata-rata, Nilai Tertinggi, Nilai

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas manusia dalam bentuk meningkatnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan nasional pasal 1 menyatakah bahwa:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” (Sisdiknas, 2003:2).

Pendidikan memiliki fungsi untuk menyiapkan peserta didik. Menyiapkan ini diartikan bahwa peserta didik pada hakikatnya belum siap, tetapi perlu disiapkan dan sedang menyiapkan dirinya sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang dicapai oleh peserta didik setelah diselenggarakannya kegiatan pendidikan di sekolah. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal. Secara sistematis, sekolah menyediakan bermacam-macam lingkungan, yakni lingkungan pendidikan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar dengan berbagai kesempatan belajar. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan (Hamalik, 2014:2).

Penyelenggaraan pendidikan tidak terlepas dari tujuan pedidikan itu sendiri. Tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan merupakan tolak ukur bagi terlaksananya penyelenggaraan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut sekolah hendaknya merealisasikan tujuan itu ke dalam

(15)

tujuan pembelajaran di kelas pada setiap bidang studi, contohnya dalam pembelajaran fisika yang menuntut peserta didik untuk mampu memiliki kemampuan berpikir objektif, logis, kritis dan analitis.

Pembelajaran fisika berperan penting dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pembelajaran fisika seharusnya dapat memberikan pengalaman langsung pada peserta didik dalam mengkontruksi, mamahami, dan menerapkan konsep yang telah dipelajari. Dengan demikian peserta didik akan lebih terlatih menemukan sendiri berbagai konsep secara bermakna serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru juga dituntut untuk dapat menciptakan kondisi belajar yang menarik dan kondusif sehingga peserta didik dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Dengan kondisi pembelajaran yang menarik dan kondusif serta melibatkan peserta didik di dalamnya, maka peserta didik akan mempunyai pemahaman yang baik tentang materi fisika.

Fisika adalah salah satu cabang ilmu sains yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga suatu proses penyelidikan dan penemuan. (Astuti, 2018:2). Fisika dengan hakikatnya sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematis, sebagai suatu kegiatan manusia melalui proses yang aktif, dinamis dan generatif, serta sebagai ilmu yang mengembangkan sikap berfikir kritis, objektif dan terbuka, menjadi sangat penting dikuasai oleh peserta didik dalam menghadapi laju perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat.

Namun dalam kenyataannya dapat dilihat, sampai saat ini prestasi belajar fisika yang dicapai oleh peserta didik masih rendah. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMAN 7 Sijunjung pada hari Selasa, 18 Juli 2019 diperoleh informasi, bahwa guru pada saat mengajar lebih cenderung menggunakan model pembelajaran cooperative learning sehingga kegiatan pembelajaran bersifat monoton dan tidak bervariasi. Akibatnya pembelajaran fisika tidak menjadi hal yang menarik bagi sebagian besar peserta didik. Jika

(16)

3

dilihat dari keaktifan peserta didik, pada kurikulum 2013 peserta didik diharuskan menjadi aktif dalam PBM. Akan tetapi kenyataannya peserta didik masih banyak yang tidak aktif dalam PBM hanya beberapa peserta didik saja yang aktif dan itu terbukti pada saat proses pembelajaran berlangsung. Kebanyakan dari peserta didik tidak mau bertanya atau tidak ada mengajukan pertanyaan, hanya menerima apa yang telah didapatkan pada proses pembelajaran. Serta kurangnya minat peserta didik pada pembelajaran fisika itu sendiri dan itu terlihat dari kebanyakan peserta didik tidak mengikuti proses pembelajaran dengan baik .

Hasil dari wawancara dengan guru bidang studi fisika mengatakan peserta didik tidak serius dalam PBM. Guru juga menyatakan rendahnya hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran fisika, terutama pada materi pengukuran hal ini dapat ditinjau dari nilai ulangan harian peserta didik. Sehingga akan berdampak pada hasil belajar peserta didik dan itu terbukti pada saat peneliti memintak data nilai ulangan harian peserta didik pada materi pengukuran. Pada umumnya nilai yang diperoleh oleh peserta didik kebanyakan tidak mampu mencapai batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimun) seperti pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1: Persentase Ketuntasan Ulangan Harian Peserta Didik Pada Materi Pengukuran Kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung Tahun Ajaran 2017/2018 dan 2018/2019 Tahun pelajaran Kelas Jumlah peserta didik Nilai rata-rata KKM Persentase ketuntasan (%) Tuntas Tidak tuntas 2016/2017 X MIPA1 32 42,3 72 31,3 % 68,7 % X MIPA 2 32 44,2 72 34,4 % 65,6 % 2017/2018 X MIPA1 35 45,7 72 28,6 % 71,4 % X MIPA 2 35 48,3 72 34,3 % 65,7 % (Sumber : Guru mata pelajaran fisika SMAN 7 Sijunjung)

(17)

Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa banyak peserta didik kelas X MIPA yang tidak tuntas dalam pembelajaran fisika. Lebih dari 50 % peserta didik memperoleh nilai di bawah KKM. Dari persentase ketuntasan yang diperoleh dari nilai ulangan harian peserta didik masih sangat rendah. Hal ini terjadi karena bahan ajar pegangan peserta didik masih kurang dan tidak bisa dipinjamkan untuk di bawah pulang. Bahan ajar yang digunakan peserta didik hanya berupa buku paket saja dan hanya bisa digukan ketika jam pelajaran Fisika saja, sehingga peserta didik tidak ada bahan ajar pegangan untuk dipelajarinya di rumah. Oleh karena itu peneliti tertarik menggunakan bahan ajar berupa handout supaya peserta didik memiliki bahan ajar pegangan untuk dipelajarinya di rumah.

Akibat kurangnya bahan ajar pegangan peserta didik minat belajar peserta didik berkurang. Banyak peserta didik yang tidak memahami konsep fisika dengan baik dan benar. Sehingga mengakibatkan peserta didik tidak begitu aktif dalam pembelajaran, dan juga peserta didik tidak mau bertanya atau menanggapi didukung dengan proses PBM monoton dan tidak bervariasi. Sehingga tingkat berfikir kritis peserta didik tidak muncul. Kurangnya minat peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga kebanyakan dari peserta didik tidak memperhatikan guru pada saat menjelaskan dan kurangnya penguasaan konsep dasar, sebagian peserta didik cenderung menghafal rumus bukan memahami konsep. Sehingga mengalami kesulitan saat menyelesaikan soal-soal yang diberikan.

