• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL SAINS DAN SENI Vol. 1, No. 1, (2014) 1-9 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL SAINS DAN SENI Vol. 1, No. 1, (2014) 1-9 1"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak — Analisa kandungan senyawa organik minyak bumi lapangan Ujung Pangkah, Gresik ini bertujuan untuk mengkarakterisasi distribusi senyawa biomarka fraksi hidrokarbon alifatik. Sampel minyak mentah difraksinasi berdasarkan kepolaran dengan kromatografi kolom dan dikarakterisasi dengan kromatografi gas –spektrokopi massa (KG-SM). Hasil elusidasi diperoleh senyawa fraksi alifatik ialah n-alkana (C12-C34), isoprenoid asiklik (iC14–iC16 dan iC18- iC20), sikloalkana (C12-C29), drimana (C15-C16), kadinana, hopana (C29-C30) dan bikadinana. Hasil sebaran biomarka tersebut mengindikasikan dominasi wilayah terrestrial, hal ini ditunjukkan dengan vegetasi Dipterocarpaceae yang tumbuh subur di zaman Miosen maka diperkirakan pembentukkan bahan organik minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik pada zaman Oligosen akhir-Miosen awal, kondisi matang dan lingkungan pengendapan dalam kondisi oksik.

Kata Kunci —Minyak Mentah Ujung Pangkah, Gresik,

biomarka, hidrokarbon alifatik, terrestrial, zaman Miosen awal – Oligosen akhir, matang, oksik

I. PENDAHULUAN

umber energi merupakan bagian penting dalam proses pembangunan suatu bangsa dan negara. Tanpa adanya ketersedian energi yang memadai maka perekonomian akan terhambat terlebih pada negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Di Indonesia, minyak bumi merupakan sumber energi prioritas yang masih menjadi penghasil devisa dan pemasok kebutuhan dalam negeri. Pembangunan prasarana dan industri yang cukup giat membuat pertumbuhan konsumsi energi mencapai 7 % dalam 10 tahun terakhir. Hal ini mendorong upaya peningkatan kegiatan eksplorasi minyak bumi guna mencukupi hal tersebut [10].

Gambar 1. 1 Neraca minyak bumi di Indonesia [21].

Konsumsi minyak dalam negeri dalam kurun tahun 2010 hingga 2013 terus mengalami peningkatan, namun produksi minyak bumi terus merosot seperti yang tertera pada Gambar 1.1 [21]. Hal ini disebabkan kegiatan eksplorasi masih mengandalkan sumur-sumur tua yang produktifitasnya terus merosot, tidak adanya lapangan baru yang dibuka (kalaupun ada sangat sedikit dan hasilnya kurang sesuai yang diharapkan), sedangkan potensi sumber daya migas nasional saat ini masih cukup besar, terakumulasi dalam 60 cekungan sedimen yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia [10] . Hal ini terlihat dari 60 cekungan tersebut, 38 cekungan sudah dilakukan kegiatan eksplorasi dan sisanya sama sekali belum dilakukan eksplorasi [26], namun kebutuhan minyak dalam negeri meningkat setiap tahunnya, terbukti dari permintaan kebutuhan BBM tiap hari terus meningkat hingga lebih dari 1300 ribu barrel per hari [10]. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peluang kegiatan eksplorasi di Indonesia masih terbuka lebar guna memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. Salah satu upaya peningkatan produksi minyak yakni dengan penggalakan kegiatan ekplorasi guna mencari sumber minyak baru dan memaksimalkan hasil eksplorasi dari lapangan minyak yang sudah ada.

Kegiatan eksplorasi minyak bumi sering menemui banyak kerumitan, maka dibutuhkan beberapa parameter guna mencapai tujuan eksplorasi yang optimal. Selama ini, parameter yang didasarkan tinjauan geologi dan geofisika, namun diduga proses eksplorasi belum optimal. Hal ini mendorong diperlukan parameter baru berupa tinjauan geokimia organik. Peranan tinjauan geokimia organik diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengoptimalkan proses eksplorasi dan mendukung parameter geologi dan geofisika yang telah digunakan selama prosesnya. Kajian geokimia organik ini memberikan informasi mengenai komposisi minyak bumi, sehingga akan dapat diketahui asal-usul bahan organik yang terkandung dalam minyak melalui senyawa prekursornya, kualitas dan karakteristik serta tingkat kematangannya [17].

Pengkajian geokimia organik dilakukan berdasarkan perilaku senyawa biomarka. Keberadaan senyawa biomarka ini memberikan informasi mengenai molekul kompleks yang terjadi dalam batuan sumber (source rocks), dimana biomarka tersebut berasal dari prekursor senyawa organik yang terkandung dalam berbagai organisme hidup. Senyawa tersebut memberikan informasi mengenai kematangan, adanya biodegradasi, migrasi dalam sedimen dan minyak bumi [14], asal-usul bahan organik, lingkungan pengendapan dan kualitas minyak [15]. Asal-usul bahan organik tersebut diselidiki berdasarkan senyawa prekursor biologi. Hasil penelusuran

Kajian Biomarka Fraksi Hidrokarbon Alifatik

Minyak Mentah Lapangan Ujung Pangkah, Gresik

Yoga Hardianto, R.Y. Perry Burhan dan Agus Wahyudi Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

E-mail: pburhan@chem.its.ac.id

(2)

senyawa perkursor biologi maka dapat juga diinformasikan mengenai gambaran proses geokimia yang berlangsung pada sedimen dalam berbagai tahap pematangan [8]. Salah satu contoh keberadaan biomarka ditunjukkan sebaran pentasiklik triterpena digunakan sebagai parameter kematangan termal [33].

Sukardi dkk (2012) melaporkan bahwa pulau Jawa merupakan salah satu basis cadangan minyak di Indonesia, termasuk lapangan Ujung Pangkah, Gresik [26]. Lapangan Ujung Pangkah ini merupakan lapangan minyak yang berlokasi dikawasan pantai utara Gresik yang sejak tahun 2007 telah dieksplorasi oleh HESS (Indonesia - Pangkah) Ltd. Minyak pada lapangan ini sebelumnya telah dilakukan penyelidikan mengenai geologi dan geofisika. Akan tetapi, penyelidikan mengenai geokimia yang merupakan parameter baru belum pernah dilakukan, sehingga informasi mengenai komposisi bahan organik, asal-usulnya serta tingkat kematangan minyak belum bisa dilaporkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyelidikan mengenai geokimia organik melalui profil senyawa biomarka sebagai data pendukung dari data geologi dan geofisika yang sudah ada untuk mengetahui asal-usul bahan organik, komposisi dan tingkat kematangan minyak.

