LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BIOANALISIS LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BIOANALISIS
PERCOBAAN 4 PERCOBAAN 4
PENETAPAN KADAR OBAT PENETAPAN KADAR OBAT
DAN JUMLAH METABOLITNYA DALAM URIN DAN JUMLAH METABOLITNYA DALAM URIN
DISUSUN OLEH : DISUSUN OLEH : Ayu
Ayu Mayangsari Mayangsari (G1F009022)(G1F009022) Rendi
Rendi Nurhidayat Nurhidayat (G1F009023)(G1F009023) Andardian
Andardian WIdiniyah WIdiniyah (G1F009024)(G1F009024) Kurnia
Kurnia Aulia Aulia K. K. (G1F009025)(G1F009025)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO PURWOKERTO
2012 2012
PERCOBAAN 4 PERCOBAAN 4
PENETAPAN KADAR OBAT PENETAPAN KADAR OBAT
DAN JUMLAH METABOLITNYA DALAM URIN DAN JUMLAH METABOLITNYA DALAM URIN
A.
A. TujuanTujuan
Melakukan penetapan kadar obat dalam urin dan menentukan jumlah Melakukan penetapan kadar obat dalam urin dan menentukan jumlah metabolitnya dalam urin.
metabolitnya dalam urin. B.
B. Alat dan BahanAlat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass, labu ukur, pipet Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass, labu ukur, pipet ukur, pipet tetes, gelas ukur, tabung reaksi, tabung sentrifuse, rak tabung reaksi, ukur, pipet tetes, gelas ukur, tabung reaksi, tabung sentrifuse, rak tabung reaksi, jarum
jarum sonde, sonde, alat alat penampunpenampung g urin urin tikus, tikus, plat plat KLT KLT silika silika GF, GF, Detektor Detektor UV UV 366366 nm, spektrofotometer UV-Vis.
nm, spektrofotometer UV-Vis.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah urin tikus, parasetamol tablet, Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah urin tikus, parasetamol tablet, aquades, asam klorida 6 N, Natrium Nitrit 10%, Asam sulfanilat, dan NaOH 10%. aquades, asam klorida 6 N, Natrium Nitrit 10%, Asam sulfanilat, dan NaOH 10%. Fase gerak 1 = etil asetat-methanol-air-asam asetat (60:30:9:1), Fase gerak 2 = Fase gerak 1 = etil asetat-methanol-air-asam asetat (60:30:9:1), Fase gerak 2 = n-butanol-asam asetat-air (4:1:1).
butanol-asam asetat-air (4:1:1). C.
C. Prosedur PercobaanProsedur Percobaan a.
a. Pembuatan Kurva BakuPembuatan Kurva Baku Larutan baku Larutan baku paracetamol paracetamol
dibuat seri konsentrasi dibuat seri konsentrasi
(0,05;0,1;0,15;0,2;0,25)mg/ml (0,05;0,1;0,15;0,2;0,25)mg/ml
dilakukan preparasi sampel seperti dilakukan preparasi sampel seperti pada penetapan kadar parasetamol pada penetapan kadar parasetamol
dibuat kurva baku hubungan antara dibuat kurva baku hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi konsentrasi dengan absorbansi
HASIL HASIL
b. Penetapan Kadar parasetamol
sampel urin
diambil sebanyak 0,2 ml
dimasukkan dalam tabung reaksi
di add sampai 10 ml
disentrifuse selama 10 menit dgn kec. 2000
dipindahkan beningannya ke dalam tabung reaksi lain
ditambah HCl 6 N 0,5 ml dan NaNO3 10% sebanyak 1 ml
divortex selama 5 menit
ditambah 1 ml asam sulfanilat
ditambah 2,5 ml NaOH 10%
didiamkan selama 3 menit
diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum
c. Penetapan Jumlah Metabolit dalam Sampel Urin
beningan Urin tikus yang diberi parasetamol hasil sentrifugasi
diambil
dilakukan uji KLT dua arah dengan kondisi percobaan :
fase diam silika gel G
fase gerak 1 = etil asetat-methanol-air-asam asetat (60:30:9:1), panjang elusi 6 cm
digunakan detektor UV 366 nm
diamati dan diukur bercaknya setelah proses elusi
digunting bercak larutan standarnya, dan diputar 90˚ ke kiri, dielusi
dengan Fase gerak 2 = n-butanol-asam asetat-air (4:1:1).