Berdasarkan permasalahan di atas diperlukan sebuah model pembelajaran yang dapat menarik perhatian peserta didik dalam proses pembelajaran serta peserta didik dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sehingga seluruh peserta didik dapat menguasai isi pelajaran yang telah dipelajarinya secara baik dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik dari sebelumnya. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah model pembelajaran aktif. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai

(18)

5

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran (Berdiati dan Saefuddin. 2015:48).

Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang peserta didik terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi peserta didik mencapai hasil belajar yang lebih baik. Ukuran keberhasilan mengajar guru utamanya adalah terletak pada terjadi tidaknya peningkatan hasil belajar peserta didik (Aunurrahman, 2012: 81). Adapun model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik adalah model pembelajaran yang bisa menjadikan peserta didik itu aktif dalam proses pembelajaran, mampu belajar mandiri serta peserta didik dapat menemukan sendiri konsep, fakta, prinsip yang terkait dalam materi yang dipelajari (Riyanto, 2009:160). Model yang dapat membuat peserta didik itu lebih aktif, mampu belajar mandiri dan menemukan konsep seperti model pembelajaran Inkuiri, Problem Based Learning, Project Based Learning, Contextual Teaching Learnng, Discovery Learning dan banyak model lainnya.

Model discovery learning ini juga terbukti dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyo dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dengan diperoleh uji-t yakni ,291 > 1,99 dengan rincian nilai rata-rata kelas eksperimen 80,176 dan nilai rata-rata kelas kontrol 76,083. Dengan hasil angket respon peserta didik sebesar 77,39%. Dalam jurnal Istiana juga mengatakan bahwa penerapan model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan aktivitas peserta didik pada siklus I, persentase ketercapaian aktivitas belajar peserta didik sebesar 37% yang kemudian meningkat pada siklus II menjadi 77,78%. Peningkatan prestasi

(19)

belajar dilihat dari aspek kognitif pada siklus I mencapai 63% dan meningkat pada siklus II menjadi 81%, dari aspek afektif persentase ketuntasan untuk siklus I sebesar 89% dan meningkat pada siklus II menjadi 92,6%. Sedangkan untuk prestasi belajar aspek psikomotorik hanya dilakukan pada siklus I dan memberikan hasil ketuntasan sebesar 81,48%.

Berdasarkan penelitian tersebut peneliti tertarik mengunakan model pembelajaran discovery learning karena model discovery learning merupakan konsep belajar yang membantu peserta didik aktif dan menemukan konsep sendiri. Model discovery merupakan pembelajaran yang menekankan pada pengalaman langsung dan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran. Bahan ajar yang disajikan dalam bentuk pertanyaan atau permasalahan yang harus diselesaikan. Jadi peserta didik memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, melainkan melalui penemuan sendiri. Langkah-langkah discovery learning 1) Stimulation (memberikan pernyataan); 2) Menentukan hipotesis; 3) Pengumpulan data; 4) Pengolaham data; 5) Pembuktian (bandingan dengan teori); 6) Kesimpulan (Kemendikbud. 2013:14).

Selain menggunakan model pembelajaran discovery learning yang menekankan pada aktivitas peserta didik, guru juga dapat memberikan alat bantu belajar kepada peserta didik yang tujuannya sebagai alat yang dapat digunakan untuk membantu peserta didik pada proses pembelajaran. Sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efektif dan efisien. Dengan diberikannya alat bantu kepada peserta didik, maka proses pembelajaran akan lebih menarik, menjadi konkrit, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga seta hasil belajar lebih bermakna. Menurut Hamalik (2014:51) alat bantu belajar disebut juga alat peraga atau media belajar. Alat bantu atau media belajar dapat berupa bahan tercetak, media visual, media audio, dan

(20)

7

audio visual, salah satu media atau bahan ajar cetak seperti buku teks, modul, lembar kerja peserta didik, handout, brosur dan lain sebagainya.

Adapun alat bantu belajar yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan ajar yaitu “Handout”. Handout termasuk ke dalam media cetak yang meliputi bahan-bahan yang disediakan dari kertas untuk pengajaran dan informasi belajar. Handout merupakan bahan ajar tertulis yang nantinya dapat mendukung bahan ajar lainnya atau penjelasan dari guru. Menurut Prastowo (2012:78) handout diartikan sebagai “segala sesuatu” yang diberikan kepada peserta didik ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Maka handout dapat membantu dalam proses pembelajaran. Karena handout berisi ringkasan atau kesimpulan atau bagian-bagian dari materi yang penting sehingga peserta didik dapat mengetahui dasar-dasar serta poin-poin penting pada materi yang sedang dipelajari, dan juga handout dapat membuat belajar peserta didik menjadi lebih terbimbing, peserta didik mengetahui apa-apa saja yang harus dipelajari sehingga tidak mempelajari materi-materi yang tidak relevan dengan pokok bahasan atau materi pokok yang sedang dipelajari.

Handout ini dibuat dengan tujuan untuk memperlancar dan memberikan bantuan informasi pada materi yang dipelajari serta sebagai pegangan bagi peserta didik, dan untuk memperkaya pengetahuan peserta didik (Prastowo, 2012:82). Penyusunan handout dalam kegiatan pembelajaran mempunyai beberapa manfaat diantaranya memudahkan peserta didik saat mengikuti proses pembelajaran dan melengkapi kekurangan materi. Oleh sebab itu model pembelajaran discovery learning berbantuan handout adalah untuk dapat mempermudah dalam kegiatan pembelajaran, meningkatkan kreativitas peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar, peserta didik akan lebih mudah memahami dan mengingat materi yang dipelajari. Handout dapat menjadi bahan ajar cetak yang sangat praktis dan ekonomis. Handout dikatakan praktis dan ekonomis karena handout berisi ringksan, kesimpulan dan bagian-bagian dari materiyang penting sehingga peserta didik dapat langsung mengetahui

(21)

dasar-dasar serta poin-poin yang penting pada materi yang sedang dipelajari.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil materi pengukuran, karena hasil nilai ulangan harian peserta didik pada materi pengukuran sangat rendah, dan tidak memenuhi KKM (kriteria ketuntasan minimum). Berdasarkan latar belakang maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian meneliti tentang “penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan handout pada materi pengukuran terhadap hasil belajar fisika peserta didik kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat identifikasi beberapa masalah yang ditemukan dalam pembelajaran fisika, yaitu:

1. Guru lebih cenderung menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw, sehingga pembelajaran menjadi monoton di kelas. 2. Dari observasi yang dilakukan terlihat peserta didik kurang aktif dalam

pembelajaran fisika.