II. URAIANPENELITIAN 2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaca arloji, oven, seperangkat alat sokletasi, neraca analitis, corong tulip, rotary evaporator, ultrasonik, mantel, plat KLT, gelas piala, erlenmeyer, kolom fraksinasi, pinset, gelas ukur, labu bulat, chamber, beaker glass, corong gelas, botol vial, botol semprot, spatula, pipet tetes, pipet pasteur dan seperangkat alat destilasi. Pemisahan komponen fraksi menggunakan kolom kromatografi dan identifikasi senyawa dengan instrumen kromatografi gas-spektrokopi massa (KG-SM).

2.1.2 Bahan

Bahan geologi yang digunakan sebagai obyek penelitian berupa sampel minyak mentah (crude oil) dari lapangan Ujung Pangkah, Gresik – Jawa Timur hasil eksploitasi HESS (Indonesia – Pangkah) Ltd. Bahan yang digunakan untuk analisa pada penelitian ini ialah aseton p.a, n-heksana p.a, diklorometana p.a, metanol p.a, kloroform p.a, dietil eter p.a, asam format p.a, isopropanol p.a, gas nitrogen, kapas, KOH, HCl, etil asetat, seasand, cellite, serbuk Cu, silika gel 60 merck, aquabides, alumunium foil, parafilm dan senyawa pembanding, antara lain: lupena, dibenzaasentrana (DBA), lupeol dan lupenon.

2.2 Prosedur Kerja

Minyak mentah HESS (Indonesia - Pangkah) Ltd., diambil 2,1163 gram dilarutkan dalam dietil eter lalu difraksinasi menggunakan kromatografi kolom basa sesuai metode yang dilakukan McCharty dan Duthie, (1962) [20]. Awalnya kromatografi kolom basa telah diimpregnasi dengan KOH-isopropanol, dielusi dengan (dietil eter) diperoleh fraksi netral, dietil eter: asam format (98:2, v/v) diperoleh fraksi

asam dan kloroform: metanol: aquabides (65:25:4) diperoleh fraksi polar. Refraksinasi kembali fraksi netral dengan kromatografi lapis tipis eluen DCM untuk memperoleh fraksi hidrokarbon. Fraksi hidrokarbon direfraksinasi dengan eluen

n-heksana untuk memperoleh fraksi alifatik dan fraksi

aromatik. Identifikasi hidrokrbon alifatik menggunakan kromatografi gas – spektrokopi massa (KG-SM) Shimadzu QP 2010S dengan kondisi operasional yang dilakukan ialah jenis kolom HP-5MS (Hewlett-Packard), energi ionisasi 70eV, gas pembawa helium (He), ukuran kolom kapiler Rtx (550 m x 200µm x 0,33µm) dan dengan program temperatur 50°C (5 menit), 50°-300°C (10°C/menit), temperatur isotermal pada 290°C selama 25 menit.

III. HASILDANPEMBAHASAN

Cuplikan minyak mentah diambil sebanyak 2,12 gram, lalu dilarutkan dalam 3 tetes dietil eter, sehingga diperoleh ekstrak organik total (EOT). Kemudian ekstrak tersebut difraksinasi menggunakan kromatografi kolom berdasarkan metode McCharty dan Duthie (1962) untuk memperoleh fraksi netral, fraksi asam dan fraksi polar. Proses pemisahan ini menggunakan eluen yang berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Awalnya, fraksi netral difraksinasi dengan eluen dietil eter diperoleh eluat berwarna coklat, lalu fraksi asam dipisahkan dengan eluen dieteil eter : asam format (98:2, v/v) diperoleh eluat berwarna kuning dan terakhir fraksi polar dipisahkan dengan eluen kloroform: metanol: air (65:25:4) diperoleh eluat berwarna coklat kehitaman. Fraksi yang diperoleh masing-masing diuapkan pelarutnya, dikeringkan dan ditimbang. Hasil fraksinasi yang diperoleh berupa fraksi netral seberat 1,72 gram (81,17%), fraksi asam seberat 0,25 gram (12,14%) dan fraksi polar sebesar 0,12 (5,66%) gram.

Fraksi netral selanjutnya dipisahkan kembali dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan cara diperoleh kembali berdasarkan harga Rf tiap fraksi. Pemisahan ini untuk memperoleh fraksi hidrokarbon, fraksi alkohol dan fraksi keton. Fraksi hidrokarbon mempunyai nilai Rf 0,8-1,0; fraksi keton mempunyai nilai Rf 0,4-0,8, dan fraksi alkohol mempunyai nilai Rf 0,1-0,4. Hasil fraksinasi tersebut diperoleh fraksi hidrokarbon seberat 0,60 gram (34,6%), fraksi alkohol seberat 0,01 gram (0,11%) dan fraksi keton seberat 0,03 gram (1,5%). Fraksi alkohol yang diperoleh disimpan untuk analisa lebih lanjut.

Fraksi hidrokarbon difraksinasi kembali dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan menggunakan eluen n-heksana. Pemisahan ini untuk memperoleh fraksi alifatik dan aromatik. Fraksi alifatik mempunyai nilai Rf 0,72-1,00 dan fraksi aromatik mempunyai nilai Rf 0,23-0,71. Fraksi yang diperoleh masing-masing disaring, diuapkan pelarutnya, dikeringkan dan ditimbang massanya. Hasil fraksinasi ini diperoleh fraksi alifatik seberat 0,08 gram (13,99 %), selanjutnya fraksi aromatik dilakukan desulfurisasi dan diperoleh hasil fraksi aromatik bebas sulfur seberat 0,03 gram (5 %).

