• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELUARGA & PENDERITA KUSTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KELUARGA & PENDERITA KUSTA"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

KELUARGA &

PENDERITA KUSTA

Oleh: Safri Sholehuddin Soni A. Nulhaqim Santoso T. Raharjo

(2)

KELUARGA &

PENDERITA KUSTA

Oleh: Safri Sholehuddin Soni A. Nulhaqim Santoso T. Raharjo

(3)

Hak cipta © pada penulis dan dilindungi Undang-undang Hak penerbitan pada ITB Press

Dilarang mengutip sebagian ataupun seluruh buku ini dalam bentuk apa pun tanpa izin dari penulis dan penerbit.

Keluarga & Penderita Kusta

Penulis : Safri Sholehuddin Soni A. Nulhaqim Santoso T. Raharjo Editor : Nurliana Cipta Apsari Editor Bahasa : Feri Anugrah Desainer Isi : Yuda A. Setiadi Desainer Sampul : Yuda A. Setiadi Cetakan I : 2020

ISBN : 978-623-297-002-1

Diterbitkan atas dukungan dari: Pusat Studi CSR,

Kewirausahaan Sosial, & Pemberdayaan Masyarakat, FISIP UNPAD

9 7 8 - 6 2 3 - 2 9 7 0 978-623-297-002-1

(4)

PENGANTAR

Penyakit kusta merupakan penyakit yang memiliki dampak pada penderitanya. Baik dampak fisi, psikologis maupun sosial. Seperti halnya kasus penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon seringkali mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang ada di sekitarnya. Dukungan dari lingkungan sosial terdekat amat penting bagi penderita kusta. Pada umumnya keluarga terdapat ayah, ibu dan anak, namun dukungan dari kepala keluarga terhadap penderita kusta amatlah penting dan menentukan keseimbangan hidup penderita kusta. Kajian ini menggunakan teori yang dijelaskan oleh Bart Smet, mulai dari dukungan emosional yang berupa pemberian rasa nyaman, pemberian perasaan dicintai dan pemberian perasaan dipedulikan. Dukungan penghargaan yang berupa pemberian motivasi, pemberian penghargaan positif berupa “reward” dan perbandingan positif dengan individu lain. Dukungan instrumental berupa pemberian uang, pemberian barang, pemberian makan dan pemberian pelayanan. Dukungan informatif berupa pemberian informasi bantuan medis dan pemberian saran yang diberikan oleh kepala keluarga kepada penderita kusta.

Buku ini merupakan hasil riset mengenai dukungan keluarga terhadap penderita kusta di Kelurahan

(5)

Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Dengan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif dengan teknik indepth interview, pengamatan observasi non partisipatif dan studi dokumentasi. Terdapat 6 yang terlibat dalam penelitian ini. Pemberian dukungan keluarga bagi penderita kusta masih terdapat kendala.

Penulisan buku hasil kajian-kajian lapangan sungguh amat penting dalam konteks menyebarluarkan hasil riset untuk menjadi publik, baik untuk kepeentingan akademik atau pun bacaan untuk menambah wawasan dan

membuka perspektif. Peningkatan pemahaman

masyarakat, serta pihak-pihak pemangku kepentingan diperlukan agar upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan penderita kusta dan keluarga dapat dilakukan secara tepat dan bermanfaat. Semoga penerbitan buku ini dapat memberi manfaat… in Syaa …Aamiin…!

Jatinangor, Juli 2020

Kepala Pusat Studi CSR, Kewirausahaan Sosial & Pemberdayaan Masyarakat, FISIP – UNPAD

(6)
(7)

DAFTAR ISI

PENGANTAR ... iv DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x PENDAHULUAN ... 1 DUKUNGAN SOSIAL ... 11 Batasan ... 11

Dimensi Dukungan Sosial ... 13

Faktor-Faktor Dukungan Sosial... 15

Sumber-Sumber Dukungan Sosial ... 18

Manfaat Dukungan Sosial ... 20

KELUARGA & pENDERITA KUSTA ... 24

Batasan Keluarga ... 24

Fungsi Keluarga ... 25

Usia Produktif: Masa Dewasa Muda ... 29

1) Definisi ... 29

2) Tugas Pada Perkembangan Dewasa Muda ... 30

Penyakit Kusta ... 31

1) Definisi Kusta ... 31

2) Penyebab Penyakit Kusta ... 33

(8)

Pekerjaan Sosial dengan Keluarga ... 36

METODE KAJIAN ... 47

Pendekatan dan Teknik ... 47

Sumber Data ... 48

Teknik Pengumpulan Data ... 48

Instrumen Pengumpulan Data ... 49

Pengolahan dan Analisis Data ... 49

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

KEHIDUPAN PENDERITA KUSTA: Kasus Keluarga di Kota Cirebon ... 52

Gambaran Lokasi ... 52

Profil Penderita Kusta ... 59

Dukungan Keluarga terhadap Penderita Kusta ... 60

a. Dukungan Emosional ... 60 b. Dukungan Penghargaan ... 72 c. Dukungan Instrumental ... 79 d. Dukungan Informasional ... 90 PENUTUP ... 99 Kesimpulan ... 99 Rekomendasi ... 106

Alternatif Rencana Kegiatan bagi Keluarga Penderita Kusta ... 108

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Jumlah Penderita Kusta Baru dan Penderita Kusta Sembuh di Kota Cirebon ... 53 Tabel Jumlah Penderita Kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan

Harjamukti, Kota Cirebon 54

Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Emosional 77 Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Penghargaan 87 Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Instrumental 96 Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Informatif 105

(10)

x

DAFTAR GAMBAR Gambar Penyakit Kusta Pada Bagian Tangan 3 Gambar 1.2 Penyakit Kusta Pada Bagian Kaki 3

(11)

1

PENDAHULUAN

Manusia sangat ingin memiliki tubuh yang sempurna namun adapula manusia yang memiliki tubuh kurang sempurna dari sejak lahir. Akan tetapi walaupun memiliki kekurangan fisik dari lahir tidak mengurangi semangatnya dalam menjalankan kehidupannya. Namun ada pula individu yang memiliki fisik yang sempurna sejak lahir akan tetapi pada saat dewasa mengalami kecacatan fisik, contohnya bagi penderita penyakit kusta. Penyakit kusta merupakan penyakit kulit yang membawa dampak buruk bagi penderitanya.

Dampak buruk yang diakibatkan oleh penyakit kusta adalah perubahan yang terjadi pada bentuk tubuh, dimana para penderita kusta akan mengalami kecacatan fisik yang dapat membuat para penderitanya merasa malu, dan akan merasakan tekanan batin, menurut Rahariyani 2007 (dalam Lestari, 2012). Tidak hanya memiliki dampak buruk pada kecacatan fisik saja, penyakit kusta memiliki dampak sosial yang cukup besar tidak hanya pada penderitanya saja akan tetapi keluarga penderita kusta juga terkena dampaknya. Dalam hal ini maka akan mempengaruhi penerimaan penderita kusta pada lingkungannya, sehingga masih banyak penderita

(12)

2

kusta yang putus asa karena beranggapan bahwa saat terkena penyakit kusta segalanya sudah berakhir (Zulkifli, 2003).

Menurut Sari (2013) penyakit kusta merupakan penyakit kronis yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Tanda-tanda utamapada penyakit kusta yaitu terdapat penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf serta ditemukannya Bakteri Tahan Asam (BTA). Penyakit kusta terbagi dalam dua tipe yaitu: Pausy Bacillary (PB), Kusta PB sering disebut sebagai kusta kering, kusta PB tidak begitu parah dan memiliki ciri yaitu bercak keputihan seperti panu dan mati rasa, bercak tersebut kurang dari 5 tempat pada tubuh. Tipe kusta lainnya yaitu Multi Bacillary (MB) dimana kusta MB disebut sebagai kusta basah, kusta tipe MB termasuk yang sangat parah, memiliki ciri ciri bercak putih kemerahan, pembengkakan pada bercak, mati rasa dan lebih dari 5 tempat pada tubuh. Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang menyebabkan permasalahan yang kompleks, masalah yang akan ditimbulkan dari penyakit kusta tidak hanya pada fisik dimana terjadi perubahan terhadap kondisi fisik pada penderita kusta tersebut dan juga menimbulkan permasalahan psikis dimana adanya rasa malu, kecewa dan tidak percaya diri karena walaupun sudah dapat dikatakan sembuh dalam masa pengobatannya akan tetapi penderita kusta tetap mendapatkan status sebagai penderita kusta oleh masyarakat. Kondisi fisik yang akan

(13)

3

dialami oleh penderita kusta seperti contoh pada gambar berikut ini:

Gambar 1.1 Penyakit Kusta Pada Bagian Tangan Sumber: Google Image Penderita Kusta, 2019

(14)

4

Gambar 1.2 Penyakit Kusta Pada Bagian Kaki Sumber: Google Image Penderita Kusta, 2019

Di Indonesia masih banyak orang yang beranggapan bahwa penyakit kusta merupakan penyakit kutukan secara turun-temurun, akan tetapi anggapan tersebut tidaklah benar. Penyakit kusta pertama kali ditemukan pada tahun 1873, selama beberapa tahun jumlah penderita penyakit kusta semakin bertambah, pada tahun 2010 hasil riset WHO Indonesia menduduki peringkat ketiga pendertita kusta terbanyak dengan angka 21.026 kasus. Jumlah penderita kusta saat ini terus menurun. Pada tahun 2015 di Indonesia terdapat 17.202 kasus, sehingga sampai saat ini jumlah penderita kusta terus menurun, namun walaupun adanya penurunan jumlah penderita kusta dari setiap tahunnya, akan tetapi stigma negatif pada penderita kusta masih tetap ada sampai saat ini. Dengan adanya stigma tersebut membuat masyarakat enggan untuk berdekatan dengan penderita kusta, seperti yang dikemukakan oleh Kaur & Van Brakel 2007 (dalam Rahyu, 2011) yang menjelaskan bahwa stigma yang berkembang di masyarakat terkait penyakit kusta menimbulkan beberapa masalah bagi penderita kusta itu sendiri, seperti dikucilkan oleh masyarakat, diabaikan dan kesulitan dalam memperoleh lapangan pekerjaan. Stigma tersebut juga akan berdampak bagi keluarga penderita kusta karena akan mengakibatkan diskriminasi atau dikucilkannya keluarga penderita kusta oleh masyarakat.

(15)

5

Dengan banyaknya kasus diskriminasi bagi penderita kusta pada akhirnya Dewan Hak Asasi Manusia (Dewan HAM) dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa telah membuat prinsip dan pedoman tentang penghapusan diskriminasi terhadap orang-orang yang terkena kusta dan anggota keluarga mereka sejak tahun 2010. Federasi Internasional Asosiasi Anti Kusta (The International Federations of Anti Leprosy Associations/ILEP) pada tahun 2010 telah memerintahkan negara-negara di dunia untuk menghormati hak-hak penyandang kusta serta mendorong pemerintah untuk menghapus diskriminasi terhadap penderita kusta dan keluarganya. Dengan adanya hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat, tidak hanya di Indonesia bahkan dinegara lainpun masih terdapat diskriminasi pada penderita kusta. Oleh karena itu keluarga sebagai tempat utama bagi penderita kusta dan keluarga menjadi tempat yang aman bagi penderita kusta yang seringkali terasingkan oleh masyarakat, dikarenakan adanya perubahan fisik yang terjadi sehingga menimbulkan stigma negatif dari masyarakat. Bahkan dengan adanya perubahan fisik yang terjadi pada penderita kusta dapat membuat keluarganya sendiri memperlakukan penderita kusta sebagai orang asing atau dalam kata lain seperti tidak di akui dalam keluarganya sendiri karena keluarga penderita kusta merasa malu jika ada salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit kusta.

(16)

6

Keluarga memiliki peran yang sangat penting bagi penderita kusta karena keluarga merupakan lingkungan pertama yang dapat memberikan pengaruh besar bagi penderita kusta. Penderita kusta dalam masa dewasa muda seharusnya dapat hidup dengan mandiri, namun karena terkena penyakit kusta, maka sangat membutuhkan adanya dukungan sosial keluarga terutama yang diberikan melalui kepala keluarga. Dukungan sosial yang diberikan keluarga akan memiliki dampak yang besar bagi penderita kusta untuk lebih semangat dan percaya diri dalam menjalankan kehidupannya. Seperti yang dijelaskan oleh House & Khan (dalam Iradati, 2018) bahwa dukungan sosial merupakan tindakan yang bersifat membantu yang melibatkan emosi, pemberian informasi, bantuan instrumen dan penilaian positif pada individu dalam menghadapi permasalahannya. Oleh karena itu dengan adanya dukungan sosial oleh keluarga dapat sangat membantu para penderita kusta untuk lebih bersemangat dalam menjalankan kehidupannya walaupun dengan adanya keterbatasan fisik dan adanya stigma negatif dari masyarakat yang disebabkan oleh penyakit tersebut.

Penelitian mengenai dukungan keluarga terhadap orang dengan penyakit tertentu dan disabilitas memang sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Iradati (2018) dengan judul penelitian “Dukungan keluarga Terhadap Anak Dengan Dyslexia” dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui

(17)

7

bahwa dukungan sosial emosional yang diberikan oleh orang tua khususnya ibu pada anak penderita dyslexia sudah efektif. Dukungan sosial penghargaan dari orang tua sudah sangat memaksimalkan pemberian motivasi untuk memperoleh kekuatan yang optimal. Dukungan sosial instrumental didapat bahwa orang tua sudah mengikuti komunitas bersama dengan orangtua yang anaknya terkena dyslexia, tujuannya untuk membantu anak dyslexia bersosialisasi dengan anak dyslexia lainnya. Dukungan informasional dalam penelitian ini didapat bahwa media sosial sangat mendukung mereka dalam bertukar informasi, sehingga para orang tua mudah menerima bahwa kondisi anaknya perlu dibantu. Silalahi (2018) dengan judul penelitian “Dukungan Keluarga Terhadap Resiliensi Individu Penyandang Tuna Daksa” dari hasil penelitian ini dukungan emosional yang diberikan adalah perasaan nyaman dan rasa dicintai oleh keluarga. Dukungan penghargaan tidak terdapat sebuah permasalahan terkait dengan pemberian dukungan

penghargaan pada anak tunadaksa. Dukungan

instrumental masih belum memiliki masalah apapun. Dari dukungan informasional yaitu memberikan sebuah alternatif penyelesaian masalah serta memberikan wawasan dan keterampilan bagi anak tuna daksa. Sulastri (2017) dengan judul penelitian “Dukungan keluarga Terhadap Penderita Stroke di Dusun Nanggeleng Desa Payungagung Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis”. Dari hasil penelitian ini dukungan sosial instrumental sudah dilakukan melalui pembelian kursi

(18)

8

roda, tongkat, dan pemenuhan kebutuhan dasar. Dukungan informasional, keluarga hanya memberikan informasi yang standar kepada penderita stroke. Dukungan emosional, keluarga memberikan dukungan emosional melalui pembuatan tempat tidur yang pendek sehingga penderita stroke tidak mengalami kesulitan untuk bangun. Dukungan penghargaan, keluarga memberikan semangat kepada penderita stroke agar tidak menyerah dengan keadaannya saat ini.

Fadilah (2013) dengan judul penelitian “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Depresi Penderita Kusta di Dua Wilayah Tertinggi Kusta di Kabupaten Jember”. Dari penelitian ini tidak dijelaskan mengenai dukungan

emosional, dukungan penghargaan, dukungan

instrumental namun yang dijelaskan dari penelitian ini adalah dukungan Informatif yang diberikan oleh keluarga, dimana keluarga memberikan informasi mengenai jadwal berobat atau mengantar penderita kusta ke pelayanan kesehatan.

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut, dimana dalam penelitian ini akan melihat bagaimana dukungan sosial yang diberikan oleh kepala keluarga kepada penderita kusta yang erat kaitannya dengan stigma negatif bagi para penderita kusta. Melihat pentingnya dukungan keluarga bagi keberfungsian sosial penderita kusta yang masih sering disudutkan oleh masyarakat, akhirnya penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana keluarga

(19)

9

memberikan dukungan sosial kepada anggota keluarga yang menderita penyakit kusta di Kecamatan Harjamukti, Kelurahan Argasunya, Kota Cirebon yang sudah menjalani masa pengobatan dan dikatakan sembuh. Penulis memilih lokasi tersebut dikarenakan masih banyak keluarga yang belum memahami mengenai penyakit kusta dan masih belum memahami mengenai cara pemberian dukungan sosial keluarga kepada penderita kusta khususnya yang masuk dalam masa dewasa muda, ditambah pada lokasi tersebut masih banyaknya stigma negatif dari masyarakat terhadap penderita kusta.

Kajian dalam buku ini akan fokus pada bagaimana kehidupan penderita kusta, khususnya dukungan keluarga terhadap anggota keluarganya yang penderita kusta. Secara khusus dukungan keluarga tersebut terbagi pada dukungan emosional, penghargaan, instrumental, serta dukungan informatif dari keluarga kepada penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon?