3. Data dari guru mata pelajaran didapatkan hasil belajar fisika rendah, dengan nilai rata-rata < 50.

4. Guru Fisika SMAN 7 Sijunjung belum menggunakan alat bantu bahan ajar berupa handout.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini masalah yang dibahas difokuskan pada “penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan handout pada materi pengukuran terhadap hasil belajar fisika peserta didik kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung”. Hasil belajar yang diteliti pada penelitian ini mencakup dua ranah, yaitu pada ranah kognitif, afektif.

(22)

9

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah adalah apakah hasil belajar peserta didik dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning berbantuan handout pada materi pengukuran lebih baik dari pada pembelajaran pembelajaran konvensional di SMAN 7 Sijunjung ? E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar peserta didik pada Kelas X MIPA dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning berbantuan handout pada materi pengukuran mendapatkan hasil yang lebih baik dari pada pembelajaran konvensional di SMAN 7 Sijunjung.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Peneliti, yaitu menambah pengetahuan dan wawasan dalam membimbing peserta didik melalui penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan handout pada materi pengukuran terhadap hasil belajar.

2. Guru fisika SMA N 7 Sijunjung, yaitu sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat dipilih untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.

3. Bagi peserta didik, pengalaman untuk peserta didik dalam meningkatkan hasil belajar fisika dan aktivitas di dalam kelas.

G. Defenisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami penulisan ini, maka peneliti mencoba menjelaskan istilah-istilah berikut :

1. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis yang tergambar dari awal sampai akhir yang memiliki sintak-sintak atau langkah-langkah sehingga nantinya akan tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

2. Model pembelajaran discovery learning model pembelajaran penemuan konsep sendiri atau mencari informasi sendiri dengan cara menyelidiki sendiri dengan bantuan oleh guru melalui petunjuk-petunjuk guru,

(23)

dengan langkah-langkahnya yaitu 1) Stimulation 2) Promblem statemen 3) Collection 4) Processing 5) Verification 6) Generalization.

3. Handout adalah bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran yang dirancang oleh pendidik dan diberikan kepada peserta didik yang bertujuan untuk membantu peserta didik saat mengikuti poses pembelajaran.

4. Hasil belajar merupakan suatu kompetensi yang dapat menunjukkan apakah seseorang dapat bekerja dengan baik atau tidak dalam ukuran atau tidak dalam ukuran atau standar tertentu. Hasil belajar yang digunakan pada penelitian ini hanya pada ranah kognitif dan afektif saja.

5. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa digunakan guru di sekolah pada proses pembelajaran. Pada penelitian ini pembelajaran konvensional yang digunakan adalah dengan menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw.

(24)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Fisika

a. Pengertian Pembelajaran Fisika

Fisika merupakan bidang sains yang memberikan pengaruh yang luar biasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad ke 21 (Batlolona, 2016:1). Menurut Hari Subagya (2013:1) Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pada tingkat SMA/MA, Pelajaran Fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

b. Tujuan Pembelajaran Fisika

Belajar fisika berarti mempelajari alam dan konsep-konsep yang ada di dalamnya. Mata pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang dipandang penting untuk diajarkan kepada peserta didik, karena dapat memberikan konstribusi terhadap perkembangan ilmu dan

(25)

teknologi sekarang ini. Untuk itu diperlukan tujuan pembelajaran fisika sebagai bekal ilmu kepada peserta didik.

Berikut ini adalah tujuan pembelajaran fisika adalah sebagai perikut: 1) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. 2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain. 3) Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrument percobaan, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. 5) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 6) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Hari Subagya. 2013: 2)

Dari penjelasan tersebut tentang tujuan pembelajaran fisika maka dapat dipahami bahwa fisika memiliki lima tujuan penting yang nantinya dapat membentuk sikap positif tentang fisika, menyadari kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, memupuk sikap ilmiah, mengembangkan pengalaman, mengembangkan kemampuan bernalar dalam berfikir analisis induktif dan deduktif dan dapat menguasai konsep, prinsip fisika. Serta mempunyai keterampilanm mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(26)

13

2. Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembalajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran (Berdiati dan Saefuddin. 2015:48). Sedangkan menurut Joyce dan Weil dalam Rusman (2014:133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana atau pola yang digunakan dalam penyusun kurikulum. Model pembejalajarn merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis yang tergambar dari awal sampai akhir. Model pembelajaran juga memiliki sintak-sintak atau langkah-langkah sehingga nantinya akan tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

(27)

b. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir. Model pembelajaran juga disebut cara atau teknik penyajian sistematis yang digunakan oleh pendidik dalam mencapai tujuan pembelajan. Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri dalam PBM. Model pembelajaran menurut Rusman memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu; 2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif; 3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas; 4) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran; 5) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya (Rusman,2014:136).

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai ciri-ciri seperti; rasional teoritik yang logis, disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tersebut tercapai.

3. Model Pembelajaran Discovery Learning a. Pengertian Discovery Learning

Discovery learning merupakan model yang digunakan untuk memecahkan masalah secara intensif di bawah pengawasan guru. Pada discovery learning, guru membimbing peserta didik untuk menjawab atau memecahkan suatu masalah. Discovery learning merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif

(28)

15

menemukan pengetahuan sendiri (Hadiono,2016:3). Model pembelajaran ini menekankan agar peserta didik mampu menemukan informasi dan memahami konsep pembelajaran secara mandiri berdasarkan kemampuan yang dimilikinya namun tidak tanpa bimbingan dan pengawasan guru agar pembelajaran yang mereka dapatkan terbukti benar. Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme (Kemendikbud, 2013: 258).