Senyawa fraksi hidrokarbon alifatik yang terkandung dalam cuplikan minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik dikarakterisasi dengan kromatografi gas – spektrokopi massa, sehingga diperoleh kromatogram yang dicantumkan pada Gambar 3.1.

(3)

30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 % 57 43 71 85 29 70 99 112 127 170 53 141 32 109

Gambar 3. 1 Kromatogram total fraksi hidrokarbon alifatik dari minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik. (kondisi temperatur: 50°C (5 menit), 50°-300°C (10°C/menit) dan temperatur isotermal 300°C (25 menit).

Identifikasi biomarka senyawa hidrokarbon n-alkana dengan mengeksploitasi spektrum massa berdasarkan fragmentogram m/z 57, maka akan diperoleh elusidasi spektrum massa masing-masing senyawa dengan sebaran senyawa homolog n-alkana pada rentang C12-C34. Hal ini seperti yang terlihat pada kedua spektra massa n-alkana yang tertera pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.4.

Gambar 3. 2 Spektrum massa senyawa n-alkana puncak (1).

Gambar 3. 3 Spektrum massa senyawa n-alkana puncak ke (25) ).

Hasil eksploitasi spektrum massa dari Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 menunjukkan pola fragmentasi yang sama yang tersebar m/z 141, 127, 112, 99, 85, 71, 57 (puncak dasar), 43 dan 29, pola fragmentasi ini menggambarkan terjadi pemutusan fragmen m/z 14 secara berulang akibat lepasnya fragmen ion CH2+. Pola fragmen ini merupakan ciri khas senyawa n-alkana. Munculnya puncak dasar m/z 57 ini akibat terlepasnya fragmen (C4H9)+. Hasil eksploitasi spektrum massa memenunjukkan terdeteksinya ion molekuler m/z 170 (Gambar 3.2) dan m/z 408 (Gambar 3.3), yang mengindikasikan tidak adanya derajat ketidakjenuhan. Hal ini sesuai dengan ciri khas senyawa n-alkana. Jadi, spektrum massa pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 masing-masing dapat diinterpretasikan ialah senyawa dodekana (22) dengan struktur molekul C12H26 dan senyawa nakosana (24) dengan struktur molekul C29H60. Hasil eksploitasi spektra massa juga dilakukan pada puncak fragmentogram Gambar 3.1 berdasarkan fragmentogram m/z 57 maka diperoleh senyawa homolog hidrokarbon alifatik n-alkana yang tersebar pada rentang C12 – C34.

Informasi yang umum dapat diberikan dari distribusi biomarka senyawa n-alkana ialah mengenai asal-usul sampel geologi yang disinyalir berasal dari laut dan darat dan merupakan senyawa biomarka yang sering ditemukan sebagai petunjuk geologi [23]. Keberadaan sebaran senyawa n-alkana rantai pendek (C<20) memberikan informasi adanya kontribusi bahan organik berasal dari ganggang dan bakteri [32], sedangkan rantai panjang n-alkana mengindikasikan masukan untuk lingkungan laut dari lingkungan darat berupa kultikula lilin yang berasal dari tanaman tingkat tinggi [18]. Hal serupa pun dikemukan pada penelitian Bakar dkk (2011), yang melaporkan melaporkan sebaran rantai panjang n-alkana pada rentang C21-C37 mengindikasikan sumbangan organik berasal dari kontribusi tanaman tingkat tinggi, sehingga dapat disinyalir adanya kontribusi wilayah daratan (terrestrial) [4]. Keberadaan senyawa n-alkana yang didominasi nC15 dan

nC17 mengindikasikan bahan organik berasal dari bentonik

alga, sebagai indikasi masukan dari laut [28].

Keberadaan senyawa n-alkana rantai panjang ini mengindikasikan kontribusi bahan organik daratan yang berasal dari kultikula lilin tumbuhan tingkat tinggi, yang ditunjukkan distribusi n-alkana ganjil pada rentang C25–C35

Inte ns itas R elatif ( %) m/z 57 85 43 71 (12) 25.0 50.0 75.0 100.0 125.0 150.0 175.0 200.0 225.0 250.0 275.0 300.0 325.0 350.0 375.0 400.0 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 % 57 71 85 113 127 29 155 169 197 211 239 253 281 295 323 337 365 379 408 16 57 (14) Inte ns itas R elatif ( %) m/z z Temperatur (°C) 150 175 200 225 250 275 300 325 350 375 400 425 450 475 (Kelimpahan Relatif (%) TIC kadinana : pentasiklik terpenoid 50 100 0

isoprenoid asiklik n-alkana

n-alkil sikloheksana

(4)

25.0 50.0 75.0 100.0 125.0 150.0 175.0 200.0 225.0 250.0 275.0 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 % 57 71 85 43 99 113 127 29 141 183 155 169 197 211 225233 253 267 282 25.0 50.0 75.0 100.0 125.0 150.0 175.0 200.0 225.0 250.0 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 % 57 71 43 85 113 99 127 29 141 155 183 128 169 197 211 225 239 253 268

[28]. Penelitian serupa pun mengungkapkan sebaran n-alkana rantai panjang mengindikasikan kontribusi tumbuhan tingkat tinggi dari daratan, dan digunakan sebagai indikator bahan organik dari wilayah terrestrial sebagai masukan untuk lingkungan laut. Bahan organik daratan umumnya akan terbawa melalui aliran sungai dan terbawa angin [32].

Hasil kajian dan identifikasi biomarka n-alkana yang telah dilakukan maka diperoleh dugaan didominasi pembentukan bahan organik daratan daripada dari mikroorganisme dan alga (lautan). Hal ini nampak seperti yang diperlihatkan pada rentang C12-C34 yang mayoritas oleh senyawa n-alkana rantai panjang (C>20). Informasi lain yang diperoleh bahwa sebaran homolog n-alkana rentang C12–C34 pada lapangan Ujung Pangkah, Gresik memiliki nilai CPI (Carbon Preference Index) ~1, dimana Dessort (2013) melaporkan pola distibusi senyawa n-alkana dengan nilai CPI yang mendekati 1 mengindikasikan sampel geologi dalam kondisi matang [9]. Hal ini serupa dengan pola distribusi senyawa n-alkana minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik, sehingga dapat dikatakan, bahwa minyak dalam kondisi matang.

