• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN HASIL PENELITIAN"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

ANALISIS KEBIASAAN NYAMUK VEKTOR FILARIASIS

MENGHISAP DARAH DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN

REACTION - RESTRICTION FRAGMENTS LENGTH

POLYMORPHISM (PCR - RFLP)

Oleh: Juhairiyah, SKM

Dkk

BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG (LITBANG P2B2) TANAH BUMBU

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

(2)

ii

(3)
(4)
(5)

v

SUSUNAN TIM PENELITI

No Nama Unit Kerja Kedudukan dalam tim

Keahlian/

Kerjaan Uraian tugas 1 Juhairiyah, SKM Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu

Ketua Peneliti Kesehatan Masyarakat Bertanggung-jawab untuk semua aspek penelitian 2 drh. Dicky Andiarsa, M.Ked Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Peneliti Kedokteran Laboratorium Bertanggung-jawab untuk aspek parasitologi dan penanganan sampel 3 Budi Hairani, S.Si Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu

Peneliti Biologi Bertanggung-jawab untuk aspek parasitologi dan analisa DNA 4 Syarif Hidayat, S.Si Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu

Peneliti Biologi Bertanggung-jawab untuk aspek analisa DNA 5 Deni Fakhrizal, S.KM Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Peneliti Kesehatan Masyarakat Bertanggung-jawab untuk penanganan sampel dan analisa data 6 Dian Eka S., S.Si Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu

Peneliti Kimia

Bertanggung-jawab untuk penanganan sampel dan analisa data 7 Wulan Sari R.G.S., S.KM Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Peneliti Kesehatan Masyarakat Bertanggung-jawab untuk aspek entomologi dan analisa data 8 Erly Haryati, A.md. AK Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Anggota Analis Kesehatan Bertanggung-jawab untuk penanganan sampel dan administrasi

(6)

vi

(7)

vii

PERSETUJUAN ATASAN

Tanah Bumbu, 20 Desember 2016

Mengetahui, Ketua Panitia Pembinaan Ilmiah Pusat litbang Upaya

Kesehatan Masyarakat

Kepala Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu

Pengusul, Ketua Pelaksana

Sri Irianti, SMK.,M.Phil.Ph.D NIP 195804121981022001 dr. Hijaz Nuhung, M.sc NIP 196708012000121005 Juhairiyah, SKM NIP 198609272008122001 Menyetujui, Kepala Pusat Litbang Upaya Kesehatan Masyarakat

drg. Agus Suprapto, M.Kes NIP 196408131991011001

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT serta sholawat dan salam tidak lupa dihaturkan kepada baginda Rasulullah SAW, atas terlaksananya penelitian “Analisis Kebiasaan Nyamuk Vektor Filariasis Menghisap Darah dengan Metode Polymerase Chain Reaction - Restriction Fragments Length Polymorphism (PCR - RFLP) Tahun 2016 “ oleh tim peneliti Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Penelitian dilaksanakan di dua desa endemis filariasis yaitu desa Antar Raya dan Karya Jadi Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan. Tujuan Umum penelitian yaitu menganalisa kebiasaan menghisap darah nyamuk vektor filariasis, yang mana dengan tujuan tersebut dapat dianalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria dari manusia ke hewan ataupun sebaliknyaserta kemungkinan adanya parasit filaria yang umumnya terdapat pada hewan yang kemudian menginfeksi manusia, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengendalian penyebaran filaria.

Dengan selesainya penelitian dan laporan ini, tidak lupa kami juga ucapkan terima kasih atas bantuan yang telah dilakukan kepada kami, kepada : 1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan

2. Kepala Balitbangda Propinsi Kalimantan Selatan

3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala beserta jajarannya 4. Kepala Puskesmas Marabahan dan Puskesmas Tabukan beserta jajarannya 5. Kepala Desa Antar Raya dan Karya Jadi

6. Serta pihak-pihak tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam pelaksanaan penelitian yang disebabkan keterbatasan kemampuan peneliti maupun hasil penelitian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Demi kesempurnaan pelaksaan penelitian dan laporannya dimasa yang akan datang, kami mohon saran dan masukan dari berbagai pihak, atas saran dan masukannya kami ucapkan terima kasih.

Tanah Bumbu, 20 Desember 2016 Ketua Pelaksana

Juhairiyah, SKM

(9)

ix

RINGKASAN EKSEKUTIF

Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial. Kabupaten Barito Kuala merupakan salah satu kabupaten endemis filariasis di Kalimantan Selatan. Dengan target nasional Mf Rate kurang dari 1%, Kabupaten Barito Kuala dinyatakan endemis filariasis dengan angka microfilaria rate sebesar 2,19%. Penyebaran parasit filaria dari manusia ke hewan ataupun sebaliknya bisa terjadi karena nyamuk vektor penyakit ini berasal dari jenis yang sama (genera Culex, Mansonia, Anopheles, dan Aedes). Meskipun jenis parasit yang diketahui menyerang manusia dan juga hewan adalah jenis Brugia malayi, telah dilaporkan adanya kasus Hepatic Dirofilariasis (parasit filaria pada hewan) pada manusia yang diduga karena dibawa oleh nyamuk yang terinfeksi cacing immature dari darah hewan. Karena itu perlu dilakukan penelitian di daerah endemis filaria untuk mengetahui kebiasaan nyamuk menghisap darah, sehingga dapat dianalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria antara manusia dan hewan. Penelitian untuk mengetahui kebiasaan nyamuk vektor filaria menghisap darah perlu dilakukan sehingga menjadi evaluasi dan pertimbangan dalam penanganan penyebaran filaria yang selama ini terfokus pada inang manusia dan nyamuk vektor. Teknik PCR-RFLP digunakan karena kemampuan menganalisa adanya DNA parasit dan membedakan DNA donor (inang manusia dan hewan) pada nyamuk. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kebiasaan nyamuk menghisap darah (bloodmeal), sedangkan variabel bebas yaitu jenis/spesies nyamuk (biodiversity), jenis mikrofilaria, dan inang filaria.

Berdasarkan hasil penelitian penangkapan nyamuk yang dilakukan di dua desa endemis filariasis di Kabupaten Barito Kuala ditemukan Jenis nyamuk yang tertangkap di Desa Antar Raya terdiri atas 21 jenis spesies dari 5 genus. Spesies yang paling mendominasi adalah Cx.vishnui menyusul kemudian Cx.tritaenirhynchus, Ma.uniformis, Cx.sitiens, Ma.dives dan Cx.quinquefasciatus. Sedangkan di Desa Karya Jadi ditemukan sebanyak 10 spesies nyamuk dengan

(10)

x

spesies yang paling mendominasi yaitu Ma.uniformis, disusul kemudian Cx.tritaenirhynchus, Ae.cancricomes, Cx.quinquefasciatus dan Ae.albopictus. Berdasarkan hasil penelitian di Desa Karya Jadi, kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominasi tertinggi dengan penangkapan umpan orang terdapat pada jenis nyamuk Ma.uniformis, yang merupakan vektor di Kabupaten Barito Kuala. Sedangkan di Desa Antar Raya kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominasi spesies tertinggi yaitu nyamuk Cx.vishnui. banyaknya spesies Cx.vishnui yang tertangkap di Desa Antar Raya diduga disebabkan di sekitar pemukiman banyak terdapat kolam bekas dan dikelilingi oleh sungai.

Nilai MHD (man hour density) yaitu kepadatan nyamuk menggigit tertinggi per orang per jam dan nilai MBR (man bitting rate) yaitu kepadatan nyamuk perorang perhari, umumnya lebih tinggi di luar rumah dibandingkan dengan di dalam rumah. Hal tersebut kemungkinan karena jenis nyamuk yang ditemukan lebih bersifat eksofilik. Di wilayah penelitian, kepadatan nyamuk yang ditangkap di Desa Antar Raya dan Karya Jadi lebih tinggi di luar rumah dari pada di dalam rumah. Kepadatan nyamuk Culex sp., Mansonia sp., Anopheles sp., Aedes sp. dan Armigeres sp. yang tertangkap di Desa Antar Raya dan Desa Karya Jadi kepadatannya lebih tinggi di luar rumah, karena dekat dengan tempat habitat larva yang berada di sekitar rumah penduduk.

Berdasarkan hasil analisis PCR yang dilakukan pada sampel nyamuk yang diperoleh di lapangan, tidak terdapat DNA mikrofilaria pada sampel nyamuk dan kontrol positif yang diperoleh dari sampel darah positif mikrofilaria koleksi Laboratorium Parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Dilakukan kembali analisis PCR menggunakan primer Cytochrome B pada kontrol positif darah mikrofilaria. Hasil PCR tersebut menunjukkan hasil positif DNA Cytochrome B. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Primer yang dipilih sebagai primer untuk analisi mikrofilaria tidak cocok karena ukuran terlalu panjang dan spesifik. sehingga, kontrol yang digunakan pada penelitian hanya dari Kit dan DNA Cytochrome B yang menunjukkan bahwa kit ekstrkasi dan kit PCR serta peralatan untuk melakukan proses PCR berjalan sesuai fungsinya.