Semoga kajian dalam buku ini dapat memberi manfaat secara teoritis, khususnya pengembangan ilmu kesejahteraan sosial yang fokus pada family based service atau pelayanan sosial berbasis keluarga bagi penderita kusta dalam upaya mengembalikan keberfungsian sosial penderita kusta tersebut. Kehadiran dukungan keluarga sebagai lingkungan terdekat dari penderita kusta sangat

(20)

10

penting dalam meningkat kepecayaan diri, sebagai bagian dari keberfungsian penderita kusta.

Secara praktis, kajian ini dapat meningkatkan wawasan dan perspektif dalam memahami dan berempati pada penderita kusta. Sehingga peningkatan dan perbaikan keberfungsian keluarga juga akan mendukung anggota keluarga yang menderita kusta. Keluarga merupakan target system dalam layanan sosial penderita kusta.

Lembaga dan organisasi terkait baik swasta maupun pemerintah diharapkan dapat memahami situasi sesugguhnya, sehinga diharapkan dapat mengambil peran penting dalam upaya pencegahan, dan pelayanan dukungan bagi keluarga dan penderita kusta. Bagi masyarakat luas diharapkan muncul kesadaran bahawa kelompok disabilitas ini tidak dapat hidup berjuang sendiri. Mereka memerlukan dukungan konstruktif yang memandirikan. Hal tersebut dapat dimulai dengan tidak mengucilkan mereka, tidak memandang sebelah mata mereka, dan mulai bersikap inclusive dengan mengajak dan menerima mereka sebagaimana layaknya manusia.

(21)

11

DUKUNGAN SOSIAL

Batasan

Pada hakekatnya sebagai makhluk sosial manusia pasti memerlukan bantuan serta dukungan dari manusia lain terutama pada lingkungan terdekatnya saat menghadapi berbagai macam masalah. Sehingga akan timbul perasaan saling membutuhkan satu sama lain dan tetntunya termasuk dalam kebutuhan akan adanya dukungan sosial bagi setiap orang.

Dukungan sosial menurut Indriani (2016) bahwa dukungan sosial adalah suatu tanggapan atau informasi dari pihak lainnya yang dicintai, dihormati, disayangi dan saling menghargai serta adanya hubungan yang saling bergantung satu sama lain. Dengan melihat definisi ini dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga merupakan sebuah dukungan yang diperlukan bagi setiap orang agar merasa nyaman, aman dan diberikannya rasa kasih sayang dan di cintai. Oleh karena itu setiap keluarga perlu memberikan dukungan sosial kepada anggota keluarganya.

Menurut R. A. Baron & Byrne 2005 (dalam Indriani, 2016) Dukungan sosial didefinisikan sebagai suatu bentuk kenyamanan baik fisik maupun psikologis yang diberikan anggota keluarga ataupun sahabat dekat.

(22)

12

Sedangkan menurut Sarafino (2006) bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Definisi tersebut memiliki kesamaan dengan definisi dukungan sosial yang dikemukakan oleh Smet (1994) yang mendefinisikan dukungan sosial adalah adanya hubungan timbal-balik interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan.

Dengan melihat definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan dukungan yang diberikan dari orang-orang terdekat yaitu diberikan oleh keluarga yang memberikan rasa perhatian, empati, penilaian postif, pemberian bantuan materi dan pemberian informasi sehingga seseorang yang mendapat bantuan akan merasa disayangi, dicintai dan dihargai yang pada akhirnya dapat menambah rasa percaya diri kepada orang tersebut.

Jika dikaitkan dengan penderita kusta maka dapat dikatakan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan penderita kusta karena hal tersebut berkaitan berkurangnya rasa percaya diri penderita kusta untuk bersosialisasi dengan lingkungnannya. Sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri bagi penderita kusta.

(23)

13

Dimensi Dukungan Sosial

Selanjutnya pada bagian berikut akan dijelaskan mengenai dimensi dukungan sosial. Smet (1994) menjelaskan bahwa ada empat jenis dukungan sosial yaitu:

a. Dukungan Emosional (Emotional Support), dalam hal ini mencakup ungkapan empati, perhatian pada individu. Meliputi pemberian rasa nyaman, pemberian rasa dicintai dan pemberian rasa dipedulikan. Dukungan emosional dapat dikatakan sebagai bentuk dukungan yang membuat individu agar lebih menerima kondisi dan dapat mengontrol emosi diri. Dukungan emosional dari kepala keluarga bagi penderita kusta sangat dibutuhkan karena dengan adanya dukungan emosional dari kepala keluarga contohnya pemberian perhatian dan dicintai akan dapat membuat penderita kusta lebih bersemangat dalam menjalani hidup dan tentunya penderita kusta akan dapat mengontrol emosi diri, sehingga penderita kusta dapat lebih menerima kondisi fisiknya saat ini.

b. Dukungan Penghargaan (Exteem Support), dalam hal ini individu akan mendapatkan penghargaan maupun penilaian positif yang terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan). Dukungan penghargaan berbentuk pemberian motivasi, pemberian penghargaan positif berupa “Reward”

(24)

14

dan perbandingan positif dengan individu lain. Dalam hal dukungan penghargaan pada penderita kusta, kepala keluarga dapat memberikan motivasi serta penghargaan kepada penderita kusta. Dengan kata lain dukungan penghargaan merupakan dukungan yang sangat diperlukan oleh setiap orang karena hal tersebut dapat membantu memberikan dorongan pada perasaan seseorang. Bagi penderita kusta dukungan penghargaan juga sangat dibutuhkan, dimana nantinya para penderita kusta akan menjadikan motivasi untuk membangun kembali kepercayaan diri dan tentunya penderita kusta akan merasa lebih dihargai.

c. Dukungan Instrumental (Instrumental Support), mencakup bantuan langsung dan nyata yang berupa materi atau jasa contohnya memberikan pinjaman uang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami stress. Dalam dukungan instrumental yaitu mencakup pemberian uang, pemberian barang, pemberian makan, dan pemberian pelayanan. Dengan kata lain dukungan instrumental merupakan dukungan langsung yang dapat diberikan oleh keluarga, pada kasus penderita kusta dukungan instrumental yang dapat diberikan oleh kepala keluarga contohnya pemberian pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti tempat tinggal, pemberian makan dan pemberian pelayanan

(25)

15

yang dapat dipenuhi oleh kepala keluarga untuk penderita kusta.

d. Dukungan Informatif (Informational Support), yaitu mencakup pemberian informasi (bantuan medis) dan pemberian saran mengenai kondisi individu serta apa yang dapat dilakukannya. Dapat dikatakan bahwa dukungan ini memberikan informasi yang dibutuhkan pada individu tersebut, seperti misalnya informasi dalam bantuan medis yang dapat membantu penderita kusta dalam penyembuhan penyakitnya. Dengan kata lain dukungan informatif merupakan dukungan yang berbentuk informasi, jika dalam kasus penderita kusta dukungan informatif dapat dilakukan oleh keluarga yang memiliki tugas untuk memberikan solusi pada penderita kusta mengenai pengobatannya serta mendapatkan saran yang terbaik dari keluarganya.

Faktor-Faktor Dukungan Sosial

Menurut Cohen & Syme 1985 (dalam Iradati, 2018) menjelaskan bahwa dukungan sosial yang diterima oleh seseorang dapat berbeda-beda, yang dapat dibedakan berdasarkan kuantitas dan kualitas dukungan, sumber dukungan serta jenis dukungan. Dan beberapa faktor yang mempengaruhi dukungan sosial antara lain:

(26)

16

Dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat yang memahami permasalahan individu tersebut akan lebih efektif dibandingkan dukungan yang diberikan oleh orang asing.

b. Jenis dukungan sosial

Dukungan sosial akan bermanfaat apabila sesuai dengan situasi yang terjadi dan yang sedang dibutuhkan oleh individu.

c. Penerima dukungan sosial

Karakteristik penerima dukungan sosial yang berkaitan dengan kepribadian, budaya dan peran sosial akan menentukan kefektifan dari dukungan sosial yang diberikan.

d. Permasalahan yang dihadapi

Pemberian dukungan sosial harus sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi oleh individu. e. Waktu pemberian dukungan sosial

Waktu pemberian dukungan sosial akan

berpengaruh pada keberhasilan pemberian dukungan sosial tersebut, sehingga pemberian dukungan sosial yang paling tepat adalah saat individu membutuhkan dukungan sosial tersebut. Sedangkan menurut Sarafino (2006) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dukungan sosial, yaitu sebagai berikut:

(27)

17

1. Kebutuhan fisik

Kebutuhan fisik memiliki pengaruh terhadap dukungan sosial, kebutuhan fisik yang dimaksud antara lain sandang, pangan, dan papan. Jika seseorang tidak terpenuhi kebutuhan fisiknya maka orang tersebut dapat dikatakan kurang mendapat dukungan sosial.