Eksploitasi fragmentogram Gambar 4.2 juga dapat menunjukkan adanya senyawa isoprenoid asiklik. Golongan senyawa ini juga memiliki puncak dasar m/z 57 akibat terlepasnya fragmen C4H9+, namun ada peningkatan intensitas seperti m/z 113, 183 dan sebagainya, petunjuk adanya fragmentasi di samping cabang metil, hal ini menggambarkan karakteristik khas senyawa isoprenoid asiklik. Berikut merupakan contoh intrepretasi spektrum massa senyawa isoprenoid asiklik yang ditunjukkan pada Gambar 3.4 dan Gambar 3.5 berikut:

Gambar 3. 4 Spektrum massa pada puncak (11).

Hasil intrepretasi spektrum massa pada Gambar 3.4 dan Gambar 3.5 memiliki kemiripan dengan senyawa n-alkana ditandai keberadaan puncak dasar m/z 57, dan pola

pemotongan fragmen ion m/z 14 (CH2) secara berulang pada m/z 43, 57, 71, 99, 113, 155 dan sebagainya yang merupakan ciri khas senyawa alkana namun terdapat peningkatan intensitas fragmen seperti pada m/z 113 dan 183 sebagai petunjuk adanya fragmentasi di samping percabangan metil yang menunjukan interpretasi senyawa isoprenoid asiklik. Kenaikan intensitas ini menunjukkan kestabilan fragmen ion sekunder dan tersier jauh lebih tinggi daripada ion primer. Terdeteksinya ion molekuler m/z 268 (Gambar 3.4) dan m/z 282 (Gambar 3.5) menunjukkan tidak ada derajat ketidakjenuhan. Hal ini sesuai dengan karakteristik senyawa isoprenoid asiklik. Sehingga dapat dikategorikan kedua contoh senyawa tersebut merupakan senyawa isopreoid asiklik. Jadi, senyawa yang terdeteksi pada spektra massa Gambar 3.4 ialah senyawa 2,6,10,14-tetrametilpentadekana (pristana) (6), sedangkan senyawa yang terdeteksi pada spektra massa Gambar 3.5 ialah senyawa 2,6,10,14- tetrametilheksadekana (phitana) (7). Eksploitasi spektra massa juga dilakukan pada masing-masing puncak fragmentogram Gambar 3.1 berdasarkan fragmentogram m/z 57. Hasil eksploitasi menunjukkan sebaran senyawa isoprenoid asiklik pada rentang iC14 – iC16 dan iC18 - iC20.

Sebaran senyawa isoprenoid, khususnya pristana dan phitana, umumnya digunakan untuk mendapatkan informasi sumber organik penyusunnya dan gambaran lingkungan pengendapan pada sedimen dan minyak bumi [5], dimana pristana dan phitana berasal dari satu sumber yang sama yaitu fitol. Jalur pembentukan senyawa isoprenoid asiklik berawal dari pada proses diagenesis C30 fitol berada pada kondisi reduksi dan terjadi dehidrasi, maka akan dihasilkan iC20 (phitana/Ph) (7), sedangkan dalam kondisi oksidasi dan terjadi dekarboksilasi, maka akan dihasilkan senyawa iC19 (pristana/Pr) (6) [13]. Apabila perbandingan rasio Pr/Ph>1 menunjukkan kondisi lingkungan pengendapan oksik, sedangkan rasio Pr/Ph<1 menunjukkan kondisi lingkungan pengendapan anoksik [12]. Hal serupa pun dilaporkan Idris dkk (2008) dimana tingginya rasio Pr/Ph>3 mengindikasi adanya ketersediaan oksigen sehingga diindikasikan lingkungan endapan oksik serta indikasi lain berupa masukan masukan bahan organik didominasi berasal dari tumbuhan tingkat tinggi (terrestrial) dengan lingkungan oksik [16]. Rasio lain yang dapat digunakan untuk mengindikasikan asal pengendapan ialah rasio Pr/nC17, dimana diperoleh rasio >1 yang menandakan lingkungan pengendapan berasal dari antara lingkungan air laut dan rawa gambut [19]. Selain itu, rasio Pr/nC17dan Ph/nC18 secara luas digunakan untuk menunjukkan tipe batuan sumber, lingkungan pengendapan dan kematangan bahan organik [22].

Hasil kajian biomarka dan identifikasi isoprenoid asiklik yang telah dilakukan maka diperoleh informasi bahwa minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik didominasi oleh kontribusi wilayah darat (terrestrial) dengan lingkungan oksik, hal ini dibuktikan dengan rasio Pr/Ph sebesar 4,15. Lingkungan oksik tersebut juga diperlihatkan dengan tingginya intensitas senyawa pristana dibandingkan phitana. Plot Pr/nC17 terhadap Ph/nC18 menunjukkan bahwa sampel minyak Ujung Pangkah berada pada lingkungan pengendapan bersifat oksidatif [27]. Hal ini maka dapat diindikasikan adanya masukan bahan organik daratan dan lingkungan oksik selama pembentukan minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik.

113 57 43 141 (6) Inte ns itas R elatif ( %) m/z

Gambar 3. 5 Spektrum massa pada puncak (14).

Inte ns itas R elatif ( %) m/z (7) 113 57 43 141 197

(5)

30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 % 123 157 143 81 96 115 131 208 186190 171 150 53 65 202 32 40 68 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 % 83 82 55 43 41 71 29 99 113 127 133 210 183 147153 164 200

Gambar 3. 6 Spektrum massa alkil sikloheksana puncak (4). Gambar 3.6 terlihat pengekploitasian spektra massa berdasarkan fragmentogram m/z 83. Hasil eksploitasi spektrum massa menunjukkan pola fragmentasi dengan penambahan fragmen ion m/z 14 (CH2+) secara berulang yang tersebar pada m/z 83 (puncak dasar), 97, 111, 125, dan sebagainya, hal ini mengindikasikan adanya rantai alkil alkana. Terdeteksinya m/z 83 pada spektrum massa Gambar 3.6 menunjukkan puncak dasar m/z 83 sebagai indikasi lepasnya fragmen (C6H11)+, disinyalir keberadaan siklik cincin 6. Keberadaan cincin 6 ini ditandai dengan terdeteksinya ion molekuler m/z 210 (Gambar 3.6) yang menunjukkan 1 derajat ketidakjenuhan sebagai indikasi adanya 1 cincin siklik, yang merupakan karakteristik senyawa alkil sikloheksana, sehingga disinyalir keberadaan senyawa n-alkil sikloheksana. Jadi, dapat diinterpretasikan spektrum massa Gambar 3.6 merupakan senyawa nonil sikloheksana (16) dengan struktur molekul C15H30. Hasil eksploitasi spektrum massa berdasarkan fragmentogram m/z 83 juga dilakukan pada fragmentogram Gambar 4.9, sehingga diperoleh hasil sebaran homolog senyawa sikloheksana minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik pada rentang C12-C29.