Discovery learning merupakan strategi yang digunakan untuk memecakan masalah secara intensif di bawah pengawasan guru (Mulyatiningsi, 2012:233). Hosnan menyatakan dalam Astuti (2018:2) Discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan senantiasa dan tahan lama dalam ingatan. Saifuddin dalam Kristin (2016:2) discovery learning merupakan metode memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses awal sampai akhirnya untuk didapatkan suatu kesimpulan. Discovery learning adalah strategi pembelajaran yang cenderung meminta peserta didik untuk melakukan observasi, eksperimen, atau tindakan ilmiah hingga mendapatkan kesimpulan dari hasil tindakan ilmiah tersebut.

Jadi dari beberapa pendapat yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery learning adalah model pembelajaran penemuan konsep sendiri atau mencari informasi sendiri dengan cara menyelidiki, mengumpulkan data sendiri. Model pembelajaran discovery learning juga dapat disimpulkan bahwa peserta didik didorong untuk belajar sendiri secara mandiri, mudah dilakukan dan menyenangkan sehingga diharapkan dapat menarik minat peserta didik untuk berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep untuk memperoleh pengalaman. Dalam proses pembelajaran guru sebagai fasilitator dan pembimbing, sedangkan untuk peserta didik

(29)

terlibat aktif dalam pembelajaran. Discovery merupakan suatu pembelajaran dikembangkan berdasarkan kontruktivisme.

b. Karakteristik Discovery Learning

Dalam mengaplikasikan karakteristik discovery learning adalah guru berperan sebagai pembimbing, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Model discovery learning ini bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, akan tetapi peserta didik melakukan kegiatan mencari, menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, dan membuat kesimpulan.

Karakteristik discovery learning menurut Rusman (2013: 44) pembelajaran ini memiliki karakter yang dapat ditemukan ketika pembelajaran berlangsung, berikut tiga karakter tersebut: a) Peran guru sebagai pembimbing; b) Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan; c) Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan kegiatan menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, serta membuat kesimpulan.

Dari karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik discovery learning adalah guru sebagai pembimbing. Peserta didik belajar secara mandiri tampa bantuan dari guru, dan bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi sehingga mendorong peserta didik aktif dalam pembelajaran. Peserta didik melakukan menghimpun informasi-informasi berupa persoalan yang merangsang keingin tahuan peserta didik terhadap materi yang dipelajari, peserta didik mengumpukan informasi sebanyak mungkin dan membandingkan dengan teori yang ada, kemudian peserta didik mengkategorikan dan semua informasi yang didapatkan, peserta didik menarik kesimpulan dari data dan informasi yang didapatkan.

(30)

17

c. Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning 1) Kelebihan Discovery Learning

Menurut Roestiyah (2008:21) kelebihan pembelajaran Discovery learning yaitu 1) Pembelajaran ini mampu membantu peserta didik untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penggunaan keterampilan dalam proses kognitif atau pengenalan peserta didik; 2) Peserta didik memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi atau individu; 3) Dapat membangkitkan kegiatan belajar para peserta didik; 4) proses pembelajaran mampu memberikan kesempatan untuk berkembang dan maju kepada peserta didik 5) Mampu meningkatkan cara belajar peserta didik belajar, sehingga motivasi belajar peserta didik meningkat; 6) Membantu peserta didik untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri; 7) Strategi itu berpusat pada peserta didik tidak pada guru. Guru hanya sebagai fasilitator saja yang membantu bila diperlukan.

Jadi berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keunggulan discovery learning adalah dapat meningkatkan keterampilan kognitif peserta didik dan dapat membangkitkan gaira belajar peserta didik, meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar. Peserta didik berperan aktif dalam proses pembelajaran. Menimbulkan rasa puas bagi peserta didik. Peserta didik menemukan/ membentuk konsep sendiri, dan peserta didik mampu belajar secara mendiri.

2) Kelemahan Discovery Learning

Menurut Roestiyah (2012:21) kelemahan pembelajaran Discovery Learning yaitu: a) Tidak semua peserta didik mampu melakukan pembelajaran dengan discovery learning; b) Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil; c) Bagi guru dan peserta didik yang sudah biasa dengan perencanaan dan

(31)

pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan; d) Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/ pembentukan sikap dan keterampilan bagi peserta didik; e) Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berfikir secara kreatif.

Berdasarkan pendapat di atas kelemahan discovery learning adalah tidak semua peserta didik bisa paham dengan cepat dalam pembelajaran. Peserta didik yang terbiasa dengan model pembelajaran ceramah akan kecewa bila digantikan dengan model pembelajaran discovery learning. Teknik ini kurang efektif jika digunakan untuk jumlah kelas yang banyak. Kurangnya tingkat berfikir kreatif peserta didik.

d. Ciri-Ciri Discovery Learning

Model discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar peserta didik aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki dan mengumpulkan data sendiri. Belajar dengan model pembelajaran discovery learning bisa merubuh proses pembelajaran yang pasif menjadi lebih aktif. Model discovery learning ini memiliki ciri tersendiri sehingga dapat ditemukan perbedaan dengan model pembelajaran lainnya.

Berikut ini adalah ciri-ciri discovery learning yang dikemukakan oleh Firolasia (2016:2) yaitu: a) Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; b) Berpusat pada peserta didik; c) Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Berikut ini adalah ciri-ciri discovery learning yang menurut Syamsul (2012: 80) yaitu a) Pada Pembelajaran penemuan atau discovery terbimbing merupakan salah satu bagian dari pembelajaran penemuan yang banyak melibatkan peserta didik dalam kegiatan

(32)

19

belajar mengajar; b) Merupakan kombinasi antara pembelajaran langsung dengan pembelajaran tidak langsung; c) Ada hubungan yang kuat antara dominasi guru dengan kesiapan mental peserta didik; d) Pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pelaksana sedangkan guru hanya sebagai fasilitator; e) Pembelajaran yang menitik beratkan pemecahan masalah oleh peserta didik dengan bimbingan guru.

Menurut Ma’arif ciri-ciri discovery learning terdiri dari lima ciri yaitu pembelajaran discovery terbimbing, guru sebagai fasilitator dan peserta didik aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran dikombinsikan dalam pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung. Dalam pembelajaran discovery menitik beratkan pemecahan masalah yang muncul dari dalam peserta didik.