2. Kebutuhan sosial

Dalam hal ini memiliki keterkaitan dengan interaksi antara individu dengan individu lainnya, seseorang akan lebih dikenal oleh masyarakat jika orang tersebut melakukan sosialisasi, dengan adanya hal tersebut maka seseorang akan mendapatkan pengakuan didalam kehidupan masyarakat.

3. Kebutuhan psikis

Dalam kebutuhan psikis memiliki keterkaitan dengan adanya rasa ingin tahu, dan rasa aman yang akan terpenuhi jika dibantu dengan dukungan dari orang lain. Pada saat seseorang menghadapi masalah maka orang tersebut sedang membutuhkan adanya dukungan sosial dari orang-orang yang ada disekitarnya agar merasa diperhatikan, sekaligus dicintai.

Dari faktor dukungan sosial memiliki perbedaan antara Cohen & Syme 1985 (dalam Iradati, 2018) dan

(28)

18

Sarafino (2006). Dimana menurut Cohen & Syme 1985 (dalam Iradati, 2018) faktor yang mempengaruhi pemberian dukungan sosial tersebut lebih dijelaskan secara lebih rinci dimana terbagi dalam lima bagian, mulai dari pemberi dukungan sosial, jenis dukungan sosial, penerima dukungan sosial, permasalahan yang dihadapi oleh individu tersebut dan waktu pemberian dukungan sosial. Berbeda dengan Sarafino (2006) yang hanya menjelaskan faktor yang dapat mempengaruhi dukungan sosial, yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan sosial dan kebutuhan psikis. Dari dua faktor dukungan sosial tersebut pendapat dari Sarafino lebih dijelaskan berdasarkan kebutuhan individu, sedangkan menurut Cohen & Syme 1985 (dalam Iradati, 2018) dijelaskan dalam lima bagian.

Sumber-Sumber Dukungan Sosial

Goetlib 1983 (dalam Sari, 2014) menyatakan bahwa terdapat dua macam hubungan dukungan sosial, yaitu pertama hubungan profesional yang bersumber dari orang-orang yang ahli dibidangnya seperti konselor, psikiater, psikolog dan dokter. Kedua, hubungan non profesional yang bersumber dari orang-orang terdekat seperti keluarga, dan teman.

Melihat definisi tersebut sumber dukungan yang diberikan pada penderita kusta, bersumber pada hubungan non profesional, dimana keluarga merupakan

(29)

19

sumber utama dalam pemberian dukungan karena terdapat faktor dukungan sosial yaitu faktor pemberi dukungan sosial, dimana dalam faktor tersebut dukungan sosial yang diberikan oleh orang terdekat contohnya keluarga yang memahami permasalahan individu tersebut akan lebih efektif dibandingkan dukungan yang diberikan oleh orang asing. Namun dalam kasus penderita kusta hubungan profesional juga didapatkan contohnya dari dokter, petugas Puskesmas dan juga Dinas Kesehatan terkait.

Menurut Wentzel (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) menyatakan bahwa sumber-sumber dukungan sosial adalah orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu, seperti keluarga, saudara, teman dekat, rekan kerja, pasangan hidup dan tetangga.

Dengan melihat penjelasan tersebut maka dukungan sosial tidak hanya sebatas pemberian bantuan kepada penerima, akan tetapi yang paling penting adalah bagaimana persepsi penerima dalam makna dari pemberian bantuan tersebut. Hal ini memiliki hubungan pada ketepatan pemberian dukungan sosial, dengan kata lain penerima sangat merasakan bantuan yang telah diberikan pada dirinya. Oleh karena itu dukungan sosial dapat sangat efektif dalam mengatasi tekanan psikologis dimana seseorang sangat membutuhkannya terutama dalam masa-masa sulit.

(30)

20

Manfaat Dukungan Sosial

Apollo & Cahyadi (2012) menyatakan bahwa dukungan sosial dapat meengurangi kecemasan, depresi, dan gangguan tubuh bagi orang-orang yang mengalami stress.

Menurut Iradati (2018) dukungan sosial memiki peran dalam memberikan kenyamanan fisik maupun psikologis kepada individu, yang dilihat dari bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kejadian dan efek dari stress.

Sedangkan menurut Johnson dan Johnson, 1991 (dalam Sari, 2014) mengungkapkan bahwa manfaat dukungan sosial dapat meningkatkan:

1. Produktivitas melalui peningkatan motivasi, kualitas penalaran, kepuasan kerja, prestasi dan mengurangi dampak stress kerja.

2. Kesejahteraan psikologi (Psychological Well-Being) dan kemampuan penyesuaian diri melalui perasaan memiliki, kejelasana identitas diri peningkatan

harga diri; pencegahan neurotisme dan

psikopatologi; pengurangan distress dan penyediaan sumber yang dibutuhkan.

3. Kesehatan fisik, individu yang mempunyai hubungan dekat dengan orang lain jarang terkena penyakit dibandingkan individu yang terisolasi.

(31)

21

4. Managemen stress yang produktif melalui perhatian, informasi dan umpan balik yang diperlukan.

Dengan diberikannya dukungan sosial dari keluarga maka penerima dukungan sosial tersebut akan mendapatkan manfaat-manfaat yang dapat membuat dirinya lebih percaya diri dan akan merasa lebih nyaman berada dalam lingkungan keluarganya. Dalam penelitian ini manfaat dari dukungan sosial keluarga dapat mengembalikan keberfungsian sosial penderita kusta. Dengan adanya manfaat dukungan sosial maka akan berkaitan pada keberfungsian sosial seseorang yang akan meningkatkan rasa percaya diri untuk kembali berinteraksi dalam lingkungan sekitarnya sehingga dapat mengembalikan keberfungsian sosial penderita kusta.

Keberfungsian sosial merupakan suatu konsep kunci untuk memahami kesejahteraan sosial, dan merupakan konsep penting dalam pekerjaan sosial menurut (Fahrudin A. , 2012).

Menurut Siporin, 1979 (dalam Fahrudin A. , 2012) mengemukakan bahwa keberfungsian sosial menunjuk pada cara-cara individu-individu maupun kolektivitas dalam rangka melaksanakan tugas-tugas kehidupannya dan memenuhi kebutuhannya.

Menurut Achilis (dalam Widiasih, 2015)

keberfungsian sosial seseorang dapat dilihat dari indikator-indikator berikut ini:

(32)

22

1. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan dalam melaksanakan peranan sosial. a. Individu mampu melaksanakan tugas, peran

dan fungsinya.

b. Individu dapat bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban.

2. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan.

a. Individu menyayangi diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

b. Individu dapat menekuni hobi serta minatnya. c. Individu mempunyai daya kasih sayang yang

besar.

d. Individu menghargai dan menjaga

persahabatan.

3. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan dalam memecahkan permasalahan sosial yang dihadapi.

a. Individu memperjuangkan tujuan, harapan, dan cita-cita dihidupnya.

Menurut Karls & Wandrei, 1998 (dalam Norhalim, 2019) Keberfungsian sosial adalah kemampuan orang untuk menangani tugas-tugas dan aktivitasnya yang penting dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan melaksanakan peranan sosial utamanya sebagaimana

(33)

23

yang diharapkan dari suatu komunitas. Peranan sosial yang utama yaitu menjadi anggota keluarga.

Dari pendapat tersebut jika dikaitkan dengan penderita kusta maka penderita kusta akan dapat mengembalikan keberfungsian sosialnya jika penderita kusta sudah dapat menangani tugas-tugas dan aktivitasnya sendiri. Penderita kusta pada awal terkena penyakit kusta biasanya sulit untuk melakukan aktivitasnya sehingga membutuhkan pertolongan dari keluarganya, namun seiring berjalannya waktu dan juga pengobatan maka penderita kusta mampu menjalankan aktivitasnya sehingga penderita kusta dapat mengembalikan keberfungsian sosialnya dan dapat menjalankan peranan sosialnya baik itu sebagai ayah yang menjadi kepala keluarga maupun menjadi anak sebagai anggota keluarga.

(34)

24

KELUARGA &

PENDERITA KUSTA

Batasan Keluarga

Menurut Ahmadi 2004 (dalam Yunita, 2016) keluarga merupakan wadah yang sangat penting diantara individu dan group. Keluarga termasuk dalam kelompok sosial yang paling utama dimana anak-anak menjadi anggota keluarga dan keluarga adalah tempat dimana orang tua memberi pengetahuan mengenai sosialisasi kepada anak-anaknya sehingga anak-anak-anaknya dapat mengetahui bagaimana hidup dengan orang lain.

