50 PERBEDAAN EFEKTIFITAS KOMPRES HANGAT TEKNIK BLOK AKSILA DENGAN KOMPRES HANGAT TEPID SPONGE TERHADAP PENURUNAN SUHU PADA ANAK DENGAN DEMAM DI RUANG ANAK
RSD. Dr. SOEBANDI JEMBER DAN Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO. Defi Efendi*
*Pengajar Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jember
ABSTRACT
Axillar block warm compress is an extending of warm compress that is done to the armpit by using disposable bottle that is filled by warm water to the client with the increasing of temperature ≥37,5ºC. Tepid Sponge is a warm compress technique by mixing blok compress technique in superficial blood vessels with seka technique. The design of this research use quasy experiment with pre test and post test group without control group designe that is used to identify the difference between the effectiveness of axillar block warm compress with tepid sponge warm compress in decreasing the temperature to the child who suffer from fever. The samples of this research are 30 children that are taken by quota sampling technique. The used analysis is paired T-test with the value α ≤ 0,05. The test of independent T – test was done to know the difference of the acceleration decreasing of children temperature in two groups, and the result is P value = 0,007 < α. The conclusion of this research is tepid sponge warm compress is more effective than axillar block warm compress in decreasing the temperature of children who suffer fever.
Keywords : Axillar Block; Tepid Sponge; Tempereture; Fever.
PENDAHULUAN
Anak merupakan sumber
daya manusia suatu bangsa. Anak harus hidup sejahtera agar tumbuh dan berkembang dengan optimal untuk melaksanakan tugas-tugas pembangunan dimasa yang akan datang. Sebaliknya penuruanan kualitas hidup anak akan memiliki efek jangka panjang terhadap
kehidupan pribadinya sebagai
individu maupun sebagai bagian dari kehidupan sosialnya. Anak yang status kesehatannya sering terganggu kelak akan tumbuh menjadi pribadi yang lemah dan tidak siap untuk mengemban tugas sebagai agen
penerus bangsa (Bidulph, 1999 dalam Damayanti, 2008).
Faktor yang mempengaruhi seringnya anak mengalami sakit adalah wilayah tropis, dimana wilayah tropis seperti Indonesia memang baik bagi kuman untuk berkembangbiak contohnya flu, malaria, demam berdarah, dan diare. Berbagai penyakit itu biasanya semakin mewabah pada musim peralihan, dan akan mempengaruhi perubahan kondisi kesehatan anak. Kondisi anak dari sehat menjadi sakit mengakibatkan tubuh bereaksi untuk meningkatkan suhu yang disebut sebagai demam ( Damayanti, 2008).
51 Protokol Kaiser Permanete
Appointment and Advice Call Center mendefinisikan demam atau febris untuk semua umur yaitu temperature rektal diatas 38 oC, aksilar 37,5 dan diatas 38,2 oC dengan pengukuran
membrane tympani. Sedangkan
demam tinggi bila suhu tubuh diatas 39,5oC, dan hiperpireksia bila suhu > 41 oC (Kania, 2007).
Demam merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua mulai dari ruang praktik dokter hingga ke unit gawat darurat (UGD) anak, meliputi 10-30% dari jumlah kunjungan. Demam membuat orang tua atau pengasuh menjadi risau. Hasil penelitian menunjukkan 80% orang tua fobia terhadap demam
(Kania, 2007). Demam yang
berhubungan dengan infeksi kurang lebih 29-52% sedangkan 11-20%
dengan keganasan, 4% dengan
penyakit metabolik dan 11-12%
dengan penyakit lain.Dampak
demam jika tidak mendapatkan penanganan lebih lanjut antara lain dehidrasi sedang hingga berat,
kejang demam, dan kerusakan
neurologis (Valita, 2007).
