KAJIAN YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/SKLN-X/2012 TENTANG SENGKETA
KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA ANTARA PRESIDEN, DPR DAN BPK
ARTIKEL
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
FAISAL AL RIYADI 1310012111109
Bagian Hukum Tata Negara
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG 2016
1 KAJIAN YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 2/SKLN-X/2012 TENTANG SENGKETA
KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA ANTARA PRESIDEN, DPR DAN BPK Faisal Al Riyadi1, Nurbeti1, Sanidjar Pebrihariati R1
1
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Email : faisalarlinriyadi@yahoo.com
ABSTRACT
Based on the Constitutional Court Decision No. 2/SKLN-X/2012 states thar purchased shares of PT NNT could be happened if the funds to purchase these shares has been stipulated in the state budget (APBN) in accordance with the provisions of Article 27 of the Law No. 17/2003 on state finance. Therefore, the House of Representatives and the State Audit Board has considered taking and/or blocking the constitutional authority. Formulation of the problem this research is 1) What are the legal considerations in the Constitutional Court Decision No. 2/SKLN-X/2012 concerning the authority of state institutions dispute between the President of the Republic of Indonesia, DPR and BPK? 2) What about the legal implications of the Constitutional Court Decision No. 2/SKLN-X/2012 concerning the authority of state institutions dispute between the President of the Republic of Indonesia, DPR and BPK?. This type of research is a normative legal research, the data source used is the primary legal materials,secondary legal materials and tertiary legal materials, data collection techniques used is literary study and analyzed qualitatively. Conclusions from the study : 1) Consideration of the legal Constitutional Court Decision No. 2/SKLN-X/2012 is the authority of the Court to hear the petition a quo, legal status Petitioner, Respondent I and Respondent II and substance of the petition has no legal grounds 2) The legal implications Decision Constitutional Court Number 2/SKLN-X/2012 be delayed stock purchases because they have parliamentary approval, and benefiting the foreign investors in the purchase of shares of PT NNT, the Parliament still allow the government to purchase 7% (percent) of shares in PT NNT through Parliament approval first.
Keywords : Decision, Constitutional Court, State Institutions A. PENDAHULUAN
Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan, bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, maka prinsip penting
negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya guna menegakkan hukum dan keadilan.
2 Berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan kehakiman terbentuk menjadi tiga Lembaga Negara yaitu Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada dibawahnya dalam
Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingikungan Peradilan Militer dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara serta Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
Perubahan Ketiga Pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dicantumkan mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi, yakni: 1) Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 2) Memutus Sengketa Kewenangan
Lembaga Negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 3) Memutus pembubaran partai politik dan 4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Kehadiran Mahkamah
Konstitusi merupakan tuntutan ketatanegaraan dengan semakin
maraknya terjadi sengketa kewenangan antar lembaga negara.
Pada tahun 2010, pernah terjadi sengketa kewenangan mengenai pengelolaan keuangan negara antara pemerintah yang dalam hal ini Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sengketa tersebut telah
diputuskan oleh Mahkamah
Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/SKLN-X/2012 tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara antara Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Perkara tersebut menyatakan bahwa pembelian 7% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara merupakan kegiatan pemisahan keuangan negara dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara ke swasta yang harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terlebih dahulu. Pemohon yang dalam hal ini adalah Presiden Republik Indonesia berpendapat bahwa pembelian 7% saham PT NNT Tahun 2010 oleh Pusat Investasi Pemerintah dilakukan untuk dan atas nama Pemerintah Republik Indonesia dalam keadaan
3 normal dan bukan dalam rangka
penyelamatan perekonomian
nasional sehingga tidak perlu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan tidak tunduk pada ketentuan Pasal 24 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Oleh karena itu, dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan dianggap telah
mengambil, mengurangi,
menghalangi, mengabaikan, dan/atau merugikan kewenangan kostitusional pemohon.1
Badan Pemeriksa Keuangan menguraikan penelaahan bahwa ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dijelaskan aturan mengenai penyertaan modal pada perusahaan negara dan daerah dapat diberikan setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan pada swasta penyertaan modal hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu
1
Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia, 2012, Sengketa
Kewenangan Pembelian Saham PT
Newmont, 3 Mei 2012,
http://www.bpk.go.id/news/sengketa-kewenangan-pembelian-saham-pt-newmont Diakses pada tanggal 17 September 2016 pukul 11.00 WIB
untuk penyelamatan perekonomian nasional setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, bahwa penyertaan modal pada perusahaan negara baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan tertentu harus memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.2
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan di atas dengan memilih judul skripsi
“KAJIAN YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/SKLN-X/2012 TENTANG SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA ANTARA PRESIDEN, DPR DAN BPK”.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang ingin diajukan untuk dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Apa yang menjadi pertimbangan
hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara antara Presiden, DPR dan BPK?