Sugeng, 2010 (dalam Nugraha, 2016) menjelaskan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dalam suatu tempat dibawah satu atap dengan keadaan saling ketergantungan dan dalam ikatan yang sah. Kepala keluarga memiliki pengertian sebagai seseorang pemimpin baik itu ayah ataupun ibu yang suaminya sudah meninggal dan memiliki tanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari untuk anggota keluarganya (Kurniawati, 2015).

Melihat definisi-definisi mengenai keluarga tersebut maka dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan

(35)

25

tempat yang sangat penting bagi setiap individu karena dengan adanya keluarga dapat memberikan gambaran dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Praktikno, 2015 (dalam Nugraha, 2016) menjelaskan bahwa ada beberapa jenis keluarga, yaitu: kepala keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak. Keluarga konjugal yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan anak-anak mereka dan terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu maupun dua pihak orangtua. Dan yang terakhir adalah keluarga luas yang ditarik dari dasar garis keturunan diatas keluarga aslinya, contohnya adalah hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek, dan keluarga nenek.

Dengan adanya definisi-definisi tersebut maka dapat kita ketahui bagaimana pentingnya keluarga dalam kehidupan seseorang, yang dapat menjadi wadah dan juga pembelajaran untuk anak-anak agar dapat bersosialisasi kepada masyarakat luas dengan belajar berkomunikasi dan berinteraksi melalui anggota keluarga terlebih dahulu sebelum berinteraksi dengan orang lain diluar keluarganya.

Fungsi Keluarga

Nugraha (2016) menjelaskan bahwa keluarga tidak hanya memiliki tugas-tugas utama dalam menjalankan sebuah rumah tangga, namun keluarga juga memiliki

(36)

26

fungsi agar dapat mempertahankan dan menciptakan keluarga yang baik. Fungsi-fungsi keluarga antara lain:

1. Fungsi Pendidikan. Tugas keluarga dalam fungsi pendidikan adalah memberikan pendidikan serta menyekolahkan anak untuk masa depannya.

2. Fungsi Sosialisasi Anak. Dalam hal ini keluarga memiliki tugas untuk mempersiapkan anak agar dapat menjadi anggota masyarakat yang baik. 3. Fungsi Perlindungan. Dalam hal ini tugas keluarga

adalah melindungi anak dari tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga akan merasa aman dan terlindungi.

4. Fungsi Perasaan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah saling berkomunikasi dan saling menjaga perasaan sesama anggota keluarga sehingga dapat menimbulkan keharmonisan.

5. Fungsi Religius. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mengenalkan kepada anak mengenai kehidupan beragama dan memberikan pengetahuan mengenai keyakinan serta memberi pemahaman bahwa akan ada kehidupan lain setelah kehidupan di dunia. 6. Fungsi Ekonomis. Dalam hal ini tugas kepala

keluarga adalah mencari penghasilan sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. 7. Fungsi Rekreatif. Dalam hal ini keluarga tidak hanya

(37)

27

melainkan keluarga harus menciptakan suasana-suasana yang dapat menyenangkan, contohnya saling menceritakan pengalaman masing-masing. 8. Fungsi Biologis. Tugas yang paling utama dalam

keluarga adalah meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.

9. Memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman dan membentuk pendewasaan serta kepribadian anggota keluarga.

BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) memberikan pengertian mengenai fungsi keluarga, yaitu:

1. Fungsi sosial budaya, dalam fungsi sosial budaya keluarga memiliki fungsi untuk membentuk norma-norma tingkah laku, memberikan pembinaan pada anak serta meneruskan nilai-nilai budaya yang ada pada keluarga

2. Fungsi cinta kasih, dalam hal ini keluarga diharuskan untuk memberikan kasih sayang, rasa aman dan memberikan perhatian kepada setiap anggota keluarga.

3. Fungsi melindungi, yaitu keluarga diharuskan untuk melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga dapat merasa aman dan terlindungi.

(38)

28

4. Fungsi reproduksi, yaitu meneruskan keturunan, memelihara, merawat serta membesarkan anak dan anggota keluarga.

5. Fungsi sosialisasi dan pendidikan, yaitu mendidik anak sesuai dengan tinggkat perkembangannya serta menyekolahkannya.

6. Fungsi ekonomi, yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pengaturan penggunaan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dimasa yang akan datang. 7. Fungsi keagamaan, yaitu keluarga memiliki fungsi

untuk mengenalkan anaknya dalam kehidupan beragama.

8. Fungsi pembinaan lingkungan, yaitu menciptakan kehidupan yang harmonis dengan masyarakat sekitar

Keluarga memiliki fungsi yang dapat berpengaruh kepada anggota keluarga terutama anak-anaknya. Setiap keluarga seharusnya dapat menjalankan fungsi-fungsi keluarganya, sehingga dengan berjalannya fungsi-fungsi keluarga maka akan dapat mempertahankan serta tercipta keluarga yang baik.

(39)

29

Usia Produktif: Masa Dewasa Muda

1) Definisi

Penderita kusta dalam kajian ini masuk kelompok usia produktif. Dalam masa perkembangan, mereka berada masa dewasa muda yang dimulai dari usia 18 sampai 22 tahun dan berakhir pada usia 35 sampai 40 tahun. Lemme, 1995 (dalam Andranita, 2008) menjelaskan bahwa masa dewasa adalah masa yang ditandai dengan ketidak ketergantungan pada orangtua serta terdapat rasa tanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Seseorang yang sudah dalam masa dewasa berarti telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap untuk menerima kedudukan dalam masyarakat bersama orang-orang dewasa lainnya.

Listyandini (2016) menjelaskan bahwa masa dewasa merupakaan masa dimana seorang individu sudah dianggap mampu untuk mendapatkan tanggung jawab sepenuhnya sebagai orang dewasa dan tidak dapat lagi diperlakukan layaknya anak-anak dan diharuskan untuk berperilaku seperti orang dewasa pada umumnya.

Menurut Mappiare, 1983 (dalam Listyandini, 2016) menjelaskan bahwa seseorang yang memasuki usia dewasa, maka orang tersebut diharuskan untuk mengikuti tatanan sosial yang ada pada lingkungan masyarakat, sebagai contohnya seseorang dituntut untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan

(40)

30

mengurus dirinya secara mandiri sekaligus membentuk keluarga (berumah tangga).

Papalia (2008) mengelompokkan periode

perkembangan dewasa yang terbagi dalam tiga tahapan, yang pertama masa dewasa muda (dari usia 20 tahun hingga 40 tahun), kedua masa dewasa madya (dari usia 40 tahun hingga 60 tahun), dan masa dewasa lanjut (dimulai dari usia 60 tahun hingga akhir hayat). Dari ketiga tahapan tersebut, masa dewasa muda adalah periode perkembangan yang dianggap kritis, karena dalam waktu tersebut individu mengalami transisi dari masa remaja menuju kehidupan dewasa sesungguhnya.

2) Tugas Pada Perkembangan Dewasa Muda

Lemme, 1995 (dalam Andranita, 2008) menyebutkan tugas-tugas bagi individu yang sudah masuk dalam masa dewasa muda, yaitu:

1. Menentukan pasangan hidup

2. Belajar untuk menyesuaikan diri dan hidup bersama pasangan

3. Membentuk keluarga 4. Belajar mangasuh anak 5. Mengelola rumah tangga

(41)

31

7. Mulai bertanggung jawab sebagai warga negara secara baik

8. Memperoleh kelompok sosial yang sejalan dengan nilai yang dianutnya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa masa dewasa muda merupakan masa transisi, dan individu sudah dianggap mandiri serta memiliki pekerjaan yang dapat memenuhi kehidupannya sendiri, namun dalam kasus penderita kusta yang masuk dalam masa dewasa muda masih membutuhkan bantuan dari kepala keluarga. Dukungan keluarga terutama dari kepala keluarga sangat dibutuhkan oleh para penderita kusta yang masuk dalam periode masa dewasa muda, dimana mereka seharusnya dapat hidup mandiri dan mulai berkeluarga namun karena terkena penyakit kusta akhirnya mereka sulit untuk melakukan aktivitasnya sendiri dan membutuhkan bantuan dari orangtuanya.

Penyakit Kusta

1) Definisi Kusta

Kusta merupakan penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae yang menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan tubuh yang dapat menyebabkan kecacatan yang menetap apabila tidak ditangani (dalam Siregar, 2005).

(42)

32

Penyakit kusta adalah perubahan yang terjadi pada bentuk tubuh, dimana para penderita kusta akan mengalami kecacatan fisik yang dapat membuat para penderitanya merasa malu, dan akan merasakan tekanan batin, menurut Rahariyani 2007 (dalam Lestari, 2012).