Secara definitif terdapat dua tindakan untuk menurunkan suhu tubuh pada klien febris, yaitu dengan terapi farmakologis dan terapi fisik. Terapi fisik dapat diberikan dengan pemberian kompres hangat blok aksila.Purwanti (2006), dan Valita (2008) melalui penelitiannya telah
membuktikan ada pengaruh
pemberian kompres hangat teknik blok aksila terhadap penurunan suhu anak demam. Triredjeki (2002)
menyimpulkan kompres hangat
teknik blok aksila lebih efektif dalam
menurunkan suhu anak febris
dibandingkan dengan kompres
dingin yang dicobakan pada 30 anak usia 5-12 tahun dengan cara random ordinal (Damayanti, 2008).
Pemberian kompres hangat
blok aksila merupakan upaya
memberikan rangsangan pada area preoptik hipotalamus. Rangsangan ini mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor dan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi
pembuluh darah perifer dan
berkeringat (Potter & Perry, 2005).
Tepid sponge merupakan alternatif teknik kompres yang menggabungkan teknik blok dan seka yang telah diteliti dan dikembangkan di berbagai negara seperti Brazil, Singapura, dan India. Alves, Almeida & Almeida (2008) mempublikasikan hasil penelitiannya
yang menunjukkan percepatan
penurunan suhu klien febris yang mendapatkan terapi antipiretik dan
Tepid Sponge dibandingkan dengan
klien yang hanya mendapatkan terapi antipiretik saja (Alves et al., 2008 : 111)
Teknik Tepid Sponge
menggunakan kompres blok
langsung dibeberapa tempat yang memilliki pembuluh darah besar. Selain itu masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan memberikan seka di beberapa area tubuh. Namun dengan kompres blok langsung
diberbagai tempat ini akan
memfasilitasi penyampaian sinyal ke hipotalamus dengan lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan mempercepat pelebaran pembuluh
darah perifer yang akan
memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh kelingkungan sekitar dan dapat
52 mempercepat penurunan suhu tubuh
(Reiga, 2010)
Kedua metode diatas diteliti dinegara yang berbeda dimana
masing-masing menghasilkan
kesimpulan yang mengunggulkan
diri sendiri. Sehingga akan
menimbulkan kebingungan pada
perawat di lapangan harus
menggunakan teknik yang mana agar memperoleh hasil yang maksimal. Berdadasarkan uraian tersebut di atas, peneliti merasa sangat perlu melakukan penelitian yang akan membandingkan tingkat efektifitas kompres hangat teknik blok aksila dengan kompres hangat teknik tepid
sponge terhadap penurunan suhu
anak dengan demam.
METODE PENELITIAN
Tujuan penelitian ini untuk membandingan efektifitas pemberian kompres hangat teknik blok aksila dan kompres hangat teknik teknik
tepid sponge dalam menurunkan
suhu anak dengan demam. Disain penelitian ini menggunakan metode
quasy experiment dengan rancang
bangun pre-test and post-test group
without control group designedengan
karakteristik usia, status nutrisi, dan status hidrasi.
Penelitian dilakukan di ruang anak RSD dr. Soebandi Jember dan RSD. dr. H. Koesnadi Bondowoso dengan jumlah sampel 30 anak yang dibagi kedalam dua kelompok yaitu 15 anak sebagai kelompok kompres hangat blok aksila dan 15 anak sebagai kelompok kompres hangat
tepid sponge. Analisa menggunakan Paired T-test yang digunakan untuk
mengetahui adanya perbedaan suhu sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan pada kelompok kompres hangat blok aksila maupun pada kelompok perlakuan kompres hangat
tepid sponge. Sedangkan untuk
mengetahui perbedaan penurunan suhu antara kelompok kompres hangat blok aksila dan kelompok
kompres hangat tepid sponge
menggunakan analisa Pooled T-test dengan tingkat kemaknaan α ≤ 0.05. HASIL PENELITIAN
Pengumpulan data anak
dengan demam di ruang anak RSD dr. Soebandi Jemberdan RSD.dr. H. Koesnadi Bondowoso didapatkan hasil sebgai berikut:
Tabel 1. Distribusi Responden Pada Kelompok Blok Aksila dan Tepid Sponge Menurut Karakteristik Pada Anak Dengan Demam Di RSD Dr. Soebandi Jember dan Dr. H. Koesnadi Bondowoso
Data Demografi
Kelompok Blok Aksila
Kelompok
Tepid Sponge Total P Value n % N % n % Umur: 1-3 tahun 4-12 tahun 4 11 26,7 73,3 9 6 60 40 13 17 43,3 56,7 0,141 Status Nutrisi: Kurang Baik 6 9 40,0 60,0 4 11 26,7 73,3 10 20 33,3 66,7 0,699
53 Status Hidrasi : Dehidrasi ringan-sedang Tanpa Dehidrasi 7 8 46,7 53,3 9 6 60,0 40,0 16 14 53,3 46,7 0,714
Sumber : Data primer
Dari data statistik
karakteristik responden yang telah diuji homogenitasnya ditemukan bahwa ketiga karakteristik pada variabel umur, status nutrisi, dan status hidrasi yang di uji memiliki P
>α yang artinya Ho gagal ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik sample pada kedua
kelompok perlakuan adalah
homogen.