Pada penelitian ini primer yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan larva B.malayi pada nyamuk yang merupakan endemis di wilayah Kabupaten Barito

(11)

xi

Kuala berasal dari penelitian Thanomsub, yang menyatakan primer yang digunakan memperkuat 1,5kb gen glutathione peroxidase cacing filarial, sehingga sensitif untuk mendeteksi keberadaan larva mikrofilaria. Namun berdasarkan hasil penelitian, primer yang digunakan tidak dapat mendeteksi adanya DNA pada darah Kontrol positif mikrofilaria. Hal tersebut dimungkinkan bahwa primer yang digunakan tidak cocok untuk mendeteksi mikrofilaria B.malayi dari sampel darah positif yang berasal dari Indonesia.

Proses RFLP pada penelitian ini tidak dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan, karena tidak ada satupun sampel nyamuk yang positif untuk analisis PCR Gen Cytochrome B. Hal tersebut dikarenakan kurangnya optimasi proses pada analisis DNA, yang menjadi salah satu kelemahan dalam penelitian ini adalah semua proses menggunakan kit, sehingga bahan yang dimiliki untuk optimasi menjadi terbatas.

(12)

xii ABSTRAK

Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh nyamuk vektor. Di Indonesia terdapat tiga spesies cacing filariasis yaitu W. bancrofti, B. malayi dan B. timori. Kabupaten Barito Kuala merupakan salah satu kabupaten endemis filariasis di Kalimantan Selatan dengan angka microfilaria rate sebesar 2,19%. Berbagai penelitian telah melaporkan adanya kasus Hepatic Dirofilariasis, parasit filaria yang umumnya terdapat pada hewan yang kemudian ditemukan pada manusia. Perlu dilakukan penelitian di daerah endemis filaria untuk menganalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria antara manusia dan hewan dengan cara mengetahui kebiasaan nyamuk menghisap darah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik analisa Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)-Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP) telah terbukti mampu mendeteksi parasit filaria di dalam sampel jaringan nyamuk, hewan, dan manusia. Teknik ini juga digunakan untuk membedakan DNA manusia dari DNA donor lainnya pada darah nyamuk. Adanya nyamuk vektor filariasis berdasarkan penelitian terdahulu di Kabupaten Barito Kuala yaitu Cx.quinquefasciatus dan Ma.uniformis dapat menjadi faktor risiko terjadinya penularan. Pada analisis PCR tidak ditemukan DNA mikrofilaria pada sampel nyamuk maupun kontrol positif yang berasal dari sampel darah positif mikrofilaria. Hal tersebut disebabkan primer yang digunakan tidak cocok untuk mendeteksi mikrofilaria B.malayi dari sampel darah positif yang berasal dari Indonesia. Proses RFLP pada penelitian ini tidak dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan, karena tidak ada satupun sampel nyamuk yang positif untuk analisis PCR Gen Cytochrome B. Hal tersebut dikarenakan kurangnya optimasi proses pada analisis DNA.

Kata Kunci : Kebiasaan menghisap, vektor, filariasis, PCR, RFLP

Abstract

Filariasis is a disease caused by the filarial worm that is transmitted by mosquito vectors. There are three species of filariasis worm In Indonesia that W. bancrofti, B. malayi and B. timori. Barito Kuala is one filariasis endemic districts in South Kalimantan with a number of microfilaria rate of 2.19%. Various studies have reported Hepatic Dirofilariasis cases, a filarial parasites that normally occur in animals that were later found in humans. A research in filarial endemic areas need to conducted to analyze the possibility of filarial parasite transfer between humans and animals with knowing the habits of mosquitoes suck blood. The method used in this research is the analysis technique deoxyribose Nucleic Acid (DNA) by Polymerase Chain Reaction (PCR) -Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP) have proven capable of detecting filarial parasites in the tissue samples of mosquitoes, animals, and humans. This technique is also used to distinguish human DNA from other donor DNA in the blood of mosquitoes. The presence of mosquito vectors of filariasis based on previous research in Barito Kuala namely Cx.quinquefasciatus and Ma.uniformis can be risk factors for transmission. In PCR analysis of DNA microfilariae are not found in mosquito samples and positive control samples derived from positive blood microfilariae. It is caused the primers are not suitable for detecting microfilaria B.malayi of positive blood samples originating from Indonesia. RFLP process in this study can not be implemented as

(13)

xiii

planned, caused no positive mosquito samples for PCR analysis of gene Cytochrome B. That is because the lack of optimization processes in DNA analysis.

(14)

xiv DAFTAR ISI

SK PENELITIAN ... ii

SUSUNAN TIM PENELITI ... v

PERSETUJUAN ETIK ... vi

PERSETUJUAN ATASAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

RINGKASAN EKSEKUTIF ... ix

ABSTRAK ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah Penelitian ... 3

C. Pertanyaan Penelitian ... 3

D. Tujuan Penelitian (Umum dan Khusus) ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

METODE ... 9

A. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ... 9

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 10

C. Desain Penelitian ... 12

D. Tempat dan Waktu ... 12

E. Populasi dan Sampel (Estimasi dan Cara Pemilihan) ... 12

F. Instrumen Pengumpul Data ... 12

G. Bahan dan Prosedur Pengumpul data ... 13

H. Pengolahan dan Analisis Data ... 16

HASIL ... 17

PEMBAHASAN ... 69

KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Jari Identifikasi Filariasis di Kabupaten Barito

Kuala Tahun 2012 ... 1

Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian ... 10

Tabel 3. Keanekaragaman Nyamuk di Desa Antar Raya Pada Penangkapan Pertama ... 20

Tabel 4. Keanekaragaman Nyamuk di Desa Antar Raya Pada Penangkapan Kedua ... 21

Tabel 5. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominasi Spesies Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Pertama ... 22

Tabel 6. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominasi Spesies Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Kedua ... 23

Tabel 7. Kepadatan Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Pertama ... 23

Tabel 8. Kepadatan Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Kedua ... 24

Tabel 9. Kode dan jumlah sampel yang digunakan untuk analisis PCR ... 38

Tabel 10. Pembagian Pool Nyamuk ... 43

Tabel 11. Hasil sampel PCR dengan Primer B.malayi ... 43

Tabel 12. Hasil PCR Sampel AR 1 – AR 22 dengan Primer W. bancrofti ... 45

Tabel 13. Hasil PCR Sampel AR 30 – AR 49 dengan Primer B. Malayi ... 46

Tabel 14.Hasil PCR Sampel AR 30 – AR 49 dengan Primer W. bancrofti ... 47

Tabel 15. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 1-20... 50

Tabel 16. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 21-40... 51

Tabel 17. Keanekaragaman nyamuk yang tertangkap di Desa Karya Jadi selama 2 malam ... 53

Tabel 18. Kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominasi spesies nyamuk yang tertangkap di Desa Karya Jadi... 53

Tabel 19. Kepadatan Nyamuk di Desa Karya Jadi ... 54

Tabel 20. Pembagian pool sampel nyamuk... 59

Tabel 21. Hasil PCR Sampel T 1 – T 10 dengan primer dengan Primer B. malayi dan W. bancrofti ... 60

Tabel 22. Hasil PCR Sampel MU 1 – MU 20 dengan Primer B. malayi ... 61

Tabel 23. Hasil PCR Sampel MU 1 – MU 22 dengan Primer W. bancrofti ... 62

Tabel 24. Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer B. Malayi ... 63

Tabel 25. Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer W. bancrofti ... 65

Tabel 26. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 1-24 ... 66

Tabel 27. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 25-48 ... 67

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Kabupaten Barito Kuala ... 17 Gambar 2. Gel elektroforesis PCR Identifikasi DNA Vertebrata ... 41 Gambar 3. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel AR 1 – AR 22 dengan Primer B. malayi ... 44 Gambar 4. Gel elektroforesis hasil PCR Sampel AR 1 – AR 22 dengan Primer W. bancrofti ... 45 Gambar 5. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel AR 30 – AR 49 dengan Primer B. malayi ... 47 Gambar 6. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel AR 30 – 49 dengan Primer W. bancrofti ... 48 Gambar 7. Gel Elektroforesis Hasil PCR sampel Darah Manusia Positif Mikrofilariasis Menggunakan Primer Cytochrome B ... 49 Gambar 8. Gel Elektroforesis Hasil PCR sampel Darah Manusia Positif Mikrofilariasis Menggunakan Primer B.malayi dan W.bancrofti ... 49 Gambar 9. gel elektroforesis hasil PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 1-20 ... 51 Gambar 10. Gel elektroforesis hasil PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 21-40 ... 52 Gambar 11. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel T 1 – T 10 ... 61 Gambar 12. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel MU 1 - MU 20 dengan Primer B. malayi ... 62 Gambar 13. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel MU 1 – MU 22 dengan Primer W. bancrofti... 63 Gambar 14. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer B. malayi ... 64 Gambar 15. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer W. bancrofti ... 65 Gambar 16. Gel elektroforesis Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 1-24 ... 67 Gambar 17. Gel elektroforesis Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 25-48 ... 68

(17)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Aktivitas nyamuk An.peditaeniatus di Desa Antar Raya ... 25

Grafik 2. Aktivitas nyamuk An.brevipalpis di Desa Antar Raya ... 25

Grafik 3. Aktivitas nyamuk Ae.aegypti pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya... 26