Ciri pembelajaran discovery learning ini menunjukan adanya pengembangan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik. Pengetahuan yang baru ditemukan dengan pengetahuan peserta didik sebelumnya. Berikut ini adalah ciri-ciri discovery learning menurut Mulyatiningsih (2012:236) adalah: 1) Guru sebagai pembimbing; 2) Peserta didik bertindak sebagai seorang penemuan, peneliti, dan ilmuan.

Dari ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa peserta didik mengekporasi dan memecahkan masalah, berpusat pada peserta didik dan menghubungkan pengetahuan baru dengan yang pengetahuan yang sudah ada. pembelajaran discovery terbimbing, guru sebagai fasilitator dan peserta didik aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran dikombinsikan dalam pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung. Dalam pembelajaran discovery menitik beratkan pemecahan masalah yang muncul dari dalam peserta didik.

(33)

e. Langkah-Langkah Discovery Learning

Dalam mengaplikasikan model pembelajaran discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif. Dalam mengaplikasikan komponen discovery learning di kelas, ada beberapa komponen model discovery learning terdiri dari 6 langkah atau prosedur sebagai mana yang dinyatakan oleh Sabri (2004:244) sebagai berikut: a) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan); b) Problem Statement (pernyataan/ identifikasi masalah); c) Data Collection (pengumpulan data); d) Processing (pengolahan data); e) Verification (pembuktian); f)Generalization (menarik kesimpulan) Sebuah kelas dikatakan telah menerapkan atau menggunakan model pembelajaran discovery learning apabila telah menerapkan enam komponen tersebut dalam pembelajaran.

Lebih jelasnya prosedur yang harus dilakukan dalam mengaplikasikan model pembelajaran discovery learning pada kegiatan belajar mengajar sebagai berikut: Stimulation (stimulasi/pemberian ransangan) yaitu guru memberikan pertanyaan kepada peserta didik tentang persoalan yang meransang keingin tahuan peserta didik untuk menyelidikinya. Problem Statement (pernyataan/identifikasi masalah) yaitu guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi masalah yang relevan dengan pembelajaran. Data Collection (pengumpulan data) yaitu peserta didik disuruh untuk mengumpulkan informasi yang relevan dari berbagai sumber. Processing (pengolahan data) yaitu peserta didik mengelola semua informasi yang telah diperoleh dari sumber. Verification (pembuktian) yaitu guru melakukan membuktikan dari informasi Processing yang telah didapatkan dan dibandingkan dengan teori yang ada. Generalization (menarik kesimpulan) yaitu guru menarik kesimpulan dari verification yang

(34)

21

dapat dijadikan prinsip umum, berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama.

Langkah-langkah model pembelajan menurut para ahli adalah sebagai berikut 1) suryanti (2010) adalah: a) Orientasi; b) Merumuskan masalah; c) Menyusun hipotesis; d) Mengumpulkan data; e) Menguji hipotesis; f) Merumuskan kesimpulan. 2) Hamalik (2013) adalah: a) Mengajukan pertanyaan terhadap suatu gejala alami; b) Merumuskan masalah; c) Merumuskan hipotesis; d) Perancang pendekatan investigatif dalam bentuk eksperimen; e) melakukan eksperimen; f) Menyintesis pengetahuan; g) Memiliki sikap ilmiah ( Asih, 2014:82)

Jadi dari beberapa pendapat dapat dikatakan langkah-langkah discovery learning adalah (Stimulation) guru memberikan pertanyaan atau ilustrasi kepada peserta didik. (Problem statement) Guru mememberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan hipotesis. (Data Collection) Peserta didik melakukan eksperimen atau percobaan. (Prosesing) Peserta didik mengelolah data yang didapatkan dari eksperimen. (verification) Guru membuktikan kebenarannya dan membandingkan dengan teori. (Generalization) guru meminta peserta didik menarik kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum.

4. Handout

Menurut Echols dan Shadily dalam Prastowo (2012:78) mengartikan bahwa Handout adalah sesuatu yang diberikan secara garis. Sementara itu, Mohammad dalam Prastowo (2012:78) memaknai handout sebagai selembar (atau beberapa) lembar kertas yang berisi tugas atau tes yang diberikan pendidik kepada peserta didik. Dalam pandangan lainnya, handout bahkan diartikan sebagai “segala sesuatu” yang diberikan kepada peserta didik ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Kemudian ada juga yang mengartikan handout sebagai bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang pendidik untuk memperkaya pengetahuan peserta didik. Jadi

(35)

handout dibuat dengan tujuan untuk memperlancar dan memberikan bantuan informasi atau materi pembelajaran sebagai pegangan bagi peserta didik (Prastowo, 2012:78). Berdasarkan beberapa pandangan yang telah dikemukakan tersebut, dapat kita pahami bahwa handout adalah bahan pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran yang dirancang oleh pendidik dan diberikan kepada peserta didik yang bertujuan untuk membantu peserta didik saat mengikuti poses pembelajaran.

Sebagai bahan ajar, handout tersusun atas beberapa unsur atau komponen-komponen penyusunnya. Jika dibandingkan dengan struktur bentuk bahan ajar cetak lainnya, handout tergolong yang paling sederhana, karena hanya terdiri atas dua unsur (komponen), sedangkan yang lainnya lebih dari empat unsur. Adapun kedua unsur tersebut adalah sebagai berikut (Prastowo, 2012:82): 1)Identitas handout. Unsur ini terdiri atas nama madrasah, kelas, nama mata pelajaran, pertemuan ke-, handout ke-, jumlah halaman, dan mulai berlakunya handout; 2) Materi pokok atau materi pendukung pembelajaran yang akan disampaikan.

Kemudian ditambahkan oleh Andriani dalam Prastowo (2012:83) bahwa handout dapat berisi penjelasan, pertanyaan dan kegiatan para peserta didik, dan pemberian umpan balik ataupun tindak lanjut. Sehingga handout menjadi bahan ajar yang bisa diperkaya dengan berbagai macam fungsi, salah satunya sebagai alat evaluasi. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat tiga komponen dalam pembuatan handout diantaranya adalah 1) Identitas handout; 2) Materi pokok; 3) Kegiatan peserta didik (Prastowo, 2012:83).