Tabel 2. Suhu Awal dan Akhir Responden Pada Kelompok Perlakuan Kompres Hangat Blok Aksila Dan Kompres Hangat Tepid Sponge Di RSD Dr. Soebandi Jember dan Dr. H. Koesnadi Bondowoso
Perlakuan Deskriptif Suhu Awal Suhu Akhir
Blok Aksila N Mean Median Modus Std. Deviasi Minimum Maximum 15 38,827 38,500 38,3 0,8207 38,0 40,5 15 38,480 38,3 38,2 0,7618 37,5 40,4 Tepid Sponge N Mean Median Modus Std. Deviasi Minimum Maximum 15 39,127 39,000 38,5 0,705 38,4 40,5 15 38,153 38,100 37,5 0,6501 37,1 39,4
Sumber : Data primer
Tabel 2 memperlihatkan
bahwa terdapat perbedaan nilai suhu awal antara kelompok kompres hangat blok aksila dan kompres hangat tepid sponge. Pada kelompok kompres hangat blok aksila nilai rata-rata = 38,827 oC, median = 38,5oC, modus = 38,3 oC, standar deviasi = 0,8207 oC, nilai minimum = 38,0 oC, dan maksimum = 40,5 oC. Sedangkana pada kelompok tepid
sponge nilai mean = 39,127 oC, median = 39 oC, modus = 38,5oC, standar deviasi 0,705, nilai maksimum = 38,4 oC, dan nilai
maksimumnya = 40,5 oC.Data diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata, median, modus, nilai maksimum dan minimum lebih besar pada kelompok perlakuan tepid sponge.
perbedaan nilai suhu akhir antara kelompok kompres hangat blok aksila dan kompres hangat tepid
sponge. Pada kelompok kompres
hangat blok aksila nilai rata-rata = 38,480 oC, median = 38,3oC, modus = 38,2 oC, standar deviasi = 0,7618
o
C, nilai minimum = 37,5 oC, dan maksimum = 40,4 oC. Sedangkana pada kelompok tepid sponge nilai
54 mean = 38,153 oC, median = 38,1oC,
modus = 37,5 oC, standar deviasi 0,6501, nilai maksimum = 37,1 oC, dan nilai maksimumnya = 39,4 oC. Tidak seperti data pada suhu awal
sample, data diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata, median,
modus, nilai maksimum dan
minimum lebih kecil pada kelompok
tepid sponge.