Grafik 4. Aktivitas nyamuk Ae.aegypti pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya... 26

Grafik 5. Aktivitas nyamuk Ae.albopictus pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ... 26

Grafik 6. Aktivitas nyamuk Ae.albopictus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya... 27

Grafik 7. Aktivitas nyamuk Ae.cancricomes di Desa Antar Raya ... 27

Grafik 8. Aktivitas nyamuk Cx.tritaenirhynchus pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ... 28

Grafik 9. Aktivitas nyamuk Cx.tritaenirhynchus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya ... 28

Grafik 10. Aktivitas nyamuk Cx.vishnui pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya... 28

Grafik 11. Aktivitas nyamuk Cx.vishnui pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya... 29

Grafik 12. Aktivitas nyamuk Cx.sitiens di Desa Antar Raya ... 29

Grafik 13. Aktivitas nyamuk Cx.sinensis di Desa Antar Raya ... 30

Grafik 14. Aktivitas nyamuk Cx.pseudosinensis di Desa Antar Raya ... 30

Grafik 15. Aktivitas nyamuk Cx.gellidus pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ... 30

Grafik 16. Aktivitas nyamuk Cx.gellidus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya... 31

Grafik 17. Aktivitas nyamuk Cx.bitaeniarhynchus pada penangkapan pertama .. 31

Grafik 18. Aktivitas nyamuk Cx.bitaeniarhynchus pada penangkapan kedua... 32

Grafik 19. Aktivitas nyamuk Cx.quinquefasciatus pada penangkapan pertama ... 32

Grafik 20. Aktivitas nyamuk Cx.quinquefasciatus pada penangkapan kedua ... 32

Grafik 21. Aktivitas nyamuk Cx.hutchinsoni pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ... 33

Grafik 22. Aktivitas nyamuk Cx.hutchinsoni pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya ... 33

Grafik 23. Aktivitas nyamuk Cx.fuscocephalus di Desa Antar Raya ... 34

Grafik 24. Aktivitas nyamuk Ma.uniformis pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ... 34

Grafik 25. Aktivitas nyamuk Ma.uniformis pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya ... 34

Grafik 26. Aktivitas nyamuk Ma.dives pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya... 35

(18)

xviii

Grafik 27. Aktivitas nyamuk Ma.dives pada penangkapan kedua di Desa Antar

Raya... 35

Grafik 28. Aktivitas nyamuk Ma.annulifera pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ... 36

Grafik 29. Aktivitas nyamuk Ma.annulifera pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya ... 36

Grafik 30. Aktivitas nyamuk Ma.annulata di Desa Antar Raya ... 37

Grafik 31. Aktivitas nyamuk Ar.subalbatus di Desa Antar Raya ... 37

Grafik 32. Aktivitas nyamuk An.umbrosus di Desa Karya Jadi ... 55

Grafik 33. Aktivitas nyamuk Ae.cancricomes di Desa Karya Jadi ... 55

Grafik 34. Aktivitas nyamuk Ae.albopictus di Desa Karya Jadi ... 56

Grafik 34. Aktivitas nyamuk Ae.aegypty di Desa Karya Jadi ... 56

Grafik 36. Aktivitas nyamuk Cx.tritaeniorhynchus di Desa Karya Jadi ... 57

Grafik 37. Aktivitas nyamuk Cx.hutchinsoni di Desa Karya Jadi ... 57

Grafik 38. Aktivitas nyamuk Cx.quinquefasciatus di Desa Karya Jadi ... 58

Grafik 39. Aktivitas nyamuk Ma.uniformis di Desa Karya Jadi... 58

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Dokumentasi Kegiatan

Lampiran 2 : Surat ijin Kesbangpol Provinsi Kalimantan Selatan Lampiran 3 : Surat ijin Kesbangpol Kabupaten Barito Kuala

Lampiran 4 : Surat ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala Lampiran 5 : Hasil analisis PCR Balai Veteriner Banjarbaru

(20)

1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial. Cacing filaria ini menyerang saluran dan kelenjar getah bening, sehingga menyebabkan rusaknya sistem limfe dan pembengkakan pada tangan, kaki, glandula mammae dan scrotum. Filariasis dapat mengakibatkan cacat seumur hidup serta stigma sosial bagi penderita dan keluarganya.1

Filariasis dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies nyamuk. Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 23 spesies vektor nyamuk penular filariasis yang terdiri dari genus Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, dan Armigeres. Pada tahun 2009 setelah dilakukan survei darah jari pada kabupaten/kota terdapat 356 kabupaten/kota dari 495 kabupaten/kota di Indonesia atau sebesar 71,9% sedangkan 139 kabupaten/kota (28,1%) tidak endemis filariasis.2

Di Kalimantan Selatan filariasis juga masih menjadi permasalahan, terutama di daerah pedesaan, hal ini dimungkinkan karena masih banyaknya tempat yang potensial bagi perkembangbiakan vektor seperti persawahan, hutan dan rawa yang baik bagi nyamuk vektor filariasis.3

Kabupaten Barito Kuala merupakan salah satu kabupaten endemis filariasis di Kalimantan Selatan. Pada tahun 2012 situasi filariasis di Kabupaten Barito Kuala, berdasarkan hasil pemeriksaan darah jari yang dilaksanakan oleh BBTKL PP Banjarbaru di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Marabahan (Desa Antar Raya, Desa Antar Baru, Desa Antar Jaya) dan Kecamatan Tabukan (Desa Karya Jadi dan Desa Karya Makmur), dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Jari Identifikasi Filariasis di Kabupaten Barito Kuala Tahun 2012

Kecamatan Desa Sampel Positif MF Rate (%)

Tabukan Karya Jadi 228 5 2,19

Karya

Makmur 276 0 0

Marabahan Antar Raya 200 2 1

Antar Baru 107 0 0

(21)

2 Kemudian dilakukan Cross Check oleh Subdit Filariasis dan Kecacingan, Kementerian Kesehatan RI dengan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT) di Desa Karya Jadi Kecamatan Tabukan pada 100 sampel, dan didapat hasil 10 sampel positif Filariasis (Rate=10%). Dengan target nasional Mf Rate kurang dari 1%, Kabupaten Barito Kuala dinyatakan endemis filariasis dengan angka microfilaria rate sebesar 2,19%. Kabupaten Barito Kuala telah mulai melakukan Pemberian Obat Massal Pencegah (POMP) Filariasis dimulai pada tahun 2013 setiap tahun selama lima tahun berturut-turut dengan sasaran seluruh penduduk di Kabupaten Barito Kuala.4

Secara umum nyamuk vektor filaria pada manusia dan hewan yaitu genera Culex, Mansonia, Anopheles, dan Aedes. Meskipun pada umumnya jenis parasit yang diketahui menyerang manusia dan juga hewan adalah jenis Brugia malayi,5,6 namun telah dilaporkan adanya kasus Hepatic Dirofilariasis (parasit filaria yang umumnya terdapat pada hewan) yang kemudian ditemukan pada manusia. Parasit tersebut diduga karena dibawa oleh nyamuk yang terinfeksi cacing immature dari darah hewan, yang membuktikan bahwa kebiasaan nyamuk betina dewasa menghisap darah dapat berpindah-pindah dari manusia ke hewan sampai darah yang dihisap mencukupi untuk mengembangkan telurnya.7 Besar kemungkinan hampir setiap filariasis pada hewan terutama mamalia dapat menginfeksi manusia (zoonosis). Infeksi tersebut dibawa oleh nyamuk yang menghisap darah hewan yang terinfeksi yang kemudian menghisap darah manusia.8

Kegiatan pengendalian filariasis selama ini terfokus pada deteksi dan pengobatan pada manusia serta pengendalian nyamuk vektor, untuk dapat memutuskan rantai penularan perlu dilakukan penanganan pada hewan apabila terbukti terdapat perpindahan parasit dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Sehingga perlu dilakukan penelitian di daerah endemis filaria untuk mengetahui kebiasaan nyamuk menghisap darah, untuk dapat dianalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria antara manusia dan hewan.

Teknik analisa Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) telah terbukti mampu untuk mendeteksi parasit filaria di dalam sampel jaringan nyamuk, hewan, dan manusia.8–12 Teknik ini juga digunakan untuk membedakan DNA manusia dari DNA donor lainnya pada darah nyamuk.13

(22)

3 Sehingga, teknik ini cocok digunakan untuk menganalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria dari manusia ke hewan ataupun sebaliknya melalui vektor nyamuk yang sama.

B. Perumusan Masalah Penelitian

Upaya memutus penyebaran parasit filaria adalah bagian penting dari eliminasi filariasis. Adanya kemungkinan perpindahan parasit filaria dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya juga harus diwaspadai. Karena itu, diperlukan sebuah studi untuk mengidentifikasi kebiasaan nyamuk vektor filaria menghisap darah, apakah anthrofilik atau zoofilik.

C. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yaitu :

1. Apakah masih terdapat mikrofilaria di dalam tubuh nyamuk? 2. Jenis parasit filaria apa yang terdapat dalam tubuh nyamuk?