Sebaran biomarka telah banyak dilaporkan pada berbagai macam minyak mentah dan batuan sumber. Sebaran biomarka alkil sikloheksana ini dilaporkan oleh Yabuta dkk. (2002), dimana biomarka n-alkil sikloheksana terbentuk dari sikliksasi rantai lurus asam lemak selama fasa diagenesis [31]. Penelitian lain pun membuktikan bahwa senyawa n-alkana dan alkil n-sikloheksana terbentuk selama proses pemanasan asam lemak [24]. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya produk n-heptadekana dan n-dodesilsikloheksana. Jadi dapat dikatakan pembentukan senyawa n-alkil sikloheksana terbentuk dari prekursor yang serupa dengan senyawa n-alkana. Hal ini dibuktikan dengan pola distribusi senyawa alkil sikloheksana yang serupa dengan pola distribusi senyawa n-alkana pada minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik.

Hasil identifikasi dan kajian n-alkil sikloheksana maka dapat diperoleh dugaan dari sebaran biomarka n-alkil sikloheksana memiliki prekursor yang serupa dengan senyawa

n-alkana pada minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik.

Gambar 3. 7 Spektrum massa senyawa drimana puncak (1). Hasil eksploitasi spektrum massa Gambar 3.7 menunjukkan terdapat puncak dasar m/z 123, yang mengindikasikan terlepasnya fragmen (C9H15)+. Terdeteksinya puncak dasar m/z 123 menunjukkan karakteristik biomarka senyawa drimana. Indikasi lain dari biomarka drimana ditunjukkan hasil eksploitasi spektrum massa memperoleh pola fragmentasi yang tersebar m/z 123, 193, 207 dan 208, dimana fragmen-fragmen tersebut mengindikasikan karakteristik senyawa drimana. Keberadaan biomarka drimana ini terlihat dengan terdeteksinya ion molekuler m/z 208 (Gambar 3.7) yang menunjukkan memiliki ketidakjenuhan 2 buah, sebagai indikasi memiliki 2 siklik. Hal ini sesuai dengan karakteristik senyawa drimana yang terbentuk dari 2 cincin siklik. Jadi, disinyalir masing-masing senyawa pada spektrum massa Gambar 3.7 ialah drimana (28). Eksploitasi spektrum massa pun dilakukan serupa pada puncak ke 1-3 pada fragmentogram Gambar 3.1. Hasil eksploitasi spektrum massa yang diperoleh ialah drimana dan 2 isomer homodrimana.

Sebaran senyawa drimana (28) ini menginformasikan kontribusi tumbuhan tingkat tinggi pada pembentukan sampel minyak [29]. Hal ini didukung pada penelitian oleh Alexander dkk (1984) melaporkan sebaran senyawa drimana (28) ditemukan ini berasal dari senyawa prekursor berupa drimenol yang merupakan komponen pada tumbuhan tingkat tinggi [2]. Tahap pembentukan senyawa drimana (28) berasal dari reduksi drimenol yang diikuti dengan hidrogenasi ikatan rangkap, sehingga membentuk senyawa drimana (28).

Hasil identifikasi dan kajian drimana dan turunannya, maka diperoleh dugaan bahwa biomarka drimana mengindikasikan masukan bahan organik dari tumbuhan tingkat tinggi dari wilayah daratan (terrestrial) pada pembentukan bahan organik minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik. (m/z) Intes itas Re lati f ( %) 83 210 113 99 (16) (m/z) Intes itas Re lati f ( %) (18) 123 193

(6)

Gambar 3. 8 Spektrum senyawa pentasiklik terpenoid puncak (1).

Hasil interpretasi spektrum massa pada Gambar 3.8 terlihat beberapa fragmen ion m/z 109, 191, 369, 397 dan ion molekuler m/z 412. Ion fragmen tersebut menunjukkan karakteristik fragmen senyawa bikadinana. Hal ini terlihat pada ion molekuler m/z 412, yang mengindikasikan terdapat 5 derajat ketidakjenuhan, menginformasikan adanya 5 siklik sesuai dengan karakteristik struktur bikadinana (20) yang tersusun dari 5 cincin sikloheksana. Hasil identifikasi biomarka ini sesuai dengan spektrum massa Gambar 3.8, sehingga diinterpretasikan berupa senyawa bikadinana (C30H52) (20). Sebaran biomarka ini nampak pada fragmentogram Gambar 3.1 dalam bentuk tiga isomer senyawa bikadinana (20).

Sebaran senyawa biomarka pentasiklik terpenoid ini memberikan informasi bahan organik dari dammar resin

Dipterocarpaceae famili Angyospermae, dimana komposisi

dalam resin tersebut berupa biopolimer polikadinena [3]. Senyawa polikadinena ini mengalami depolimerasi menghasilkan monomer, dimer, trimer kadinena. Pembentukan senyawa bikadinana (20) berasal dari drimer kadinena yang mengalami hidrogenasi dan sikliksasi. Hal ini dilaporkan oleh Widodo dkk (2009) dengan ditemukannya senyawa kadinana dan bikadinana sebagai indikator masukan bahan organik dari wilayah darat (terrestrial) [30]. Resin dammar Dipterocarpaceae ini dapat tumbuh subur di iklim hangat (tropis) selama zaman Miosen, dimana iklim tersebut sesuai dengan iklim wilayah Asia Tenggara, termasuk di Indonesia [11].