Maka dari penjelasan tentang komponen–komponen handout di atas dapat ditarik kesimpulah bahwasannya hal–hal yang harus ada dalam sebuah Handout ialah:

1) Identitas handout seperti: a) Satuan pendidikan / sekolah

b) Kelas materi pelajaran, KD dan indikator materi c) Pertemuan / handout ke-

(36)

23

2) Materi pokok yang berisi ringkasan materi

3) Kegiatan peserta didik yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung.

Handout disusun atas dasar kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik. Sebagai bahan ajar, handout tersusun atas unsur-unsur penyusunnya. Unsur-unsur penyusun handout disebut juga sebagai stuktur atau komponen handout. Handout sebagai bahan ajar memiliki unsur yaitu:1) Kompetensi dasar dan indikator; 2) Ringkasan materi; 3) Soal-soal; 4) sumber bacaan (Sari, 2014:3)

Dari unsur-unsur handout dapat disimpulkan handout harus memiliki identitas. Seperti nama sekolah, kelas, KD dan indikator, matapelajaran, handout ke. Materi pokok atau ringkasan materi. Materi pokok ini harus jelas dan mudah dipahami oleh peserta didik. Contoh soal, kegiatan peserta didik, latihan. Sumber dari handout harus jelas.

5. Hubungan Model Pembelajaran Discovery Learning dengan Handout Pembelajaran di sekolah tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki peserta didik senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan aktual yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian, inti dari model pembelajaran discovery learning adalah dapat melatih peserta didik belajar secara mandiri, melatih kemampuan bernalar peserta didik, serta melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan sendiri dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain.

Model pembelajaran discovery atau penemuan ini mampu membantu peserta didik mengembangkan serta memperbanyak kesiapan penguasaan keterampilan dalam proses kognitif peserta didik, peserta didik memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi atau individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa peserta didik tersebut. Serta dapat membangkitkan kegairahan belajar para peserta didik,

(37)

dan mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang dan maju sesuai kemampuannya masing-masing. Model discovery ini juga mampu mengarahkan cara peserta didik belajar mandiri sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat dan menambah tingkat percaya diri (Rusman, 2014:187).

Oleh sebab itu, hubungan model pembelajaran discovery learning dengan handout adalah untuk memudahkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Peserta didik lebih aktif dalam proses pembelajaran, maka handout dapat membantu dalam proses pembelajaran. Karena handout berisi ringkasan atau kesimpulan atau bagian-bagian dari materi yang penting sehingga peserta didik dapat mengetahui dasar-dasar serta poin-poin penting pada materi yang sedang dipelajari, dan juga handout dapat membuat belajar peserta didik menjadi lebih terbimbing, peserta didik mengetahui apa-apa saja yang harus dipelajari sehingga tidak mempelajari materi-materi yang tidak relevan dengan pokok bahasan atau materi pokok yang sedang dipelajari (Prastowo, 2012:82).

Penjelasan di atas juga didukung dengan tujuan handout menurut Prastowo (2012:82) yaitu untuk memperlancar dan memberikan bantuan informasi pada materi yang dipelajari serta sebagai pegangan bagi peserta didik, dan untuk memperkaya pengetahuan peserta didik, untuk mendukung bahan ajar lainnya atau penjelasan dari guru. Oleh sebab itu dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning berbantuan handout dapat mempermudah dalam kegiatan pembelajaran, meningkatkan kreativitas peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar, peserta didik akan lebih mudah memahami dan mengingat materi yang dipelajari. Dan ini sesuai dengan kelebihan handout menurut arsyad dalam buku Prastowo (2012:38) yaitu: merangsang rasa ingin tahu, meningkatkan kreativitas peserta didik, dapat membantu pengetahuan ingatan dan penyempurnaan serta dapat mendorong keberanian peserta didik untuk berpresentasi dan lain sebagainya.

(38)

25

6. Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) Pada penelitian ini, materi yang diteliti yaitu materi pengukuran terdiri dari kompetensi dasar (KD) dan indikator pencapaian kompetensi (IPK). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 (permendikbut. nomor 24. tahun 2016:2)

Tabel 2.1: Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) pada Materi Pengukuran Kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung tahun ajaran 2019/2020

Kompetensi Dasar (KD)

Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)

3.2. Menerapkan prinsip-prinsip pengukuran besaran fisis, ketepatan, ketelitian angka penting, serta notasi ilmiah

3.2.1 Menjelaskan konsep besaran dan satuan dalam pembelajaran fisika

3.2.2 Menjelaskan konsep besaran pokok 3.2.3 Menjelaskan konsep besaran turunan 3.2.4 Menjelaskan konsep dimensi dalam materi

pengukuran

3.2.5 Menjelaskan intrumen pengukuran (panjang, massa dan waktu)

3.2.6 Menjelaskan cara kerja dari intrumen pengukuran (Panjang, Massa dan Waktu) serta dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari

3.2.7 Mengkonversi satuan dalam SI

3.2.8 Menjelaskan konsep aturan angka penting, notasi ilmiah dan kesalahan dan

ketidakpastian pengukuran 4.2 Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis berikut ketelitiannya dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat serta mengikuti kaidah angka penting untuk suatu penyelidikan ilmiah

4.2.1 Melaksanakan diskusi kelompok tentang besaran dan satuan dalam pembelajaran fisika

4.2.2 Melaksanakan diskusi kelompok tentang konsep besaran pokok

4.2.3 Melaksanakan diskusi kelompok tentang konsep besaran turunan

4.2.4 Menjelaskan diskusi kelompok tentang konsep dimensi dalam materi pengukuran 4.2.5 Merancang dan melaksanakan percobaan

tentang cara kerja dari instrumen pengukuran (panjang, massa, waktu) 4.2.6 Melaksanakan diskusi kelomok untuk

mentukan intrumen pengukuran (panjang, massa, waktu)

(39)

4.2.7 Melaksanakan diskusi kelompkok untuk mengkonversi satuan dalam SI

4.2.8 Melaksanakan diskusi kelompok untuk menjelaskan konsep aturan angka penting, notasi ilmiah dan kesalahan dan ketidakpastian pengukuran

7. Hasil Belajar

Sudjana dalam Majid (2014:27) mengemukakan bahwa penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai peserta didik dengan kriteria tertentu. Hasil belajar pada hakikatnya puncak dari proses belajar. Adanya hasil belajar berkat penilaian dari guru. Penilaian dan pengukuran hasil belajar dilakukan dengan mengukur pencapaian kompetensi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi, yaitu dari sisi peserta didik dan guru (Majid, 2014:27). Dari sisi peserta didik, hasil belajar berupa pencapaian kompetensi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Sedangkan dari sisi guru, hasil pembelajaran berupa terselesainya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh guru.