3. Apakah nyamuk yang terdapat mikrofilaria di dalam tubuhnya menghisap darah manusia atau hewan atau keduanya (hewan dan manusia)?

D. Tujuan Penelitian (Umum dan Khusus) Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisa kebiasaan menghisap darah nyamuk vektor filariasis di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini yaitu:

1. Mendeteksi nyamuk yang positif carrier mikrofilaria sehingga dapat ditentukan jenis nyamuk yang menjadi vektor filariasis di Kabupaten Barito Kuala;

2. Mendeteksi DNA manusia dan hewan pada jaringan nyamuk untuk mengetahui kebiasan nyamuk menghisap darah;

3. Menilai kemungkinan perpindahan parasit filaria antara hewan dan manusia. E. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini dapat dianalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria dari manusia ke hewan ataupun sebaliknya melalui nyamuk vektor serta kemungkinan adanya parasit filaria yang umumnya terdapat pada hewan yang

(23)

4 kemudian menginfeksi manusia. Sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengendalian penyebaran filaria.

(24)

5 TINJAUAN PUSTAKA

Filariasis limfatik merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh cacing filaria melalui berbagai jenis nyamuk yang berperan sebagai vektor. Di Indonesia terdapat tiga spesies cacing penyebab filariasis yaitu W. bancrofti, B. malayi dan B. timori. Daur hidup cacing filarial ada 2 yaitu di dalam tubuh penderita (manusia atau hewan) dan di dalam tubuh nyamuk.

Secara morfologi, cacing dewasa (disebut makrofilaria) hidup di saluran dan kelenjar limfe, sedangkan anaknya (disebut mikrofilaria) ada di dalam sistem peredaran darah. Mikrofilaria dapat ditemukan di dalam peredaran darah tepi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan periodisitas, pada umumnya periodisitas nokturna, yaitu banyak terdapat di dalam darah tepi pada malam hari, sedangkan pada siang hari banyak terdapat di kapiler organ dalam seperti paru-paru, jantung dan ginjal.

Makrofilaria (cacing dewasa) berbentuk silindris, halus seperti benang berwarna putih susu dan hidup di dalam sistem limfe. Cacing betina bersifat ovovivipar dan berukuran 55 - 100 mm x 0,16 µm, dapat menghasilkan jutaan mikrofilaria. Cacing jantan berukuran lebih kecil ± 55 µm x 0,09 mm dengan ujung ekor melingkar. Makrofilaria dapat bertahan hidup cukup lama di dalam kelenjar limfe, dan dapat terjadi kerusakan sistem limfe ditempat tinggal cacing ini. Makrofilaria akan mati dengan sendirinya setelah 5-7 tahun, tetapi kerusakan sistem limfe yang berat tidak dapat pulih kembali. Cacing dewasa betina, setelah mengalami fertilisasi, mengeluarkan jutaan anak cacing yang disebut mikrofilaria. Ukuran mikrofilaria 200–600 µm x 8 µm dan mempunyai sarung. Secara mikroskopis, morfologi spesies mikrofilaria dapat dibedakan berdasarkan: ukuran ruang kepala serta warna sarung pada pewarnaan giemsa, susunan inti badan, jumlah dan letak inti pada ujung ekor.14

Pada saat nyamuk menghisap darah yang mengandung mikrofilaria, maka mikrofilaria akan terbawa masuk kedalam lambung nyamuk dan mikrofilaria melepaskan selubungnya, selanjutnya menembus dinding lambung lalu bergerak menuju otot atau jaringan lemak di bagian dada. Setelah ± 3 hari, mikrofilaria mengalami perubahan bentuk menjadi larva stadium 1 (L1), bentuknya seperti sosis berukuran 125-250 µm x 10-17 µm, dengan ekor runcing seperti cambuk.

(25)

6 Setelah ± 6 hari dalam tubuh nyamuk, larva tumbuh menjadi larva stadium 2 (L2) disebut larva preinfektif yang berukuran 200-300 µm x 15-30 µm, dengan ekor yang tumpul atau memendek. Pada stadium ini larva menunjukkan adanya gerakan. Hari ke 8 -10 pada spesies Brugia atau hari ke 10 - 14 pada spesies Wuchereria, larva dalam nyamuk tumbuh menjadi larva stadium 3 (L3) yang berukuran ± 1400 µm x 20 µm. L3 tampak panjang dan ramping disertai dengan gerakan yang aktif. Stadium 3 ini merupakan cacing infektif. Pada saat nyamuk infektif menggigit manusia, maka larva L3 akan keluar dari probosis dan tinggal di kulit sekitar lubang gigitan nyamuk. Pada saat nyamuk menarik probosisnya, larva L3 akan masuk melalui luka bekas gigitan nyamuk dan bergerak menuju sistim limfe. Cara penularan tersebut menyebabkan tidak mudahnya penularan filariasis limfatik dari satu orang ke orang lain pada suatu wilayah tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang dapat terinfeksi filariasis limfatik, apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk ribuan kali.15

Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui terdapat 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi vektor Filariasis. Sepuluh spesies nyamuk Anopheles telah diidentifikasi sebagai vektor Wuchereria bancrofti tipe pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria bancrofti tipe perkotaan. Enam spesies Mansonia merupakan vektor Brugia malayi. Di Indonesia bagian timur, Mansonia dan Anopheles barbirostris merupakan vektor fialariasis yang penting . Beberapa spesies Mansonia dapat menjadi vektor Brugia malayi tipe sub periodic nokturna. Sementara Anopheles barbirostris merupakan vektor penting terhadap Brugia timori yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku Selatan. Untuk melaksanakan pemberantasan vektor Filariasis, perlu mengetahui bionomik (tata hidup) vektor yang mencakup tempat berkembang biak, perilaku menggigit (mencari darah) dan tempat istirahat. Tempat perindukan nyamuk berbeda-beda tergantung jenisnya. Umumnya nyamuk beristirahat di tempat-tempat teduh, seperti semak-semak di sekitar tempat-tempat perindukan dan di dalam rumah pada tempat-tempat yang gelap. Sifat nyamuk dalam memilih jenis mangsanya berbeda-beda, dapat hanya menyukai darah manusia (antropofilik), darah hewan (zoofilik), atau darah hewan dan manusia (zooantropofilik).

(26)

7 Demikian juga mencari mangsanya berbeda-beda, dapat hanya di luar rumah (eksofagik) atau dalam rumah (endofagik). Perilaku nyamuk ini dapat berpengaruh terhadap distribusi kasus Filariasis. Setiap daerah mempunyai spesies nyamuk berbeda-beda, dan pada umumnya terdapat beberapa spesies nyamuk sebagai vektor utama dan spesies lainnya hanya merupakan vektor potensial.14 Telah dilaporkan adanya kasus Hepatic Dirofilariasis (parasit filaria yang umumnya terdapat pada hewan) yang kemudian ditemukan pada manusia. Parasit tersebut diduga karena dibawa oleh nyamuk yang terinfeksi cacing immature dari darah hewan, yang membuktikan bahwa kebiasaan nyamuk betina dewasa menghisap darah dapat berpindah-pindah dari manusia ke hewan sampai darah yang dihisap mencukupi untuk mengembangkan telurnya.(1) Besar kemungkinan hampir setiap filariasis pada hewan terutama mamalia dapat menginfeksi manusia (zoonosis). Infeksi tersebut dibawa oleh nyamuk yang menghisap darah hewan yang terinfeksi yang kemudian menghisap darah manusia.8

Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan Filariasis (hewan reservoir). Dari semua spesies cacing filaria yang menginfeksi manusia di Indonesia, hanya Brugia malayi tipe sub periodik nokturna dan non periodik yang ditemukan juga pada lutung (Presbytis cristatus), kera (Macaca fascicularis) dan kucing (Felis catus). Penanggulangan Filariasis pada hewan reservoir ini tidak mudah, oleh karena itu juga akan menyulitkan upaya pemberantasan Filariasis pada manusia.14

Pemutusan transmisi vektor merupakan unsur utama program eliminasi filariasis limfatik sehingga metode deteksi untuk mengetahui ada tidaknya infeksi pada nyamuk adalah sangat diperlukan.16 Pada daerah endemik deteksi yang sangat bermanfaat adalah finger prick test dan The DEC provocative test,17 yang menjadi standar emas pengujian. Oleh karena parasit mempunyai periode nokturnal (penampakan pada darah hanya pada malam hari) yang membatasinya sehingga test ini hanya efektif dilakukan pada malam hari. Uji berdasarkan antigen dan antibody hanya memberikan hasil yang positif beberapa bulan setelah infeksi dan hasil dari uji tersebut memberikan gambaran keberadaan transmisi filaria pada suatu saat yang sangat awal.18 Berbeda dengan xenomonitoring (uji deteksi adanya mikrofilaria/larva pada nyamuk) yang menggambarkan transmisi

(27)

8 pada saat itu. Teknik lain adalah dengan menggunakan Polimerase Chain Reaction (PCR) yang dapat mendeteksi 1 pikogram DNA filaria pada darah penderita.19

Teknik PCR terbukti mampu mendeteksi DNA parasit filaria pada semua tahap larva baik dari darah hospes maupun perantara. Teknik ini pun menggunakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan pemeriksaan menggunakan mikroskop, khususnya untuk sampel dalam jumlah besar. Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP) cukup sensitif untuk membedakan DNA dari beberapa sumber darah pada nyamuk, sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan transmisi mikrofilaria dari hewan ke manusia atau sebaliknya.8-13

(28)

9 METODE

A. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Kerangka Teori

Kerangka teori dari penelitian ini mengadopsi dari segi tiga epidemiologi (Epidemiology Triangle) yang dikemukakan oleh Gordon dan La Richt pada tahun 1950, menyebutkan bahwa timbul atau tidaknya penyakit pada manusia dipengerahui oleh tiga faktor utama yaitu host, agent dan environment.