2 Ibid.
4 2. Bagaimana implikasi hukum dari
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara antara Presiden, DPR dan BPK?
B. Metode Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum
tertentu dengan jalan
menganalisanya kemudian
mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.3 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif biasa juga disebut sebagai penelitian perpustakaan dikarenakan penelitian ini sangat erat hubungannya dengan data sekunder pada perpustakaan.4 2. Sumber Data
Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yakni data yang
3Bambang Sunggono, 2013,
Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 38
4Soerjono Soekanto, 2001, Penelitian
Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 13
diperoleh melalui studi kepustakaan yakni :
a. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 2/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negar antara Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan.
b. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari :
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 Tentang Mahkamah Konstitusi; c) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 Tentang Keuangan Negara d) Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan;
e) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi; 2) Bahan Hukum Sekunder yaitu, bahan
hukum yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat
membantu menganalisis dan
5 3) Bahan Hukum Tersier, yakni
bahan-bahan yang memberi petunjuk, informasi serta penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, dengan cara pengambilan dan pengumpulan data sekunder yang memiliki hubungan dengan masalah yang akan diteliti kemudian dipelajari, serta dianalisis lebih lanjut sesuai dengan permasalahan penelitian yang dilakukan dengan studi kepustakaan. 4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan ialah analisis data kualitatif yaitu diawali dengan dasar pengetahuan umum, meneliti hingga sampai dengan proses pengambilan kesimpulan dengan menghubungkan dengan permasalahan yang diteliti.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Pertimbangan Hukum Dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara Antara Presiden Republik Indonesia, DPR dan BPK
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Lembaga
Negara Antara Presiden Republik Indonesia, DPR dan BPK adalah : a) Kewenangan Mahkamah mengadili
permohonan a quo
Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 10 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar.
Maka Mahkamah Konstitusi
berwenang untuk mengadilinya.
b) Legal Standing Pemohon, Termohon I dan Termohon II
Mahkamah Konsitutsi memberi pertimbangan mengenai kedudukan hukum Pemohon, Termohon I dan Termohon II dalam permohonan a
6 Dalam kaitannya dengan sengketa
a quo, Pemohon dan kewenangannya
antara lain :
a. Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
b. Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
c. Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama Dewan
Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
d. Pasal 23F Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
Kewenangan Termohon I dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni sebagai berikut :
a. Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan, 1) Dewan
Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang-undang 2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. 3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. 4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang dan 5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundang-undangkan.
b. Pasal 20A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
7 Perwakilan Rakyat memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan 2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Seterusnya, Termohon II yakni Badan
Pemeriksa Keuangan serta
kewenangannya sebagai berikut :
a. Pasal 23E Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
b. Pasal 23E Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Menurut Mahkamah Konstitusi,
objek kewenangan yang
dipersengketakan dalam perkara ini ialah kebijakan Pemohon untuk melakukan pembelian 7% saham PT
NNT adalah kewenangan derivasi dari kewenangan atribusi yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, oleh karena Termohon I, dianggap oleh
Pemohon menghalangi
kewenangannya untuk melakukan pembelian 7 persen saham PT.NNT, maka antara Pemohon dan Termohon I terdapat objek kewenangan yang dipersengketakan sehingga memenuhi syarat objectum litis dalam perkara a
quo, sedangkan terhadap Termohon II,
menurut Mahkamah, oleh karena kewenangan Termohon II adalah hanya melakukan pemeriksaan atas tanggung jawab pengelolaan keuangan negara, maka tidak ada kewenangan yang dipersengketakan antara Pemohon dan Termohon II.
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, Pemohon memiliki sengketa kewenangan dengan Termohon I, dan tidak ada sengketa kewenangan dengan Termohon II.
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Mahkamah Konstitusi pembelian 7 persen saham divestasi PT. NNT belum secara spesifik dimuat dalam APBN dan juga belum mendapat
8 persetujuan secara spesifik dari DPR,
maka permohonan Pemohon tidak beralasan hukum.