Tabel 3. Perbedaan Rerata Nilai Suhu Awal dan Suhu Akhir serta Perbedaan Rerata Penurunan Suhu Tubuh pada Anak dengan Perlakuan Kompres Hangat Blok Aksila dan Kompres Hangat Tepid Sponge Di RSD Dr. Soebandi Jember dan Dr. H. Koesnadi Bondowoso
Kelompok Perlakuan Suhu Tubuh P Value Selisih Penurunan Suhu (oC) P Value Suhu Awal Suhu Ahir Selisih Suhu
N oC N oC oC Blok aksila Tepid sponge 15 15 38,827 39,127 15 15 38,480 38,153 0,347 0,973 0,038 0,000 0,626 0,007 Tabel 3 menunjukkanpada kelompok blok aksila nilai rerata suhu awal 38,827 oC dan suhu akhir 38,480 oC, dengan rerata selisih suhu tubuh sebesar 0,347 oC. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan Paired Sample T-Test didapatkan nilai P value 0,038 yang
artinya ada perbedaan yang
signifikan antara suhu awal dan suhu
akhir setelah diberi
perlakuan.Demikian pula pada
kelompok tepid sponge, nilai rerata suhu awal adalah 39,127 oC dan suhu akhirnya 38,153 oC menghasilkan rerata perbedaan suhu sebesar 0,973
o
C.Hasil uji statistik memberikan hasil P value 0,000 yang artinya ada perbedaan yang signifikan pada suhu
sebelum dan sesudah diberi
perlakuan.
Dari tabel 3 dapat kita lihat bahwa besar selisih rerata penurunan suhu tubuh antara kedua kelompok perlakuan sebesar 0,626 oC.Uji
statistik menggunakan Independent
Sample T-test dilakukan untuk mengetahui signifikasi perbedaan
penurunan suhu antara kedua
kelompok perlakuan. Setelah
dilakukan uji statistik didapatkan nilai P value 0,007 < nilai α yang
artinya ada perbedaan yang
signifikan pada penurunan suhu antara kelompok perlakuan kompres hangat blok aksila dengan kelompok perlakuan tepid sponge. dimana kelompok perlakuan kompres hangat
tepid sponge memiliki derajat penurunan suhu yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok
kompres blok aksila. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kompres hangat tepid sponge lebih
efektif dalam mempercepat
penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam dibandingkan dengan kompres hangat blokaksila.
55 Gambar 1. Kurva Rerata Perubahan Suhu Diberbagai Waktu Pengukuran Suhu
Pada Kelompok Perlakuan Kompres Hangat Blok Aksila dan Kelompok Perlakuan Kompres Hangat Tepid Sponge Di RSD Dr. Soebandi Jember dan Dr. H. Koesnadi Bondowoso 2010
PEMBAHASAN
Hasil uji homogenitas dengan menggunakan Chi Square dengan jumlah responden masing-masing
golongan 15 anak dengan
karakteristik usia, status hidrasi, dan status nutrisi menghasilkan P value > α. Dengan demikian Ho gagal ditolak yang berarti sample berdistribusi normal. Data ini untuk memastikan bahwa apapun hasil dari penelitian bukan dipengaruhi oleh karakteristik responden melainkan hasil dari perlakuan yang diberikan kepada kedua kelompok perlakuan.
Berdasarkan tabulasi data dengan jumlah sampel 15 pada kelompok kompres hangat blok aksila menunjukkan bahwa terjadi variasi suhu pada setiap sampel. Rentang perbedaan suhu tubuh pada sampel ini terjadi dengan rentang suhu mulai 38 – 40,5oC, dengan rata-rata suhu sebesar 38,827 oC. Median
suhu pada kelompok perlakuan kompres hangat blok aksila sebesar 38,5oC, dengan 38,3 oC sebagai nilai suhu yang sering muncul pada kelompok perlakuan ini. Sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid
sponge rentang perbedaan mulai 38,4
– 40,5 o
C, dengan rata-rata suhu sebesar 39,127 oC. Median suhu pada kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge sebesar 39 oC, dengan 38,5 oC sebagai nilai suhu yang sering muncul pada kelompok perlakuan ini.