Kerangka Konsep

Seseorang atau hewan dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang atau hewan tersebut darahnya dihisap oleh nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3), yang didapat sewaktu nyamuk tersebut menghisap darah penderita atau hewan reservoir yang mengandung mikrofilaria. Siklus penularan filariasis melalui dua tahap, yaitu tahap pertama perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor) yang dipengaruhi oleh umur nyamuk, tempat kembang biak, keanekaragaman dan kelimpahan. Pada tahapan kedua yaitu perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoir

Filariasis - Culex - Anopheles - Mansonia - Aedes Vektor - B. malayi - B. timori - W. banchrofti

(29)

10 dipengaruhui oleh kebiasaan nyamuk menghisap darah, untuk mengetahui apakah nyamuk vektor menghisap darah manusia atau hewan diperlukan sebuah analisis kebiasaan nyamuk menghisap darah guna penanggulangan filariasis secara menyeluruh (manusia dan hewan).

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

--- Tidak diteliti

B. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kebiasaan nyamuk menghisap darah (bloodmeal), sedangkan variabel bebas yaitu jenis/spesies nyamuk (biodiversity), jenis mikrofilaria, dan inang filaria.

Definisi Operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Operasional Skala Kategori

1. Jenis mikrofilaria

Parasit nematoda atau cacing filaria limfatik, merusak jaringan kelenjar/saluran getah bening. Ada 3 jenis nematoda jaringan yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori

Nominal Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori

(30)

11

No Variabel Definisi Operasional Skala Kategori

mikrofilaria nematoda atau cacing filaria 3. DNA

manusia dan hewan

Materi genetik pada tubuh manusia dan hewan yang terbentuk dari empat tipe nukleotida yang berikatan secara kovalen membentuk rantai polinukleotida dengan rangka gula fosfat tempat melekatnya basa-basa

Nominal DNA manusia dan atau DNA Hewan

4. Filaria penyakit menular kronis yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria, menyerang saluran dan kelenjar getah

bening, sehingga

menyebabkan rusaknya

sistem limfe dan

pembengkakan pada tangan, kaki, glandula mammae dan scrotum.

Nominal Positif atau Negatif

5. Inang filaria Tempat untuk cacing filaria hidup dan berkembang

Nominal Manusia dan atau hewan 6. Tempat

kembang biak

Tempat perindukkan nyamuk/tempat tinggal nyamuk untuk berkembang biak

Nominal Perkebunan, hutan, sawah

7. Kelimpahan Banyaknya individu nyamuk per spesies dalam sampel yang diambil

Nominal Banyak atau tidak

8. Keanekaraga man

Variasi jenis nyamuk yang ditemukan dalam suatu komunitas

Nominal Tinggi,

sedang, rendah 9. Vektor Arthropoda yang dapat

memindahkan atau

menularkan suatu agen infeksi dari sumber infeksi kepada hospes yang rentan.

Nominal Vektor atau bukan vektor

10. Kebiasaan menghisap

Kecenderungan nyamuk yang menghisap darah manusia atau hewan di luar rumah dan di dalam rumah Nominal Menghisap darah manusia dan atau hewan di dalam dan di luar rumah

(31)

12 C. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain potong lintang. D. Tempat dan Waktu

Penelitian akan dilaksanakan pada dua desa endemis filariasis di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2016.

E. Populasi dan Sampel (Estimasi dan Cara Pemilihan)

Populasi yaitu semua jenis nyamuk yang ada di Kabupaten Barito Kuala, sedangkan sampel adalah nyamuk yang diketahui sebagai vektor filaria di daerah pengambilan sampel (Cx.quinquifasciatus, Cx.tritaeniorhynchus, Ma.uniformis, An.umbrosus dan An.nigerimus).3 Penangkapan nyamuk akan dilakukan di rumah penderita yang tercatat positif filariasis pada tahun 2012 dan 2 rumah di sekitar rumah penderita tersebut (jarak ± 200 meter) dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Kriteria inklusi yaitu nyamuk vektor filaria yang tertangkap dengan metode Hand Catches dan metode Human Landing Collection. Kriteria ekslusi yaitu nyamuk vektor filaria jantan dan nyamuk yang tidak menghisap darah.

F. Instrumen Pengumpul Data

Nyamuk vektor filaria dikumpulkan dengan metode Hand Catches (penangkapan dengan menggunakan aspirator tanpa umpan manusia/resting) dan Human Landing Collection (penangkapan nyamuk dengan umpan manusia). Kedua metode dipilih karena mampu memfasilitasi penangkapan semua jenis nyamuk vektor filaria. Hasil penangkapan nyamuk berupa jenis, jumlah, lokasi, kepadatan, dan waktu penangkapan akan dicatat dalam tabel hasil. Selanjutnya nyamuk yang telah dikumpulkan akan diseleksi dan dikelompokkan (pools) berdasarkan jenis untuk digunakan dalam proses Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP).

Teknik PCR terbukti mampu mendeteksi DNA parasit filaria pada semua tahap larva baik dari darah inang maupun perantara. Teknik ini pun menggunakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan pemeriksaan menggunakan mikroskop, khususnya untuk sampel dalam jumlah besar. Teknik PCR-RFLP digunakan

(32)

13 karena cukup sensitif untuk membedakan DNA dari beberapa sumber darah pada nyamuk.8-13

G. Bahan dan Prosedur Pengumpul data Bahan

Dalam penelitian ini digunakan bahan-bahan yaitu: kit ekstraksi, kit PCR, set primer untuk filaria dari jenis Brugia malayi, B. timori, dan Wucheria banchrofti, set primer DNA untuk manusia, monyet, kucing, dan anjing, enzim restriksi, bahan elektroforesis, dan bahan-bahan untuk penangkapan nyamuk

Proses ekstraksi menggunakan Tissue DNA Extraction Kit Vivantis dan Proses PCR menggunakan DNA Amplification Kit Vivantis (Selangor, Malaysia). Primer DNA yang digunakan yaitu :

1. Cytochrome B H. sapiens --- (Forward

5’-CCATCCAACATCTCAGCATGATGAAA-3’ dan Reverse

5’-CCCCTCAGAATGATATTTGTCCTCA-3’)13

2. W. bancrofti --- (Forward 5’-CTGAGTGAAATCAATGAACTGC-3’ dan Reverse 5’-GTCCATCCGATGAAGTTCCACC-3’)20

3. B. malayi --- (Forward 5’-ATGTCCGCACAACTTTTGATTTTATCG-3’ dan Reverse 5’-TTAAATTTCACGTTCCAGTTCATCGAT-3’)10

4. B. timori --- (Forward 5’-AGTGCGAATTGCAGACGCATTGAG-3’ dan Reverse 5’-AGCGGGTAATCACGACTGAGTTGA-3’)21

5. D. immitis --- (Forward 5’-AGTGTAGAGGGTCAGCCTGAGTTA-3’) dan Reverse 5’-ACAGGCACTGACAATACCAAT-3’)21

6. D. repens --- (Forward 5’-CATTGATAGTTTACATTCAAATAA-3’ dan Reverse 5’-GATTCATTTATTGCATTA-AGCAAGC-3’)21

Prosedur Pengumpulan Data

1) Penangkapan sampel nyamuk dengan metode Hand Catches dan Human Landing Collection11,22:

a. Penangkapan nyamuk dilakukan oleh kader yang direkrut dari penduduk lokal. Tim akan memberikan pengarahan kepada para kader sebelum penangkapan nyamuk;

b. Kader dibagi menjadi dua kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas enam orang, kelompok pertama bertugas menangkap

(33)

14 nyamuk pukul 18.00 sampai dengan 24.00, sedangkan kelompok kedua bertugas menangkap nyamuk pukul 24.00 sampai dengan 06.00;

c. Setiap kelompok waktu dibagi atas tiga orang yang bertugas di luar rumah dan tiga orang bertugas di dalam rumah. Rotasi dilakukan setiap satu jam untuk memastikan variasi dalam efisiensi penangkapan nyamuk;

d. Kader duduk di kursi ataupun di lantai dan membiarkan bagian betis terbuka. Kader juga menangkap nyamuk yang menempel (resting) pada dinding, tanaman, kandang, dan tempat istirahat lainnya. Nyamuk ditangkap menggunakan aspirator dan dimasukkan ke dalam gelas kertas;

e. Nyamuk dikumpulkan setiap satu jam selama rentang waktu yang tentukan dengan aturan 50 menit penangkapan 10 menit istirahat; f. Nyamuk dibawa ke laboratorium Entomologi Balai Litbang P2B2

Tanah Bumbu untuk diidentifikasi dan diseleksi berdasarkan jenis, lokasi, dan waktu penangkapan.