Hasil kajian dan hasil identifikasi biomarka bikadinana (20) maka dapat diinformasikan masukan bahan organik wilayah terrestrial, khususnya Dipterocarpaceae famili

Angyospermae pada minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik.

Hal ini memperkuat kajian biomarka sebelumnya bahwa terdapat masukan resin damar Dipterocarpaceae pada pembentukan bahan organik minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik. Tahap pembentukannya diperkirakan di zaman Miosen.

Gambar 3. 9 Spektrum massa senyawa pentasiklik terpenoid puncak (4).

Hasil interpretasi spektrum massa pada Gambar 3.9 menunjukan puncak dasar m/z 191, dimana puncak tersebut mengindikasikan fragmen ion dari cincin A-B dan m/z 148+R yang memberikan informasi fragmen ion cincin D-E. Pemutusan fragmen cincin tersebut merupakan karakteristik distribusi senyawa hopana. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.10: H R A B C D E 191 148 + R 123 m/z 123 m/z 109 m/z 177

Gambar 3. 10 Beberapa pola fragmentasi kerangka senyawa hopana.

Hasil eksploitasi spektrum massa Gambar 3.9 diperoleh fragmen ion m/z 109, 123 dan 177, dimana fragmen-fragmen tersebut menunjukkan adanya pembukaan cincin dalam molekul senyawa hopana seperti pada Gambar 3.10. Pembukaan cincin tersebut dan terdeteksinya fragmen ion molekuler m/z 398 (Gambar 3.9) mengindikasikan derajat ketidakjenuhan 5, sebagai indikasi terdapat 5 siklik. Hal ini sesuai dengan karakteristik kerangka dasar senyawa hopana. Jadi, senyawa yang ditunjukkan pada Gambar 3.9 ialah norhopana (21) dengan struktur C29H52.

Fragmen ion utama karakteristik senyawa hopana berupa m/z 191 dan m/z 149 (148 + R/H). Fragmen ini menggambarkan informasi konfigurasi struktur hopana. Konfigurasi senyawa hopana terletak di atom H pada C17 dan C21. Hal ini diperlihatkan jika kelimpahan ion fragmen m/z 191 > m/z 149 menunjukkan konfigurasi 17α(H),21β(H). Apabila kelimpahan ion fragmen m/z 149 > m/z 191, menunjukkan konfigurasi 17β(H),21β(H), sedangkan kelimpahan fragmen ion m/z 191 = m/z 149 mengindikasikan konfigurasi 17α(H),21α(H). Konfigurasi tersebut menggambarkan kestabilan struktur hopana, sebagai indikasi kematangan minyak bumi [25]. Keberadaan konfigurasi 17β(H),21β(H) merupakan isomer yang kurang stabil. Seiring

50. 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 350 375 400 0 50 Intensitas Relatif (%) 191 177 136 163 94 123 398 (21) H 191 177 94 100 81 5569 109 149163 397 135 28 369 191 205 231 259 313 273 341 301 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 350 375 400 425 0 25 50 75 100 Intensitas Relatif (%) 397 369 412 (20) 412 (m/z) Intes itas Re lati f ( %) (m/z) Intes itas Re lati f ( %)

(7)

proses pematangan dan peningkatan suhu, konfigurasi hopana berputar ke 17α(H),21β(H) yang stabil dan akhirnya pada posisi paling stabil di tunjukkan konfigurasi 17α(H),21α(H) [32].

Hasil eksploitasi spektrum massa Gambar 3.9 menunjukkan kelimpahan fragmen ion m/z 191 > m/z 149 yang menggambarkan bentuk konfigurasi 17α(H),21β(H). Hasil konfigurasi tersebut dapat dikatakan minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik dalam kondisi matang. Jadi, konfigurasi senyawa yang ditunjukkan pada spektrum massa Gambar 3.9 ialah 17α(H),22β(H)-norhopana (21).

Sebaran senyawa pentasiklik terpenoid golongan hopana diidentifikasi dengan elusidasi m/z 191 merupakan biomarka umum yang ditemukan dalam sedimen, minyak bumi dan batubara, yang digunakan sebagai indikator sumber organik pembentuk dan tingkat kematangan termal [19]. Keberadaan senyawa hopana memberikan indikasi bahan organik berasal dari bakteri. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya senyawa hopana terbentuk dari hasil diagenesis diploten yang berasal dari bakteri hopanotetrol pada kondisi anaerob [7]. Namun tidak menutup kemungkinan adanya kontribuksi bakteri dari bakteri aerob. Hal ini diungkapkan oleh Blumenberg dkk (2009) pada penelitian di Laut Hitam yang menemukan sebaran senyawa hopana mengindikasikan bakteri metanotropik. Karakteristik bakteri jenis ini merupakan bakteri yang hidup pada lingkungan sulfat di zona oksik-anoksik [6]. Indikasi keberadaan senyawa metanotropik yang hidup di lingkungan sulfat ini diperkuat dengan ditemukannya bakteri pereduksi sulfat. Keberadaan senyawa hopana ini mengindikasikan kematangan sedimen, dikarenakan bakteri jenis bacterihopanopolyols (BHP) stabil selama tahap diagenesis.

Hasil kajian dan identifikasi biomarka senyawa hopana maka dapat diduga bahan organik berasal dari bakteri metanotropik yang hidup di lingkungan sulfat pada zona oksik-anoksik dan dalam kondisi matang. Kematangan tersebut terlihat tingginya fragmen ion m/z 191 dibanding m/z 149, yang menandakan minyak mentah lapangan Ujung Pangkah, Gresik dalam kondisi matang. Apabila dikaitkan dengan hasil kajian biomarka n-alkana, juga dikatakan minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik dalam penelitian ini dalam kondisi matang.