Suhu tubuh anak kelompok kompres hangat blok aksila dan tepid
sponge sangat bervariasi. Hal ini
kemungkinan disebabkan belum
maturnya termostat pada anak, sehingga mudah berubah dan sensitiv terhadap perubahan suhu lingkungan (Potter & Perry, 2005).Selain itu variasi diurnal pada setiap anak memungkinkan turut memberikan 38,8 38.5 38.7 38.6 38.6 38.4 38,5 39,1 39.2 39.0 38.4 38.1 38.1 38,2 37.4 37.6 37.8 38.0 38.2 38.4 38.6 38.8 39.0 39.2 39.4 5' 15' 30' 60' 90' 120' Suhu Awal
Suhu Setelah Perlakuan
Su h u Tu b u h Blok Aksila Tepid Sponge Ket : Pembulatan Nilai suhu tubuh satu angka dibelakang koma
56 pengaruh terhadap variasi suhu
responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kompres hangat blok aksila terdapat variasi suhu di akhir periode pengukuran dimana rentang perbedaan suhu terjadi pada 37,5 – 40,5 oC. Nilai rata-rata suhu diakhir periode pegukuran adalah 38,480 oC, dan median suhu 38,3 oC. Suhu yang
sering muncul pada kelompok
responden ini adalah 38,2 oC. Hal serupa juga terjadi pada kelompok
tepid sponge, dimana variasi suhu di
akhir periode pengukuran suhu terjadi pada rentang 37,1 – 39,4 oC. Nilai rata-rata suhu diakhir periode pegukuran adalah 38,153 oC, dan median suhu 38,1oC. Suhu yang
sering muncul pada kelompok
responden ini adalah 37,5 oC.
Peneliti beranggapan bahwa suhu pada anak dengan demam dipengaruhi proses penyakit yang terjadi pada anak. Tingkat infeksi
menentukan seberapa banyak
pirogen eksogen dilepaskan yang direspon dengan pelepasan pirogen
endogen tubuh yang akan
menentukan seberapa tinggi set point baru akan dipatok (Nelson, 2000). Perbedaan suhu eksternal juga akan menentukan perbedaan suhu anak setelah perlakuan (guyton & Hall,
1997). Selain itu peneliti
beranggapan bahwa variasi suhu akhir pada anak juga dipengaruhi oleh variasi suhu awal responden, serta tingkat stress responden yang berbeda-beda.
Sebanyak 15 responden pada kelompok perlakuan kompres hangat blok aksila dievaluasi dan suhu yang dihasilkan pada akhir pengukuran
sangat beragam. Sebanyak 3
responden (20%) mengalami
kenaikan suhu mulai dari 0,2 – 0,8
o
C. Seorang responden bersuhu stag, dan 11 responden (73%) mengalami penurunan suhu berkisar antara 0,1-1,2 oC.Hasil uji statistik dilakukan menghasilkana P value sebesar 0,038 berarti < 0,05. Dengan demikian ada perbedaan yang signifikan antara suhu awal sebelum perlakuan dan setelah perlakuan diberikan yang dapat diartikan sebagai penurunan suhu responden.
Hasil ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2006), dan Valita (2007). Namun meskipun berbagai penelitian menyimpulkan bahwa pemberian kompres hangat blok aksila dapat menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam, pada kenyataanya pemberian kompres hangat ini tidak selalu berhasil dalam menurunkan suhu anak, seperti yang terjadi pada penelitian ini. Berdasarkan analisa peneliti perbedaan hasil ini dipengaruhi oleh beberapa hal mulai dari penyakit, suhu eksternal, hormonal, obat-obatan, dan stres.
Sebanyak 15 responden pada kelompok perlakuan kompres hangat
tepid sponge dievaluasi dan suhu
yang dihasilkan pada akhir
pengukuran sangat beragam.
Sebanyak 2 responden (13%)
mengalami kenaikan suhu mulai dari 0,2 – 0,3 oC. Sedangkan sisanya sebanyak 13 responden (87%) mengalami penurunan suhu berkisar antara 0,7-2 oC. Hasil uji statistik dilakukan menghasilkana P value sebesar 0,000 berarti < 0,05. Dengan
demikian ada perbedaan yang
signifikan antara suhu awal sebelum perlakuan dan setelah perlakuan
57 diberikan yang dapat diartikan
sebagai penurunan suhu responden. Penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mahar AF, et al (1994),
Bantonisamy, et al (2008), dan penelitian Alves (2008). Ketiga penelitian di atas menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu tepid
sponge efektif dalam menurunkan
suhu tubuh pada anak dengan
demam. Namun dari berbagai
penelitian di atas terdapat perbedaan dalam menyimpulkan lama efek terapi dari tepid sponge dalam menurunkan suhu tubuh.