digunakan detektor UV 366 nm
diamati dan diukur bercaknya setelah proses elusi
D. Data Pengamatan
a. Pembuatan Kurva Baku
Panjang gelombang maksimum yang didapat = 424 nm Larutan Baku Konsentrasi Absorbansi 0,05 0,333 0,075 0,394 0,1 0,493 0,125 0,667 Dari hasil regresi linier
a= 0,0825 b= 4,44 r = 0,975
jadi, persamaan regresinya adalah Y = 0,0825 + 4,44 x Hasil Kurva Baku
b. Penetapan Kadar Paracetamol Sampel Urin Kelompok absorbansi A1 0,500 A2 0,209 A3 0,462 A4 0,425 0 0.2 0.4 0.6 0.8 0,05 0,075 0,1 0,125
absorbansi
absorbansic. Penetapan Jumlah Metabolit dalam Sampel Urin
Jarak pelarut dari garis start ke garis finish = 6 cm Jarak sampel dari garis start = 5,5 cm
Jarak standar paracetamol dari garis start = 5,5 cm
E. Perhitungan
a. Pembuatan larutan stok
Berat tablet 500 mg di add 50 ml Konsentrasinya = 500 mg/50 ml
= 10 mg/ml b. Dosis yang diberikan
150 mg/kg BB BB tikus = 130 gram c. Volume pemberian = 2 ml d. Larutan stok 10 mg/ml
Dibuat 0,06 mg/ml M1xV1 = M2xV2 10xV1 = 0,25x25
V1 = 0,625 add 25 ml
e. Kadar sampel urin (larutan standar →y=0,0864+4,404x) A4 → 0,425 = 0,0864+4,404x 4,404x=0,425-0,0864 4,404x=0,3386 x=0,0769 . 5 . 2 x=0,769 mg/ml f. Fase gerak 1 g. Fase gerak 2 Rata-rata Rf = 0,762 F. Pembahasan
Monografi Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
Nama resmi : Acetaminophenum Nama lain : Paaracetamol RM / BM : C8H9NO2 / 151,56
Pemerian : Hablur atau hablur serbuk putih, tidak berbau,rasa pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dlam 7 bagian etanol95 % p, dalam 17 bagian aseton p, dalam 40 bagian gliserol.
Khasiat : Analgetikum antipiretikum. Kegunaan : Sebagai sampel.
Persyaratan kadar : Mengandung tidk kurang dari 98 % dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2 dihitung terhadapzat
yang telah dikeringhkan. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
(Anonim,1995) b. Asam klorida
HCl ; BM 36,46;
Cairan tidak berwarna sampai dengan kuning pucat murni pereaksi, mengandung 36% b/b HCl
c. Natrium Nitrit
d. Asam sulfanilat
Sinonim
Asam 4-Aminobenzensulfonat; Asam p-Anilinsulfonat
Formula : (H2N)C6H4SO3H Berat Molekul : 173,19
Toksisitas : LD50 pemberian secara oral pada tikus: 12300 mg/kg Bentuk Fisik : Serbuk halus abu-abu
Titik Leleh : 288 °C
Kelarutan dalam Air : 1 g / 100 ml Aplikasi
Asam sulfanilat adalah serbuk halus atau kristal abu-abu; agak larut dalam air, alkohol dan eter, larut dalam air panas dan HCl pekat, hangus pada suhu 288 - 300 °C. Asam sulfanilat adalah hasil sulfonasi dari anilin. Anilin adalah bahan baku dalam industri penghasil bahan pewarna celup. Asam sulfonat dan garam-garamnya yang terkandung dalam bahan pewarna celup organik memberikan fungsi yang berguna pada kelarutan dalam air dan atau
meningkatkan kecepatan pencucian bahan pewarna yang disebabkan karena kemampuan keduanya mengikat lebih rapat dengan kain. Asam sulfanilat dipakai sebagai perantara untuk pewarna (bahan pewarna celup, pewarna makanan, bahan pencemerlang), obat dan sintesis organik lainnya. Asam sulfanilat adalah komponen dari reagen Griess untuk menentukan HNO2. Asam sulfanilat diubah menjadi sulfanilamid yang merupakan satu dari bahan-bahan dasar untuk memproduksi obat-obat sulfa antibakteri. Asam
sulfanilat mempunyai isomer yaitu asam metanilat, gugus sulfonat terletak di posisi 2. Senyawa tersebut digunakan dalam pembuatan bahan pewarna celup azo dan sintesis obat-obat sulfa (Satrya, 2011)
e. Natrium Hidroksida (NaOH)
Rumus molekul : NaOH Berat molekul : 40,0 g/mol.