Penyakit kusta pertama kali ditemukan pada tahun 1873, istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha yang memiliki arti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Sebutan lain dari penyakit kusta adalah Morbus Hansen, yang diambil dari nama penemu kuman tersebut. Bila penyakit kusta tidak ditangani maka kusta dapat berkembang secara cepat dan dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak bahkan dapat menyebabkan pada kerusakan indera penglihatan. Pada tahun 2000 penyakit kusta di Indonesia mulai banyak ditemukan. Pada tahun 2010 berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh WHO, Indonesia menduduki peringkat ketiga penderita kusta terbanyak dengan angka sebesar 21.026 kasus yang telah terdaftar. Pada tahun 2017 Jawa Timur menduduki peringkat pertama nasional jumlah penderita kusta terbanyak dan Sulawesi Selatam menjadi peringkat kedua nasional jumlah penderita kusta terbanyak.

Dengan adanya pemaparan tersebut dapat

disimpulkan bahwa penyakit kusta merupakan penyakit yang sudah cukup lama di Indonesia namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahui mengenai

(43)

33

penyakit kusta sehingga saat bertemu dengan penderita kusta masyarakat yang masih belum memahami akan memiliki persepsi atau stigma negatif kepada penderita kusta.

2) Penyebab Penyakit Kusta

Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycrobacterium leprae. Kuman ini menular kepada manusia melalui kontak langsung dengan penderita (yaitu dengan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang) dan melalui pernapasan, bakteri kusta ini dapat berkembang yaitu dalam waktu 2-3 minggu, bakteri tersebut dapat bertahan selama 9 hari dalam tubuh manusia, pada saat diluar tubuh kuman tersebut akan membelah dalam jangka waktu 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-rata dua sampai lima tahun bahkan dapat lebih dari lima tahun, walaupun begitu keluarga penderita kusta yang sering melakukan kontak dapat mencegah penularan penyakit kusta yaitu dengan cara perilaku hidup bersih dan sehat, saat terdapat penderita kusta baru maka satu keluarga akan diperiksa oleh petugas dari Puskesmas jika anggota keluarganya ada yang dicurigai tertular penyakit kusta maka akan dipantau selama 2 bulan dan langsung diberikan obat oleh petugas Puskesmas untuk mencegah penularan yang semakin memburuk. Setelah itu akan muncul tanda-tanda seseorang akan terkena penyakit kusta antara lain, kulit

(44)

34

mengalami bercak putih, merah, rasa kesemutan bagian anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Pelaksanaan kasus kusta yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi berkembang secara cepat dan akan menyebabkan kerusakan permanen pada kulit penderitanya.

3) Dampak Penyakit Kusta

Penyakit kusta akan memiliki dampak yang berpengaruh pada penderitanya antara lain:

1. Dampak Fisik

Penyakit kusta merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak bahkan dapat menyebabkan pada kerusakan indera penglihatan.

2. Dampak Psikis

(Kemenkes RI, 2015) Menjelaskan bahwa dampak psikis yang dialami penderita kusta yang telah

menyelesaikan masa pengobatannya dan

dinyatakan sembuh tidak menular akan tetap mendapatkan status predikat penyandang kusta yang melekat pada dirinya seumur hidup, dengan adanya hal itu seringkali menjadi dasar permasalahan psikologis para penderita kusta, rasa kecewa, malu, tidak percaya diri dan merasa tidak berguna akan melekat pada diri penderita kusta.

(45)

35

3. Dampak Sosial

Kusta tidak hanya berdampak pada fisik dan psikis penderitanya namun berdampak pula pada kehidupan sosial penderita kusta. Menurut (Kemenkes RI, 2015) dampak sosial yang dialami oleh penderita kusta dan seringkali menjadi sumber permasalahan dalam kehidupan penderitanya yaitu kecacatan pada tubuh yang diakibatkan oleh penyakit kusta, pada akhirnya banyak masyarakat yang merasa jijik dan banyak masyarakat yang menjauhi, serta mengucilkan penderita kusta dari lingkungannya dan dengan adanya hal tersebut penderita kusta memiliki masalah lain yaitu sulitnya mendapatkan pekerjaan. Stigma mengenai penyakit kusta masih menjadi salah satu faktor penghambat bagi penderita kusta untuk kembali diterima oleh masyarakat, mendapatkan pekerjaan bahkan diterima oleh keluarganya sendriri. Seringkali penderita kusta menjadi terasing, tidak mendapatkan keberfungsian sosialnya, bahkan karena menyebabkan kecacatan fisik, akhirnya penderita kusta dijadikan orang terbuang. Dengan adanya dampak sosial tersebut berpengaruh pada keberfungsian sosial penderita kusta, karena banyaknya stigma negatif mengenai penyakit kusta menyebabkan penderita kusta tidak dapat menjalankan tugas, peran dan fungsinya dalam kehidupan di masyarakat.

(46)

36

Pekerjaan Sosial dengan Keluarga

Pekerja sosial tidak hanya melakukan intervensi kepada individu, pekerja sosial juga melakukan intervensi pada level keluarga. Menurut Zastrow (2004: 79) dalam Adi (2013) menjelaskan bahwa intervensi pada level keluarga dilakukan dengan melihat keluarga sebagai suatu sistem yang anggotanya saling berinteraksi dan saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Karena itu masalah yang ada pada individu biasanya dipengaruhi oleh dinamika keluarga dan perubahan pada satu anggota keluarga akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain.

Dalam intervensi keluarga terdapat salah satu metode yaitu family based service atau layanan berbasis keluarga. Dalam Nelson (1990) menjelaskan bahwa pendekatan berbasis keluarga menganggap bahwa keluarga merupakan sistem sosial dimana tindakan dan interaksi anggota keluarga tidak terpisah satu dengan yang lain.

Menurut Hartman (1983) menjelaskan bahwa layanan berbasis keluarga melihat keterkaitan antar anggota keluarga dan juga melihat lingkungan sosial tempat keluarga tersebut, karena lingkungan sosial memliki pengaruh pada layanan berbasis keluarga.

Menurut Pecora (1996) menjelaskan bahwa layanan berbasis keluarga memiliki komponen penting yaitu:

(47)

37

1. Unit keluarga menjadi fokus perhatian. Dalam melakukan pelayanan berbasis keluarga, maka keluarga menjadi fokus perhatian sehingga nantinya berpengaruh pada kesejahteraan anggota keluarga.

2. Memperkuat kapasitas keluarga agar berfungsi secara efektif. Tujuan utama dari layanan berbasis keluarga adalah memperkuat potensi dan melaksanakan tanggung jawab dalam keluarga. 3. Keluarga memiliki keterlibatan dalam merancang

dan mengambil sebuah keputusan. Pekerja sosial yang berbasis pada keluarga dapat menggunakan pengetahuan mereka dalam membantu keluarga untuk mengambil sebuah keputusan.

4. Keluarga terhubung dengan lebih banyak jaringan dukungan dan komunitas yang beragam. Intervensi yang berpusat pada keluarga membantu untuk memaksimalkan komunikasi, perencanaan bersama dan keterlibatan keluarga dengan lingkungan sekitarnya.

Penderita kusta sangat membutuhkan adanya dukungan dari keluarga agar dapat memberikan semangat dan membuat penderita merasa nyaman serta terlindungi dari orang-orang yang selalu memberikan stigma negatif terhadap penderita kusta. Pekerja sosial dapat menjalankan peran-perannya dalam layanan berbasis keluarga, yaitu:

(48)

38

1. Motivator

Dalam hal ini pekerja sosial memiliki peran untuk memberikan motivasi kepada keluarga agar dapat menerima kondisi anggota keluarga yang terkena penyakit kusta agar tetap semangat dalam menjalankan kehidupannya.

2. Konselor

Dalam hal ini pekerja sosial berperan untuk memberikan nasihat dan saran kepada keluarga mengenai cara pemberian pelayanan keluarga sebagai wujud penerimaan terhadap anggota keluarga penderita kusta.

3. Advokator

Pekerja sosial dalam hal ini akan bertugas untuk

memberikan perlindungan dan pembelaan,

terutama terhadap keluarga dan hak-hak penderita kusta yang tidak didapatkan sehingga mereka berada pada posisi yang dirugikan

4. Broker

Dalam hal ini pekerja sosial bertugas sebagai

penghubung dengan memberikan

informasi-informasi yang diperlukan oleh kepala keluarga, agar dapat menghubungkan kepala keluarga dengan sistem sumber yang diperlukan.