2) Prosedur Laboratorium meliputi Ekstraksi DNA dari nyamuk, Polymerase Chain Reaction (PCR) - Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP). Pengerjaan prosedur laboratorium akan dikerjakan di Laboratorium Biomolekular Universitas Lambung Mangkurat, Fakultas MIPA di Banjarbaru. Adapun rincian prosedur yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Ekstraksi DNA dari nyamuk

1. Nyamuk yang telah diseleksi dan dikelompokkan diambil sebanyak 25 ekor per pool dipisahkan kepala dan perut untuk identifikasi keberadaan larva mikrofilaria, kemudian diambil 2 ekor pada masing-masing pool untuk analisis kebiasaan nyamuk menghisap darah;23

2. DNA dari sampel jaringan/darah nyamuk dihomogenasi kemudian diekstrak menggunakan Tissue DNA Extraction Kit Vivantis untuk identifikasi mikrofilaria dan Blood DNA Extraction Kit Vivantis dengan protokol sesuai panduan pabrik;

(34)

15 3. Hasil disimpan untuk kemudian digunakan dalam PCR.

b. Polymerase Chain Reaction (PCR)

1. Kit PCR yang digunakan adalah DNA Amplification Kit Vivantis 2. Sampel DNA hasil ekstraksi (akan ditentukan melalui uji

pendahuluan agar diketahui jumlah DNA optimal untuk PCR) dicampur dengan PCR mix dan set primer DNA yang telah disiapkan;

3. Tube sampel dimasukkan ke dalam Thermal Cycler (kondisi PCR menyesuaikan hasil optimasi);

4. Elektroforesis pada gel agarosa. Ukuran DNA dibandingkan dengan standar ladder DNA 100 bp.

5. Sampel positif dari proses PCR dikirim untuk sequencing agar bisa ditentukan enzim restriksi yang digunakan pada proses RFLP.

c. Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP)

1. Sebanyak 15 µl hasil PCR digunakan dalam reaction mix berisi enzim restriksi.

2. Reaction mix diinkubasi menggunakan waterbath pada suhu yang ditentukan produsen untuk masing-masing enzim.

3. Elektroforesis pada gel agarosa untuk melihat profil potongan DNA, apabila ukuran potongan DNA terlalu kecil dan sulit dilihat maka akan dilanjutkan dengan elektroforesis pada gel polyacrylamide. PCR-RFLP merupakan analisis DNA yang mengkombinasikan teknik multiflikasi DNA (PCR) dengan teknik pemotongan DNA (restriksi). Rantai DNA tertentu yang telah dimultiflikasi kemudian dipotong menggunakan Enzim Restriksi. Teknik ini telah berhasil digunakan untuk diagnosis Filariasis pada manusia serta untuk membedakan sumber darah dari vektor penyakit Malaria dan Chagas.10,13,24

DNA yang dimultiflikasi dalam penelitian ini adalah DNA adalah bagian dari Gen Cytochrome B dari mitokondria vertebrata (GenBank Accession Number DQ112962.3). Total produk PCR yang diharapkan adalah 358 bp dengan sekuen berikut (area yang di-highlight merupakan posisi primer): 1 ccatccaaca tctccgcatg atgaaacttc ggctcactcc ttggcgcctg

(35)

16 61 caaatcacca caggactatt cctagccatg cactactcac cagacgcctc

aaccgccttt

121 tcatcaatcg cccacatcac tcgagacgta aattatggct gaatcatccg ctaccttcac

181 gccaatggcg cctcaatatt ctttatctgc ctcttcctac acatcgggcg aggcctatat

241 tacggatcat ttctctactc agaaacctga aacatcggca ttatcctcct gcttgcaact

301 atagcaacag ccttcatagg ctatgtcctc ccgtgaggcc aaatatcatt ctgagggg

H. Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil penangkapan nyamuk berupa jenis, jumlah, lokasi, kepadatan, dan waktu penangkapan akan di editing, dientri dan kemudian dimasukkan ke dalam tabel untuk dianalisa secara deskriftif. Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk dari hasil Penangkapan di daerah penelitian, maka data yang diperoleh dihitung menurut rumus yaitu:

Jumlah nyamuk yang positif mengandung mikrofilaria akan dianalisa untuk mendapatkan angka Infection Rate, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Infection Rate :

Sedangkan data hasil PCR-RFLP akan dikelompokkan berdasarkan jenis nyamuk dan mikrofilaria yang dikandungnya.

(36)

17 HASIL

Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kabupaten Barito Kuala dengan nama ibukota kabupaten adalah Marabahan. Secara geografis terletak antara 2o29’50” – 3o30’18” Lintang Selatan dan 114o20’50” – 114o50’18” Bujur Timur. Dengan luas wilayah 2.996,96 Km2 atau 7,99 % dari luas propinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan secara administratif, batasan wilayah Kabupaten Barito Kuala adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tapin

2. Sebelah Selatan : Laut Jawa

3. Sebelah Timur : Kabupten Banjar dan Kota Banjarmasin

4. Sebelah Barat : Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah Kabupaten Barito Kuala terbagi menjadi 17 kecamatan dengan 201 desa. Kecamatan Kuripan merupakan kecamatan yang terluas dengan luas wilayah 343,5 km2 atau 11,46% dari luas Kabupaten Barito Kuala dan kecamatan Mandastana 339,0 km2 (11,31%), sedangkan Kecamatan yang memiliki luas

(37)

18 terkecil adalah Kecamatan Wanaraya dengan luasnya 37,50 km2 atau 1,25% dari luas wilayah Kabupaten Barito Kuala.

Bentuk morfologi Kabupaten Barito Kuala merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0,2 sampai dengan 3 meter dari permukaan laut. Karena merupakan dataran rendah maka hampir disemua kecamatan tumbuh hutan galam yang digunakan sebagai bahan bangunan dan purun yang dimanfaatkan untuk anyaman tikar, bakul. Kabupaten Barito Kuala dibelah oleh sungai Barito yang membentang dari selatan sebagai muara sungainya (Kecamatan Tabunganen) hingga ke utara (Kecamatan Kuripan). Selain sungai Barito, sungai yang ada di Kabupaten Barito Kuala antara lain Sungai Negara, Sungai Kapuas, Sungai Alalak, Sungai Puntik, Saluran Drainase Tamban, Saluran Drainase Anjir Pasar, Saluran Drainase Tabukan dan Saluran Drainase Tabunganen. Sungai – sungai ini selain berguna untuk transportasi, juga untuk pengairan sawah.

Kecamatan Marabahan

Kecamatan Marabahan mempunyai 10 buah desa dengan luas wilayah 221 km2 dan berbatasan, dimana batas-batasnya adalah :

Sebelah Utara : Kecamatan Bakumpai Sebelah Selatan : Kecamatan Berambai Sebelah Timur : Kecamatan Cerbon Sebelah Barat : Kecamatan Tabukan

Secara astronomis Kecamatan Marabahan terletak pada 02˚ 50’ 50” - 03˚ 18’ 0” lintang selatan dan pada 114˚ 40’ 50” - 114˚ 40’ 0” bujur timur. Secara Topografi, kecamatan Marabahan merupakan dataran rendah dan rawa, dimana ketinggian dari permukaan laut adalah sebelah utara rata-rata 10 m dari permukaan laut dan sebelah selatan : rata-rata 2 m dari permukaan laut, sehingga kecamatan Marabahan memiliki lahan basah, dimana sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh sungai dan rawa pasang surut. Kondisi ini menyebabkan tanah daerah ini mengandung lahan gambut (peatland). Endapan gambut daerah ini berasal dari sisa-sisa tumbuhan rendah rawa termasuk tipe “Topogeneus Peat” yang mempunyai ketebalan hingga ±150 meter. Selain itu juga, tingkat ke asamaan tanah mencapai Ph 3-5, sehingga air tanah ditempati ini tidak dapat langsung dikonsumsi karena mengandung senyawa besi dan sulfur atau disebut

(38)

19 larutan firit. Seperti daerah yang berada di wilayah Indonesia pada umumnya, kecamatan Marabahan mengalami dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Salah satu desa di Kecamatan marabahan yaitu desa Antar Raya yang menjadi lokasi penelitian. Desa Antar Raya memiliki luas wilayah sebesar 28,86 Km2. Jumlah penduduk di Desa Antar Raya pada tahun 2015 adalah sebanyak 1.087 jiwa dengan 534 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 553 jiwa berjenis kelamin perempuan. Jumlah rumah tangga sebanyak 50 rumah tangga dan kepadatan penduduk 32,92 per Km2.

Kecamatan Tabukan

Secara astronomis Kecamatan Tabukan terletak pada Lintang 2o48’21”LS dan pada Bujur 114o38’24”BT. Secara administrasi terdiri dari 11 desa dengan luas 116.00 Km2, selain itu berbatasan dengan wilayah kecamatan lainnya, yaitu : 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Palingkau Lama, Kabupaten

Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kuripan dan Kecamatan Tabukan 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tabukan dan Kecamatan

Barambai

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Palingkau Lama, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.