NaOH mengandung : tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na2CO3 tidak lebih dari
3,0%.). NaOH dapat merusak jaringan dengan cepat.
Pemerian : putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembap. NaOH mudah larut dalam air dan dalam etanol.
Kelarutan : mudah larut dalm air dan dalam etanol
Wadah dan penyimpanannya : dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).
f. Aquades
Rumus molekul :H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum dan tidak mengandung zat tambahan lain. Densitas 0,998 g/cm³ dalam fase cairan dan 0,92 g/cm³ dalam fase padatan. Titik leburnya 0 °C (273,15 K) (32 ºF) dan titik didihnya 100 °C (373.15 K) (212 ºF).
Pemeriaan : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dengan pH antara 5,0 - 7,0.
Wadah dan penyimpanannya : dalam wadah tertutup rapat ( Anonim, 1995).
g. Etil asetat
CH3COOC2H5; BM : 88,11; murni pereaksi. (Anonim, 1995)
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut.
Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam. Murni digunakan sebagai pereaksi.
Metil alkohol P; CH3OH; BM 32,04; murni pereaksi (Anonim, 1995) i. N-butanol
n-Butanol C4H9OH
j. Urin
Urin atau air kencing merupakan salah satu sisa metabolisme tubuh yang dapat memberikan gambaran keadaan kesehatan tubuh kita. Mungkin tanpa sadar kita sering memperhatikan bahwa urin yang kita keluarkan terkadang jernih tetapi dilain waktu keruh atau bahkan berwarna gelap. Sebenarnya perubahan yang terjadi menunjukkan keadaan sistem metabolisme didalam tubuh kita. Pemeriksaan urin bisa memberikan gambaran tentang fungsi ginjal, saluran kemih baik bagian atas maupun bagian bawah, fungsi hati, infeksi pada saluran kemih dan lain-lain. Pemeriksaan urin lebih banyak dilakukan sebagai pemeriksaan skrining suatu penyakit karena biaya pemeriksaannya relatif lebih murah daripada pemeriksaan darah atau cairan tubuh lainnya (Anonim, 2012).
Prinsip kerja Spektrofotometer UV-Vis dan KLT yang digunakan dalam analisis adalah :
Prinsip Spektrofotometri UV/Vis
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri. Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :
A = log ( Io / It ) = a b c
Keterangan : Io = Intensitas sinar datang It = Intensitas sinar yang diteruskan a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet c = konsentrasi (g/l) A = Absorban
Spektrofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari penilikan visual dimana studi yang lebih terinci mengenai pengabsorpsian energi cahaya oleh spesies kimia memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif. Dalam penggunaan dewasa ini istilah spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorpsian energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengukuran pengabsorpsian yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu ( Underwood, 1995).
Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV tampak. Oleh karena mereka mengandung electron, baik yang dipakai bersama maupun tidak yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Underwood, 1986).
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata manusia peka, gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760 nm. Keuntungan utama pemilihan metode spektrofotometri bahwa metode ini memberikan metode sangat sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil (Anonim, 1979).
Spektrofotometri ini hanya terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti oleh perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet. Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang
terdiri dari spectrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif. Jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spectrum tampak yang kontinyu, monokromator. Sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar,1990).