Gambar 3. 11 Spektrum massa senyawa kadinana puncak (1). Hasil eksploitasi spektrum massa Gambar 3.11 terlihat keberadaan fragmen ion m/z 109 (puncak dasar) dan m/z 165 (M+ 43) yang menjadi karakteristik senyawa kadinana (23)

[1]. Hal lain pun ditunjukkan dengan terdeteksinya ion molekuler m/z 208 yang menandakan adanya 2 derajat ketidakjenuhan sebagai indikasi terdapat 2 siklik. Hasil elusidasi spektrum massa yang ditunjukan pada Gambar 4.11 terlihat intensitas tertinggi dengan m/z 109, dengan pola fragmentasi berupa m/z 43, 95, 109, 165 dan ion molekuler m/z 208 yang menginterpretasikan senyawa kadinana (23). Sebaran senyawa kadinana (23) ini menginformasikan sebagai hasil produk pirolisis yang berasal dari resin damar yang muncul dipermukaan bumi pada zaman Miosen, dimana resin tersebut berasal dari family Dipterocarpaceae (Widodo dkk, 2009). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (van Aarssen, dkk., 1992) melaporkan biomarka senyawa kadinana (23) mengindikasikan masukan bahan biologis berasal dari

Dipterocarpaceae yang termasuk famili Angyospermae, hal

ini menunjukkan kontribusi bahan organik berasal dari wilayah darat (terrestrial). Hal ini didukung pada penelitian di pantai Kerala-Konkan, India Barat oleh Dutta dan Mallick (2010) yang melaporkan tanaman darat Dipterocarpaceae merupakan vegetasi tumbuhan yang produktif pada hutan hujan tropis dengan kondisi hangat selama zaman Miosen [11]. Hasil kajian dan identifikasi biomarka kadinana (23) maka dapat dikatakan terdapat kontribusi tumbuhan darat

Dipterocarpaceae pada zaman Miosen selama pembentukan

minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik. Hal ini menguatkan kajian biomarka bikadinana (23) dan drimana sebelumnya yang menginformasikan adanya kontribusi vegetasi

Dipterocarpaceae pada sampel minyak mentah ini, informasi

lain yang diperoleh bahwa kontribusi bahan organik berasal dari wilayah daratan (terrestrial).

IV. KESIMPULAN

Pengkajian geokimia organik telah dilakukan terhadap biomarka fraksi netral dari minyak mentah lapangan Ujung Pangkah, Gresik ini diperoleh beberapa senyawa biomarka fraksi alifatik antara lain: n-alkana (C12-C34), isoprenoid asiklik (iC14 – iC16 dan iC18 - iC20), n-alkil sikloheksana (C12-C29), drimana (C15-C16), senyawa hopana (C29-C30), senyawa bikadinana dan senyawa kadinana. Kajian dari senyawa biomarka hidrokarbon alifatik tersebut memberikan informasi bahwa sumber bahan organik minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik didominasi oleh wilayah terrestrial (lingkungan darat) yang terendapkan pada kondisi oksik di zaman Oligosen akhir-Miosen awal. Informasi lain yang diperoleh ialah minyak mentah Ujung Pangkah, Gresik dalam kondisi matang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. R.Y. Perry Burhan, M.Sc dan Drs. Agus Wahyudi, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing, memberikan pengetahuan, saran dan nasehat dan semua rekan-rekan di kelompok riset geokimia molekuler atas dukungan dan masukan-masukan yang bermanfaat serta semua pihak lain baik secara langsung maupun tidak langsung yang berperan dalam penelitian ini.

(m/z) Intes itas Re lati f ( %) 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 % 109 95 165 55 8183 41 67 123 43 119 208 29 149 173 135 157 191 (33) 43 165 109 95

(8)

DAFTARPUSTAKA

[1] van Aarsen, B.G.K, dan Hessels, J.K.C., O. A. Abbink, J. W. De Leeuw. 1992. “The occurrence of polycyclic sesqui-, IS-sesqui-, and oligoterpenoids derived from a resinous polymeric cadinene in crude oils from southeast Asia”.

Geochimia et Cosmodrimica Acta, 56, 1231-1246.

[2] Alexander R., dan Kagi R. I., Noble R. Volkman J. K. 1984. “Identification of some bicyclic alkanes in petroleum”.Organic Geochemistry 6, 63–72.

[3] Armanios, C,. dan Robert, A., Sosrowidjojo, I.B., Kagi, R.I. 1995. “Identification of bicadinanes in Jurassic organic matter from the Eromanga Basin, Australia”.

Organic Geochemistry 23, 837-843.

[4] Bakar N.A., dan Tay K. S., Omar N.Y.M.J., Abas M.R.B. Simoneit B.R.T. 2011. “The geochemistry of aliphatic and polar organic tracers in sediments from Lake Bera, Malaysia”. Applied Geochemistry 26, 1433–1445.

[5] Bakr, M.M.Y. 2008. “Molecular Organic Geochemistry of Crude Oil from Shushan and Abu Gharadig Basins, Western Desert, Egypt”. Earth Science 20, 97-125. [6] Blumenberg, M., dan Richard, S., Sabine, K., Enno, B.,

Walter, M. 2009. “Euphotic zone bacterioplankton sources major sedimentary bacteriohopanepolyols in the Holocene Black Sea”. Geochimica et Cosmochimica Acta 73, 750–766.

[7] Budiarti, A.P dan R.Y. Perry Burhan. 2009. “Karakterisasi Biomarka Hidrokarbon Alifatik Batubara Coklat ( Brown Coal) Dari Samarinda, Kalimantan Timur”. Prosiding Skripsi Jurusan Kimia, FMIPA – ITS: Surabaya.

[8] Burhan, R.Y.P dan Zetra, Y, Albrecht, P. 1997. “Pengkajian Senyawa Penanda Biologik pada Aspal Laut Mati”. IPTEK 8, 122 – 129.

[9] Dessort, D. 2013. “Short Course Mineral and Organic Geochemistry”. TPA Integrated Week, 17 Juni – 21 Juni 2013. Rektorat: ITS Surabaya.

[10] Djamaludin, A. 2012. “Pemanfaatan Minyak Bumi dan Sumber Energi Alternatif Guna Meningkatkan Ketersediaan Energi”.Fossil Energy, Jurnal Energi – Edisi Sepuluh.

[11] Dutta, S., dan Mallick, M. 2010. “Chemical composition and palaeobotanical origin of Miocene resins from Kerala–Konkan Coast, western India”. J. Earth Syst.