(49)

39

5. Pendampingan (Fasilitator)

Dalam hal ini pekerja sosial bertugas untuk memberikan pendampingan kepada keluarga agar penderita kusta dapat menjalankan peran sosial

serta memberikan kesempatan untuk

mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Dengan melihat pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pekerja sosial merupakan praktisi yang dapat meningkatkan keberfungsian sosial khususnya bagi penderita kusta.

Penyakit kusta merupakan penyakit yang

menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak bahkan dapat menyebabkan pada kerusakan indera penglihatan. Orang-orang yang terkena penyakit kusta sebagian besar akan mengalami kecacatan fisik, dimana paling banyak penderita kusta adalah berubahnya kondisi fisik terutama pada tangan maupun kaki yang pada akhirnya menjadi cacat. Penyakit kusta memiliki dampak yang buruk bagi penderitanya mulai dari dampak pada fisik, dampak psikis yang membuat penderita kusta tidak percaya diri dan dampak sosial yang menyebabkan penderita kusta selalu mendapat stigma negaif. Masih banyak masyarakat yang memberikan stigma negatif kepada para penderita kusta, karena adanya perubahan fisik pada penderitanya yang membuat masyarakat merasa takut untuk berdekatan dengan penderita kusta.

(50)

40

Seoseorang yang masuk dalam masa dewasa muda seharusnya dapat hidup mandiri dan sudah mulai memiliki pasangan hidup, namun dalam hal ini penderita kusta yang masuk dalam masa dewasa muda masih belum memiliki pasangan hidup dan mendapatkan pekerjaan sehingga para penderita kusta masih tinggal bersama keluarga dan masih harus dibantu oleh kepala keluarga dalam melakukan aktivitas. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang memiliki tanggung jawab menjalankan fungsi-fungsinya, keluarga diharapkan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi penderita kusta dan dapat memberikan rasa semangat dalam menjalani kehidupan, dengan adanya kasus ini penulis ingin mengetahui bagaimana dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang menderita kusta, karena bagaimanapun seseorang akan membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupannya.

Dukungan sosial yang diberikan oleh kepala keluarga bagi penderita kusta sangat dibutuhkan terutama untuk menumbuhkan rasa percaya diri serta mengembalikan rasa semangat dalam menjalani kehidupannya. Dukungan sosial dibagi menjadi empat dimensi yaitu:

1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional meliputi pemberian rasa nyaman, pemberian rasa dicintai dan pemberian rasa dipedulikan. Dukungan emosional dapat dikatakan sebagai bentuk dukungan yang membuat

(51)

41

individu agar lebih menerima kondisi dan dapat mengontrol emosi diri. Faktor yang melatar belakangi keluarga dalam memberikan dukungan emosional yaitu karena adanya faktor kebutuhan sosial yang dibutuhkan oleh penderita kusta. Dengan diberikannya dukungan emosional maka akan bermanfaat pada managemen stress penderita kusta dan merasa nyaman serta dicintai. Dengan kata lain dukungan emosional merupakan salah satu dukungan untuk membantu individu agar dapat menerima sekaligus mengontrol emosi diri individu tersebut.

2. Dukungan Penghargaan

Dukungan penghargaan yang diberikan oleh keluarga yaitu penilaian positif yang terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan). Dukungan penghargaan berbentuk pemberian motivasi, pemberian penghargaan positif berupa “Reward” dan perbandingan positif dengan individu lain. Faktor yang melatar belakangi keluarga dalam memberikan dukungan penghargaan yaitu karena adanya faktor kebutuhan sosial yang dibutuhkan oleh penderita kusta. Dukungan penghargaan membuat penderita kusta merasa lebih dihargai. 3. Dukungan Instrumental

Bentuk dukungan ini mencakup bantuan langsung dan nyata yang berupa materi atau jasa contohnya

(52)

42

memberikan pinjaman uang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau menolong seseorang saat mengalami stress. Dalam dukungan instrumental yaitu mencakup bantuan materi yaitu pemberian uang, pemberian barang, pemberian makan, dan pemberian pelayanan. Faktor yang melatar belakangi keluarga memberikan dukungan yaitu faktor kebutuhan fisik yang dibutuhkan oleh penderita kusta. Dukungan instrumental akan bermanfaat pada kesehatan fisik penderita kusta.

4. Dukungan Informatif

Bentuk dukungan ini yaitu mencakup pemberian informasi (bantuan medis) dan pemberian saran mengenai kondisi individu serta apa yang dapat dilakukannya. Faktor yang melatar belakangi keluarga memberikan dukungan informatif pada penderita kusta agar penderita kusta mendapatkan solusi mengenai pengobatannya serta mendapatkan saran yang terbaik dari keluarganya.

Dalam pemberian dukungan sosial yang diberikan oleh kepala keluarga terhadap penderita kusta, dimana pengobatan penderita kusta membutuhkan waktu kurang lebih satu sampai dua tahun, maka kepala keluarga harus dapat memahami mengenai penyakit kusta dan memahami kondisi anggota keluarga yang menderita penyakit kusta, mulai dari cara pengobatan, kondisi psikis

(53)

43

maupun kondisi sosialnya, hal itu akan berpengaruh pada cara kepala keluarga memberikan dukungan sosial kepada penderita kusta. Para penderita kusta memiliki berbagai macam dampak, mulai dari dampak fisik, dampak psikis, dan dampak sosial. Sehingga peran dari kepala keluarga dalam memberikan dukungan sosial sangat dibutuhkan agar penderita kusta mampu mengembalikan keberfungsian sosialnya.

Kegiatan pekerjaan sosial layaknya profesional lain, dimana pekerjaan sosial merupakan kegiatan pertolongan (helping action). Namun konsep dari pekerjaan sosial sendiri berbeda dengan profesi-profesi lain, konsep pertolongan pekerjaan sosial yaitu menolong orang agar orang tersebut mampu menolong dirinya sendiri (help people to help themselves). Pekerjaan sosial membantu seseorang maupun kelompok untuk memahami kondisi

yang dihadapi dengan cara meningkatkan

kemampuannya dan mengaitkan pada sistem sumber yang ada, sehingga pekerjaan sosial tidak hanya menangani seseorang akan tetapi yang berkaitan dengan sistem sumber yang ada.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu konsep dalam pekerjaan sosial yaitu family based service atau pelayanan sosial berbasis keluarga, dimana dalam pelayanan ini keluarga dijadikan sebagai sasaran atau media utama pelayanan. Melalui kerangka pemikiran atau alur pemikiran ini, dapat ditarik sebuah proposisi bahwa penelitian ini akan menggambarkan bagaimana

(54)

44

keluarga memberikan dukungan sosial bagi penderita kusta. Dukungan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu bagaimana keluarga memberikan dukungan

emosional, dukungan penghargaan, dukungan

instrumental dan dukungan informatif bagi penderita kusta agar dapat membantu penderita kusta dalam menghadapi permasalahannya sehingga keberfungsian sosial penderita kusta akan berjalan kembali. Untuk dapat dirinci lebih jelas, berikut penulis gambarkan dalam sebuah diagram:

Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran

Permasalahan bagi penderita Kusta:

1. Fisik 2. Psikis 3. Sosial

Dukungan keluarga bagi penderita kusta a. Dukungan Emosional b. Dukungan Penghargaan c. Dukungan Instrumental d. Dukungan Informatif Meningkatkan Keberfungsian Sosial Penderita Kusta

(55)

45

Kajian dalam buku ini dilaksanakan dengan bersandar pada batasa berikut, bahwa:

1. Penderita kusta yang dimaksud dalam kajian ini adalah mereka yang tinggal di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Mereka adalah yang terkena penyakit kusta telah memiliki dampak yang buruk bagi penderitanya mulai dari dampak pada fisik, dampak psikis yang membuat penderita kusta tidak percaya diri dan dampak sosial yang menyebabkan penderita kusta selalu mendapat stigma negatif dari masyarakat.

2. Keluarga penderita kusta merupakan suatu keluarga dimana salah satu anggota keluarga didalamnya menderita penyakit kusta dan membutuhkan dukungan dari kepala keluarga dalam menjalankan kehidupan sehari-hari di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Dukungan keluarga adalah dukungan yang diberikan meliputi: dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatif yang diberikan pada penderita kusta.