Syarat – syarat analisis dengan spektrofotometer UV – Vis
a. Larutan harus berwarna atau mengandung senyawa organic tak jenuh b. Sinar harus monokromatis
c. Larutan harus jernih (tidak keruh)
d. Pelarut tidak boleh bereaksi secara kimia dengan sampel yang dianalisis. Pemilihan pelarut
a. Dapat melarutkan cuplikan
b. Dapat meneruskan sinar dari panjang gelombang yang dipakai (tidak boleh menyerapnya.
c. Tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkojugasi pada struktur molekulnya
d. Tidak berwarna
e. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisisf. Kemurniannya harus tinggi
g. Polaritasnya disesuaikan dengan senyawa yang dianalisis. Komponen dari spektrofotometer adalah :
a. Monokromator
Berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis. Terdiri dari :
- Celah masuk, berperan penting dalam terbentuknya radiasi monokromatis dan resolusi panjang gelombang
- Filter, berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga cahaya yang diteruskan merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan panjang gelombang yang dipilih
- Prisma, berfungsi untuk mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar mungkin supaya didapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatis - Kisi, fungsinya sama seperti prisma, namun karena bentuk kisi adalah
konkaf, maka dapat memberikan resolusi radiasi yang lebih baik. Spektrofotometer UV ‐ Vis modern menggunakan prisma dan kisi sekaligus
- Celah keluar, tempat keluarnya sinar monokromatis yang selanjutnya akan diteruskan menuju sampel
b. Sel atau kuvet
Sel atau kuvet adalah tempat sampel, harus terbuat dari bahan yang tembus radiasi pada panjang gelombang yang akan digunakan untuk pengukuran absorbansi
1) Berdasarkan pemakaiannya ada dua kuvet:
• Kuvet permanen dibuat dari bahan gelas atau leburan silika • Kuvet dispossable dibuat dari teflon atau plastik
2) Berdasarkan bahannya ada dua macam kuvet :
• Kuvet dari silica, dapat dipakai untuk analisis kuantitatif dan kualitatif pada daerah pengukuran 190 ‐1100 nm
• Kuvet dari gelas, dapat dipakai untuk analisis kuantitatif dan kualitatif pada daerah pengukuran 380 ‐1100 nm, karena bahan dari gelas dapat mengabsorpsiradiasi UV
3) Berdasarkan penggunaannya ada dua macam kuvet :
• kuvet bermulut sempit, untuk mengukur kadar zat alam pelarut yang mudah menguap
• Kuvet bermulut lebar, untuk mengukur kadar zat alam pelarut yang tidak mudah menguap.
4) Cuvet harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :
a. Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya. b. Permukaannya secara optis harus benar- benar sejajar.
c. Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia. d. Tidak boleh rapuh.
e. Mempunyai bentuk (design) yang sederhana c. Detektor
1) Syarat detektor yang baik :
- Harus punya kepekaan yang tinggi terhadap radiasi yang diterima
- Harus memberikan noise yang sangat minim, sehingga mampu mendeteksi intensitas sinar yang rendah
- Harus mampu memberi respon terhadap radiasi pada daerah panjang gelombang yang lebar
- Harus memberi respon terhadap radiasi dalam waktu yang serempak - Harus memberikan jaminan terhadap respon kuantitatif
- Sinyal elektronik yang diteruskan oleh detektor harus dapat diamplifikasikan oleh amplifier ke recorder
Spektrofotometer UV-Vis dibagi menjadi :
a. Spektrofotometer single beam (berkas tunggal)
Pada spektrofotometer ini hanya terdapat satu berkas sinar yang dilewatkan melalui cuvet. Blanko, larutan standar dan contoh diperiksa secara bergantian. b. Spektrofotometer double beam (berkas ganda)
Pada alat ini sinar dari sumber cahaya dibagi menjadi 2 berkas oleh cermin yang berputar (chopper).
- Berkas pertama melalui cuvet berisi blanko
- Berkas kedua melalui cuvet berisi standar atau contoh Blanko
dari sumber cahaya. Dengan adanya blanko dalam alat kita tidak lagi
mengontrol titik nolnya pada waktu-waktu tertentu, hal ini berbeda jika pada single beam.
Prinsip Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi merupakan metode yang digunakan secara luas yang memungkinkandilakukannya pemisahan, identifikasi dan determinasi dari senyawa kimia dalam campuran yangkompleks. Metode kromatografi menggunakan fase stasioner ( diam ) dan fase gerak. Komponensebuah campuran dibawa melalui fase stasioner oleh aliran fase gerak, dan pemisahan didasarkanpada perbedaan kecepatan migrasi diantara komponen-komponen fase gerak ( Skoog et al.,1996 ).