Science 119, 711–716

[12] Didyk B.M., dan Simoneit B.R.T., Brassell S.C., Eglinton G. 1978. “Organic geochemical indicators of palaeoenvironmental conditions of sedimentation”.

Nature 272, 216–222.

[13]Gonzalez-Villa, F.J. 2002. “Alkane Biomarkers. Geochemical Significance and Appllcation In Oil Shale Geochemistry”. Spain.

[14] Grass, Ger Van. 1986. “Biomarker distributions in aspbaltenes and kerogens analysed by flash pyrolysis-gas chromatography- mass spectrometry”. Organic Geochemistry. 10, 1127-1135.

[15] Hughes, W.B., dan Holba, A.G. 1988. “Relationship between crude off quality and biomarker patterns”.

Organic Geochemistry 13, 15-30.

[16] Idris, H.K., dan A., Salihu, I., Abdulkadir., M.N., Almustapha, 2008. “Application of geochemical parameters for characterization of oil samples using GC-MS technique”. International Journal of Physical

Sciences 3, 152-155.

[17]Kvenvolden, A.K. 2008. “Origin of Organic Geochemistry”. Organic Geochemistry 39. 905-909. [18] Lu, X dan Zhai, S. 2006. “Distributions and sources of

organic biomarkers in surface sediments from the Changjiang (Yangtze River) Estuary, China”.Continental

Shelf Research 26, 1–14.

[19] Matsumoto, G.I., dan Machihara, T., Suzuki, N., Funaki, M., Watanuki, K. 1987. “Steranes and triterpanes in the Beacon Supergroup samples from southern Victoria Land in Antarctica”.Geochimica et Cosmochico Acta, 51, 2663-267.

[20] McCarthy, R.D., dan Duthie, A.H. 1962. “A Rapid Quantitative Method for the Separation of Free Fatty Acids from Other Lipids”. J.Lipd Res 3, 117 – 119. [21] Permana, A.D., dan Agus, S., M.S. Boedoyo., M.A.M.

Oktaufik. 2012. “Outlook Energi Indonesia 2012”. ISBN 978-979-3733-54-8, BPPT: Jakarta.

[22] Peters, K.E dan Moldowan, S.M. 1993. “The Biomarkers Guide Interprenting Molecular Fossil in Petroleum and Ancient Sediment”. Prentice Hall.Inc: New Jersey. [23] Philp, R. P. 1986. “Biomarker distributions in Australian

oils predominantly derived from terrigenous source material”. Organic. Geochemistry 10, 73-84.

[24] Rubinstein I. dan Strausz O.P. 1979. “Geochemistry of the thiourea adduct fraction from an Alberta petroleum”.

Geochimica et Cosmochimica Acta 43, 1387–1392.

[25] Seifert, W.K. dan Moldowan J.M. 1980. “The effect of thermal stress on source-rock quality as measured by hopane stereochemistry”. Physics and Chemistry of the

Earth 12, 229–237.

[26] Sukardi, M., dan Sonny, S., Willem, S., Harsodo. 2012. “Jurnal Energi, Fokus Referensi Data dan Teknologi Populer - Edisi Sepuluh”. PT. Nuansa Teguh Insani: Jakarta.

[27] Tamboesai, E.M. 2012. “Kajian Korelasi Genetika Geokimia Molekular Minyak Bumi Cekungan Sumatra Tengah, Riau”. J. Ind.Che.Acta 3, ISSN 2085-0050. [28] Tissot, B.P dan Walte, D.H. 1984. “Petroleum Formation

and Occurence”. Spinger, Verlag: Berlin.

[29] Wang, T.G. dan Simoneit, B.R.T. 1995. “Tricyclic terpanes in Precambrian bituminous sandstone from the eastern Yanshan region, North China”.Chemical

Geology 120, 155-170.

[30] Widodo S., dan Bechtel A., Anggayana K., Püttmann W. .2009. “Reconstruction of floral changes during deposition of the Miocene Embalut coal from Kutai Basin, Mahakam Delta, East Kalimantan, Indonesia by use of aromatic hydrocarbon composition and stable carbon isotope ratios of organic matter”. Organic

Geochemistry 40, 206–218.

[31] Yabuta, H, dan Mita, H., Shimoyama, A. 2002. “Detection of mono- and bicyclic alkanes and their characteristics in Neogene sediments of the Shinjo basin, Japan”. Geochemical Journal 36, 31-49.

(9)

[32] Yuanita, E., dan R.Y.P Burhan., Wahyudi. 2007. “Biomarka Hidrokarbon Alifatik Sedimen Laut Arafura Core MD 05-2969”. Akta Kimindo 2, 99 – 102.

[33]Zumberger, J.E. 1987. “Terpenoid biomarker distributions in low maturity crude oils”. Organic Geochemistry 11, 479-496.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengalaman kami dengan produk ini dan pengetahuan kami mengenai komposisinya kami menjangka tidak terdapat bahaya selagi produk ini digunakan dengan cara yang sesuai

Upaya memperbaiki kualitas dalam suatu lembaga pendidikan atau sekolah sangat ditentukan oleh kepemimpinan Kepala Sekolah dalam manajemen yang efektif. Maju mundurnya suatu

Faktor-faktor yang akan digunakan untuk peramalan jumlah penumpang pesawat terbang dari Bandar Udara Abdulrachman Saleh adalah: pertumbuhan Jumlah Penduduk

Selaras dengan pandangan Koeswara (1987:31) bahwa kesadaran diri sebagai kapasitas yang memungkinkan manusia mampu mengamati dirinya sendiri maupun membedakan dirinya

Adapun beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain: pemerintah desa segera memetakan potensi ekowisata yang ada pada kawasan hutan Selelos dan merancang serta

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan nikmat-Nya, rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga terselesainya Skripsi ini dengan judul: Pengaruh

Konsentrasi aerosol tinggi dengan indeks aerosol adalah dalam kisaran 7-9 dan 5-7 terjadi di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Timur terus Bali dan Lombok, Nusa Tenggara Barat

Pola hidup sehat berarti kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan teratur menjadi kebiasaan dalam gaya hidup dengan memperhatikan hal-hal yang