Objek sasaran hasil belajar adalah pencapaian kompetensi. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai:

“a). Seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang sebagai sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu, b) kemampuan yang dapat dilakukan oleh peserta didik yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan prilaku, c) integrasi domain kognitif, afektif dan psikomotrik yang direfleksikan dalam perilaku” (Majid, 2014:29).

Mengacu kepada pengertian kompetensi di atas, peserta didik harus menguasai kompetensi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hal ini dikarenakan kompetensi-kompetensi tersebut objek sasaran hasil belajar. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara

(40)

27

garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Ketiga ranah hasil belajar ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif (Pengetahuan)

Ranah kognitif merupakan tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir, seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah yang menuntut peserta didik untuk menghubungkan, menggabungkan ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam hubungannya dengan satuan jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai ke perguruan tunggi, kompetensi pengetahuan mempunyai peran yang paling penting. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, yaitu: (Majid, 2014: 46) a) Pengetahuan (Knowledge); b) Pemahaman (comprehension); c) Penerapan (application) d) Analisis (analysis); e)Sintesis (synthesis) f) Evaluasi (evaluation)

Jadi dapat disimpulkan kemampuan kognitif yaitu kemampuan daya fikir seseorang tentang hal yang dipelajarinya yang dimulai dari enam tingkatkan yang dikemukakan oleh Blom dan kawan-kawan. Jenjang kompetensi pengetahuan ini peserta didik dituntut untuk mengingat, memahami, kemudian peserta didik mampu untuk menerapkan teori yang telah dipelajari, setelah itu peserta didik mampu menganalisis informasi, sintesis dan memberikan penilaian terhadap solusi gagasan, metodologi, prosedur kerja dan lain-lain. Kompetensi pengetahuan dikenal juga dengan kompetensi kognitif peserta didik.

(41)

b. Ranah Afektif (Sikap)

Secara umum ranah afektif diartikan sebagai internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah bila individu menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil sikap sehingga kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah lakunya (Majid, 2014:48). Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Jenjang kemampuan dalam ranah afektif yaitu: 1) Menerima (receiving); 2) Menjawab (responding) 3) Menilai (valuing); 4) Organisasi (organization); 5) Sintesis (synthesis); 6) Evaluasi (evaluation) (Majid, 2014: 48)

Jadi dapat disimpulkan kemampuan afektif yaitu yang berhubungan dengan sikap atau tingkah laku seseorang. Sikap merupakan suatu kecendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Penilaian sikap dalam proses pembelajaran disekolah dapat diartikan upaya sistematis dan sistemik untuk mengukur dan menilai perkembangan peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran yang telah dijalaninya. c. Ranah Psikomotor (Keterampilan)

Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) dalam Abdul Majid (2014: 52) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Psikomotorik adalah domain yang meliputi perilaku gerakan dan koordinasi jasmani, kterampilan motorik dan kemampuan fisik seseorang. Dave (1967) dalam Majid (2014: 52) mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu a) Imitasi; b) Manipulasi; c) Presisi; d) Artikulasi e) Naturalisasi.

Jadi dapat disimpulkan kemampuan psikomotor adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan seseorang yang menggunakan gerakan. Ranah ini meliputi kompetensi melakukan

(42)

29

pekerjaan dengan melibatkan anggota badan serta kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik). Hasil belajar psikomotor ini tampak dalam dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.

Tindakan atau upaya yang dapat dilakukan untuk mengetahui tujuan pembelajaran tercapai ataupun tidak adalah dilakukannya penilaian. Penilaian merupakan alat yang digunakan untuk tingkat keberhasilan suatu pembelajaran, baik proses maupun hasil pembelajarannya. Terkait dengan hasil belajar, Djamarah (2007) menyatakan hasil belajar adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, dicipatkan baik secara individu maupun tim. Secara garis besar membagi tiga ranah yaitu ranah kognitif berhubungan dengan hasil belajar melalui tes. Ranah efektif dengan cara lembar observasi seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, aktif, sopan. Ranah psikomotor berhubungan dengan keterampilan dengan cara lembar observasi.

Menurut Bloom dan ditulis kembali oleh Sudjana (2001), secara garis besar membagi tiga ranah yaitu: a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c. Ranah Psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar berupa keterampilan dan kemampuan bertindak (Maisaroh, 2010:5)

Jadi dapat dinyatakan hasil belajar terdapat tiga ranah yaitu ranah kognitif berhubungn dengan IQ. Ranah efektif berhubungan dengan sikap atau tingkah laku seseorang. Ranah psikomotor berhubungan dengan skill seseorang.

(43)

8. Pembelajaran Konvensional

Konvensional berasal dari kata konvensionil yang artinya menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan. Menurut Ibrahim dan Nana Syaodih dalam Syaodih (2003:40) bahwa pembelajaran konvensional adalah kegiatan-kegiatan belajar yang bersifat menerima atau menghafal pada umumnya diberikan secara klasik, peserta didik yang berjumlah kurang lebih 40 orang, pada waktu yang sama menerima bahan yang sama. Umumnya kegiatan ini diberikan dalam bentuk ceramah. Dalam mengikuti kegiatan belajar ini, murid-murid diuntut untuk selalu memusatkan perhatian terhadap pelajaran, kelas harus sunyi dan semua murid duduk di tempat masing-masing mengikuti uraian guru. Belajar secara klasik cenderung menempatkan peserta didik dalam posisi pasif, sebagai penerima bahan ajar upaya mengaktifkan peserta didik dapat dilakukan melalui penggunaan metode tanya jawab, diskusi, demonstrasi dan lain-lain (Syaodih, 2003: 40).