Proses kromatografi lapis tipis dilakukan pada plat gelas yang dilapisi dengan lapisanyang tipis dan adheren. Lapisan ini berfungsi sebagai fase stasioner. Fase stasioner berupa silika memiliki permukaan yang bersifat polar, karenapermukaannya memiliki gugus hidroksida. Keberadaan gugus hidroksida ini menyebabkan platsilika dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang bersesuaian ( bersifatpolar ) contohnya air. Pelarut yang digunakan berfungsi sebagai fase gerak. Campuran yang akan dipisahkan diletakkan pada fase stasioner.Fase stasioner diletakkan dalam bejana yang berisi fase gerak.Fase gerak akan bergerak melalui fase stasioner berdasarkan pada prinsip kapilaritas. Komponen-komponen campuran akan dibawa melalui fase stasioner oleh fase gerak. Setelah proses kromatografi selesai, fase stasioner dipindahkan dari bejana berisi pelarut dan dikeringkan. Letak komponen-komponen dapat ditentukan dengan berbagai macam cara. Proses menganalisa hasil kromatografi pada plat tipisini disebut visualisasi ( Skoog et al., 1996 ). KLT digunakan secara luas untik analisis solut-solut organik terutama dalam bidang biokimia, farmasi, klinik, forensik, baik untuk analisis kualitatif dengan cara membandingkan nilai Rf solut dengan nilai Rf senyawa baku atau untuk analisis kualitatif (Gandjar, 2007).
Penggunaan umum KLT adalah untuk :
- Menentukan banyaknya komponen dalam campuran - Identifikasi senyawa
- Memantau berjalannya suatu reaksi - Menentukan efektifitas pemurnian
- Menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom - Untuk memantau kromatografi kolom
- Melakukan screening sampel untuk obat (Gandjar, 2007)
Penggunaan KLT pada beberapa macam analisis :
1. Analisis Kualitatif
KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama (Gandjar, 2007)
2. Analisis Kuantitatif
Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua dalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan dengan spektrofotometri (Gandjar, 2007)
3. Analisis Preparatif
Analisis preparatif ditujukan untuk memisahkan analit dalam jumlah yang banyak lalu senyawa yang telah dipisahkan ini dianalisis lebih lanjut, misalkan dengan spektrofotometri atau dengan teknik kromatografi lain (Gandjar, 2007).
Langkah – langkah dalam menganalisis :
Praktikum kali ini adalah uji analisis parasetamol dalam cairan hayati. Hal pertama yang kami lakukan adalah pemberian parasetamol pada tikus yang dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan praktikum. Pemberian parasetamol dengan dosis 19,5 mg bertujuan untuk menginduksi tikus dengan BB 130 gram
agar bisa menghasilkan urine. Kemudian untuk keesokan harinya, urine tikus yang dihasilkan ditampung guna dilakukannya analisis lebih lanjut. Urine tikus tersebut dikumpulkan dalam tabung reaksi dan ditetesi dengan TCA yang berfungsi sebagai antikoagulan. TCA digunakan untuk untuk menghentikan jalannya reaksi hidrolisis dengan cara mendenaturasi enzim karena sifat TCA adalah asam yang digunakan untuk mengendapkan protein dalam darah. Pada praktikum kali ini, TCA tidak diberikan karena bahan yang tersedia di laboratorium terbatas sehingga proses penghilangan protein tidak kami lakukan. Selanjutnya dilakukan proses sentrifugasi. Sentrifugasi ini bertujuan untuk memisahkan campuran heterogen dengan berat jenis berdekatan yang sulit untuk dipisahkan.