Salah satu desa di Kecamatan Tabukan yaitu Desa Karya Jadi, yang merupakan desa tempat penelitian ini dilakukan. Desa Karya Jadi memiliki luas wilayah sebesar 15,30 Km2. Jumlah penduduk sebesar 746 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 187. Jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 372 jiwa dan 374 jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki.

DESA ANTAR RAYA Penangkapan Nyamuk

Pengumpulan data berupa penangkapan nyamuk di Desa Antar Raya dilakukan sebanyak 2 kali kegiatan yaitu pada bulan Juni dan September 2016. Penangkapan nyamuk dilakukan ulang dikarenakan pada pengumpulan data pertama setelah dianalisis secara PCR, hasilnya tidak menunjukkan adanya DNA, sementara semua sampel nyamuk sudah terlanjur diekstrak.

(39)

20 Penangkapan nyamuk pertama dilakukan pada tanggal 2-4 Juni 2016 selama 3 malam, seharusnya penangkapan nyamuk dilakukan selama 4 malam, namun kendala penelitian dikarenakan malam terakakhir merupakan malam pertama ramadhan sehingga penangkapan nyamuk tidak dapat dilakukan dikarenakan adat budaya setempat yang melakukan sholat malam pada bulan ramadhan (sholat teraweh) dan kader penangkap nyamuk tidak dapat melakukan penangkapan nyamuk pada malam tersebut. Lokasi penangkapan nyamuk dilakukan di sekitar rumah penderita.

Penangkapan nyamuk yang kedua dilakukan pada tanggal 25-26 September 2016 selama 2 malam dikarenakan anggaran untuk penangkapan nyamuk hanya 4 malam, sehingga dibagi masing-masing dua malam dengan Desa Karya Jadi. Lokasi penangkapan nyamuk tetap dilakukan disekitar rumah penduduk.

Keanekaragaman nyamuk di Desa Antar Raya

Keanekaragaman nyamuk yang tertangkap pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya terdapat 20 spesies nyamuk dari 5 genus, seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 3. Keanekaragaman Nyamuk di Desa Antar Raya Pada Penangkapan Pertama

Jenis nyamuk

Umpan Orang (HLC) Resting

Total UOL UOD D L Jml % Jml % Jml % Jml % An.peditaeniatus 7 46.67 2 13.33 0 0.00 6 40 15 An.brevipalpis 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 100 1 Ae.aegypti 1 12.50 1 12.50 3 37.50 3 38 8 Ae.albopictus 0 0.00 0 0.00 1 50.00 1 50 2 Cx.tritaenirhynchus 516 46.74 304 27.54 137 12.41 147 13 1104 Cx.vishnui 736 46.73 438 27.81 206 13.08 195 12 1575 Cx.sitiens 233 45.16 139 26.94 60 11.63 84 16 516 Cx.sinensis 0 0.00 0 0.00 0 0.00 2 100 2 Cx.pseudosinensis 1 25.00 0 0.00 1 25.00 2 50 4 Cx.gellidus 5 62.50 1 12.50 0 0.00 2 25 8 Cx.bitaeniarhynchus 0 0.00 1 100.00 0 0.00 0 0 1 Cx.quinquefasciatus 26 29.89 24 27.59 20 22.99 17 20 87 Cx.hutchinsoni 10 31.25 9 28.13 1 3.13 12 38 32 Cx.fuscocephalus 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 100 1 Ma.uniformis 105 38.89 89 32.96 42 15.56 34 13 270 Ma.dives 60 48.00 37 29.60 18 14.40 10 8 125 Ma.annulata 7 43.75 7 43.75 0 0.00 2 13 16 Ma.annulifera 1 25.00 2 50.00 1 25.00 0 0 4 Ar.subalbatus 3 12.50 1 4.17 9 37.50 11 46 24 Total 1711 45.09 1055 27.80 499 13.15 530 14 3795

(40)

21 Keanekaragaman genus nyamuk yang tertangkap terdapat dari 5 genus yaitu Anopheles sp, Aedes sp, Culex sp, Mansonia sp dan Armigeres dengan jumlah nyamuk yang tertangkap yaitu sebanyak 3.795 ekor. Spesies yang paling banyak ditangkap yaitu Cx.vishnui baik pada saat ditangkap menggunakan umpan orang di dalam dan di luar rumah serta pada saat istirahat/ resting baik di dalam maupun di luar rumah, menyusul kemudian Cx.tritaenirhynchus dan Cx.sitiens. Pada penangkapan nyamuk yang kedua diperoleh lebih sedikit spesies nyamu yang tertangkap, seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Keanekaragaman Nyamuk di Desa Antar Raya Pada Penangkapan Kedua

Jenis nyamuk

Umpan Orang (HLC) Resting

Total UOL UOD D L M Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Ae.cancricomes 28 46.67 12 20.00 7 11.67 13 21.67 2 36.11 60 Ae.albopictus 7 58.33 1 8.33 2 16.67 2 16.67 3 138.89 12 Ae.aegypty 1 11.11 5 55.56 2 22.22 1 11.11 0 123.46 9 Cx.tritaeniorhynchus 265 56.87 102 21.89 50 10.73 49 10.52 0 2.26 466 Cx.hutchinsoni 0 0.00 2 50.00 2 50.00 0 0.00 0 0.00 4 Cx.quinquefasciatus 12 46.15 5 19.23 3 11.54 6 23.08 0 88.76 26 Cx.gellidus 0 0.00 2 100.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 2 Cx.visnui 36 80.00 4 8.89 3 6.67 2 4.44 0 9.88 45 Cx.bitaeniorhynchus 0 0.00 1 100.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 Ma.uniformis 131 43.96 76 25.50 52 17.45 39 13.09 2 4.39 298 Ma.annulifera 3 60.00 0 0.00 1 20.00 1 20.00 0 400.00 5 Ma.dives 0 0.00 1 50.00 0 0.00 1 50.00 0 2500.00 2 Total 483 192.547 211 22.69 122 13.12 114 12.26 7 1.32 930

Pada tabel di atas terlihat bahwa keanekaragaman nyamuk yang didapat pada penangkapan kedua diperoleh sebanyak 930 ekor nyamuk dengan 12 spesies dari 3 genus. Spesies Cx.tritaeniorhynchus yang paling banyak diperoleh pada penangkapan nyamuk yang kedua yaitu sebanyak 466 ekor dengan 256 ekor (56,87%) yang ditangkap menggunakan umpan orang di dalam rumah lebih banyak dibandingkan dengan yang ditangkap menggunakan umpan orang di luar rumah yaitu sebanyak 102 ekor (21,89%). Pada penangkapan kedua juga dilakukan resting morning yang dilakukan sekitar pukul 07.00-09.00 WITA dengan spesies nyamuk yang didapat yaitu Ae.cancricomes, Ae.albopictus, dan Ma.uniformis. Jumlah nyamuk yang didapat pada penangkapan kedua lebih

(41)

22 sedikit dibandingkan pada penangkapan pertama dimungkinkan Karena jumlah malam penangkapan yang lebih sedikit.

Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominansi Spesies

Banyaknya individu nyamuk per spesies pada penangkapan nyamuk yang dilakukan pertama di Desa Antar Raya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominasi Spesies Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Pertama

Jenis Nyamuk Jumlah Umpan Orang

KN (%) FS DS An.peditaeniatus 15 0.40 1 0.40 An.brevipalpis 1 0.03 0.33 0.01 Ae.aegypti 8 0.21 1 0.21 Ae.albopictus 2 0.05 0.33 0.02 Cx.tritaenirhynchus 1104 29.09 1 29.09 Cx.vishnui 1575 41.50 1 41.50 Cx.sitiens 516 13.60 1 13.60 Cx.sinensis 2 0.05 0.33 0.02 Cx.pseudosinensis 4 0.11 0.67 0.07 Cx.gellidus 8 0.21 0.67 0.14 Cx.bitaeniarhynchus 1 0.03 0.33 0.01 Cx.quinquefasciatus 87 2.29 1 2.29 Cx.hutchinsoni 32 0.84 0.67 0.56 Cx.fuscocephalus 1 0.03 0.33 0.01 Ma.uniformis 270 7.11 1 7.11 Ma.dives 125 3.29 1 3.29 Ma.annulata 16 0.42 1 0.42 Ma.annulifera 4 0.11 1 0.11 Ar.subalbatus 24 0.63 1 0.63 Keterangan : KN (%) : Kelimpahan Nisbi FS : Frekuensi Spesies DS : Dominan Spesies

Berdasarkan hasil pada tabel di atas diketahui bahwa kelimpahan paling tinggi pada spesies Cx.vishnui sebesar 41,50% dengan frekuensi kemunculan spesies pada malam penangkapan yaitu 1 dan dominasi spesies sebesar 41,50%. Kelimpahan nisbi pada penangkapan nyamuk kedua di Desa Antar Raya seperti pada tabel berikut :

(42)

23 Tabel 6. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominasi Spesies Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Kedua

Jenis Nyamuk Jumlah Umpan Orang

KN (%) FS DS Ae.cancricomes 60 6.45 1 6.45 Ae.albopictus 12 1.29 1 1.29 Ae.aegypty 9 0.97 1 0.97 Cx.tritaeniorhynchus 466 50.11 1 50.11 Cx.hutchinsoni 4 0.43 1 0.43 Cx.quinquefasciatus 26 2.80 1 2.80 Cx.gellidus 2 0.22 0.5 0.11 Cx.visnui 45 4.84 1 4.84 Cx.bitaeniorhynchus 1 0.11 0.5 0.05 Ma.uniformis 298 32.04 1 32.04 Ma.annulifera 5 0.54 1 0.54 Ma.dives 2 0.22 1 0.22

Penangkapan nyamuk kedua yang dilakukan di Desa Antar Raya, diketahui bahwa Cx.tritaeniorhynchus dengan kelimpahan nisbi terbesar yaitu 50,11%, frekuensi 1 dan dominasi spesies 50,11. Berbeda dengan penangkapan pertama, Cx.tritaeniorhynchus merupakan spesies kedua terbanyak.