2. Implikasi Hukum Dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara Antara Presiden Republik Indonesia, DPR dan BPK
a. Pembelian 7 persen saham PT
NNT merupakan bentuk
penyelenggaraan pemerintahan terkait pengelolaan keuangan negara sehingga harus tunduk pada konstitusi dan dana pembelian saham tertuang dalam APBN sesuai ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara b. Semua program investasi dan
kegiatan Pusat Investasi Pemerintah harus dimuat dalam
rencana anggaran yang
dituangkan dalam RAPBN untuk disetujui oleh DPR.
c. Ketentuan Pasal 24 Ayat (7)
Undang-Undang Keuangan
Negara tidak dapat diterapkan dalam kasus pembelian 7 persen saham PT NNT karena pembelian saham tersebut bukanlah dalam rangka penyelamatan ekonomi
nasional sebagaimana dimaksud oleh Pasal 24 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
d. Sesuai dengan Pasal 24 Ayat (3) Kontrak Karya antara Pemerintah dengan PT NNT, bahwa apabila pemerintah tidak bersedia melakukan pembelian saham divestasi tersebut Pemerintah Pusat menawarkan kepada Pemerintah Daerah, dan apabila Pemerintah Daerah juga tidak bersedia melakukan pembelian maka dapat ditawarkan kepada pihak swasta nasional. Pilihan
tersebut sesuai dengan
kesepakatan antara pemerintah dengan DPR, karena pembelian
saham tersebut jika
mempergunakan uang negara, harus disepakati oleh Pemerintah yang melakukan eksekusi dan DPR sebagai pemberi izin anggaran.
e. Sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pemeriksaan BPK atas proses pembelian 7 persen saham PT NNT tahun 2010 oleh PIP untuk dan atas nama Pemerintah
9 Republik Indonesia merupakan
pelaksanaan kewenangan
konstitusional BPK. Disamping melaksanakan pemeriksaan keuangan negara, menurut Pasal 11 huruf a Undang-Undang BPK, BPK juga berwenang untuk memberikan pendapat kepada DPR maupun Pemerintah Pusat karena sifat pekerjaannya.
f. Tertundanya pembelian saham
tersebut karena harus
mendapatkan persetujuan dari
DPR, sehingga lebih
menguntungkan investor asing dalam pembelian saham divestasi PT NNT. Namun DPR tetap akan memperbolehlan pemerintah untuk melakukan pembelian saham saham divestasi PT NNT melalui persetujuan DPR.
D. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara Antara Presiden Republik Indonesia, DPR dan BPK adalah :
a. Mahkamah Konstitusi
berwenang untuk mengadili permohonan a quo;
b. Pemohon mempunyai
kedudukan hukum (legal
standing) untuk mengajukan
permohonan a quo;
c. Termohon II tidak mempunyai kedudukan hukum (legal
standing) untuk diajukan sebagai Termohon;
d. Termohon I mempunyai kedudukan hukum (legal
standing) untuk diajukan sebagai Termohon;
e. Pokok permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum.
2. Implikasi Hukum Dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara
Antara Presiden Republik
Indonesia, DPR dan BPK ialah Bahwa pembelian 7 persen saham
PT NNT merupakan bentuk
penyelenggaraan pemerintahan terkait pengelolaan keuangan negara sehingga harus tunduk pada konstitusi dan dana pembelian saham tertuang dalam APBN sesuai ketentuan Pasal 27 Undang-Undang
10 Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara dan semua program investasi dan kegiatan Pusat Investasi Pemerintah harus dimuat dalam RAPBN untuk disetujui oleh DPR. Sesuai dengan Pasal 24 Ayat (3) Kontrak Karya antara Pemerintah dengan PT NNT, bahwa apabila pemerintah tidak bersedia melakukan pembelian
saham divestasi tersebut
Pemerintah Pusat menawarkan kepada Pemerintah Daerah, dan apabila Pemerintah Daerah juga
tidak bersedia melakukan
pembelian maka dapat ditawarkan kepada pihak swasta nasional. Pilihan tersebut sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah dengan DPR, karena pembelian
saham tersebut jika
mempergunakan uang negara, harus disepakati oleh Pemerintah yang melakukan eksekusi dan DPR sebagai pemberi izin anggaran. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pemeriksaan BPK atas pembelian 7 persen saham PT NNT tahun 2010 oleh PIP untuk dan atas
nama Pemerintah Republik
Indonesia merupakan pelaksanaan kewenangan BPK. Disamping
melaksanakan pemeriksaan
keuangan negara, menurut Pasal 11 huruf a Undang-Undang BPK, BPK juga berwenang untuk memberikan pendapat kepada DPR maupun Pemerintah Pusat karena sifat pekerjaannya. Oleh sebab itu, berdasarkan hal di atas maka tertundanya pembelian saham tersebut karena harus mendapatkan persetujuan dari DPR, sehingga lebih menguntungkan investor asing dalam pembelian saham divestasi PT NNT. Namun DPR tetap akan memperbolehlan pemerintah untuk melakukan pembelian saham saham divestasi PT NNT melalui persetujuan DPR.