a. Pembuatan kurva baku
Kurva baku dibuat dengan mengambil larutan stok dengan konsentrasi 10mg/ml sebanyak 0,625 ml dan di add dengan 25 ml aquades. Kemudian dibuat dalam berbagai konsentrasi, yaitu : 0,05;0,075;0,1;0,125. Dan diukur absorbansinya pada spektrofotometer. Hasilnya adalah :
Konsentrasi Absorbansi
0,05 0,333
0,075 0,394
0,1 0,493
0,125 0,667 Dari hasil regresi linier didapatkan :
a= 0,0825 b= 4,44 r = 0,975
jadi, persamaan regresinya adalah Y = 0,0825 + 4,44 x b. Penetapan kadar parasetamol dalam urin
Tahapannya adalah proses pencampuran urin dengan HCl 6N sebanyak 0,5 ml dan NaNO2 10% sebanyak 1 ml. Penambahan HCl ini berfungsi untuk mengubah
suasana menjadi asam dan penambahan NaNO2 berfungsi dalam proses
penetapan gugus amino aromatis untuk penetapan semua senyawa-senyawa yang mengandung gugus amino aromatis dalam reaksi diazotasi (Harjadi,1986).
Reaksi yang terjadi antara HCl dan NaNo2 adalah:
HCl (aq) + NaNO2(aq) HNO2(aq) + NaCl (aq) (Lehninger, 1998)
Dengan persyaratan tertentu, reaksi di atas bersifat kuantitatif sehinggadapat digunakan sebagai dasar penetapan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai gugus amina aromatis primer bebas atau senyawa-senyawa yang dapat menghasilkan gugus tersebut. Persyaratan tersebut antara lain : suhu yang digunakan harus rendah (dibawah 15°C), sebab pada suhu yang lebih tinggi garam diazonium yang terbentuk tidak stabil dan akan terhidrolisis menjadi fenol dan gasnitrogen, disamping itu di khawatirkan pada suhu yang lebih tinggi asam nitrit akan lebih cepat terurai (Mursyidi dan Rohman,2006).
Selanjutnya, selama 5 menit maka asam sulfanilat sebanyak 1 ml ditambahkan. Asam sulfanilat ini berfungsi untuk memberikan warna dalam proses spektrofotometri. Reaksi yang terjadi adalah :
(Mursyidi & Rohman, 2006)
Dilakukan penambahan NaOH 10% sebanyak 2,5 ml untuk menambah suasana alkali dan didiamkan selama 3 menit. Reaksi yang terjadi adalah:
2 H+(aq) + NaOH (aq) Na+ (aq) + H2O (l)
Hasil absorbansi yang didapat dari penetapan kadar parasetamol adalah Dari hasil regresi linier larutan baku :
b= 4,44 r = 0,975
jadi, persamaan regresinya adalah Y = 0,0825 + 4,44 x Didapatkan nilai Absorbansi sampel (A4) = 0,425
0,425 = 0,0864+4,404x 4,404x=0,425-0,0864 4,404x=0,3386
x=0,0769 . 5 . 2 x=0,769 mg/ml
Jadi, kadar parasetamol yang ada pada sampel urin adalah 0,769 mg/ml. c. Penetapan jumlah metabolit dalam sampel urin
Tahapan – tahapan dalam penetapan kadar obat dan jumlah metabolitnya dalam urin adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Sampel
Urin tikus diambil,yang sebelumnya diberi parasetamol dengan dosis 150 mg/kg BB yang telah ditampung selama 24 jam. Lalu urin yang sudah ditampung dipisahkan dari kotoran-kotoran yang ada termasuk pakannya ,kemudian dilakukan pengenceran dan uji KLT dua arah.
2. Penotolan Sampel
Disiapkan lempeng KLT lalu dipotong dengan lebar 7 cm, panjang 7 cm, garis start dibuat setinggi 0,5 cm dari tepi bawah dan garis front 0,5 cm dari tepi atas. Bercak ditotolkan pada garis start (totolan pertama standar parasetamol dan totolan kedua sampel urin) dan dilakukan 3 kali penotolan bercakyang sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu untuk setiap penotolannya.
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih dari pada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 μl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. (Mulya,1995).