Kepadatan Nyamuk

Kepadatan nyamuk menggigit tertinggi per orang per jam (man hour density/MHD) dan Kepadatan nyamuk perorang perhari (man bitting rate/MBR) pada penangkapan pertama dan kedua di Desa Antar Raya dapat dilihat pada tabel di bawah:

Penangkapan pertama :

Tabel 7. Kepadatan Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Pertama

Jenis Nyamuk MHD Total

MHD

MBR Total

MBR

Luar Dalam Luar Dalam

An.peditaeniatus 0.06 0.02 0.08 0.19 0.06 0.25 An.brevipalpis 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Ae.aegypti 0.01 0.01 0.02 0.03 0.03 0.06 Ae.albopictus 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Cx.tritaenirhynchus 4.30 2.53 6.83 14.33 8.44 22.78 Cx.vishnui 6.13 3.65 9.78 20.44 12.17 32.61 Cx.sitiens 1.94 1.16 3.10 6.47 3.86 10.33 Cx.sinensis 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Cx.pseudosinensis 0.01 0.00 0.01 0.03 0.00 0.03 Cx.gellidus 0.04 0.01 0.05 0.14 0.03 0.17 Cx.bitaeniarhynchus 0.00 0.01 0.01 0.00 0.03 0.03 Cx.quinquefasciatus 0.22 0.20 0.42 0.72 0.67 1.39 Cx.hutchinsoni 0.08 0.08 0.16 0.28 0.25 0.53

(43)

24

Jenis Nyamuk MHD Total

MHD

MBR Total

MBR

Luar Dalam Luar Dalam

Cx.fuscocephalus 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Ma.uniformis 0.88 0.74 1.62 2.92 2.47 5.39 Ma.dives 0.50 0.31 0.81 1.67 1.03 2.69 Ma.annulata 0.06 0.06 0.12 0.19 0.19 0.39 Ma.annulifera 0.01 0.02 0.03 0.03 0.06 0.08 Ar.subalbatus 0.03 0.01 0.03 0.08 0.03 0.11 Penangkapan Kedua

Tabel 8. Kepadatan Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Kedua

Jenis Nyamuk MHD Total

MHD

MBR Total

MBR

Luar Dalam Luar Dalam

Ae.cancricomes 0.23 0.10 0.33 1.17 0.50 1.67 Ae.albopictus 0.06 0.01 0.07 0.29 0.04 0.33 Ae.aegypty 0.01 0.04 0.05 0.04 0.21 0.25 Cx.tritaeniorhynchus 2.21 0.85 3.06 11.04 4.25 15.29 Cx.hutchinsoni 0.00 0.02 0.02 0.00 0.08 0.08 Cx.quinquefasciatus 0.10 0.04 0.14 0.50 0.21 0.71 Cx.gellidus 0.00 0.02 0.02 0.00 0.08 0.08 Cx.visnui 0.30 0.03 0.33 1.50 0.17 1.67 Cx.bitaeniorhynchus 0.00 0.01 0.01 0.00 0.04 0.04 Ma.uniformis 1.09 0.63 1.73 5.46 3.17 8.63 Ma.annulifera 0.03 0.00 0.03 0.13 0.00 0.13 Ma.dives 0.00 0.01 0.01 0.00 0.04 0.04

Pada penangkapan nyamuk pertama di Desa Antar Raya diketahui kepadatan nyamuk tertinggi pada spesies Cx.vishnui dengan nilai MHD sebesar 6,13 nyamuk/jam/orang, lebih tinggi di luar rumah dibandingkan di dalam rumah yaitu sebesar 3,65 nyamuk/jam/orang. Pada penangkapan nyamuk kedua nilai MHD tertinggi pada spesies Cx.tritaeniorhynchus dengan nilai MHD tertinggi di luar rumah (2,21 nyamuk/jam/orang) dibandingkan di dalam rumah (0.85 nyamuk/jam/orang). Kepadatan nyamuk perorang perhari dengan nilai MBR tertinggi pada spesies Cx.vishnui yaitu sebesar 32,61 nyamuk/orang/malam. Lebih banyak di luar rumah (20,44 nyamuk/orang/malam) dibandingkan di dalam rumah (12,17 nyamuk/orang/malam). Pada penangkapan nyauk kedua Cx.tritaeniorhynchus dengan nilai MBR tertinggi yaitu 15,29 nyamuk/orang/malam, sama seperti pada penangkapan pertama, nilai MBR lebih besar di luar rumah dibandingkan di dalam rumah.

(44)

25 Aktivitas Nyamuk menghisap darah

An.peditaeniatus

Spesies ini hanya ditemukan pada penangkapan nyamuk pertama di Desa Antar Raya dengan aktivitas menghisap darah seperti pada gambar berikut :

Aktivitas menghisap nyamuk spesies An.peditaeniatus dengan umpan orang tertinggi pada pukul 18.00-19.00 dan 21.00-22.00 WITA di luar rumah, sedangkan perilaku istirahat paling tinggi paada pukul 18.00-19.00 dan 20.00-21.00 WITA.

An.brevipalpis

Spesies nyamuk An.brevipalpis juga hanya ditemukan pada penangkapan nyamuk pertama di Desa Antar Raya dengan aktivitas menghisap darah seperti pada gambar berikut:

Nyamuk An.brevipalpis hanya tertangkap 1 ekor pada saat istirahat yaitu pada pukul 24.00-01.00 WITA dengan nilai MHD 0,01 nyamuk/jam/orang.

Ae.aegypti

Aktivitas nyamuk Ae.aegypti menghisap darah pada penangkapan pertama dan kedua dapat dilihat pada gambar berikut :

Grafik 1. Aktivitas nyamuk An.peditaeniatus di Desa Antar Raya

(45)

26 Penangkapan pertama

Penangkapan kedua

Aktivitas Ae.aegypti menghisap darah dengan umpan orang terlihat dari pukul 18.00-19.00 WITA sampai dengan 21.00-22.00 WITA di dalam dan di luar rumah. Perilaku istirahat Ae.aegypti bervariasi baik di dalam maupun di luar rumah.

Ae.albopictus

Nyamuk spesies Ae.albopictus terdapat pada penangkapan pertama dan penangkapan kedua seperti pada gambar berikut :

Penangkapan pertama

Grafik 3. Aktivitas nyamuk Ae.aegypti pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya

Grafik 4. Aktivitas nyamuk Ae.aegypti pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya

Gambar

Grafik 1. Aktivitas nyamuk An.peditaeniatus di Desa Antar Raya
Grafik 3. Aktivitas nyamuk Ae.aegypti pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya
Grafik 6. Aktivitas nyamuk Ae.albopictus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya
Grafik 10. Aktivitas nyamuk Cx.vishnui pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Algoritma honey bee mating optimization merupakan salah satu jenis dari algoritma genetika, algoritma honey bee mating optimization menirukan proses lebah dalam mencari ratu

Penetapan prioritas masalah yang dihadapi oleh mitra merupakan hasil kesepakatan bersama antara tim pengabdi dengan mitra. Karena kedua UKM merupakan usaha kuliner

mendeskripsikan secara jelas verba refleksif apa saja yang berpreposisi dan preposisi apa saja yang mengikuti verba tersebut, mendeskripsikan unsur-unsur yang dibentuk oleh verba

Pengertian tauhid Asma  (mengesakan Tuhan dengan asma -Nya) yang dimaksud oleh Syaikh Nafis al-Banjari pada intinya menyatakan bahwa semua asma  yang ada di dalam alam

Nilai kritis berarti harga / kadar maksimum yang dibutuhkan / masih dapat ditolerir oleh pertumbuhan tanaman pada kondisi normal, jika melebihi dari nilai tersebut maka unsur

Dari data pengembangan SDM aparatur di Sekretariat Daerah melalui pendidikan formal diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah aparatur yang berpendidikan SLTA/SLTP

Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.Palatoskisi adalah adanya celah pada garis tengah palato

1) Pada awal tatap muka, guru mengabsen siswa, memotivasi siswa serta mengajak siswa untuk memperhatikan pelajaran yang akan diberikan, setelah itu barulah