E. Ucapan Terimakasih
Penghargaan dan terima kasih penulis berikan kepada Ibu Nurbeti S.H., M.H., sebagai Pembimbing I dan Ibu Dr. Sanidjar Pebrihariati R. S.H., M.H., sebagai Pembimbing II sekaligus Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta yang telah membantu penulisan skripsi ini. Dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak
11 langsung. Untuk itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Dwi Astuti Palupi, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta.
2. Bapak Suamperi S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Tata
Negara Fakultas Hukum
Universitas Bung Hatta.
3. Ibu Deswita Rosra S.H., M.H., Pembimbing Akademik yang telah mengarahkan saya selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta. 4. Seluruh Bapak/Ibu Dosen yang
telah bekerja keras demi kelangsungan dan kejayaan bersama untuk Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta dan atas pengabdiannya dan dedikasinya dalam menyumbangkan ilmu serta mendidik penulis selama duduk dibangku perkuliahan serta Bapak dan Ibu karyawan dan karyawati Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku
Ajie Ramdan, 2014, Problematika
Legal Standing Putusan Mahkamah Konstitusi, Jurnal
Konstitusi Volume 11, Nomor 4 Desember 2014, Jakarta.
Bambang Sunggono, 2013,
Metodologi Penelitian Hukum,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Christine S.T. Kansil, 2008, Hukum
Tata Negara Republik Indonesia : Pengertian Hukum
Tata Negara dan
Perkembangan Pemerintahan Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini, Ed. 2, Rineka Cipta,
Jakarta.
Feri Amsari, 2011, Perubahan UUD
1945: Perubahan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia Melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi,
Rajawali Press, Jakarta.
Firmansyah Arifin, 2005, Lembaga
Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Ed. 1, Cet. 1, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta. Harjono, 2008, Konstitusi Sebagai
Rumah Bangsa Pemikiran Hukum Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie, 2012,
Perkembangan dan
Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Ed. 2, Cet. 2,
Sinar Grafika, Jakarta.
Maruarar Siahaan, 2015, Hukum
Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Ed. 2, Cet.
12 Ni’matul Huda, 2013, Ilmu Negara,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Nurbeti, 2010, Hukum Lembaga
Negara, Bung Hatta University
Press, Padang.
Pusat Kajian Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Pattimura, 2011, Analisis Yuridis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Jurnal Konstitusi Volume III, Nomor 1 Juni 2011, Maluku.
Soerjono Soekanto, 2001, Penelitian
Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi
Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 Tentang Keuangan
Negara;
Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2006 Tentang Badan
Pemeriksa Keuangan;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi;
Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 2/SKLN-X/2012
Tentang Sengketa Kewenangan
Lembaga Negara antara
Presiden Republik Indonesia, DPR dan BPK
C. Sumber lain
Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia, 2012, Sengketa Kewenangan Pembelian Saham PT Newmont, 3 Mei 2012, http://www.bpk.go.id/news/sen gketa-kewenangan-pembelian-saham-pt-newmont Diakses pada tanggal 17 September 2016 pukul 11.00 WIB.
Kholiq Ashidiq, 2015, Lembaga
Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Menurut Undang Undang Dasar 1945, 4 Oktober 2015,
http://kholiq-ashidiq.blogspot.co.id/ Diakses pada tanggal 15 September 2016 pukul 00:47 WIB.
Pan Mohamad Faiz, 2006, Jurnal
Hukum : Mahkamah Konstitusi RI, 11 September 2006, http://jurnalhukum.blogspot.co. id/ Diakses pada tanggal 16 September 2016 pukul 10.00 WIB.