3. Elusi Sampel (Fase Gerak I)
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika
gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam (Kealey ,2002)
Eluen pertama pada chamber yang berisi (etil asetat : metanol : air : asam asetat = 60 : 30 : 9 : 1) dibuat dan ditunggu hingga jenuh. Kemudian, lempeng KLT dimasukkan ke dalam ruang (chamber) dijenuhi dengan uap eluen dengan arah elusi naik. Chamber ditutup dengan rapat dan eluen dibiarkan naik sampai
garis front. Jika eluen telah sampai pada garis front, maka lempeng KLT diangkat dengan hati-hati dan dilakukan pengeringan menggunakan kipas angin. Setelah kering dan proses elusi selesai, maka lempeng KLT dimasukkan kedalam kotak flouresens dan bercak yang nampak diamati pada sinar UV 366 nm. Jarak masing-masing bercak komponen sampel dan bercak standar diukur. Harga Rf dihitung dan hasil data yang didapatkan dievaluasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
4. Elusi Sampel (Fase gerak II)
Jika Nilai Rf dari standar parasetamol dan sampel urin didapat,maka lempeng KLT dipotong sedemikian rupa sehingga pada lempeng KLT hanya terdapat bercak sampel urin,lalu lempeng diputar 900. Bercak sampel urin yang didapat dielusi. Elusi dilakukan dengan dimasukkan bercak tersebut ke dalam chamber yang beisi eluen ke-2 (n-butanol : asam asetat : air = 4 : 1 : 1) yang sudah jenuh. Chamber ditutup dengan rapat dan eluen dibiarkan naik sampai garis front. Jika eluen telah mencapai garis front, lempeng KLT diangkat dengan hati-hati dan dilakukan pengeringan dengan menggunakan kipas angin.Setelah kering dan proses elusi usai, lempeng KLT dimasukkan kedalam kotak flouresens . Selanjutnya dilakukan pengamatan bercak tampak pada sinar UV 366 nm.. Jarak masing-masing bercak komponen sampel dan bercak standar diukur. Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah bewarna dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga R f . R f merupakan nilai dari Jarak relative pada pelarut. Harga R f dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen ( fase gerak ) Harga Rf dihitung dan dibandingkan dengan pustaka.Jumlah metabolit dapat diketahui dari analisis metode KLT dengan standar paracetamol dan sampel urin.
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis.Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.Nilai Rf dapat dijadikan
bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip.Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda (Rudi,2010).
Hasil dari pengujian ini adalah :
Fase gerak 1 Fase gerak 2 Rata-rata Rf = 0,762
Dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa sampel urin mengandung parasetamol. Sedangkan sampel urin sendiri memiliki 3 metabolit. Metabolit ini bisa berupa protein ataupun zat pengganggu lainnya yang tidak terpisah pada sampel ini. Hal ini dikarenakan bahan TCA yang tidak digunakan pada praktikum ini.
G. Kesimpulan
- Kadar paracetamol dalam sampel urin tersebut adalah 0,769 mg/ml.
- Sampel urin mengandung parasetamol. Sedangkan sampel urin sendiri memiliki 3 metabolit. Metabolit ini bisa berupa protein ataupun zat pengganggu lainnya yang tidak terpisah pada sampel ini. Hal ini dikarenakan bahan TCA yang tidak digunakan pada praktikum ini.
H. Daftar Pustaka
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Ed. III . Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV.Jakarta : Depkes RI Anonim.2012. Sekilas Tentang Pemeriksaan Lab Urin.
http://ndiel2.wordpress.com/2012/03/01/sekilas-tentang-pemeriksaan-lab-urin/. Diakses tanggal 9 April 2012
Gandjar, I. G., Rohman A., 2007, Kimia Farmasi Analisis,Pustaka Pelajar : Yogyakarta
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar . Gramedia : Jakarta
Kealey, D and Haines, P.J., 2002, Instant Notes: Analytical Chemistry, BIOS Scientific Publishers Limited, New York
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta : UI Press Lehninger.A.L, 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta
Mulya, M., dan Suherman, 1995, Analisis Instrumen, Airlangga University Press, Surabaya.
Mursyidi & Rohman, A. 2006. Anilisis Obat dan Makanan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Rudi, L. 2010.Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik . Kendari: Universitas
Haluoleo.
Satrya, Yogi. 2011. Asam Sulfanilat .
http://yogisatrya.blogspot.com/2011/11/asam-sulfanilat.html. diakses tanggal 9 April 2012
Skoog, DA, West, DM, Holler, FJ, Crouch, SR. 1996. Fundamentals of Analytical Chemistry 7 thedition. New York: Saunders College Publishing
Underwood, A. L & R. A. Day, JR. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif . Jakarta : Erlangga