Selanjutnya fokus kajian lebih diarahkan pada dukungan keluarga yaitu ukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatif dengan rincian pada aspek berikut:

(56)

46 Dimensi Dukungan Sosial Aspek 1. Dukungan Emosional

a. Pemberian rasa nyaman b. Pemberian perasaan dicintai c. Pemberian perasaan dipedulikan

2. Dukungan Penghargaan

a. Pemberian motivasi

b. Pemberian penghargaan positif berupa “Reward”

c. perbandingan positif dengan individu lain 3. Dukungan Instrumental a. Pemberian uang b. Pemberian barang c. Pemberian makan d. pemberian pelayanan 4. Dukungan Informatif

a. Pemberian informasi mengenai bantuan medis

(57)

47

METODE KAJIAN

Pendekatan dan Teknik

Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan Dukungan keluarga bagi penderita kusta. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih karena pendekatan ini dapat menggambarkan dan menjelaskan secara detail mengenai dukungan keluarga bagi penderita kusta. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif maka peneliti dapat berkomunikasi secara langsung dengan sehingga dapat mengetahui lebih mendalam bagaimana Dukungan keluarga seperti dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatif. Menurut Patilima, 2005 (dalam Rustanto, 2015) metode kualitatif merupakan proses investigasi, secara bertahap peneliti berusaha memahami fenomena sosial

dengan membedakan, membandingkan, meniru,

mengatalogkan, dan mengelompokkan objek studi. Peneliti dunia infoeman dan melakukan interaksi terus-menerus dan mencari sudut pandang. Teknik studi kasus, merupakan teknik yang digunakan dalam penelitian agar memperoleh gambaran utuh penderita kusta dan keluarga penderita kusta itu sendiri.

(58)

48 Sumber Data

Keluarga penderita kusta untuk dan pada penelitian ini yang dipilih adalah keluarga, dan keluarga merupakan sumber utama bagi penderita kusta untuk mendapatkan dukungan sosial. Selain itu juga tetangga lingkungan terdekat menjadi sumber data. Selanjutnya adalah pihak Puskesmas yang menangani penyakit kusta sebagai, karena lebih mengetahui mengenai penyakit kusta dan pasien-pasien kusta yang ada di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Teknik Pengumpulan Data

Untuk data primer, teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi kepada sumber informasi. Sedangkan untuk data sekunder, dengan studi dokumentasi dan pustaka yang relevan dengan kajian ini. Studi kepustakaan yakni berkaitan dengan pencarian data melalui artikel, jurnal, buku, yang berkaitan dengan Dukungan keluarga bagi penderita kusta. Studi dokumentasi dapat berguna sebagai pelengkap informasi yang didapat dari hasil wawancara dan pada observasi di lapangan dan sturdi dokumentasi dapat dilakukan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa maupun kegiatan yang telah terjadi terkait dukungan sosial bagi penderita kusta baik berupa foto, laporan maupun catatan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

(59)

49 Instrumen Pengumpulan Data

Adapun instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Kemudian alat bantu dipakai juga dimanfaatkan untuk mendukung riset ini. Pedoman wawancara digunakan untuk membantu peneliti dalam memperoleh data yang sistematis dan terstruktur dalam proses penggalian informasi terkait Dukungan keluarga bagi penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Sedangkan pedoman observasi digunakan dengan tujuan agar dapat menghasilkan sebuah catatan lapangan yang tepat mengenai kejadian dan situasi lapangan terkait dukungan keluarga.

Alat bantu. Alat bantu yang digunakan dalam proses penelitian ini yakni berupa perekam suara dan kamera untuk mendokumentasikan hal yang dianggap penting dan dibutuhkan untuk menunjang data riset. Selain itu, alat bantu perekam suara digunakan sebagai alat bantu pengingat bagi peneliti dalam proses penggalian informasi melalui wawancara.

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data dan penyajian data dengan mengelompokkannya dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan, oleh Miles dan Huberman (1992). Sebelum melakukan analisis

(60)

50

data ini diperlukan teknik pengolahan data. Pengolahan data akan menentukan bagaimana hasil analisis dari data yang bersangkutan. Dalam pengolahan dan analisis data ini menurut Moleong (2007) terdapat tiga langkah pengolahan data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Ketiga langkah tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Reduksi data

Dalam proses pengumpulan data, reduksi data dalam hal ini digunakan dengan membuat catatan penelitian, ringkasan data, hingga kategorisasi data yang dianggap sesuai dengan data yang dibutuhkan terkait dengan Dukungan keluarga bagi penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

2. Penyajian data, mengorganisisasi dan menyusun informasi

Setelah melakukan proses pereduksian data, selanjutnya disajikan data yang komprehensif terkait Dukungan keluarga bagi penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Dalam proses ini peneliti melakukan pembandingan, pencatatan, serta pengelompokan data sesuai dengan pola dan tema yang telah ditentukan untuk menarik

(61)

51

kesimpulan terkait Dukungan keluarga bagi penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon karena masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui betul menganai penyakit kusta dan mantan penderita kusta masih sering mendapatkan diskriminasi dari masyarakat. Waktu penelitian dilakukan selama enam bulan, dari awal September 2019 – hingga Februari 2020.

(62)

52

KEHIDUPAN

PENDERITA KUSTA:

KASUS KELUARGA DI KOTA CIREBON

Gambaran Lokasi

Dalam bagian ini akan digambarkan bagaimana kehidupan penderita kusta dalam kesehariannya. Termasuk juga bagaimana dukungan yang diberikan oleh keluarga bagi penderita kusta, dengan lokasi di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon memiliki mata pencaharian yang bekerja sebagai buruh bangunan, dan ada yang masih belum bekerja. Kelurahan Argasunya menjadi salah satu tempat yang dijadikan sebagai tambang pasir dan batu yang digunakan untuk bangunan, terkadang penderita kusta yang menjadi buruh bangunan ikut menjadi penambang pasir dan batu untuk menambah pemasukan ekonomi keluarganya. Keadaan lokasi di sekitar rumah penderita kusta layaknya berada di perdesaan, padahal secara administratif Kelurahan Argasunya sendiri masuk dalam wilayah pemerintahan Kota Cirebon.

(63)

53

Tabel Jumlah Penderita Kusta Baru dan Penderita Kusta Sembuh di Kota Cirebon

Tahun Jumlah

Kusta Penderita Baru DinyatakJumlah an

Penderita

Sembuh Keterangan

MB PB MB PB MB PB

2013 10 4 9 4 Sembuh pada tahun 2015.

1 orang tidak melanjutkan pengobatan

Sembuh pada tahun 2014

2014 8 - 6 Sembuh pada tahun 2016.

1 orang pindah. 1 orang tidak melanjutakan pengobatan

-

2015 14 3 11 1 Sembuh pada tahun 2017. 2 orang meninggal. 1 orang tidak melanjutkan

pengobatan Sembuh pada tahun 2016. 1 orang meninggal. 1 orang tidak melanjutkan pengobatan

2016 18 1 17 1 Sembuh pada tahun 2018.

1 orang tidak melanjutkan pengobatan

Sembuh pada tahun 2017

2017 16 1 14 1 Sembuh pada tahun 2019.

1 orang meninggal. 1 orang tidak melanjutkan

pengobatan

Sembuh pada tahun 2018

2018 14 1 14 1 Sembuh pada tahun 2019 Sembuh pada tahun 2019 2019 11 1 - - Masih dalam proses pengobatan proses pengobatan Masih dalam

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Cirebon, 2019

Di Kota Cirebon dan di Kelurahan Argasunya jumlah penderita kusta setiap tahunnya mengalami fluktuatif,

Gambar

Gambar 1.1 Penyakit Kusta Pada Bagian Tangan  Sumber: Google Image Penderita Kusta, 2019
Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran
Tabel Jumlah Penderita Kusta Di Kelurahan Argasunya,  Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon
Tabel Kategorisasi Respon Dukungan  Penghargaan
+2

Referensi

Dokumen terkait

 Pertambahan panjang mutlak dan laju pertumbuhan transplant karang batu Acropora sp pada terumbu buatan besi menunjukan nilai yang lebih tinggi dari pada di

a) Variabel Kepemilikan manajerial pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014-2017 yang diukur dengan jumlah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) proses produksi pakan ternak unggas serta input produksinya, (2) penerimaan dan pendapatan perusahaan

Dalam hal terjadi kondisi dimana seluruh Transaksi Pembelian tidak dapat dilakukan secara langsung kepada Pemerintah, maka Pemerintah dapat membuka kesempatan bagi calon

Keadaan Penduduk Kotamadya DT II Bandung (Usia : 0-19 Tahun) Dirinci Per Wilayah.. Pada Tahun 1987

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan cerita pendek “Le dernier Amour du Prince Genghi” karya marguerite Yourcenar, maka dapat disimpulkan mengenai tiga

Nama Jalan Status Jalan Fungsi Jalan Rumija (Terhitung dari Pagar Kiri Jalan ke Kanan Jalan) GSB Minimal (Terhitung Dari Dinding Terluar Bangunan ke As Jalan) GSS

Tetapi, verba dalam konstruksi verba proses dan obyek yang diikuti oleh pelengkap derajat baik pelengkap derajat adjektival maupun pelengkap derajat verbal, atau pelengkap akhir