Menurut peneliti perbedaan diakibatkan oleh pengaruh eksternal yaitu berupa luas washlap yang kontak dengan tubuh dan suhu lingkungan pada daerah beriklim tropis. Rasio body surface area dibanding dengan luas total washlap kompres yang diberikan hampir sebanding, yang artinya luas kontak washlap dengan kulit cukup luas
sehingga lebih baik dalam
memvasilitasi perpindahan kalor
secara konduksi dibandingkan
dengan evaporasi karena suhu lingkungan di wilayah tropis lebih tinggi dibandingkan dengan wilyah iklim yang lainnya.
Dari tabel 5.3 didapatkan nilai rerata penurunan suhu pada kelompok blok aksila sebesar 0,347
o
C, dan 0,937 oC pada kelompok
tepid sponge.Perbedaan penurunan
suhu antara kedua kelompok adalah 0,626 oC dengan tepid sponge sebagai kelompok yang lebih unggul dalam menurunkan suhu tubuh responden. P value = 0,007 < α, yang
artinya ada perbedaan yang
signifikan pada penurunan suhu antara kelompok kompres hangat
blok aksila dan kelompok tepid
sponge.
Menurut peneliti perbedaan hasil ini diakibatkan oleh perbedaan cara kerja kedua tritmen pada penilitian ini. Pada kompres blok aksila, penurunan suhu tubuh terjadi akibat rangsangan pada area preoptik hipotalamus. Sedangkan pada tepid
sponge penurunan suhu tubuh terjadi
akibat dua hal sekaligus, yaitu respon dari perangsangan hipotalamus serta akibat vasodilatsi pembuluh darah perifer akibat pemberian seka di ekstremitas sehingga panas akan dengan mudah dan lebih cepat ditransfer ke lingkungan sekitar. Perbedaan rasio body surface area dengan jumlah luas washlap yang kontak dengan pembuluh darah perifer yang berbeda antara teknik kompres hangat blok aksila dan kompres hangat tepid sponge akan turut memberikan perbedaan hasil terhadap percepatan penurunan suhu responden pada kedua kelompok perlakuan tersebut.
Selain itu perbedaan cara kerja antara kompres hangat blok aksila dengan kompres hangat tepid
sponge menyebabkan perbedaan karakteristik fluktuasi suhu setelah perlakuan diberikan. Gambar 1
menunjukkan pada kelompok
kompres hangat blok aksila fluktusi penurunan suhu tidak konstan dengan rerata efek terapi selama
10-15 menit. Setelah itu suhu
berfluktuasi dan cenderung tidak stabil.Sedangkan pada kelompok
kompres hangat tepid sponge
penurunan suhu relatif konstan dengan efek terapi yang cukup lama yaitu 90 menit. Setelah 90 menit perlakuan dihentikan, suhu tubuh pada anak akan mengalami kenaikan.
58
Berdasarkan perbedaan
karakteristik ini peneliti
menyimpulkan bahwa untuk
memperoleh hasil yang maksimal
maka penerapan masing-masing
teknik ini harus dibedakan sesuai dengan karakteristik fluktuasi suhu dan lama efek terapi yang dimiliki oleh masing-masing tehnik. Untuk teknik kompres hangat blok aksila, kompres bisa diberikan secara remitten yaitu terus menerus hingga
penurunan suhu tubuh yang
diinginkan tercapai. Hal ini diakibatkan oleh pendeknya efek terapi pada kompres blok aksila
sehingga penghentian kompres
setelah pemberian kompres selama 20-25 menit sesuai dengan protap tindakan tidak akan memberikan pengaruh yang berarti terhadap
penurunan suhu dibandingkan
dengan kompres hangat tehnik tepid
sponge.