Pembelajaran konvensional yang peneliti maksud adalah pembelajaran yang biasa digunakan guru pada proses pembelajaran berlangsung. Adapun pembelajaran yang digunakan guru pada proses pembelajaran berlangsung adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan saintifik. Menurut Riyanto (2009:267) pembelajaran kooperatif adalah: “model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan social (social skill) termasuk interpersonal skill.”

Menurut Riyanto (2009:267) adapun langkah–langkah umum pembelajaran kooperatif (sintaks) adalah: a) Pemberian informasi seperti penyampaian tujuan pembelajaran serta skenario pembelajaran; b) Mengorganisasikan peserta didik atau peserta didik dalam kelompok kooperatif; c.) Membimbing peserta didik atau peserta didik untuk melakukan kegiatan atau berkooperatif; d) Evaluasi; e) Pemberian penghargaan.

(44)

31

Metode pembelajaran kooperatif menurut Huda (2011) (Cooperative Learning) tipe Jigsaw merupakan metode pembelajaran kooperatif yang formatnya peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari lebih dari 5 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain (Khoirul Musthofa.2013:3)

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini berbeda dengan kelompok kooperatif lainnya, karena setiap peserta didik bekerja sama pada dua kelompok secara bergantian, dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut 1) Peserta didik dibagi dalam kelompok kecil yang disebut kelompok inti, beranggotakan 4 orang; 2) Membagi wacana/tugas sesuai dengan materi yang diajarkan. 3) Masing-masing dalam kelompok asal mendapat wacana/ tugas yang berbeda; 4) Kumpulkan masing-masing peserta didik yang memiliki wacana/tugas yang sama dalam satu kelompok sehingga jumlah kelompok ahli sama dengan jumlah wacana atau tugas yang telah dipersiapkan oleh guru; 5) Dalam kelompok ahli ini tugaskan agar peserta didik belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan wacana/tugas yang menjadi tanggung jawabnya 6) Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari wacana/tugas yang telah dipahami kepada kelompok kooperatif (kelompok inti); 7) Apabila tugas telah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing peserta didik kembali ke kelompok kooperatif asal; 8) Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing peserta didik untuk menyampaikan hasil dari tugas di kelompok asli. Poin c dan d dilakukan dalam waktu 20 menit; 9) Bila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya secara keseluruhan, masing-masing

(45)

kelompok menyampaikan hasilnya dan guru memberikan klarifilkasi (Maria Ifa.2013:3)

Jadi model pembelajaran jigsaw dapat disimpulkan guru membagi peserta didik ke dalam kelompok asal dan kelompok ahli. dengan pembahasan yang berbeda-beda tiap kelompok. Kelompok ahli ini belajar bersama agar menjadi ahli, kemudian kelompok ahli ditugaskan untuk bisa memahami dan menyampaikan informasi tentang materi yang dipelajari untuk disampaikan kepada kelompok asal. Guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok asal untuk mempresentasikan hasil dari tugas dalam waktu 20 menit. Kemudian guru memberikan penguatan.

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Peneliti tidak menemukan hasil penelitian yang sama persis dengan yang penulis teliti. Akan tetapi peneliti dapat menemukan penelitian yang menjadi tolak ukur bagi penelitian ini antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Akmal “Penerapan lembar kerja peserta didik (LKS) fisika berbasis discovery learning pada materi fluida statis di kelas X MAN 1 Payakumbuh” hasil dari penelitian Ahmad Akmal didapatkan penerapan LKS dapat meningkatkan hasil belajar 79 % peserta didik perbedaan dengan peneliti melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan handout pada materi pengukuran terhadap hasil belajar peserta didik kelas X MIPA SMA N 7 Sijunjung.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nelfi Erlinda dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi 05 (2) (2016) 223-231 P-ISSN: 2303-1832 e ISSN: 2503-023X DOI: 10.24042/jpifalbiruni. v5i2 .12 2 Oktober 2016 “Penerapan metode pembelajaran inkuiri disertai handout: dampak terhadap hasil belajar fisika peserta didik sman 1 batang anai padang pariaman” hasil dari penelitian Nelfi Erlinda didapatkan penerapan inkuiri disertai handout dapat meningkatkan hasil belajar 70,6 % peserta didik perbedaan dengan peneliti melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan handout

Gambar

Tabel  1.1:  Persentase  Ketuntasan  Ulangan  Harian  Peserta  Didik  Pada  Materi Pengukuran Kelas X MIPA SMAN 7 Sijunjung Tahun  Ajaran  2017/2018 dan 2018/2019  Tahun  pelajaran  Kelas  Jumlah  peserta  didik  Nilai rata-rata  KKM  Persentase  ketuntasa
Tabel  2.1:  Kompetensi  Dasar  (KD)  dan  Indikator  Pencapaian  Kompetensi  (IPK)  pada  Materi  Pengukuran  Kelas  X  MIPA SMAN 7 Sijunjung tahun ajaran 2019/2020  Kompetensi Dasar
Gambar 2.1: Bagan Kerangka Berfikir
Tabel 3.1. Rancangan Penelitan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagian pertama tentang pendekatan dalam kajian etika komunikasi yaitu pendekatan kultural guna menganalisis perilaku pelaku profesi komunikasi dan pendekatan strukrural

Analisis yang berkelanjutan mengharapkan pekerjaan-pekerjaan ini harus lah dilihat dulu tujuan dan dilihat kriteria nya apakah telah memenuhi syarat dari suatu

Pengaruh Strategi Customization Terhadap Kinerja Perusahaan Melalui Penggunaan Karakteristik Informasi Sistem Akuntansi Manajemen yang Bersifat Broad Scope dan1. Aggregation

Mekanisme P/* se!ara konsepsual telah men!oba melibatkan masyarakat semaksimal mungkin dan men!oba memadukan peren!anaan dari masyarakat (2ottom up planing)

Nilai ekspor produk-produk DKI Jakarta bulan Desember 2008 mencapai 672,53 juta dollar Amerika, menurun sebesar 5,09 persen dari bulan November 2008 yang mencapai 708,62 juta dollar

Dengan adanya tantangan ini sekaligus guna mendukung program pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju terutama dalam dunia pendidikan, kami telah merancang

crassifolium memiliki kandungan Na- alginat dengan nilai rata-rata rendemen dan sineresis lebih tinggi pada alat penyaring vibrator sedangkan nilai rata-rata viskositas,