Sedangkan pada tepid sponge pemberian kompres dapat diberikan sesuai dengan protap tindakan yaitu selama 10-15 menit, kemudian pemberian kompres dihentikan, washlap diambil dan tubuh dibiarkan terbuka. Hal ini akan memfasilitasi evaporasi melalui kulit yang telah berdilatasi kelingkungan sekitar menjadi maksimal. Tepid sponge dapat kembali diberikan setelah 90
menit kemudian.Ini merupakan
waktu yang tepat karena setelah 90 menit efek terapi tepid sponge mulai menghilang yang ditandai dengan kembali meningkatnya suhu pada anak. Pemberian tepid sponge yang selanjutnya akan mencegah kenaikan suhu lebih lanjut.
KESIMPULAN
Tepid sponge lebih efektif
dalam menurunkan suhu anak
dengan demam dibandingkan dengan kompres hangat blok aksila.
Disarankan pada orang tua anak untuk memberikan tepid sponge pada
anaknya yang sedang demam,
ataupun kejang demam sebelum ibu menjangkau pelayanan kesehatan lebih lanjut.Bagi perawat anak hendaknya mengadakan sosialisasi pada para orang tua tentang
penanganan anak demam
menggunakan kompres hangat baik di lingkup rumah sakit maupun di lingkup komunitas.
Bagi rumah sakit hendaknya protap kompres hangat tepid sponge segera bisa diterapkan khususnya di
ruang anak RSD.dr. Soebandi
Jember dan RSD. dr. H. Koesnadi Bondowoso. Pemberian tepid sponge bisa dilakukan sesuai protap tindakan
yaitu 10-15 menit.Kemudian
washlap diambil dan membiarkan tubuh terbuka selama 90 menit. Setelah itu jika suhu anak belum mencapai derajat suhu tubu yang diinginkan tepid sponge dapat diberikan kembali dengan cara dan
durasi yang sama seperti
sebelumnya. Walaupun demikian bukan berarti blok aksila tidak diperlukan lagi. Blok aksila dapat diberikan sebagai pengganti tepid
sponge pada anak yang menolak
pemberian tepid sponge.Kompres hangat blok aksila dapat diberikan secara remitten hingga penurunan suhu tubuh anak yang diinginkan tercapai.
59 DAFTAR PUSTAKA
Alves. Almeida & Almeida.(2008).
Tepid sponging plus dipyrone versus dipyrone alone for reducing body temperature in febrile children. Sau Paulo
Med. J, 126(2), 11-107. Bantonisamy et al. (2008).
Comparative effectiveness of tepid sponging and antipyretic drug versus only antipyretic drug in the management of fever among children: a randomized controlled trial.
Indian Pediatrics, 46
Damayanti. 2008. Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang Demam Dengan Perilaku Kompres Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, ¶ 2,
http://etd.eprints.ums.ac.id, diperoleh tanggal 15 februari 2010.
D, Wilson. (1995) Assessing and
managing the febrile child, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/si
tes/entrez, diperoleh pada
tanggal 14 februari 2010 Guyton, Arthur. C., Hall, John. E.
(1997).Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran (Textbook of Medical Physiology).Edisi 9.Jakarta : EGC.
Kania. (2007) Penatalaksanaan
Demam Pada Anak, ¶ 4, http://digilib.unpad.ac.id./gdl.p hp, diperoleh tanggal 13 februari 2010
Mahar, AF et al. (1994). Tepid
sponging to reduce
temperature in febrile children in a tropical climate.National
Center for Biotechnologycal Information.33 (4) : 31 – 227. Nelson, Waldo. E. (2000). Ilmu
Kesehatan Anak (Nelson
Textbook of Pediatrics). Edisi
15.Vol. 2.Jakarta: EGC.
Potter, Patricia. A., Perry, Anne Griffin. (2005). Buku Ajar
Fundamental Keperawtan. Konsep, Proses, dan Praktik.
Volume 1.Edisi 4.Jakarta: EGC.
Valita, Avin. (2008). Perbedaan
Penurunan Suhu Klien Febris Antara Kompres Hangat dengan Tanpa Kompres Hangat pada Reseptor Suhu (Studi Kasus di Ruang Anak RSU Dr. Syaiful Anwar Malang). Skripsi. Malang :
Universitas Muhammadiyah Malang. Tidak dipublikasikan.